• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Moralitas Dalam Teks Novel Saga No Gabai Bachan Karya Yoshichi Shimada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Moralitas Dalam Teks Novel Saga No Gabai Bachan Karya Yoshichi Shimada"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MORAL DAN NOVEL SAGA NO GABAI

BACHAN

2.1 Definisi Moral

Menurut Syahfitri (2013:27) kata moral berasal dari bahasa latin mores. Mores berasal dari kata mos, yang berarti kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral

dengan demikian dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan. Sikap moral yang sebenarnya disebut dengan moralitas.

Dalam KBBI terdapat keterangan bahwa moral adalah tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dari beberapa keterangan tersebut , dapat ditarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yaitu memuat ajaran tentang baik buruknya suatu perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan ynag dilakukan dengan sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan dapat disebut memberikan penilaian etis atau moral.

(2)

Sedangkan menurut Burhan (1995: 321) Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan dan sebagainya, yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik, agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.

Moralitas juga memberi manusia aturan atau petunjuk konkret tentang bagaimana ia harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik dan bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik.

Jadi, dari berbagai definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa moralitas merupakan sistem nilai tentang perbuatan baik yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari secara baik sebagai seorang manusia. Sasaran dari moral adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan manusia.

2.2 Prinsip-Prinsip Dasar Moral

Prinsip-prinsi dasar moral terbagi atas: prinsip sikap baik, prinsip keadilan dan prinsip hrmat terhadap diri sendiri (Suseno: 2010).

a. Prisip sikap baik.

(3)

merupakan perbuatan dan tindakan yang baik yang didasarkan pada pemikiran dalam bertindak.

Menurut Suseno (1989:130) sikap baik adalah tindakan yang tidak merugikan siapa saja, jadi bahwa sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap positif dan baik. Sedangkan sikap buruk adalah kelakuan dan perbuatan jahat serta tidak menyenangkan orang lain. Kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mugkin dan mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita. Kita juga harus bersikap baik terhadap orang lain kecuali jika kita memiliki alasan lain yang membuat kita menjadi berbuat buruk kepada orang lain.

Dengan demikian, prinsip moral dasar yang pertama dapat kita sebut prinsip sikap baik. Prinsip itu mendahalui dan mendasari semua prinsip moral lain.

(4)

spontan membantu kita dalam kesusahan. Andikan tidak demikian, andaikan sikap dasar manusia adalah negatif, maka siapa saja harus kita curigai, bahkan kita pandang sebagai ancaman. Hubungan antar manusia akan mati.

Jadi prisip sikap baik bukan hanya dapat kita pahami sebagai sikap rasional, melainkan juga mengungkapkan rasa syukur yang merupakan suatu kecondongan yang memang ada dalam watak manusia.

Sebagai prinsip dasar, etika prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang harus meresapi segala sikap konkret, tindakan dan kelakuannya. Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya, kecuali ada alasan yang khusus, kita harus mendekati siapa saja dan apa saja dengan positif, dengan menghendaki yang baik bagi dia. Yang dimaksud bukan semata-mata perbuatan baik dalam arti sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan baik terhadapnya. Bersikap baik berarti: memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi saya, melainkan : menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan dan menunjang perkembangannya (Suseno,1989:131).

(5)

b. Prinsip keadilan

Prinsip adalah dasar atau asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir dan bertindak). Keadilan adalah perbuatan yang dilakukan tanpa memihak atau berat sebelah (KBBI,2007:8). Jadi, prinsip keadilan merupakan dasar perbuatan yang dilakukan tanpa memihak atau berat sebelah.

Adil pada hakikatnya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Dan karena pada hakikatnya semua orang sama saja nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling dasar keadilan adalah perlakuan yang sama terhadap semua orang, dalam situasi yang sama (Suseno,2010:132). Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan.

Hal yang sama dapat juga dirumuskan dengan lebih teoritis : prinsip kebaikan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja. Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas. Maka secara logis dibutuhkan prisip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan yang merupakan barang langka itu harus dibagi. Prinsip itu prinsip keadilan.

(6)

agar kita jangan mau mencapai tujuan-tujuan . termasuk yang baik, dengan melanggar hak orang lain.

c. Prinsip hormat terhadap diri sendiri

Hormat adalah perbuatan yang menunjukkan penghargaan (KBBI,2007:408). Jadi prinsip hormat terhadap diri sendiri adalah asas atau dasar perbuatan yang menunjukkan penghormatan (menghormati) diri sendiri.

Prinsip ini mengatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan paham bahwa manusia adalah perorangan, pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, makhluk berakal budi. Oleh karena itu, manusia berhak dan wajib untuk memperlakukan dirinya sendiri dengan hormat. Kita wajib menghormati martabat kita sendiri (Suseno,2010:133) .

Cara kita untuk menghormati diri sendiri adalah dengan dua arah yaitu; Pertama dituntut agar kita tidak membiarkan diri kita diperas, diperalat dan diperbudak. Perlakuan semacam itu tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka bagi yang diperlakukan demikian jangan membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia dapat melawan. Kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu tidak pernah wajar, karena berarti bahwa kehendak dan kebebasan kita dianggap tidak ada. Kita diperlakukan seperti benda atau hewan.

(7)

kita menolak untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat yang diharapkannya dari kita. Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti bahwa kewajibannya kepada orang lain diimbangi oleh perhatian yang wajar terhadap dirinya sendiri.

Sebagai rangkuman dapat dikatakan bahwa kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada orang lain, perlu diimbangi dengan sikap menghormati diri kita sendiri sebagai makhluk yang bernilai pada dirinya sendiri. Kita mau berbuat baik kepada orang lain dan bertekat untuk bersikap adil, tetapi dengan tidak membuang diri dan tetap memperhatikan diri sendiri.

2.3Sikap-sikap kepribadian moral

Sikap adalah perbuatan yang berdasarkan pada pendirian dan keyakinan. Kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang yang membedakannya dengan orang lain (KBBI,2007:895). Sikap-sikap kepribadian moral terbagi atas: kejujuran, kesediaan untuk bertanggung jawab, kemandirian moral, keberanian moral dan kerendahan hati.

a. Kejujuran

Kejujuran adalah merupakan sifat (keadaan) jujur; ketulusan hati; kelurusan hati (KBBI,2007:479).

(8)

dirinya sendiri sebagai titik tolak, melainkan menjadi apa yang diperkirakan dan diharapkan orang lain.

Tanpa kejujuran, keutamaan-keutamaan moral lainnya akan kehilangan nilai. Bersikap baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah kemunafikan.

Menurut suseno (2010:142-143), bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua: sikap terbuka dan sikap wajar (fair). Dengan terbuka, tidak dimaksud bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita. Melainkan yang dimaksud ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai dengan keyakinan kita. Kita tidak menyesuaikan kepribadian kita dengan harapan orang lain.

Dalam segala sikap dan tindakan kita memang hendaknya tanggap terhadap kebutuhan, kepentingan dan hak orang-orang yang berhadapan dengan kita. Kita tiddak boleh bersikap egois. Kita memang perlu mengorbankan kepentingan kita demi kepentingan orang lain. Tetapi kita melakukannya bukan untuk menyesuaikan diri, karena takut atau malu, melainkan sebagai apa adanya diri kita dengan menyadari bahwa memang wajar dan tepat jika kita memberikan pengorbanan itu dan memang jika diperlukan kita akan membantu orang lain dengan perasan yang tenang. Terbuka berarti orang boleh tahu siapa kita.

(9)

posisi untuk menuntutnya. Ia tidak akan pernah akan bertindak yang bertentangan dengan suara hati atau juga keyakinannya. Tetapi hanya dapat bersikap jujur terhadap orang lain, apabila kita jujur terhadap diri kita sendiri. Dengan kata lain, kita harus berhenti membohongi diri kita sendiri dengan melihat keadaan kita apa adanya. Begitu kita berani untuk berpisah dari kebohongan, kita akan mengalami sesuatu yang berbeda yaitu, kita akan merasa kekuatan batin kita bertambah. Meskipun lemah kita mengetahui bahwa kita kuat. Di buat malu oleh orang lainpun kita akan tetap tegar. Maka sangatlah penting agar kita mulai menjadi jujur.

b. Kesediaan Untuk Bertanggung jawab

Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi dasar dalam kesediaan untuk bertanggung jawab. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita, ada perasaan terikat untuk menyelesaikannya, demi tugas itu sendiri. .

Kita akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut pengorbanan, kurang menguntungkan atau ditentang oleh orang lain. Tugas itu bukan sekedar masalah dimana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa menimbulkan kesan yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu yang mulai sekarang harus kita pelihara, kita selesaikan dengan baik.

Merasa bertanggung jawab berarti, bahwa meskipun orang lain tidak melihat, kita tidak merasa puas sampai pekerjaan itu diselesaikan dengan baik.

(10)

kewajibannya, melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja ia diperlukan. Ia bersedia untuk mengerahkan tenaga dan kemampuan ketika ia di tantang untuk menyelamatkan sesuatu. Ia bersikap positif, kreatif, kritis dan objektif (Suseno, 2010:146).

Dan lagi, kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta dan untuk memberikan, mempertanggung jawabkan atas tindakan-tindakannya, atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Kalau ternyata ia lalai atau melakukan kesalahan, ia bersedia untuk mengaku dan bertanggung jawab atas segala kesalahannya. Ia tidak akan pernah melempar tanggung jawab atas segala kesalahan yang diperbuatnya kepada orang lain.

Kesediaan untuk bertanggung jawab demikian adalah tanda kekuatan batin yang sudah kuat.

c. Kemandirian Moral

Jika kita ingin mencapai kepribadian moral yang kuat, maka kita harus memiliki sikap kemandirian moral.

Kemandirian moral berarti bahwa kita tidak pernah ikut-ikutan saja dengan berbagai pandangan moral lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Kita tidak hanya sekedar meniru apa yang biasa.

(11)

kita tidak akan pernah rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu melanggar keadilan.

Sikap mandiri pada hakikatnya merupakan kemampuan untuk selalu membentuk penilaian sendiri terhadap suatu masalah moral.

d. Keberanian Moral

Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban, sekalipun tidak disetujui ataupun secara terang-terangan di tentang oleh lingkungan. Orang yang memiliki keutamaan itu tidak mundur dari tugas maupun tanggung jawab, juga kalau ia mengisolasikan diri, dibuat malu, dicela, ditentang, atau diancam oleh banyak orang, oleh orang-orang yang kuat yang memiliki kedudukan dan juga oleh mereka yang penilaiannya disegani.

Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik (Suseno,2010:147). Keberanian moral berarti berpihak kepada yang lebih lemah melawan yang lebih kuat, yang memperlakukannya secara tidak adil.

Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali ia berani mempertahankan sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan berani dalam hatinya, yang berarti ia semakin dapat mengatasi persaan takut dan malu dalam dirinya.

(12)

e. Kerendahan Hati

Keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian yang mantap adalah kerendahan hati. Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri, melainkan bahwa kita melihat diri seadanya kita.

Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya (Suseno,2010:148). Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahnnya melainkan juga kekuatannya. Orang yang rendah hati juga tidak akan pernah merasa bangga dengan segala kelebihan yang dimilikinya serta orang yang selalu tahu akan dirinya sendiri.

Dalam bidang moral kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan keterbatasan kebaikan kita, melainkan bahwa kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral juga terbatas. Dengan rendah hati, kita betul-betul bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat lawan, bahkan untuk seperlunya mengubah pendapat kita sendiri.

Kerendahan hati tidak bertentangan dengan keberanian moral. Tanpa kerendahan hati, keberanian moral mudah menjadi kesombongan, bahwa kita tidak rela untuk memperhatikan orang lain, atau bahkan kita sebenarnya takut dan tidak berani untuk membuka diri. Kerendahan hati menjamin diri kita dari pamrih dalam keberanian.

(13)

2.4Moral Jepang

Kepribadian dan karakter moral rakyat Jepang dibentuk sedari mereka kecil. Prinsip moral yang mereka anut berasal dari kebudayaan samurai Jepang yang terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan Ninjo. Menurut Hashimoto Ayumi dalam

keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku

sekolah. Namun, secara otomatis didapat dari orang tua maupun masyarakat sekitar.

2.4.1 ON

On berarti rasa hutang budi. Dengan prinsip on, seseorang akan merasa

berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Dalam semua pemakaiannya on mengandung arti suatu beban, suatu hutang, sesuatu yang harus dipikul

seseorang dengan sebaik mungkin mencakup hutang seseorang dari yang paling besar sampai yang paling terkecil sekalipun yang harus dibayar (Benedict, 1982:105)..

2.4.2 GIMU

Gimu berarti kewajiban. Jika seseorang menerima on, maka orang tersebut

akan berkewajiban untuk membayarnya yang disebut gimu. Gimu menurut Benedict (1982:122) adalah pembayaran-pembayaran tanpa batas atau tanpa

(14)

melakukan pembayaran terhadap on yang diterima, karena gimu adalah suatu kewajiban moral yang mengikat.

2.4.3 GIRI

Giri adalah kebaikan. Dengan prinsip giri, seseorang akan membantu

temannya atau keluarganya semampunya. Sedangkan giri menurut benedict (1982:125) adalah kebaikan yang diberikan kepada orang lain, tetapi terkadang giri menimbulkan beban yang sangat besar kepada penerimanya, merupakan

kewajiban yang dibayar dengan tepat sama dengan kebaikkan yang diterima, yang memiliki batas waktu pembayarannya. Giri akan muncul jika seseorang menerima on atau budi baik seseorang yang kita terima.

2.4.4 NINJO

Ninjo adalah rasa kasih sayang. Dan prinsip ninjo, mengajarkan rasa

(15)

kebaikan. Orang jepang selalu mengukur sesuatu atau berusaha mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan perasaan manusiawi.

2.5 Sipnosis Cerita

Paska pemboman Hiroshima dan Nagasaki perekonomian Jepang hancur, sehingga dampaknya secara langsung juga dirasakan oleh sebagian besar rakyatnya. Mengingat masa yang dialami adalah paska PD II, memang banyak rakyat yang miskin. Hal ini juga dirasakan oleh keluarga Tokunaga, apalagi tak lama setelah Tokunaga lahir ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga meninggal dunia akibat terpapar radiasi bom atom. Karena merasa tak sanggup untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya di Hiroshima maka oleh ibunya, Tokunaga dititipkan pada nenek yang tinggal di kota Saga.

Berbeda dengan Hiroshima yang merupakan sebuah kota besar di Jepang, Saga adalah sebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Kehidupan Tokunaga di

Hiroshima memang sulit, tetapi kepindahannya ke Saga tidak membuat hidupnya

(16)

Neneknya hanyalah seorang petugas kebersihan di sebuah universitas di Saga. Namun walau hidup miskin bukan berarti Nenek Osano menyerah pada

keadaan dan menjadi nenek yang murung. Bersama Tokunaga ia menjalani hidupnya secara optimis, wajahnya selalu berseri karena bagi dia kebahagiaan bukan ditentukan oleh uang, melainkan dari hati. Nenek Osano menerima kenyataan hidup bahwa ia hidup dalam kemiskininan, tapi ia tak mau bersedih dengan keadaannya. Dalam sebuah kesempatan Nenek Osano mengatakan pada Tokunaga bahwa ada dua jenis orang miskin yaitu miskin muram dan miskin

ceria. “Ada dua jalan buat orang miskin. Miskin muram dan miskin ceria. Kita ini miskin yang ceria. Selain itu karena bukan baru-baru ini saja menjadi miskin, kita

tidak perlu cemas. Tetaplah percaya diri. Keluarga kita memang turun-temurun

miskin.”

Untuk menyiasati hidupnya yang serba kekurangan Nenek Osano memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya. Ketika berangkat kerja Nenek Osano tanpa malu sengaja mengikatkan sebuah tali di pinggangnya dimana di

ujungnya terdapat sebuah magnet yang menyapu tiap jalan yang dilaluinya. Dengan cara itu ia mendapat paku atau sampah logam yang berserakan di jalan untuk dikumpulkan dan dijual kembali, selain itu dengan cara seperti itu juga akan membuat jalanan bersih dan akan terbebas dari paku. Orang-orang akan tenang berjalan tanpa rasa takut akan terkena paku yang berserakan.

(17)

rumahnya untuk mencegat barang-barang yang terbuang di sungai, barang-barang yang tersangkut di galah diambilnya bisa berupa makanan, sandal, sayuran, dan lain lain, walaupun bekas tapi masih bisa dipakai. Hal ini juga berguna untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Kemudian setiap hari nenek juga mengumpulkan ranting-ranting yang terseret arus sungai, ranting-ranting itu kemudian dijemur dan dijadikan kayu bakar. Dengan cara seperti itu nenek membesihkan sungai dari sampah-sampah kotor ranting kayu dan juga sampah sayuran yang akan membusuk dan bertimbun yang akan menyebabkan sungai menjadi kotor, dan jika kayu- kayu tertimbun juga akan menyababkan sungai meluap dan banjir.

Jenis sayur dan buah-buahan yang mengalir di sungai tak selalu sama, karenanya alih-alih melihat buku resep untuk mencari ide lauk santapan, Nenek akan menengok ke sungai dan berkata “Hari ini lauknya apa ya?”. Kemudian barulah ia menentukan menu. Namun demikian kadang sungai itu tak mengalirkan apapun selain ranting-ranting, jika demikian Nenek Osano tetap optimis dan mengatakan bahwa “Hari ini supermarket libur”.

Nenek Osano mendidik cucunya pun juga dengan sederhana. Meskipun sederhana yang penting bisa. Tokunaga terpaksa tak bisa ikut olahraga kendo dan judo karena harus mengeluarkan biaya untuk perangkat olahraganya. Akhirnya ia

ikut lari dan nyeker, benar-benar gratis dan tanpa biaya apapun, tapi berkat itu Tokunaga jadi juara marathon di sekolahnya. Dan meraih beasiswa untuk

(18)

dia dan juga teman-temannya menggantungkan magnet yang terikat oleh tali ke pinggangnya yang kemudian dibawa menyusuri jalan.

Demikianlah kehidupan Nenek Osano, walau hidup miskin tapi dia tidak pernah membiarkan dirinya dikalahkan keadaan melainkan selalu tampak bahagia. Bagi Nenek Osano kehidupan yang dialaminya adalah anugerah yang harus dijalaninya dan tanpa ragu ia berkata bahwa “Hidup itu selalu menarik. Daripada hanya pasrah, selalu coba cari jalan”

Walau hidup miskin Nenek Osano juga selalu berusaha berbuat kebaikan tanpa harus digembar-gemborkan atau diketahui oleh si penerima kebaikan karena baginya “ Kebaikan sejati dan tulus adalah kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang yang menerima kebaikan.

Pernah suatu ketika Tokunaga tanpa sengaja terjatuh dari sepeda dan matanya kemudian mengalami cedera. Karena berpikaran kecelakaan ini tidak akan menimbulkan masalah dikemudian hari Tokunagapun tidak memeriksakan matanya. Semakin hari mata Tokunaga semakin sakit sehingga di hari ketiga Tokunaga memutuskan untuk krumah sakit sepulang sekolah yang pada saat itu

tidak membawa uang sepeserpun. Setelah pemeriksaannya selesai Tokunaga diberi obat-obatan oleh suster. Karena tidak punya uamg Tokunaga akhirnya bilang pada suster penjaga bahwa dirinya datang dari jauh tanpa membawa uang sepeserpun. Susterpun terkejut dan kemudian melaporkan hal ini kepada dokter. Tokunaga merasa takut kalau-kalau ia akan dimarahi, tetapi ketika dokter keluar

(19)

Setibanya Tokunaga di rumah menceritakan segala kejadian yang dialaminya sewaktu di rumah sakit. Nenek tampak marah dan kemudian mengambil dompetnya dan segera menuju rumah sakit untuk melunasi uang pengobatan cucunya.

Nenek juga gemar membantu orang lain. Ketika datang sepupu nenek yang untuk meminjam uang, tanpa ragu nenek akan mengeluarkan uang lima ribu yen sambil berkata”kapan saja, tidak apa-apa”. Nenek juga selalu menyumbang jika ada acara keagamaan.

Hal-hal seperti inilah yang dilihat dan dialami oleh Tokunaga selama ia tinggal bersama neneknya. Bagi Tokunaga ini adalah kesempatan berharga dimana dia bisa memiliki pengalaman yang luar biasa untuk menjalani hari-hari bersama neneknya yang sangat menyenangkan walau kemiskinan membelit hidup mereka.

2.6 Setting Cerita

Menurut brook dalam Mursini ( 2007:41), “ latar is the physical background, element of place in story” latar adalah latar belakang fisik, unsur

tempat dan ruang, di dalam cerita. Wellek dan werren dalam mursini ( 2007:41), juga mengemukakan “seting is environtment demesticinterior, my be viewed as metonymic, or expression of character” latar adalah lingkungan alam sekitar,

(20)

Dari pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa setting/latar adalah situasi tempat, ruang dan waktu terjadinya cerita. Yang tercakup didalamnya lingkungan geografis, rumah tangga, pekerjaan, benda-benda, dan alat-alat yang berkaitan dengan tempat terjadinya peristiwa, cerita waktu, suasana, maupun periode sejarah.

Hudson dalam mursini( 2007:41), membagi setting atau latar cerita atas

latar fisik (material) dan latar sosial. Yang termasuk latar fisik adalah latar yang berupa benda-benda fisik seperti bangunan rumah, kamar, perabotan, daerah dan sebagainya. Latar sosial meliputi pelukisan keadaan sosial budaya, soaial masyarakat seperti adat istiadat, cara hidup, bahasa kelompok sosial dan sikap hidupnya yang melewati cerita. Dan pastinya latar membantu kejelasan jalan cerita. Dalam membahas setting/ latar cerita Novel Saga No Gabai Bachan ini, penulis akan menjelaskan latar tempat, waktu dan cara hidup, sebagai berikut:

a. Latar tempat

Latar tempat menjelaskan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur-unsur yang dipergunakan mngkin berupa tempat dengan nama-nama tertentu, ataupun lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Mendeskripsikan tempat secara teliti dan realitis sangat penting, karena akan membuat pembaca seolah-olah mengetahui tempat dan terjadinya peristiwa yang terjadi dalam novel.

(21)

1. Rumah.

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “ Keesokan paginya ketika aku terbangun, Nenek tidak ada di rumah. Tiap pagi jam empat, Nenek bilang dia harus berangkat bekerja.” (36)

2. Stasiun.

Hal ini terlihat jelas ketika Tokunaga mengantar Bibinya ke stasiun Hiroshima dengan tujuan kereta ke Nagasaki. Seperti pada cuplikan berikut ini “

Keesokan harinya, aku dan Ibu pergi kestasun Hiroshima untuk mengantar Bibi Kisako. …. Setelah kami naik ke peron Stasiun, tak berapa lama kemudian kereta api dating sambil memuntahkan uap asapnya ke angkasa.” (22)

3. Sekolah.

Hal ini terlihat jelas ketika Tokunaga baru masuk ke sekolah dasar yang baru di Saga. Seperti yang terlihat pada cuplikan di berikut ini, “Sekolah yang akan menjadi sekolah baruku, Sekolah Dasar Akamatsu, berada didalam kompleks reruntuhan istana, tepat setelah melewati gerbang sachi tadi. Sebagai kelas untuk murid-murid yang lebih kecil kini digunakan ruangan minum teh tua yang dulunya merupakan bagian dari istana tersebut.”(52)

4. Kota Saga

(22)

5. Rumah sakit

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “Di hari ketiga, karena sudah tidak tahan, aku pergi sendiri ke rumah sakit sepulang sekolah.”(195)

6. Tepi Sungai

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “Aku terus berdiri di tepi sungai, lalu ketika siang datang, tanpa benar-benar berniat mengamati, aku melihat ke arah jalan di depan suatu rumah yang tak terduga banyak dilalui orang.”(39-41)

7. Rumah makan.

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “ Rumah makan itu merupakan tempat mangkal para murid dari berbagai sekolah di sekitar sana. Demikian pula dengan seluruh anggota klub baseball, sehabis latihan kami rutin kesana.”.(201)

b. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Biasanya dapat dihubungkan dengan waktu faktual atau waktu yang berkaitan dengan peristiwa sejarah.

Adapun latar waktu novel Saga No Gabai Bachan adalah tahun 33 era Showa (1958), setelah usai perang dunia ke II dan setalah jatuhnya bom atom di

(23)

c. Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dengan kehidupan yang kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.

Jika dilihat dari latar sosialnya novel Saga No Gabai Bachan menggambarkan kehidupan yang sangat erat dengan pandangan hidup dan keyakinannya. Novel ini secara keseluruhan menggambarkan kisah hidup seorang nenek dalam menghidupi dirinya dan juga cucunya pasca perang dunia ke dua dan jatuhnya bom atom di Hiroshima. Keadaan ini menyebabkan kemiskinan melanda hampir menyeluruh ke lapisan masyarakat. Termasuk keluarga Tokunaga dan orang-orang yang tinggal di daerah Saga juga hampir keseluruhannya, hidup dalam keadaan miskin. Namun penduduk di daerah tempat tinggal Tokunaga dapat hidup saling membantu. Dengan keadaan yang serba kesusahan, terkadang sangat sulit untuk membantu orang lain. Tetapi membantu orang lain ketika kita dalam kesulitan membutuhkan moralitas yang kuat.

2.7 Biografi Pengarang

Yoshichi Shimada lahir di Hiroshima pada tahun 1950. Nama sebenarnya

(24)

Saga No Gabai Bachan adalah salah satu novel yang ditulis oleh Yoshici

Shimada berdasarkan pengalaman pribadinya sendiri, yang didediksikan untuk

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Laporkan kepada pengawas Tes Sumatif kalau terdazpat tulisan yang kurang jelas, rusak atau jumlah soal kurang.. Jumlah soal sebanyak 25 : 20 butir Pilihan Ganda 5 butir Uraian

[r]

[r]

Selanjutnya, Renstra Kecamatan Pakuniran Kabupaten Probolinggo ini menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Tahunan Kecamatan Pakuniran Kabupaten

Most of the newest remote sensing systems, such as Landsat8, SPOT, IKONOS, QuickBird, EO-1 and ALOS provide sensors with one high spatial resolution panchromatic (PAN)

Untuk itu keberadaan sumber daya manusia aparatur memiliki peran yang cukup dominan dalam pencapaian tujuan pemerintahan kecamatan secara efktif dan efisien yang harus

In addition to simulation of rainfall-runoff process using the recorded land precipitation, the performance of four satellite algorithms of precipitation, that is, CMORPH,