• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pragmatis Terhadap Cerita Novel “Saga No Gabai Baachan” Karya Yoshichi Shimada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pragmatis Terhadap Cerita Novel “Saga No Gabai Baachan” Karya Yoshichi Shimada"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Fananie, Zainuddin, 2000. Telaah Sastra. Surakarta : Muhammadiyah University Press.

Kosasih, H.E. 2011. Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1994. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko, dkk. 2001. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta : PT Hanindita Graha Widya.

Sartika, Itha. 2011. Pendekatan Semiotik dalam Mengkaji Prosa Fiksi.Online.

(http://ithasartika91.blogspot.com/2011/02/pendekatan-semiotik-dalam-mengkaji.html?m=1)

Shimada, Yoshichi. 2011. Saga no Gabai Baachan, terjemahan. Indah Pratidina. Jakarta : Mahda Books.

Semi, Atar. 1984. Kritik Sastra. Bandung : Angkasa.

_________. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa.

Siswanto, Wahyudi dan Roekhan. 1991. Teori Kesusastraan. Malang : OPF IKIP Malang.

Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta : PT Grasindo Gramedia Widia Sarana.

(2)

Sumadjo, Jacob. 1990. Roman Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Suwandi, Zakia. 2012. Definisi Organisasi dan Metode.Online.

(http//zakiasuwandi.blogspot.com/2012/04/02-definisi-organisasi-dan-metode-serta.html?m=1) diakses 4 april 2012.

Zaimar, Okke K.S. 2004. Semiotik dan Penerapannya dalam Karya Sastra.Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Zainuddin.2001. Materi Pokok Bahasa dan Sastra. Jakarta: P.T. Rineka Cipta.

(3)

BAB III

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL

“SAGA NO GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI

SHIMADA

3.1Sinopsis Cerita Novel “Saga no Gabai Baachan”

Pasca pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki, perekonomian Jepang hancur , sehingga dampaknya secara langsung juga dirasakan oleh sebagian besar rakyatnya. Hal ini juga dirasakan oleh keluarga Akihiro Tokunaga, apalagi tak lama setelah Akihiro lahir ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga meninggal dunia akibat terpapar radiasi bom atom di Hiroshima.Ibunya terpaksa bekerja sendiri membuka usaha bar kecil untuk menghidupi dirinya, Akihiro dan abangnya.Kesibukan di bar membuat ibu Akihiro tidak bisa mendampinginya dengan maksimal. Ditambah pula bar tersebut berada di wilayah kumuh, membuat ibu merasa cemas akan perkembangan Akihiro yang saat itu usianya masih sangat kecil. Karena merasa tak sanggup untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya di Hiroshima, maka oleh ibunya Akihiro dititipkan pada neneknya di kota Saga.

(4)

Akihiromenjadi semakin miskin. Namun dari sikap hidup, pandangan, dan perilaku neneknya yang bersahaja ternyata membuat hidupnya menjadi kaya akan berbagai pengalaman hidup yang kelak akan membuatnya kaya dan bahagia secara batiniah.

Kehidupan Akihiro bersama neneknya memang sangat-sangat sederhana bahkan bisa dikatakan sangat miskin.Neneknya hanyalah seorang petugas kebersihan di sebuah universitas di Saga.Jadi, untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya nenek Osano hanya mengandalkan gajinya yang kecil dan uang bulanan kiriman ibu Akihiro yang pas-pasan.Namun walau hidup miskin bukan berarti Nenek Osano menyerah pada keadaan dan menjadi nenek yang murung. Bersama Akihiroia menjalani hidupnya secara optimis, wajahnya selalu berseri karena bagi dia kebahagiaan bukan ditentukan oleh uang, melainkan dari hati. Nenek Osano menerima kenyataan bahwa ia hidup dalam kemiskinan, tapi ia tak mau bersedih dengan keadaannya. Dalam sebuah kesempatan, Nenek Osano mengatakan pada Akihiro bahwa ada dua jenis orang miskin yaitu miskin muram dan miskin ceria dan miskin yang mereka jalani ini adalah miskin ceria dan kemiskinan ini juga sudah turun temurun jadi sudah terbiasa.

(5)

lari yang selain menyehatkan juga tanpa biaya tentunya.Akohiro menyetujuinya.Maka sejak kelas II SD dia terus menggelutinya hingga mengantarnya menjadi juara lomba lari dan pemain andalan bisbol karena kecepatan larinya.

Untuk menyiasati hidupnya yang serba kekurangan Nenek Osano memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya.Ketika berangkat kerja Nenek Osano tanpa malu sengaja mengikatkan sebuah tali di pinggangnya dimana di ujungnya terdapat sebuah magnet yang menyapu tiap jalan yang dilaluinya. Dengan cara itu ia mendapat paku atau sampah logam yang berserakan di jalan untuk dikumpulkan dan dijual kembali. Ketika Akihiro menanyakan hal ini pada neneknya, Neneknya menjawab dengan lugas bahwa sungguh sayang kalau kita hanya sekedar berjalan tanpa memperhatikan jalan sekitar.Padahal banyak hal-hal yang sangat menguntungkan yang dapat kita temukan.

(6)

Bagi Nenek Osano kehidupan yang dialaminya adalah anugerah yang harus dijalaninya dan tanpa ragu ia berkata bahwa “Hidup itu selalu menarik.

Daripada hanya pasrah, lebih baik selalu coba cari jalan”

Walau hidup miskin Nenek Osano juga selalu berusaha berbuat kebaikan tanpa harus digembar-gemborkan atau diketahui oleh si penerima kebaikan karena baginya kebaikan sejati dan tulus adalah kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang yang menerima kebaikan.

Hal-hal seperti inilah yang dilihat dan dialami oleh Akihiro selama ia tinggal bersama neneknya. Bagi Akihiro ini adalah kesempatan berharga dimana dia bisa memiliki pengalaman yang luar biasa untuk menjalani hari-hari bersama neneknya yang sangat menyenangkan walau kemiskinan membelit hidup mereka.

(7)

Untuk dapat mengetahui nilai pragmatik yang di ajarkan oleh tokoh nenek Osano yang terdapat dalam novel “Saga no Gabai Baachan”, maka penulis

akanmelakukan penganalisisan terhadap cuplikan teks novel yang diprediksi mengandung nilai pendidikan. Berikut adalah cuplikan teks yang akan dianalisis :

3.2.1 Kemandirian

Cuplikan: … … …

Sesampainya aku di rumah nenek, aku mengharapkan akan mendengar kata-kata seperti berikut, “Selamat datang. Kau pasti lapar ya?” atau “Pasti kau sedih karena berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, nenek akan menjagamu,” dan sebagainya.

Akan tetapi, kata-kata yang keluar pertama kali dari mulut nenek malah, “Ikuti aku.”

Kemudian dengan langkah cepat, dia berjalan keluar melalui pintu belakang menuju gubuk kecil yang terpisah dari sana.

… … …

Lalu kepada diriku yang masih berdiri termangu tanpa tahu harus bagaimana, nenek berkata,”Karena mulai besok Akihiro yang memasak nasi,

perhatikan baik-baik.”

(8)

batang-batang kayu kedalam kobaran tungku, untuk menyesuaikan besarnya bara api. Selang beberapa saat, nenek berkata, “Nah, coba kau yang lakukan.”

Karena sudah disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku dan dengan patuh, mengarahkannya ke kobaran api. Masalahnya, karena seumur hidup ini kali pertamanya aku memegang bambu peniup api, aku cuma bisa asal meniup tanpa benar-benar mengerti apa yang sedang kulakukan.

… … …

Sementara itu, disebelahku nenek sibuk meneriakkan instruksi-instruksi.“Jangan terlalu keras meniupnya.Kalau jaraknya terlalu jauh, apinya bakal mati.”

Saat meniup-niup dengan diiringi perintah oleh nenek, entah bagaimana akhirnya aku malah jadi bersungguh-sungguh berusaha menyalakan api itu. (halaman 34-36)

Analisis pragmatik cuplikan:

(9)

belajar menyalakan tungku oven dan memasak nasi. Dengan patuh, Akihiro pun mengikuti apa yang diperintahkan oleh nenek.

Dari segi pragmatik dapat terlihat bahwa nenek Osano mempunyai penokohan yang mendidik.Namun, ada sisi dalam wataknya yang sedikit keras yang membuat dirinya seperti acuh dan tidak peduli terhadap cucunya.Hal ini terlihat dari sambutannya yang dingin terhadap kedatangan Akihiro.Tetapi ini harus nenek Osano lakukan.Pekerjaannya sebagai tukang bersih-bersih di sebuah sekolah dasar, menengah dan universitas membuatnya harus melakukan aktivitas pada pagi hari. Jadi ia tidak bisa untuk mengurusi kebutuhan sarapan Akihiro sehingga Akihiro sendirilah yang harus melakukannya. Itulah alasan mengapa nenek Osano pertama kali harus mengajarkan Akihiro untuk menanak nasi.

Nilai pendidikan yang diajarkan melalui penokohan nenek Osano adalah dalam memenuhi segala kebutuhan yang berhubungan dengan diri sendiri, maka kita harus melakukannya sendiri juga, dengan kata lain kita harus mandiri. Tidak salah apabila kita meminta bantuan orang lain. Tapi terkadang bantuan tersebut malah membuat kita menjadi ketergantungan. Hal positif yang didapat apabila kita mandiri adalah membuat kita menjadi lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang kita lakukan, karena kita akan melakukannya dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan kepuasan pribadi.

3.2.2 Tekad dan perjuangan

(10)

Nenek lahir pada tahun ke-33 era Meiji (Tahun 1900).Dia hidup sejalan dengan perkembangan Abad ke-20, bersama generasi yang lebih awal daripada generasi pendahulu.

Di tahun 17 era Showa (1942), pada masa perang, suaminya meninggal. Kemudian sejak saat itu dia hidup dalam masa pasca-perang yang berat sebagai tukang bersih-bersih di Universitas Saga dan SD/SMP yang terafiliasi dengannya. Nenek bertahan hidup sambil membesarkan lima anak perempuan dan dua anak laki-laki, total tujuh anak.

Aku mulai hidup bersama nenek sejak tahun 33 era Showa (1958), ketika itu nenek berusia 58 tahun, namun masih saja tetap bekerja sebagai tukang bersih-bersih. Sudah pasti hidupnya jauh dari kemewahan.(halaman 10-11)

Analisis pragmatik cuplikan 1:

Dari cuplikan di atas dapat diketahui bagaimana perjuangan nenek Osano dalam menghidupi kebutuhan dirinya dan ketujuh anaknya sepeninggal sang suami pada masa perang. Perannya sebagai seprang ibu dan pengganti ayah dalam mencari nafkah tetap ia laksanakan. Kehidupan pasca perang yang sulit membuat ia rela menjadi tukang bersih-bersih di sekolah dasar, menegah dan sebuah Universitas. Itu semua dilakukan demi membesarkan anak-anaknya.

(11)

Nilai pendidikan yang diajarkan dari penokohan nenek Osano adalah sebagai orang tua, kita harus bertanggung jawab untuk memenuhi kabutuhan anak-anak sampai mereka bisa hidup mandiri. Bentuk dari tanggung jawab ini dapat kita lakukan dengan cara melakukan pekerjaan yang halal dan sesuai dengan kemampuan kita.

Cuplikan 2:

Aku terus berdiri di tepi sungai, lalu ketika siang datang, tanpa benar-benar berniat mengamati, aku melihat kearah jalan di depan suatu rumah yang tak terduga banyak dilalui orang. Di sanalah, dari kejauhan aku dapat melihat sosok nenek yang berjalan pulang.

… … …

Meski begitu, sosok nenek yang kian mendekat tampak aneh.Bersamaan dengan setiap langkahnya, aku dapat mendengar suara-suara yang mencurigakan. Klang klang klang klang… Bila dilihat dengan cermat, sepertinya nenek mengikat

pinggangnya dengan seutas tali tersebut. “Aku pulang.”

… … …

Ketika nenek sudah di dalam dan sedang melepaskan tali dari pinggang, aku pun melihat ke belakangnya. Setelah itu, aku pun tak tahan lagi untuk bertanya, “Nek, itu apa ?”

“Magnet,” jawab nenek sambil memperlihatkan ujung akhir tali. Dan di

(12)

“Sungguh sayang kalau kita sekedar berjalan.Padahal kalau kita berjalan

sambil menarik magnet, lihat, begini menguntungkannya.” “Menguntungkan ?”

“Kalau kita jual, sampah logam lumayan tinggi harganya. Benda yang

jatuh pun kalau kita sia-siakan, bisa dapat tulah”

Sambil berkata begutu, nenek mencabuti sampah logam dari magnetnya kemudian memasukkannya ke dalam ember khusus yang sudah berisi tumpukan logam-logam lain. (halaman 39-41)

Analisis pragmatik cuplikan 2:

Dari cuplikan di atas dapat diketahui adanya komunikasi antara Akihiro dan nenek Osano yang terjadi di halaman ruman nenek.Dari komunikasi tersebut dapat terlihat bahwa ide nenek dalam memenuhi kebutuhan hidup sangat kreatif.Selain mendapat keuntungan dengan menjual kembali benda-benda logam yang lengket pada magnet, nenek juga sudah menolong masyarakat sekitar agar terhindar dari bahaya yang ditimbulkan benda-benda tersebut.Ini merupakan salah satu perjuangan yang dilakukan nenek untuk melanjutkan hidup.

(13)

Nilai pendidikan yang diajarkan melalui penokohan nenek Osano adalah kita tidak perlu merasa malu dengan apa yang kita lakukan selagi hal tersebut bersifat positif dan tidak mengganggu atau merugikan kehidupan orang lain. Percaya diri merupakan modal yang sangat besar dalam melanjutkan hidup, karena dengan percaya diri menjadikan kita pribadi yang lebih kuat dan tidak mudah terpengaruh dengan ejekan atau gangguan dari pihak luar.

Cuplikan 3:

… … … nenek berjalan cepat ke arah sungai. Ketika aku mengikutinya,

entah karena apa aku mendapati nenek sedang tersenyum lebar sambil mengamati aliran sungai. “Akihiro, kau juga bantu,” sambil menoleh untuk

berkata begitu, selanjutnya nenek mulai mengambili potongan ranting atau batang pohon dari sungai. Di permukaan sungai yang bergelombang tampak terapung sebatang galah yang dibentangkan sedemikian rupa.Kemudian tersangkut pada galah tersebut, ranting pohon atau semacamnya.

… … …

Ternyata nenek biasa mengumpulkan ranting atau batang pohon yang tersangkut di galah tersebut, mengeringkannya, kemudian menggunakannya sebagai kayu bakar.

“Selain sungai jadi bersih, kita mendapatkan bahan bakar secara cuma

-cuma.Sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui.” (halaman 42-43)

(14)

Dari cuplikan di atas dapat diketahui adanya komunikasi antara Akihiro dan nenek Osano yang terjadi di pinggir sungai dekat rumah nenek. Dari komunikasi tersebut terlihat bagaimana perjuangan nenek untuk bertahan hidup dalam hal penghematan biaya dalam hal pemenuhan bahan bakar yang biasa digunakan untuk memasak.Nenek Osano sangat peduli terhadap lingkungan dengan menjaga kebersihan sungai yang terdapat di samping rumahnya itu.Dengan hanya bermodalkan sebatang galah yang dibentangkan di atas sungai, nenek dapat memanfaatkan ranting-ranting yang menyangkut pada galah tersebut.Ranting-ranting itu dijemur yang kemudian dijadikan bahan bakar.“Selain sungai jadi bersih, kita mendapatkan bahan bakar secara cuma -cuma.”, itulah kata-kata bijak yang diucapkan oleh nenek.

Dari segi pragmatik dapat terlihat bahwa nenek Osano mempunyai penokohan yang peduli.Tidak hanya peduli terhadap sesama manusia, tetapi nenek juga peduli terhadap lingkungan.Hal kecil yang dilakukannya pada cuplikan ini merupakan sesuatu yang besar dan sangat bermanfaat bagi masyarakat karena nenek Osano telah mengurangi resiko terjadinya bencana alam, yaitu banjir.

(15)

untuk tidak menganggap rendah suatu hal karena di balik semua itu, pasti ada kelebihan yang dimiliki.

Cuplikan 4: … … …

Melihat anak-anak yang berlatih di doujou keluar satu persatu dari sana, aku dan geng bocah bandelku pun jadi tak tahan untuk pergi mengintip latihan mereka. Aku pun jadi berniat ikut berlatih kendo.Segera sampai di rumah, aku memberitahu nenek tentang niatku itu.

“Nenek, hari ini aku pergi melihat latihan kendo.” “Hmm.”

“Keren sekali deh.” “Oh, bagus itu.”

“Aku juga mau latihan kendo.” “Ya sudah, lakukan saja.” “Sungguh ?”

“Kalau memang mau kenapa tidak ?”

“Sungguh aku boleh ikut latihan?Kalau begitu, besok nenek ikut aku

mendaftar ke doujou ya?Katanya di sana mereka bakal memberitahu kita peralatan apa saja yang diperlukan, misalnya pelindung badan, masker pelindung, dan sebagainya.”

(16)

“Ya.Butuh dong.”

Mendadak sikap nenek berubah. “Kalau begitu batalkan saja.” “Hah?”

“Batalkan saja!”

Aku benar-benar kecewa.Namun kemudian seorang teman sekelas berkata kepada diriku yang kecewa, “Tokunaga-kun, kau mau ikut latihan judo?”

Aku pun buru-buru pulang, kemudian masih dengan napas terengah-engah memohon kepada nenek.

“Aku ikutan judo ya, Nek?Dibandingkan kendo, judo tidak butuh banyak uang kok.”

“Gratis?”

“Yah, tidak gratis juga sih…” “Lupakan saja.”

Biasanya bila sudah begini keadaannya, aku tidak akan berkeras memaksakan kehendak. Masalahnya aku sudah benar-benarmenetapkan di dalam hati untuk punya kegiatan olah raga.Sesaat kemudian nenek berkata.

“Baiklah.Kalau begitu, aku puny aide bagus.Mulai besok kau lari saja.” “Lari?”

“Ya.Tidak perlu peralatan dan tempat berlarinya juga gratis.Lari saja.”

(17)

Dari cuplikan di atas diketahui adanya komunikasi antara Akihiro dan nenek Osano yang terjadi di dalam rumah.Dari komunikasi tersebut dapat terlihat bagaimana tekad Akihiro dalam memenuhi keinginannya untuk mempunyai kegiatan olah raga seperti kendo dan judo.Namun keterbatasan keuangan dalam memenuhi peralatan pendukung kegiatan olah raga tersebut membuat nenek Osano tidak dapat mengabulkan permintaan Akihiro itu. Nenek malah menyarankan Akihiro untuk melakukan olah raga lari saja karena nenek menganggap olah raga tersebut tidak memerlukan biaya. Akhirnya Akihiro menyetujui pendapat nenek.Setiap hari sepulang sekolah Akihiro pun latihan dengan sungguh-sungguh.Ia mengorbankan waktu bermainnya. Dengan kesungguhan tersebut, akhirnya akihiro selalu menjadi juara 1 dalam festival olah raga yang diadakan di sekolah dan menjadi kapten tim dalam klub baseball.

Nilai pendidikan yang diajarkan dari penokohan nenek Osano adalah sebelum melakukan suatu hal, kita harus mempunyai niat yang kuat. Niat adalah awal yang menentukan bagaimana akhir yang akan kita capai. Setelah niat, kemudian kita harus bertekad dengan bersungguh-sungguh untuk melakukan hal tersebut. Jangan melakukannya setengah-setengah, karena hasil yang akan kita capai pun tidak akan maksimal. Intinya, segala sesuatu yang akan kita lakukan harus menggunakan hati.

Cuplikan 5:

(18)

masalah.Namun kalau soal makanan, setiap hari kita harus selalu makan.Di sinilah pengetahuan nenek terutama dapat diakui kehebatannya.

Pertama, karena nenek sangat gemar minum teh, sehabis minum, pasti bakal ada ampas tehnya. Ampas teh itu kemudian akan dijemur hingga kering, lalu dipanggang di penggorengan sambil dibubuhi garam. Furikake (sejenis abon) cap nenek ini bisa jadi sama dengan furikake zaman sekarang yang kaya akan katekin, yang mungkin saja akan laku dijual.

Lalu tulang ikan.“Banyak kalsiumnya, ayo dimakan.”

Sambil berkata begitu, nenek selalu membuatku menghabiskan tulang ikan, baik itu yang kecil maupun yang besar sekalipun.Meski begitu, sudah pasti terkadang ada tulang yang sangat keras, yang tak mungkin aku kunyah. Ikan kembung rebus kecap asin pun, sehabis dimakan tulangnya akan dimasukkan ke mangkuk lalu disiram air panas. Dengan begitu, kamipun mendapatkan pengganti sup.Tapi ide nenek tidak berakhir di situ.

Tulang yang tersisa pun akan dijemur dan dikeringkan, untuk kemudian dicacah halus dengan pisau hingga menyerupai bubuk, selanjutnya dijadikan pakan ayam. Selain tulang, kulit apel ataupun bagian sayur yang cacat pun, semua dijadikan makanan untuk ayam.

“Benda yang didapat memungut sekalipun, belum tentu pantas dibuang,”

demikianlah nenek selalu berujar dengan penuh keyakinan.

(19)

mengambil sayuran yang bentuknya aneh dan berkata, “Lobak yang berujung

dua sekalipun, kalau dipotong-potong dan direbus, sama saja dengan yang lain. Timun yang bengkok sekalipun, bila diiris-iris dan dibumbui garam, tetap saja timun.”

Demikian juga sayur dan buah yang separuh rusak atau cacat, karena tidak laku dijual, dibuang begitu saja.Namun bagi nenek, “Kalau bagian yang cacat dipotong, sisanya masih dapat digunakan dengan sama baiknya.”

Ini pemikiran yang masuk akal. (halaman 72-73)

Analisis pragmatik cuplikan 5:

Dari cuplikan di atas dapat diketahui bagaimana perjuangan nenek Osano dalam memenuhi kebutuhan makan dirinya dan Akihiro.Walaupun hidup sangat miskin, sebagai manusia mereka tetap harus makan setiap hari.Pada cuplikan inilah Akihiro menceritakan kehebatan ide-ide dari nenek Osano untuk memenuhi kebutuhan tarsebut.Misalnya, nenek sangat suka minum teh.Oleh nenek, ampas dari teh tersebut dapat dimanfaatkan kembali menjadi makanan sejenis abon.Tidak hanya itu, masih banyak pengetahuan nenek lainnya yang diajarkan pada Akihiro.

(20)

Nilai pendidikan yang diajarkan melalui penokohan nenek Osano adalah kita harus memanfaatkan dengan maksimal dan tidak menyia-nyiakan segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Misalnya dalam hal makan, kita tidak boleh membuang makanan karena masih banyak orang lain yang juga membutuhkan makanan. Nenek Osano juga mengajarkan kita untuk hidup sederhana dan apa adanya, tida berlebihan.

Cuplikan 6:

Pada suatu hari saat sebelum tidur, nenek pernah berkata kepadaku, “Hidup itu selalu menarik.Daripada hanya pasrah, lebih baik selalu coba cari jalan”. (halaman 87)

Analisis pragmatik cuplikan 6:

(21)

Nilai pendidikan yang diajarkan melalui penokohan nenek Osano adalah kita harus selalu berusaha keluar dari masalah yang kita hadapi.Jangan hanya bisa pasrah dan menunggu bantuan. Kita harus yakin kalau kita tetap berusaha pasti Tuhan YME akan membantu kita untuk keluar dari permasalahan tersebut.

3.2.3 Selalu bersyukur

Cuplikan:

… … … Hal pertama yang Nenek lakukan setelah nasi tanak adalah

mempersembahkannya ke hadapan Buddha.

“Mulai besok, Akihiro yang akan menyiapkan nasi.Nanmandabu, nanmandabu…,” ucapnya melaporkan.

Sesuai ajaran yang aku dapatkan kemarin, akupun menyalakan api di tungku dan menanak nasi. Setelah itu, aku pun mempersembahkan nasi itu ke hadapan Buddha. Lalu seperti yang diajarkan nenek kepadaku, aku mempertemukan kedua telapak tangan kemudian merapal, “Nanmandabu, nanmandabu…”.

Selain itu seberapa pun miskinnya kami, nenek tidak pernah pelit untuk sumbangan ke kuil ataupun segala keperluan lain yang berhubungan dengan Buddha. (Halaman 75-76)

Analisis pragmatik cuplikan:

(22)

adalah wujud dari rasa syukurnya atas kehidupan yang ia terima. Kegiatan ini juga ia ajarkan kepada Akihiro.

Dari segi pragmatik dapat terlihat bahwa nenek Osano mempunyai penokohan yang selalu bersyukur.Ia tidak menyalahkan siapapun atas kehidupannya yang miskin ini.

Nilai pendidikan yang diajarkan melalui penokohan nenek Osano adalah bagaimanapun kehidupan yang kita jalani, baik itu miskin ataupun kaya, kita tidak boleh lupa untuk tetap bersyukur kepada Tuhan YME.Tetapi zaman sekarang, banyak manusia mengejar uang, kemewahan, status sosial, kekuasaan serta penghargaan untuk mendapatkan kebahagiaan.Tetapi kebahagiaan itu bukanlah sesuatu yang ditentukan oleh itu semua.Kebahagiaan itu adalah sesuatu yang ditentukan oleh diri kita sendiri, oleh hati kita.Maka tetaplah bersyukur dalam keadaan apapun.

3.2.4 Saling membantu Cuplikan:

Nenek sendiri adalah orang yang gemar membantu orang lain. “Permisi.”

(23)

Kalimat berikutnya dari Sanrou-san sudah dapat ditebak, “Tolong

pinjami aku uang lima ribu yen.Akan kukembalikan di akhir bulan.”

Pertama kali mendengar permintaannya, aku tak dapat mempercayai telingaku sendiri.Tak kusangka ada orang yang bakal datang ke rumah ini untu meminjam uang.Bila dipikir-pikir, kamilah yang sangat membutuhkan bantuan.

Kemudian dengan segera nenek membuka nagamochinya dan memberikan uang lima ribu yen kepada Sanrou-san dan berkata “Kapan saja, tidak apa-apa.”

Analisis pragmatik cuplikan:

Dari cuplikan di atas dapat terlihat bahwa nenek Osano mempunyai penokohan yang suka membantu orang lain. Walaupun hidupnya jauh dari kata cukup, tapi ketika orang lain meminta bantuannya pasti nenek segara membantu dengan senang hati dan ikhlas.

Nilai pendidikan yang diajarkan melalui penokohan nenek Osano adalah ketika seseorang membutuhkan pertolongan, maka sebagai manusia kita harus menolongnya selagi masih di jalan kebaikan.Manusia adalah makhluk sosial.Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa hidup sendiri.Tolong-menolong adalah salah satu kunci manusia untuk tetap bisa hidup di lingkungan masyarakat.

3.2.5 Cinta kasih Cuplikan:

(24)

aku pun diangkat menjadi kapten baru.Sambil melahap makan malam, aku berkata pada nenek, “Aku terpilih menjadi kapten baru, Nek.”

Mendengar ini, nenek tiba-tiba bangkit dari duduknya. Kemudian ia membuka tutup nagamochi miliknya dan mengeluarkan selembar uang 10.000 yen dari dalamnya.

“Akihiro, Nenek pergi beli sepatu atletik dulu ya,” setelah berkata

demikian, dengan langkah cepat nenek bergerak ke pintu depan.

Saat itu aku belum memiliki sepatu atletik dan selalu menggunakan sepatu olahraga biasa.Masalahnya, saat itu jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh. “Nenek, meskipun pergi sekarang juga, tokonya sudah tutup bukan?”

ujarku sambil mengikutu nenek ke luar rumah.

“Tidak, kapten harus punya sepatu atletik” ujar nenek tidak

mendengarkan.

Analisis pragmatik cuplikan:

Dari cuplikan di atas terlihat adanya komunikasi tang terjadi antara Akihiro dan nenek Osano di dalam rumah saat mereka makan malam. Akihiro bercerita kepada tentang terpilihnya ia menjadi kapten tim baseball di sekolah. Mendengar cerita itu nenek langsung berniat membelikan Akihiro sepatu atletik karena selama ini Akihiro belum memilikinya dan hanya menggunakan sepatu biasa saja.

(25)

ia merelakan uang yang ia tabung selama ini digunakan untuk membeli sepatu atletik.

(26)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan atas uraian sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Novel “Saga no Gabai Baachan”merupakan sebuah novel biografi dan memori karangan Akihiro Tokunaga atau yang lebih dikenal dengan nama Yoshichi Shimada yang menceritakan tentang pengalamannya saat tinggal bersama neneknya selama 8 tahun dan menjadi tokoh utama dalam novel ini.

2. Tema novel ini adalah perjuangan seorang nenek dalam mencukupi kebutuhan dan menghidupi dirinya dan seorang cucu yang dititipkan kepadanya dalam keadaan yang sangat miskin tanpa berpikir untuk melakukan tindakan kejahatan dan mengharap belas kasihan dari orang lain. Banyak ide-ide kreatif untuk bertahan hidup yang nenek Osano ajarkan dan sangat bermanfaat untuk pembaca yang terdapat dalam novel ini. Novel ini memiliki latar di sebuah kota kecil bernama Saga, Jepang. 3. Dalam novel “Saga no Gabai Baachan”, terdapat satu tokoh utama yaitu

(27)

menyampaikan nilai pendidikan yang tersirat dalam setiap interaksinya. Diantaranya adalah nilai perjuangan, menghargai dan mensyukuri serta nilai semangat hidup. Berjuang tanpa lelah serta menghargai dan mensyukuri terhadap apa yang telah kita miliki, walaupun kondisi tersebut sangat kekurangan. Tetapi kita tetap harus menghargainya. Karena dengan sikap itu kita akan mengerti nilai semangat hidup untuk tetap bertahan dan menjalan kan takdir yang sudah ditetapkan Tuhan YME.

4. Nilai yang paling dominan dalam novel ini adalah tekad dan perjuangan karena novel ini lebih menceritakan tentang perjuangan nenek Osano dalam melanjutkan hidup.

5. Beberapa nilai pragmatik yang diajarkan melalui tokoh utamanya yaitu nenek Osano yang diprediksi mampu mendidik pembaca yang terdapat dalam novel “Saga no Gabai Baachan”, diantaranya adalah :

1. Dalam memenuhi segala kebutuhan yang berhubungan dengan diri sendiri, maka kita harus melakukannya sendiri juga, dengan kata lain kita harus mandiri. Dengan mandiri, membuat kita menjadi lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang kita lakukan, karena kita akan melakukannya dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan kepuasan pribadi.

(28)

3. Jangan pernah merasa malu dengan apa yang kita lakukan selagi hal tersebut bersifat positif dan tidak mengganggu atau merugikan kehidupan orang lain.

4. Agar kita selalu menjaga kebersihan lingkungan. Karena hal itu sangat berguna untuk diri kita sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar.

5. Sebelum melakukan suatu hal, kita harus mempunyai niat yang kuat karena niat adalah awal yang menentukan bagaimana akhir yang akan kita capai.

6. Kita harus memanfaatkan dengan maksimal dan tidak menyia-nyiakan segala sesuatu yang ada di sekitar kita.

7. Kita harus selalu berusaha keluar dari masalah yang kita hadapi. Jangan hanya bisa pasrah dan menunggu bantuan dari orang lain. Kita harus yakin kalau kita tetap berusaha pasti Tuhan YME akan membantu kita untuk keluar dari permasalahan tersebut.

8. Bagaimanapun kehidupan yang kita jalani, baik itu miskin ataupun kaya, kita tidak boleh lupa untuk tetap bersyukur kepada Tuhan YME.

9. Ketika seseorang membutuhkan pertolongan, maka sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial, kita harus menolongnya selagi masih di jalan kebaikan.

(29)

5.2Saran

(30)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “SAGA NO GABAI

BHAACAN”, STUDI PRAGMATIK DAN

SEMIOTIK

2.1Defenisi Novel

Novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti “sebuah barang baru

yang kecil”.Kemudian kata itu diartikan sebagai sebuah karya sastra dalam bentuk

prosa.Dalam bahasa Inggris disebut dengan novel yang kemudian istilah tersebut masuk menjadi bahasa Indonesia.

Novel merupakan jenis karya sastra dalam bentuk prosa.Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut sebagai fiksi. Karya fiksi menyaran pada suatu karya yang menciptakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Nurgiyantoro, 1998 : 2).

Menurut Sumadjo (1990 : 11-12), novel adalah genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna, juga kebanyakan mengandung unsur suspense dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya.

(31)

pengetahuan tentang hal-hal yang terdalam, yang tidak dapat dilihat, tidak dapat dipegang, tidak dapat didengar melainkan dapat dirasakan oleh batin yang semua itu diperoleh secara tersirat dari gambaran tokoh, peristiwa, dan tempat yang dilukiskan.

Novel dapat memberikan dampak positif bagi pembacanya karena novel itu memberikan manfaat pendidikan dan hiburan.Akan tetapi, tidak sedikit novel yang memberikan dampak negatif, misalnya novel yang di dalamnya terdapat adegan-adegan atau kata-kata yang kasar dan terdapat adegan yang dapat menimbulkan dorongan seksual kepada pembaca. Untuk itu, kita harus selektif dalam memilih novel dalam memeberi hiburan maupun acuan dalam kehidupan

Walaupun bersifat imajiner, namun ada juga novel yang berdasarkan diri pada fakta. Karya fiksi yang demikian oleh Abrams dalam Nurgiantoro (1995 : 4) digolongkan sebagai karya non fiksi yang terbagi atas (1) fiksi historis atau novel historis, jika yang menjadi dasar penulisan adalah fakta sejarah; (2) fiksi biografis atau novel biografis, jika yang menjadi dasar penulisan adalah fakta biografis dan (3) fiksi sains atau novel sains, jika yang menjadi dasar penulisan adalah fakta ilmu pengetahuan.

(32)

sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi.Novel popular biasanya cepat dilupakan orang, apalagi dengan munculnya novel-novel yang baru yang lebih popular pada masa sesudahnya.

Novel serius adalah novel yang memberikan isi cerita yang serba berkemungkinan, jadi dituntut konsentrasi yang tinggi untuk dapat memahami cerita yang dipaparkan di dalamnya.Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal.Novel serius disamping memberikan hiburan juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau paling tidak, mengajak untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.Ini merupakan keunggulan dari novel serius sehingga tetap bertahan sepanjang masa dan tetap menarik sepanjang masa.

Jadi, berdasarkan paparan defenisi novel di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa novel yang menjadi objek kajian penelitian penulis merupakan novel biografis dan novel serius. Dikatakan demikian karenakan novel “Saga no

Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada ini menceritakan tentang neneknya

(33)

tujuan pendidikan yang diberikan pengarang kepada pembaca. Tujuan pendidikan tersebut antara lain tekad dan perjuangan demi bertahan hidup, bekerja keras tanpa mengenal lelah, hidup mandiri tanpa mengharapkan belas kasihan dari orang lain, saling memaafkan, cinta kasih dan selalu bersyukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2.2Resensi Novel “Saga no Gabai Baachan”

Struktur formal karya sastra dapat disebut sebagai elemen atau unsur-unsur yang membentuk karya sastra. Karya sastra seperti novel pada dasarnya dibangun oleh unsur-unsur tema, alur (plot), setting (latar), penokohan (perwatakan), dan sudut pandang (pusat pengisahan). Unsur-unsur ini yang menjadi focus untuk diresensi atau ditelaah secara struktur formal pada umumnya.

2.2.1 Tema

(34)

dipakai pengarang untuk mengembangkan cerita. Di samping itu juga perlu mengapresiasikan karangan secara utuh dan tidak sepenggal-sepenggal.

Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita.

Sementara itu menurut Fananie (2000 : 84), tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam.Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, social budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan.Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.

Berdasarkan pengertian tema di atas, maka tema yang diangkat dalam novel “Saga no Gabai Baachan” adalah bagaimana perjuangan seorang nenek untuk mencukupi kebutuhan dan menghidupi seorang cucu yang dititipkan kepadanya dalam keadaan sangat miskin tanpa berpikir untuk melakukan tindakan kejahatan dan mengharap belas kasihan dari orang lain.

2.2.2 Alur (plot)

(35)

dalam Nurgiyantoro (1998 : 113), plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Alur atau plot merupakan struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang menandai urutan bagian-bagiab dalam keseluruhan fiksi. Dangan demikian, alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita. Menurut Kosasih (2011 : 225) , secara umum jalan cerita terbagi ke dalam bagian-bagian berikut:

1. Pengenalan situasi cerita (exposition)

Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antar tokoh.

2. Pengungkapan peristiwa (complication)

Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya. 3. Menuju pada adanya konflik (rising action)

Terjadi peningkatang perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.

4. Puncak konflik (turning point)

(36)

5. Penyelesaian (ending)

Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang nasib-nasib yang dialami tokohnya setalah mengalami peristiwa puncak itu.Namun ada pula novel yang penyelesaian akhir ceritanya itu diserahkan kepada imajinasi pembaca.Jadi dibiarkan menggantung, tanpa ada penyelesaian. Konflik merupakan inti dari sebuah alur.Konflik dapat diartikan sebagai sebuah pertentangan. Menurut Kosasih (2011 : 226), bentuk -bentuk pertentangan antara lain : (1) Pertentangan manusia dengan dirinya sendiri; (2) Pertentangan manusia dengan sesamanya; (3) Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan ekonomi, politik, sosial dan budaya; (4) Pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinannya. Bentuk-bentuk pertentangan inilah yang kemudian diangkat kedalam novel dan yang menggerakkan alur cerita. Tanpa adanya konflik atau pertentangan, akan sulit bagi terbentuknya suatu cerita.

Menurut susunannya atau urutannya, alur terbagi dalam 2 jenis, yaitu alaur maju dan alur mundur.Alur maju adalah alur yang susunannya mulai dari peristiwa pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya sampai cerita itu berakhir.Sedangkan alur mundur adalah alur yang susunannya dimula dari peristiwa terakhir kemudian kembali kepada peristiwa pertama, kedua, dan seterusnya sampai kembali lagi pada peristiwa akhir tadi.

(37)

menjadi pegawai kebersihan di sebuah sekolah. Yang seharusnya kebanyakan orang-orang di usianya hanya tinggal menikmati masa tuanya di rumah. Tetapi ia tidak pernah mengeluh dan mengharapkan belas kasihan dari siapapun. Sedangkan alur dalam novel ini adalah alur maju. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam novel tersebut dimulai dari kedatangan anaknya dengan seorang cucu untuk dititipkan dan diasuh olehnya dan berakhir pada menjadi dewasanya sang cucu dan untuk demi melanjutkan masa depan, cucu tersebut meninggalkannya.

2.2.3 Latar (setting)

Latar atau setting merupakan unsur pembangun karya sastra yeng menunjukkan kapan dan di mana peristiwa dalam cerita tersebut berlangsung. Latar dalam cerita sangat mempengaruhi pembentukan tingkah laku dan cara berpikir tokoh. Menurut Abrams dalam Zainuddin (2001 : 99), secara garis besar, latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas

(38)

2. Latar Waktu

Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi hari, tenggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut.

Oleh sebab itu dalam kaitannya sebagai latar waktu, maka novel

“Saga no Gabai Bhaachan” karya Yoshichi Shimada ini mengambil

setting pada tahun 33 era Showa yaitu tahun 1958.

3. Latar Sosial

Latar sosial menyaran kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi maupun non fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pendangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau tinggi.

Dalam hal ini, tokoh utama dalam novel “Saga no Gabai Baachan” yakni nenek Osano memiliki status dan peran sebagai seorang nenek.Selain itu, nenek Osano juga berstatus sebagai pekerja bersih-bersih di sebuah sekolah dasar, sekolah menengah dan universitas.

2.2.4 Penokohan (perwatakan)

(39)

penokohan dalam karya sastra menunjuk pada pelaku atau tokoh ceritanya. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral,atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Yang dimaksud dengan penokohan disini adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut (Aminuddin, 2000 : 92). Penokohan dalam novel

“Saga no Gabai Baachan” adalah sebagai berikut

1. Nenek Osano adalah tokoh utama dalam novel “Saga no Gabai Baachan” yang merupakan seorang nenek yang mandiri, pekerja keras dan rela berkorban demi cucu yang dititipkan anaknya kepadanya dan ia sayangi. Nenek Osano tidak pernah menyerah dan putus asa terhadap kehidupannya yang sangat miskin.

2. Akihiro Tokunaga adalah cucu dari nenek Osano. Ia memiliki sifat yang periang, baik, mudah memaafkan orang lain, menghargai orang tua, penyayang dan memiliki semangat yang tinggi dalam menggapai cita-citanya.

(40)

4. Kisako merupakan adik dari Yoshiko yang juga merupakan bibi dari Akihiro Tokunaga. Bibi Kisako adalah seorang wanita dewasa yang penyayang.

5. Tanaka Sensei adalah seorang guru penasehat klub baseball di SMP tempat Akihiro Tokunaga bersekolah. Ia memilki sifat penolong, perhatian, baik hati dan penyayang.

2.2.5 Sudut Pandang (Pusat Pengisahan)

Sudut pandang atau point of view adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro Sudut (1998 : 248) pandang adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnyamerupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Menurut Aminuddin (2000 : 96), sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain, posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut dan dari titik pandang ini pula pembaca mengikuti jalannya cerita dan memahami temanya. Terdapat beberapa jenis sudut pandang (point of view), yaitu:

(41)

2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Disini pengarang ikut melibatkan diri dalam cerita. Akan tetapi ia mengangkat tokoh utama. Dalam posisi yang demikian itu sering disebut sudut pandang orang pertama pasif.

3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita. Disini pengarang menceritakan orang lain dalam segala hal.

Dalam hal ini, sudut pandang pengarang Yoshichi Shimada dalam novel

“Saga no Gabai Baachan” adalah sebagai tokoh sampingan. Yoshichi Shimada

sebagai pengarang novel ini menceritakan kisah neneknya yang menjadi tokoh utama dan ia sendiri juga menjadi saksi nyata perjuangan neneknya tersebut untuk mencukupi kebutuhan dan menghidupi dirinya serta nenek.

2.3Sekilas Tentang Biografi Pengarang

Bom atom yang jatuh ke Hiroshima saat Perang Dunia II telah memporak-porandakan kehidupan banyak keluarga.Akihiro yang saat itu berusia delapan tahun kehilangan ayahnya, sehingga ibunya harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Takut perkembangan Akihiro terganggu, sang ibu memutuskan untuk menitipkan Akihiro pada ibunya (nenek Akihiro) yang tinggal di perkampungan kecil bernama Saga.

(42)

selama delapan tahun.Ide-ide yang diajarkan nenek dalam bertahan melawan kemiskinan sangat bermanfaat dalam menjalankan kehidupan Akihiro selanjutnya. Setelah tidak tinggal dengan nenek dan meninggalkan kota Saga, banyak hal yang terjadi. Meski tadinya Akihiro bermimpi menjadi pemain baseball profesional, entah bagaimana Akihiro malah melakukan debut sebagai kelompok

lawak “B&B”, kemudian menjadi salah satu yang terkenal saat manzai booming.

Dalam kehidupan pribadi, Akihiro menikah, memiliki dua orang anak dan menjalani kehidupan layaknya orang dewasa. Meski begitu, sampai kapanpun, pada saat yang bagaimanapun, Akihiro merasa prinsip-prinsip hidupnya seperti mengakar pada ajaran nenek Osano saat hidup di kota Saga. Akihiro tidak mengenal kata-kata seperti benda bermerek, interior canggih, atau sajian mewah.Bagi Akihiro hanya ada papan, sandang, pangan dalam kehidupan yang sederhana.

Walaupun masa sekarang disebut dengan istilah “masa resesi” atau “masa

sulit”, bila dibandingkan dengan masa kecil Akihiro Tokunaga, menurutnya

berbagai barang kini lebih terjangkau dan semua orang lebih makmur. Meski begitu, orang yang hidup berkilauan seperti nenek Osano sama sekali tidak ada.

Buku yang berjudul “Saga no Gabai Baachan” ini ia tulis dengan tujuan

karena ia sangat mencintai neneknya, sebagai penghormatan karena telah mengajarkannya untuk menghargai hidup dan agar member ide kepada pembaca untuk hidup seperti yang nenek ajarkan.

(43)

ataupun lawak manzaidari tema pandangan hidup nenek di seluruh negeri. Dengan cara seperti itu buku ini menjadi semakin dikenal dan berkat bantuan banyak orang, terjual dengan baik di pasaran.

Lalu pada tahun 2003 di musim panas, Akihiro muncul sebagai bintang tamu acara Asahi TV yang dikenal semua orang dan telah menjadi jam tayang

yang sangat panjang “Tetsuko no Heya” (Kamar Tetsuko). Acara itu dipandu oleh

Tetsuko Kuroyanagi, penulis novel “Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela”. Setelah

diizinkan mengenalkan buku ini, Akihiro mendengar keesokan harinya pesanan di toko-toko buku langsung membludak.Kisah nenek hebat dari Saga ini begitu terkenal di Jepang dan telah diadaptasi menjadi film layar lebar, game dan manga.

Yoshichi Shimada sendiri sebagai penulis buku, lahir di Hiroshima tahun 1950.Nama sebenarnya adalah Akihiro Tokunaga. Dia menghabiskan masa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di kota Saga. Dan hingga saat ini ia masih berkarya di dunia pertelevisian, panggung dan sebagainya.

2.4Studi Pragmatik dan Semiotik dalam Sastra

2.4.1 Studi Pragmatik

Pendekatan pragmatik yang digunakan dalam menelaah sastra dikemukakan oleh Abrams dalam Fananie (2000 : 10), mengemukakan bahwa dalam menelaah sastra terdapat 4 model pendekatan yang dapat diterapkan, yaitu:

1. Telaah dari sudut pandang karya sastra itu sendiri yang merupakan produk pengarang (pendekatan objektif).

(44)

3. Telaah dari keterhubungan ide, perasaan atau peristiwa-peristiwa yang mendasari karya yang ditelaah, baik secara langsung atau tidak langsung yang secara esensial dasarnya merupakan satu tiruan (pendekatan mimesis). 4. Telaah dari sudut pandang pembaca atau penerima karya sastra

(pendekatan pragmatik).

Pendekatan pragmatik yaitu pendekatan yang didasarkan kepada pembaca.Pembaca berperan dalam hal menerima, memahami dan menghayati karya sastra.Pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra atau bukan.Karya sastra tidak mempunyai arti tanpa ada pembaca yang menanggapinya.Karya sastra itu mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilai. Sadar atau tidak, sengaja atau tidak, akhirnya karya sastra akan sampai juga kepada pembaca, ditujukan kepada pembaca, dan bagi kepentingan masyarakat pembaca. Sebagai sebuah keutuhan komunikasi antara sastrawan, karya sastra dan pembaca, maka pada hakikatnya karya yang tidak sampai ke tangan pembacanya, bukanlah karya sastra (Siswanto dan Roekhan, 1991/1992 : 30). Karya sastra tidak mempunyai keberadaan nyata sampai karya sastra itu dibaca. Pembacanyalah yang menerapkan kode yang ditulis sastrawan untuk menyampaikan pesan, Selden dalam Siswanto (2008 : 190).

(45)

Berdasarkan hal itu, maka pendekatan pragmatik dalam telaah sastra akhirnya akan bergantung sepenuhnya pada kemampuan pembaca, baik kemampuan kebahasaannya maupun kemampuan aspek yang lainnya, misalnya aspek budaya, psikologi, filsafat, pendidikan, dan sebagainya.

Jika dikaitkan dengan pandangan Horatius dalam Siswanto (2008 : 190) menyatakan bahwa tujuan penyair adalah berguna atau memberi nikmat, ataupun sekaligus mengatakan hal-hal yang enak dan berfaedah untuk kehidupan. Horatius menggabungkan kata utile dan dulce, “yang bermanfaat dan yang enak”, secara bersama-sama.Penelitian terhadap tujuan atau fungsi sastra mengarah pada utile, bukan dulce.Dan pendapat inilah awal pendekatan pragmatik.Hal ini didasari oleh anggapan karya sastra mengandung tujuan atau manfaat, yaitu membina dan mendidik pribadi pembaca.

2.4.2 Studi Semiotik

Media sastra adalah bahasa. Menurut Saussure dalam Sartika (2011 : 1), bahasa adalah sistem tanda. Tanda sebagai kesatuan dari dua bidang tang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda di sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yaitu yang ditangkap oleh indra kita yang disebut signifier (penanda) dan bentuk atau aspek lainnya yang disebut signified (petanda). Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama.

(46)

petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama adalah ikon, indeks dan simbol.Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya.Hubungan itu adalah hubungan persamaan, misalnya gambar kuda sebagai penanda yang menandai kuda (petanda) sebagai artinya. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hugungan bersifat arbitrer (semau-maunya).Arti tanda itu ditentukan

oleh konvensi.Misalnya kata “ibu” adalah simbol, artinya ditentukan oleh

konvensi masyarakat pengguna bahasa (Indonesia). Inggris menyebutnya

“mother”, Perancis menyebutnya “la mere”, dan sebagainya.adanya bermacam

-macam tanda untuk satu arti itu menunjukkan “kesemena-menaan” tersebut.

Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol.

(47)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Selain dikenal sebagai negara maju di Asia dalam bidang industri, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra.Salah satu dari karya sastra tersebut adalah novel.Dikatakan demikian karena pada kenyataannya banyak novel-novel yang dihasilkan oleh sastrawan-sastrawan Jepang ada dan dinikmati oleh seluruh masyarakat di dunia, termasuk di Indonesia.

Menurut Fananie (2000:3-4), makna sastra merupakan bahasa serapan dari bahasa Sansekerta yang berarti “teks yang mengandung arti” atau

“pedoman”. Dalam Bahasa Indonesia, kata sastra pada umumnya digunakan untuk

merujuk kepada kesusastraan sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata sastra bisa merujuk kepada semua tulisan, baik itu indah atau tidak, maupun tertulis atau lisan (http://id.wikipedia.org/wiki/sastra).

(48)

sastrawan menganggap pengalamannya tersebut dapat berguna kelak bagi pembaca karya sastra.

Karya sastra sendiri terbagi atas tiga, yaitu drama, prosa dan puisi.Novel merupakan pembagian dari karya sastra prosa.Novel adalah karya fiksi yang menyuguhkan peristiwa dengan berbagai permasalahan yang dialami oleh tokoh-tokohnya. Peristiwa tersebut merupakan perwujudan masalah yang ada di masyarakat baik pengalaman pribadi pengarang maupun orang lain.

Pada kesempatan ini, penulis mencoba membahas suatu bentuk karya

sastra dari jenis prosa yaitu novel yang berjudul “Saga no Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada dilihat dari sudut pandang pendekatan pragmatik.Pendekatan pragmatik sendiri adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra.Pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra atau bukan. Sadar atau tidak, sengaja atau tidak, akhirnya karya sastra akan sampai juga kepada pembaca, karena karya sastra sesungguhnya memang ditujukan untuk pembaca. Pada hakikatnya, karya sastra yang tidak sampai ke tangan pembacanya, bukanlah karya sastra (Siswanto dan Roekhan, 1991/1992 : 30). Menurut Pradopo (2001 : 41), pendekatan pragmatik mereaksi karya sastra itu hanya tiruan alam saja. Yang penting dalam sastra adalah menyampaikan pendidikan kepada pembaca, pendengar atau penonton.Tiruan alam dalam sastra itu demi tujuan pendidikan.Dengan demikian, karya sastra ditafsirkan sebagai alat untuk mendidik.

Jika dilihat melalui pendekatan pragmatik, maka novel “Saga no Gabai

(49)

beda dari tiap-tiap pembaca. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pandangan antara pembaca satu dengan pembaca yang lain. Jika pembaca menilai novel ini dari segi pendekatan pragmatik dan menilainya dari sudut pandang pendidikan, maka akan mendapat suatu nilai pembelajaran yang baik dari tokoh utamanya yaitu nenek Osano. Dimana nenek Osano memberikan suatu pembelajaran tentang bagaimana cara bertahan hidup di tengah keadaan yang sangat miskin. Tekad dan perjuangan, kerja keras, kemandirian, serta kasih sayang merupakan beberapa hal yang diungkapkan Yoshichi Shimada melalui novelnya ini.

(50)

membuat ia giat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Diusianya yang sudah tua, ia masih bekerja sangat keras.

Hal inilah yang sebenarnya ingin disampaikan penulis kepada para pembaca novel dan menjadi fokus talaahan dalam novel “Saga no Gabai Baachan” dengan dilihat dari segi pragmatik yaitu, bahwa lewat novel ini pembaca dapat mengambil pelajaran dari tokoh nenek Osano yang tidak pernah putus asa dengan keadaannya dan selalu bekerja keras tanpa meminta belas kasihan dari siapapun.

Hal-hal tersebut di atas yang melatarbelakangi penulis untuk menganalisis isi cerita melalui tokoh nenek Osano dalam novel yang merupakan karya cucunya sendiri yang bernama Akihiro Tokunaga atau yang lebih dikenal dengan nama Yoshichi Shimada yang hidup bersamanya selama 8 tahun dan juga menjadi saksi nyata dari perjuangan nenek Osano untuk bertahan hidup, yang kemudian

dituangkannya dalam novel yang berjudul “Saga no Gabai Baachan” ini. Penulis ingin membuktikan bahwa cerita novel ini memiliki nilai-nilai, tujuan dan manfaat yang patut kita pelajari dan bermanfaat bagi pembaca serta masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan alasan di atas, maka penulis ingin membahas cerita novel ini dari sudut pendekatan pragmatik yang diberi judul :ANALISISPRAGMATIKTERHADAP CERITA NOVEL “SAGA NO

GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI SHIMADA.

1.2Rumusan Masalah

(51)

nilainilai positif.Selain itu, novel ini juga banyak menggambarkan peristiwa -peristiwa yang mengandung nilai-nilai yang dapat bermanfaat bagi pembaca.Salah satunya adalah nilai pendidikan.

Nilai-nilai ini tercermin dalam setiap isi cerita yang berkaitan dengan

tokoh utama novel “Saga no Gabai Baachan”, yaitu nenek Osano, seorang nenek yang berumur 58 tahun yang berjuang sangat keras demi memenuhi kebutuhan hidup dirinya sendiri dan seorang cucu bernama Akihiro Tokunaga.Nilai-nilai yang memberikan pendidikan bagi pembaca antara lain, tekad dan perjuangan demi bertahan hidup, bekerja keras tanpa mengenal lelah, hidup mandiri tanpa mengharapkan belas kasihan dari orang lain, cinta kasih dan selalu bersyukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut dan berkaitan dengan pendekatan pragmatik yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan permasalahannya dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana penokohan nenek Osano di dalam isi cerita novel “Saga no Gabai Baachan” yang dapat dijadikan cerminan yang baik bagi pembaca ?

2. Nilai pragmatik seperti apa yang terkandung dalam novel “Saga no Gabai Baachan” ?

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

(52)

untuk memperoleh nilai pragmatik seperti mengajarkan kita untuk bertekad dan selalu berjuang demi bertahan hidup, bekerja keras tanpa mengenal lelah, hidup mandiri tanpa mengharapkan belas kasihan orang lain, cinta kasih dan selalu bersyukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Dalam menganalisis cerita pada novel ini, penulis melakukannya dengan cara mengambil beberapa cuplikan teks dalam novel yang diprediksi mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca. Nilai-nilai tersebut dapat tercermin melalui tokoh cerita baik melalui deskripsi pikiran maupun perilaku tokoh.Kemudian cuplikan teks dideskripsikan berdasarkan fakta yang ada dengan menggunakan resepsi sastra. Analisis cuplikan cerita melalui tokoh diprediksi dapat menjadi suatu dorongan yang positif bagi pembaca melalui tokoh nenek Osano tentang gambaran watak yang ia lakoni dalam novel tersebut. Untuk mendukung penganalisisan tersebut, penulis juga menjelaskan tentang defenisi novel, studi pragmatik dan semiotik dalam sastra, serta menjelaskan sekilas tentang biografi pengarang Yoshichi Shimada.

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

(53)

ini dikarenakan obyek seni sastra adalah pengalaman hidup manusia terutama menyangkut sosial budaya, kesenian, dan sistem berpikir. Menurut Pradopo (1994:59), karya sastra adalah karya seni, suatu karya yang menghendaki kreativitas. Karya sastra digunakan pengarang untuk menyampaikan pikirannya tentang sesuatu yang ada dalam realitas yang dihadapinya.Realitas ini merupakan salah satu faktor penyebab pengarang menciptakan karya, di samping unsur imajinasi.Karya sastra juga merupakan gambaran kehidupan hasil rekaan seseorang yang sering kali karya sastra itu menghadirkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap latar belakang dan keyakinan pengarang.Novel sebagai salah satu produk sastra memegang peranan penting dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara artistik imajinatif.Hal ini dimungkinkan karena persoalan yang dibicarakan dalam novel adalah persoalan tentang manusia dan kemanusiaan.

Dalam menganalisis karya sastra berdasarkan teori, hendaknya dilakukan dengan cara objektif dan tidak memihak. Menurut Abrams dalam Siswanto (2008 : 79) mengatakan, terdapat empat pendekatan dalam kajian sastra, yaitu:

1. Pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan pada kajian terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan diluar karya sastra disebut pendekatan mimetik. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas.

(54)

3. Pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan pada karya sastra disebut pendekatan objektif.

4. Pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada ekspresi perasaan atau temperamen penulis disebut pendekatan ekspresif.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pragmatik untuk menelaah novel “Saga no Gabai Baachan”.Sedangkan untuk mengetahui adanya indeksikal nilai-nilai pragmatik yang ada dalam novel ini, penulis menggunakan pendekatan semiotik dalam pembahasannya nanti.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan pragmatik yang dikemukakan oleh pradopo sebagai landasan teori dalam menganalisis novel “Saga no Gabai Baachan”ini. Menurut Pradopo, dkk (2001 : 85), pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan pendidikan, moral, agama, maupun tujuan yang lain.

(55)

cukup efektif untuk menyampaikan tujuan-tujuan tertentu pengarang kepada pembaca.Dan untuk menyampaikan tujuan-tujuan tersebut dapat tercermin melalui tokoh cerita baik melalui deskripsi pikiran maupun perilaku tokoh.

Berdasarkan hal yang telah dijelaskan dalam ruang lingkup pembahasan, maka untuk menganalisis cerita dalam novel ini penulis melakukannya dengan cara mengambil beberapa cuplikan teks dalam novel yang diprediksi mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca. Kemudian cuplikan teks tersebut dideskripsikan berdasarkan fakta yang ada dengan menggunakan resepsi sastra.Resepsi sastra adalah kajian yang mempelajari bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya, baik tanggapan pasif maupun aktif.

Dalam pendekatan pragmatik, karya sastra hanya dianggap sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. Dan tujuan tersebut adalah untuk memberikan nilai pendidikan.Dalam penelitian ini, karya sastra yang dimaksudkan adalah novel “Saga no Gabai Baachan” sebagai objek penelitian.Penulis dapat

menginterpretasikan nilai-nilai pragmatik yang terkandung dalam novel “Saga no Gabai Baachan”yang diprediksikan dapat berguna bagi pembaca.

(56)

orang Greek untuk merujuk kepada ilmu yang mengkaji sistem tanda dalam kehidupan manusia.Menurut Zaimar (2004: 13), semiotik adalah ilmu tentang tanda atau lambang, cara kerjanya, penggunaannya, dan apa yang kita lakukan dengannya.Yang menjadi perhatian adalah mengkaji dan mencari tanda-tanda dalam wacana, menerangkan maksud tanda-tanda tersebut, dan mencari hubungannya dengan ciri-ciri tanda itu untuk mendapatkan maknanya.Tanda-tanda yang dimaksud dapat berupa bahasa, gerakan anggota badan, bentuk tulisan, warna, bendera, pakaian, karya seni, dan lain sebagainya.Melalui pendekatan inilah penulis mencoba menginterpretasikan setiap tanda yang ada dalam isi novel ini agar dapat diketahui bagaimana penokohan nenek Osano yang dapat menjadi acuan yang positif bagi pembaca.

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Alasan-alasan yang telah dikemukakan dalam bagian latar belakang merupakan faktor utama dilakukannya penelitian ini. Secara ringkas, tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui penokohan nenek Osano yang terdapat dalam novel “Saga no Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada.

(57)

Sebuah penelitian dilakukan harus memiliki manfaat.Penelitian yang baik adalah penelitian yang dapat memberi manfaat bagi diri peneliti sendiri, masyarakat pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu hasil penelitian ini hendaknya dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu:

1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam hal memahami, membina, mendidik, serta bertidak yang benar jika keadaan yang dialami oleh tokoh utama dalam novel ini, suatu saat nanti juga terjadi pada diri kita.

2. Untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana pengorbanan seorang nenek yang bekerja sangat keras demi memenuhi hidupnya sendiri dan seorang cucu yang dititipkan kepadanya.

3. Menjadi sumber masukan dan referensi bagi peneliti berikutnya tentang analisis pendekatan pragmatik dalam suatu karya sastra.

1.6Metode Penelitian

Dalam menulis sebuah karya ilmiah dibutuhkan sebuah metode sebagai alat untuk mencapai tujuan yang dimaksudkan.Menurut Wiradi dalam Suwandi (2012:1), metode adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun secara sistematis (urutannya logis).

(58)

manusia.Ciri metode ini biasanya difokuskan pada masalah faktual yang ada pada waktu penelitian.Data yang dikumpulan, disusun, dianalisis dan dideskripsikan.

Sementara itu, teknik yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data adalah tinjauan kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan dengan menggunakan buku-buku dan sumber lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian.Diantaranya majalah, hasil penelitian ilmiah (skripsi, tesis, dsb), maupun non ilmiah.Penulis juga melakukan pencarian data melalui media internet yang membahas mengenai permasalahan yang berkaitan dengan judul skripsi ini.Tetapi, sumber utama dalam penelitian ini adalah melalui novel “Saga no Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada.

Adapun langkah-langkah yang penulis akan lakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data dan referensi atau buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian.

2. Membaca novel “Saga no Gabai Baachan”karya Yoshichi Shimada yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

3. Mencari, mengumpulkan, menganalisis, dan mendeskripsikan nilai-nilai yang terdapat dalam novel “Saga no Gabai Baachan”karya Yoshichi Shimada yang diprediksi mengandung unsur nilai pendidikan melalui tokoh nenek Osano yang dapat memberikan cerminan yang baik bagi pembaca.

(59)

ABSTRAK

Karya sastra adalah suatu hasil yang diciptakan dan disampaikan oleh penulis dengan komunikatif untuk tujuan estetika.Pengungkapan diri yang dituangkan oleh pengarang melalui sebuah karya sastra bisa saja merupakan pengalaman yang benar-benar terjadi pada diri sastrawan tersebut, karena sastrawan menganggap pengalamannya tersebut dapat berguna kelak bagi pembaca karya sastra.Karya sastra sendiri terbagi atas tiga, yaitu drama, prosa dan puisi.Novel merupakan pembagian dari karya sastra prosa.Salah satu karya sastra yang berupa novel adalah novel “Saga no Gabai Bhaachan” karya Yoshichi Shimada yang bercerita tentang kisah perjuangan.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Laporkan kepada pengawas Tes Sumatif kalau terdazpat tulisan yang kurang jelas, rusak atau jumlah soal kurang.. Jumlah soal sebanyak 25 : 20 butir Pilihan Ganda 5 butir Uraian

[r]

Negasi dari pernyataan “ Semua siswa yang lulus SMA ingin masuk perguruan tinggi” adalah ….. Tiada siswa yang lulus SMA ingin masuk perguruan

[r]

Most of the newest remote sensing systems, such as Landsat8, SPOT, IKONOS, QuickBird, EO-1 and ALOS provide sensors with one high spatial resolution panchromatic (PAN)

Untuk itu keberadaan sumber daya manusia aparatur memiliki peran yang cukup dominan dalam pencapaian tujuan pemerintahan kecamatan secara efktif dan efisien yang harus

In addition to simulation of rainfall-runoff process using the recorded land precipitation, the performance of four satellite algorithms of precipitation, that is, CMORPH,