• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Psikologis Tokoh Akihiro Dalam Novel Saga No Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Psikologis Tokoh Akihiro Dalam Novel Saga No Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH AKIHIRO DALAM NOVEL SAGA NO GABAI BAACHAN KARYA YOSHICHI SHIMADA

YOSHICHI SHIMADA NO SAKUHIN NO SAGA NO GABAI BAACHAN TO IU SHOUSETSU DE NO AKIHIRO NO SHUJINKOU NO

SHINRITEKINA BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

JULIANA CHRISTINA BR. PURBA 110708057

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH AKIHIRO DALAM NOVEL SAGA NO GABAI BAACHAN KARYA YOSHICHI SHIMADA

YOSHICHI SHIMADA NO SAKUHIN NO SAGA NO GABAI BAACHAN TO IU SHOUSETSU DE NO AKIHIRO NO SHUJINKOU NO

SHINRITEKINA BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

JULIANA CHRISTINA BR. PURBA 110708057

Pembimbing I Pembimbing II

Mhd. Pujiono, S.S, M.Hum, Ph.D Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum NIP. 19691011 2002 12 1 001 NIP. 19600919 1988 03 1 001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Disetujui oleh :

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Medan, 2015

Departemen Sastra Jepang Ketua,

(4)

PENGESAHAN Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Ilmu Budaya

Pada Hari : Tanggal :

Pukul :

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP : 19511013 1976 03 1 001 Panitia Ujian :

No. Nama Tanda Tangan

1. ( )

2. ( )

(5)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang memberikan kekuatan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun skripsi ini berjudul “ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH AKIHIRO DALAM NOVEL SAGA NO GABAI BAACHAN KARYA YOSHICHI SHIMADA”.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan baik secara moril maupun materi. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yakni kepada: 1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Mhd.Pujiono, SS., M.Hum., Ph.D, selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan memberi perhatian penuh untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(6)

ii

5. Seluruh Dosen Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang berguna bagi penulis dalam dunia kerja.

6. Ayahanda Darwis Purba dan ibunda tercinta Asni Ginting, orang tua penulis yang senantiasa memberikan kasih sayang beserta doa-doa dan semangat setiap harinya. Penulis bangga mempunyai orang tua seperti bapak dan ibu, teladan yang luar biasa kalian berikan.

7. Kakak-kakak penulis, Kak Henny, Kak Ribka, banyak dukungan yang telah kalian berikan. Walaupun jarak begitu jauh tidak menjadi halangan untuk memberikan waktu mendengar cerita dan memberikan saran-saran. Dan adik penulis Nella, “lanjutkan tongkat estafet ini dek, sama-sama kita banggakan keluarga”.

(7)

iii

9. Teman-teman satu stambuk 2011 Sastra Jepang “S-Eleven”, Yeni, Sion, Dea, Novita, Sarah, Olive, Yuki, Ester Rika, Dodi, Rasyid, Grace, Guslan, Agung, Ghaisani dan semua teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namun kalian selalu memberikan semangat dan terus mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Mari kita tetap jadi teman dan sahabat yang saling mengingatkan dan saling mendukung satu dengan yang lain.

10. Abang Joko Santoso, Amd sebagai adminstrasi jurusan Sastra Jepang yang selalu membantu mengurus keperluan surat-surat penulis.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. Semoga apa yang kalian kerjakan mendapatkan berkat dari Tuhan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis serta para pembaca.

Medan, Oktober 2015

(8)

ABSTRAK

Analisis Psikologis Tokoh Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada

Sastra adalah karya tulis yang memiliki ciri keunggulan seperti keorsinilan, keartistikan, serta keindahan dalam isi dan ungkapannya. Novel adalah sebuah cerita dalam bentuk prosa yang cukup panjang tentang tokoh-tokoh rekaan maupun historis. Dalam novel memiliki unsur cerita seperti tema, plot, tokoh, latar.

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang terdapat di luar karya sastra itu tetapi tidak secara langsung mempengaruhi karya tersebut seperti kebudayaan, sosial, psikologi, politik, dan agama. Psikologi merupakan ilmu jiwa dan perilaku manusia. Psikologi sastra adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologis.

Tokoh yang diceritakan kondisi psikologisnya di novel ini adalah Akihiro. Akihiro adalah seorang anak yang dititipkan oleh ibunya di desa Saga bersama nenek Osano, setelah Perang Dunia ke II. Akihiro tinggal di desa Saga selama delapan tahun. Di Saga mereka tinggal dengan kondisi yang miskin. Berpisah dengan ibunya, hidup miskin, dan nenek yang selalu mengajarkan kemandirian sehingga membuat Akihiro semakin tertekan. Dari hal itu terdapat interaksi sistem kepribadian. Oleh sebab itu, penulis menggunakan dua teori yaitu psikologi sastra dan semiotika.

(9)

prinsip kenyataan bertujuan mencegah terjadinya tegangan. Superego adalah sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai atau aturan yang menyangkut baik dan buruk.

Alasan penulis memilih topik ini karena termasuk kisah nyata dari pengarang dan ada hal yang menarik dalam kisah hidup tokoh utama yang berhubungan dengan kyouiku mama. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang psikoanalisa Sigmund Freud serta menambah wawasan tentang konsep kyouiku mama. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan studi kepustakaan. Dengan mempelajari teori psikologis Sigmund Freud, lalu menganalisis sepuluh cuplikan.

Dalam novel ini menceritakan di desa Saga Akihiro diajarkan agar mandiri, dimulai dari memasak sendiri dan menyembah Budha setiap pagi. Walaupun merasa takut, tertekan, Akihiro tetap melakukan apa yang dikatakan nenek. Ketika masuk Sekolah Dasar, Akihiro ingin mengikuti kegiatan olahraga baseball yang digemarinya. Superego menekan Id, dilihat dari nenek yang tidak mengizinkannya karena butuh biaya besar. Tetapi, nenek tidak habis akal untuk memenuhi kebutuhan Akihiro. Nenek menawarkan olahraga lari. Karena hanya itu yang diizinkan oleh nenek, akhirnya Akihiro memutuskan olahraga lari walaupun sendiri. Akihiro berlari setiap hari dan belajar serius untuk latihan lari. Dan dapat mengatur waktunya setiap hari. Ego mulai dapat mengendalikan Id untuk tetap menikmati olahraga lari sambil berharap dapat berjumpa dengan ibunya.

(10)

Akihiro mengukir papan kelas tanpa merasa bersalah. Id mendominasi, mencari kesenangan sendiri tanpa melihat lingkungan. Namun, Superego menekan Id dengan mengingatkan untuk tetap menaati norma-norma. Dapat dilihat, ketika guru marah dan meminta ganti rugi karena ulahnya sudah kelewatan.

Keadaan psikologis yang ketakutan tersebut mengakibatkan Akihiro lebih hati-hati dan menghargai orang yang lebih tua. Secara keseluruhan dalam pembahasan analisis psikologis tokoh Akihiro dalam novel Saga no Gabai Baachan, awal di desa Saga , Superego bekerja baik. Id memang awalnya bekerja

(11)
(12)

SIGMUND FREUD

ID, EGO SUPER EGO ID

ID

EGO

(13)

SIGMUND FREUD

SIGMUND FREUD

(14)

EGO

SUPEREGO

EGO

SUPEREGO

EGO

(15)

iv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Ruang Lingkup Pembahasan ... 7

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 7

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1.6Metode Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL, PSIKOANALISA SIGMUND FREUD, POLA DIDIK ORANG TUA DALAM KONSEP KYOUIKU MAMA, DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1Definisi Novel ... 15

2.2Resensi Novel 2.2.1 Tema ... 19

2.2.2 Plot ... 20

2.2.3 Tokoh ... 22

2.3Setting dalam Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada 2.3.1 Latar Tempat ... 24

2.3.2 Latar Waktu ... 24

(16)

v 2.4Psikoanalisa Sigmund Freud

2.4.1 Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian ... 25

2.4.2 Sistem Kepribadian 2.4.2.1 Id ... 27

2.4.2.2 Ego ………. 28

2.4.2.3 Superego ... 30

2.5 Pola Didik Orang Tua dalam Konsep Kyouiku Mama ... 31

2.6 Biografi Pengarang ... 36

BAB III ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH AKIHIRO DALAM NOVEL SAGA NO GABAI BAACHAN KARYA YOSHICHI SHIMADA 3.1 Sinopsis Cerita ... 38

3.2 Analisis Psikologis Tokoh Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan ... 40

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 62

4.2 Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA

(17)

ABSTRAK

Analisis Psikologis Tokoh Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada

Sastra adalah karya tulis yang memiliki ciri keunggulan seperti keorsinilan, keartistikan, serta keindahan dalam isi dan ungkapannya. Novel adalah sebuah cerita dalam bentuk prosa yang cukup panjang tentang tokoh-tokoh rekaan maupun historis. Dalam novel memiliki unsur cerita seperti tema, plot, tokoh, latar.

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang terdapat di luar karya sastra itu tetapi tidak secara langsung mempengaruhi karya tersebut seperti kebudayaan, sosial, psikologi, politik, dan agama. Psikologi merupakan ilmu jiwa dan perilaku manusia. Psikologi sastra adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologis.

Tokoh yang diceritakan kondisi psikologisnya di novel ini adalah Akihiro. Akihiro adalah seorang anak yang dititipkan oleh ibunya di desa Saga bersama nenek Osano, setelah Perang Dunia ke II. Akihiro tinggal di desa Saga selama delapan tahun. Di Saga mereka tinggal dengan kondisi yang miskin. Berpisah dengan ibunya, hidup miskin, dan nenek yang selalu mengajarkan kemandirian sehingga membuat Akihiro semakin tertekan. Dari hal itu terdapat interaksi sistem kepribadian. Oleh sebab itu, penulis menggunakan dua teori yaitu psikologi sastra dan semiotika.

(18)

prinsip kenyataan bertujuan mencegah terjadinya tegangan. Superego adalah sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai atau aturan yang menyangkut baik dan buruk.

Alasan penulis memilih topik ini karena termasuk kisah nyata dari pengarang dan ada hal yang menarik dalam kisah hidup tokoh utama yang berhubungan dengan kyouiku mama. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang psikoanalisa Sigmund Freud serta menambah wawasan tentang konsep kyouiku mama. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan studi kepustakaan. Dengan mempelajari teori psikologis Sigmund Freud, lalu menganalisis sepuluh cuplikan.

Dalam novel ini menceritakan di desa Saga Akihiro diajarkan agar mandiri, dimulai dari memasak sendiri dan menyembah Budha setiap pagi. Walaupun merasa takut, tertekan, Akihiro tetap melakukan apa yang dikatakan nenek. Ketika masuk Sekolah Dasar, Akihiro ingin mengikuti kegiatan olahraga baseball yang digemarinya. Superego menekan Id, dilihat dari nenek yang tidak mengizinkannya karena butuh biaya besar. Tetapi, nenek tidak habis akal untuk memenuhi kebutuhan Akihiro. Nenek menawarkan olahraga lari. Karena hanya itu yang diizinkan oleh nenek, akhirnya Akihiro memutuskan olahraga lari walaupun sendiri. Akihiro berlari setiap hari dan belajar serius untuk latihan lari. Dan dapat mengatur waktunya setiap hari. Ego mulai dapat mengendalikan Id untuk tetap menikmati olahraga lari sambil berharap dapat berjumpa dengan ibunya.

(19)

Akihiro mengukir papan kelas tanpa merasa bersalah. Id mendominasi, mencari kesenangan sendiri tanpa melihat lingkungan. Namun, Superego menekan Id dengan mengingatkan untuk tetap menaati norma-norma. Dapat dilihat, ketika guru marah dan meminta ganti rugi karena ulahnya sudah kelewatan.

Keadaan psikologis yang ketakutan tersebut mengakibatkan Akihiro lebih hati-hati dan menghargai orang yang lebih tua. Secara keseluruhan dalam pembahasan analisis psikologis tokoh Akihiro dalam novel Saga no Gabai Baachan, awal di desa Saga , Superego bekerja baik. Id memang awalnya bekerja

(20)
(21)

SIGMUND FREUD

ID, EGO SUPER EGO ID

ID

EGO

(22)

SIGMUND FREUD

SIGMUND FREUD

(23)

EGO

SUPEREGO

EGO

SUPEREGO

EGO

(24)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan karya seni yang dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang menyenangkan pembacanya dari isi karya sastra itu sendiri. Menurut Sugono (2011:159), sastra merupakan karya tulis yang jika dibandingkan dengan karya tulis lain, memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorsinilan, keartistikan, serta keindahan dalam isi dan ungkapannya. Sehubungan dengan ini, dalam sastra juga harus terdapat nilai-nilai keindahan, kejujuran, dan kebenaran. Artinya dalam membaca sastra mampu meningkatkan pola pikir dalam harkat hidup dan bermanfaat bagi kehidupan.

(25)

2

Dalam kajian ini penulis akan mengkaji sebuah novel. Menurut Hornby dalam Aziez dan Hasim (2010:2), novel merupakan sebuah cerita dalam bentuk prosa yang cukup panjang untuk dimuat dalam satu volume atau lebih, baik tentang tokoh-tokoh rekaan maupun historis.

Dalam novel disusun atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang kedua unsur ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya untuk membentuk keindahan dalam cerita. Menurut Sukada (1987:47), unsur instrinsik adalah unsur yang membangun struktur karya sastra. Unsur-unsur ini terdiri atas insiden, perwatakan, plot, teknik cerita, komposisi cerita, dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu unsur yang dikaitkan dengan data di luarnya untuk mengetahui seberapa jauh karya sastra itu memiliki dasar atau unsur kesejarahan, sosiologis, psikologis, religius, dan filosofi.

Dalam karya sastra tidak lepas dari tokoh, tokoh merupakan pelaku dalam karya sastra. Setiap tokoh memiliki karakter dan hal itu tidak lepas dari psikologi. Dalam cerita pengarang dapat mengungkapkan ekspresi jiwa, perasaan, dan pikiran yang akan tergambarkan dari karakter setiap tokoh.

(26)

3

pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya (Endraswara, 2013:96). Kesinambungan kedua ilmu ini akan mengungkap aspek kejiwaan tokoh dalam sastra.

Salah satu novel yang mengungkapkan masalah psikologi tokoh adalah novel Saga no Gabai Baachan karya Yoshichi Shimada. Novel tersebut mengungkapkan psikologi tokoh utama Akihiro. Akihiro merupakan seorang anak yang dididik oleh nenek yang cara hidupnya disiplin dan tekun. Hal ini ditunjukkan dalam teks cerita dalam novel tersebut yang berupa interaksi Id, Ego, dan Superego Akihiro yang salah satunya terlihat dari cuplikan di bawah ini:

Meski saat itu aku masih kecil, aku mengharapkan akan mendengar kata-kata

seperti berikut, “Selamat datang. Kau pasti lapar ya?” atau “Pasti sedih karena berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, Nenek akan menjagamu,” dan sebagainya. Tetapi, kata-kata yang keluar pertama kali dari mulut Nenek

malah, “Ikuti aku”. Kemudian dengan langkah cepat, dia berjalan keluar melalui pintu belakang, menuju gubuk kecil yang berpisah dari sana. Lalu

kepada diriku yang masih berdiri termangu tanpa tahu harus bagaimana, Nenek berkata, “Karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan baik-baik”. Karena disuruh begitu, akupun menerima alat peniup

api dari bambu yang diangsurkan kepadaku.

(27)

4

belum pernah dilakukan oleh Akihiro. Melihat hal ini, keadaan psikologi yang kecewa dan terkejut dengan sambutan sang nenek. Ditambah lagi ketika Akihiro sampai di rumah nenek, pertama kali sang nenek langsung menyuguhkan pekerjaan di rumah. Namun Ego dapat mengendalikan Id, terlihat pada cuplikan terakhir yaitu “karena disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku”. Id juga bisa

mendominasi yang tidak menghiraukan Ego maupun Superego atau sebaliknya. Dan hal ini akan dianalisis oleh penulis di Bab III.

(28)

5

yang disiplin dan mengusahakan Akihiro mendapat yang terbaik terutama dalam pendidikan sekolahnya walaupun sang nenek hidup miskin.

Di Jepang terdapat istilah kyouiku mama yaitu ibu pendidik. Semasa Akihiro kecil ia dididik oleh sang nenek. Dalam hal ini sang nenek dapat dikatakan orang tua yang membesarkan Akihiro sebelum ia meranjak dewasa. Peran orang tua sangat besar dan berpengaruh terhadap pendidikan di Jepang. Dalam kyouiku mama orang tua/ibunya melakukan apa saja demi pendidikan sang anak dan ditekankan untuk belajar lebih besar lagi.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana kondisi psikologi tokoh Akihiro dalam novel ini. Untuk itu penulis membahasnya di dalam skripsi dengan judul “Analisis Psikologis Tokoh Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada”.

1.2Rumusan Masalah

(29)

6

hancur, maka Akihiro dititipkan kepada neneknya di desa Saga demi kebaikan pendidikan dan kehidupan Akihiro kedepannya.

Nenek Osano tinggal di desa Saga merupakan nenek yang sangat tekun dan bersemangat. Ketika Akihiro dititipkan kepada neneknya selama delapan tahun cara mendidik Akihiro yang diterapkan sangat disiplin. Sang nenek menekankan kepada Akihiro agar dapat hidup mandiri dan mendapatkan yang terbaik walaupun dengan kondisi hidup miskin. Awalnya ketika bersama ibunya Akihiro mudah melakukan apa saja yang dia mau bahkan nekad menemui ibunya pada saat malam hari ketika ibunya menjaga bar, namun ketika bersama neneknya Akihiro harus melakukan apa yang dikatakan sang nenek dan menahan keinginan pribadinya. Dari hal ini dapat dilihat pola didik kyouiku mama diterapkan oleh sang nenek kepada cucunya tersebut. Dan dari kyouiku mama tersebut merupakan imbas dari terbentuknya karakter Akihiro

menjadi penurut dan setia.

Selain itu, dalam novel Saga no Gabai Baachan pengarang juga mengungkapkan interaksi struktur kepribadian Id, Ego, dan Superego yang saling menyempurnakan dalam pribadi Akihiro. Saat bersama ibunya, Id yang merupakan prinsip kesenangan lebih mendominasi dan ketika sudah tinggal bersama neneknya Ego dan Superego mulai mengawal dan menuntun Id pada Akihiro.

(30)

7

1. Bagaimana keadaan psikologis tokoh Akihiro saat tinggal bersama nenek Osano di desa Saga dalam novel Saga no Gabai Baachan ?

2. Bagaimana interaksi struktur kepribadian tokoh Akihiro seperti Id, Ego, dan Superego dalam novel Saga no Gabai Baachan ?

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penelitian ini difokuskan pada sebuah novel terjemahan Jepang yang berjudul Saga no Gabai Baachan karya Yoshichi Shimada yang diterbitkan kembali ditahun 2013 dengan editan terbaru yang terdiri atas 255 halaman yang dicetak dalam bahasa Indonesia. Agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan lebih terarah, maka dalam penelitian ini penulis hanya fokus membahas kondisi psikologis dari tokoh utama berupa analisis terhadap interaksi Id, Ego, dan Superego yang saling menekan satu dengan yang lain pada saat Akihiro tinggal bersama sang nenek selama delapan tahun yang diceritakan dalam novel Saga no Gabai Baachan.

Sebelum menganalisis sepuluh cuplikan dengan pendekatan psikologis, penulis terlebih dahulu akan menjelaskan defenisi novel, resensi novel, teori psikoanalisa Sigmund Freud, pola didik orang tua dalam konsep kyouiku mama, dan biografi Yoshichi Shimada (pengarang).

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

(31)

8

kehidupan dan kemanusiaan (Sukada, 1987:88). Pembaca dapat menikmati sastra dari karya sastra yang dihasilkan. Salah satu jenis dari karya sastra adalah novel. Novel merupakan karangan dalam bentuk prosa tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang dialami orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka-duka, kasih dan benci, tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya (Badudu dan Zain dalam Aziez dan Hasim, 2010:2). Sastra dapat dikaji melalui beberapa pendekatan dan dalam novel Saga no Gabai Baachan sudah dianalisis melalui pendekatan pragmatik dan

pendekatan sosiologis.

Psikologi adalah ilmu jiwa. Psikologi merupakan sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah (http//Wikipedia.org/wiki/psikologi.html). Karya sastra merupakan ungkapan kejiwaan pengarang yang menggambarkan emosi dan pemikirannya. Hal ini dituangkan salah satunya melalui tokoh-tokoh yang diciptakan pengarang dalam cerita. Oleh karena itu, karya sastra dapat diteliti melalui pendekatan psikologi. Menurut Endraswara (2013:97), karya sastra merupakan cerminan psikologis pengarang dan sekaligus memiliki psikologis terhadap pembaca. Dalam hal ini dapat diartikan bahwasanya, sastra dan psikologis memiliki hubungan atau titik temu yang membahas tentang “kejiwaan” seseorang (tokoh).

(32)

reseptif-9

pragmatik, yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya sastra yang dibacanya. Dan pandekatan ekspresif mengkaji aspek psikologis sang penulis. Dari hal ini penulis menggunakan pendekatan tekstual yang khusus mengkaji aspek psikologis tokoh.

Menganalisis aspek psikologis seseorang ataupun tokoh harus berdasarkan aturan-aturan ataupun teori yang khusus menjelaskan tentang perilaku dan karakter manusia. Untuk menopang pendekatan psikologis dari aspek tekstual dalam novel ini, penulis menggunakan teori kepribadian oleh Sigmund Freud.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam menganalisis suatu karya sastra, diperlukan suatu teori pendekatan yang berfungsi sebagai acuan dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan psikologis yaitu teori kepribadian oleh Sigmund Freud dan pendekatan semiotika.

Teori kepribadian merupakan segugusan asumsi tentang tingkah laku manusia beserta defenisi-defenisi empirisnya. Teori harus siap menangani, atau membuat prediksi-prediksi tentang berbagai macam tingkah laku manusia (Hall, 1993:37).

(33)

10

didasari hal yang tidak disadari, seperti keinginan atau dorongan. Dari hal ini terbentuklah struktur kepribadian yaitu Id, Ego, dan Superego.

Id merupakan kebutuhan dan emosi yang tidak tertata, tidak konsisten, kadang tidak dikenal, dan bahkan bersifat antisosial yang melekat pada tubuh kita (Nelson, 2003:17). Dapat diartikan Id merupakan hal yang tidak disadari yang terdapat di bawah alam sadar sesorang yang hanya mengikuti prinsip kepuasaan orang itu sendiri, mengandalkan pengalaman subjektif, secara sederhana Id merupakan prinsip kesenangan. Menurut Hall (1995:30), tujuan dari prinsip kesenangan adalah untuk membebaskan seseorang dari ketegangan sehingga menjadi lebih sedikit untuk menekannya sehingga sedapat mungkin menjadi tetap/konstan. Secara sederhana yaitu usaha mencegah penderitaan dan menemukan kesenangan.

Ego adalah sesuatu yang tertata, lebih atau kurang sadar dan lebih atau kurang konsisten terhadap prinsip prasangka yang secara bebas yang diartikan sebagai diri (Nelson, 2003:17). Berdasarkan hal tersebut dikatakan Ego bila perilakunya berdasarkan prinsip kenyataan yang peranan utamanya adalah penyeimbang dari kebutuhan-kebutuhan insting dari seseorang.

(34)

11

Berdasarkan teori kepribadian di atas, maka penulis akan melihat interaksi struktur kepribadian yaitu Id, Ego, dan Superego yang dilahirkan oleh tokoh utama. Ketiga struktur kepribadian ini saling mengisi dimana Id dapat ditekan oleh Ego, Ego dapat ditekan oleh Id, atau sebaliknya. Dalam Hall (1993:63), masing-masing mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme, dan mekanisme sendiri, namun mereka berinteraksi begitu erat satu sama lain sehingga sulit (tidak mungkin) untuk memisah-misahkan pengaruhnya dan menilai sumbangan relatifnya terhadap tingkah laku manusia.

(35)

12 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah dikemukakan, maka secara ringkas tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui keadaan psikologis Akihiro saat tinggal bersama nenek Osano di desa Saga dalam novel Saga no Gabai Baachan.

2. Untuk mendeskripsikan interaksi struktur kepribadian tokoh Akihiro seperti Id, Ego, dan Superego dalam novel Saga no Gabai Baachan.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai psikologi kepribadian oleh Sigmund Freud melalui karya sastra non fiksi.

2. Bagi peneliti dan pembaca dapat menambah wawasan mengenai pola didik orang tua dalam konsep kyouiku mama.

3. Bagi pembaca, penelitian ini dapat sebagai bahan penunjang untuk Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, guna memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan.

1.6 Metode Penelitian

(36)

13

yang tepat, yang sesuai dengan karateristik objek kajiannya (Pradopo, 2001:12). Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan yang dianalisis dalam novel Saga no Gabai Baachan ini, maka metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah data kualitatif yang didalamnya terkandung metode penelitian secara deskriptif.

Menurut Djodjosuroto, dkk (2000:9) data kualitatif adalah data yang diperoleh dari rekaman, pengamatan, wawancara, atau bahan tertulis, dan data ini tidak berbentuk angka. Dan metode penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan menyajikan informasi secara sangat tepat dan teliti (acurately and precisely) tentang karaktristk yang sangat luas dari suatu populasi.

Data-data juga diperoleh dari Library Research atau studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah teknik mengumpulkan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, catatan-catatan, laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang dipecahkan (Nazir, 2005:11). Penulis juga melakukan penelusuran data melalui internet seperti blog-blog yang membahas mengenai masalah yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Setelah data diperoleh dari referensi yang berkaitan, maka data tersebut dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dan saran.

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

(37)

14

2. Membaca novel Saga no Gabai Baachan karya Yoshichi Shimada yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

3. Mencari, mengumpulkan, menganalisis, mendeskripsikan cuplikan yang berhubungan dengan psikologis.

(38)

15 BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL, PSIKOANALISA SIGMUND FREUD, POLA DIDIK ORANG TUA DALAM KONSEP KYOUIKU MAMA,

DAN BIOGRAFI PENGARANG

2.1 Defenisi Novel

Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang pada hakikatnya sebuah cerita/narasi yang digambarkan dalam plot. Menurut Rees dalam Aziez dan Hasim (2010:1), novel pada hakikatnya sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata, dan yang digambarkan dalam satu plot yang kompleks. Sehubungan dengan ini, menurut Decaremon dalam Aziez dan Hasim (2010:8), novel yang merupakan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap perilaku. Kata novel berasal dari bahasa Italia, “novella” yang berarti ‘sebuah kisah, sepotong berita’. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen dan tidak dibatasi keterbatasan struktur dan materikal sandiwara atau sajak (Decaremon dalam Aziez dan Hasim, 2010:10).

(39)

16 A. Novel Picaresqua

Menurut akar katanya ia berasal dari kata picaro yang dalam bahasa Spanyol berarti ‘bandit’. Novel ini biasanya bersifat episodik, sering tidak memiliki plot yang tidak baik, serta langkanya tokoh yang mengalami perubahan psikologis.

B. Novel Epistolari

Novel jenis ini merebak pada abad kedelapan belas yang memanfaatkan surat yang dikirim di antara tokoh-tokoh yang ada di dalamnya sebagai indeks media penyampaian cerita.

C. Novel Sejarah

Jenis novel yang latar belakangnya merupakan sejarah, termasuk tokoh sejarah yang dimasukkan dalam rangkaian cerita. Novel ini sering ditandai dengan penggambaran rinci tentang suatu perilaku, bangunan, ataupun pranata.

D. Novel Regional

Novel regional adalah novel yang latarnya, atau “warna daerahnya”, memainkan peranan yang penting.

E. Novel Satir

(40)

17 F. Bildungsroman

Novel ini merujuk pada sejenis novel yang mengonsentrasikan dirinya pada perkembangan diri sang tokoh, dari masa muda atau kanak-kanak sampai masa dewasa.

G. Novel Tesis

Novel tesis merupakan novel yang berkenaan dengan suatu upaya untuk mendorong dilakukannya reformasi sosial atau koreksi atas perilaku-perilaku tertentu.

H. Novel Gotik (Roman Notir)

Novel ini berhubungan erat dengan aspek-aspek romantisisme yang menggandrungi hal-hal misterius.

I. Roman-Fleuve

Novel ini berhubungan erat dengan apa yang disebut sebagai “novel saga”, rangkaian novel tentang satu keluarga besar yang masing-masing novel mengutamakan ceritanya pada satu cabang keluarga tertentu.

J. Roman Feuilleton

Novel ini merupakan novel yang diterbitkan secara “mencicil” dan tanpa mengalami pemotongan dalam suatu surat kabar.

K. Fiksi Ilmiah

(41)

18 L. Novel Baru

Novel jenis ini konvensi-konvensi penulisan fiksi yang sudah mapan secara sengaja disimpangkan atau diperlakukan sedemikian rupa untuk membingungkan pembaca dan untuk mencapai efek tertentu yang berbeda.

M. Metafiksi

Novel ini merujuk pada sejenis novel yang sengaja mengoyak ilusi fiktif dan mengomentari secara langsung hakikat fiktifnya sendiri atau proses penulisannya.

N. Faksi

Dalam karya novel ini teknk-teknik novel digunakan untuk memunculkan kembali peristiwa-peristiwa sejarah bagi pembacanya.

Berdasarkan pemaparan di atas, novel Saga no Gabai Baachan termasuk ke dalam jenis Billdungsroman. Di dalam novel tersebut menceritakan perjalanan dan perkembangan hidup sang tokoh mulai dari kanak-kanak hingga beranjak remaja yang merupakan pengarang cerita itu sendiri.

2.2 Resensi Novel

(42)

19 2.2.1 Tema

Tema merupakan menyiratkan pokok pikiran yang akan dikemukakan pengarang kepada pembaca. Hal ini yang menjadi dasar, gagasan utama, atau tema cerita (Sugono, 2011:91). Sehubungan dengan itu, menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000:91), menjelaskan bahwa tema is not synonymous with moral or message. . . theme does relate to meaning and purpose, in the sense.

Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya. Dari pendapat ini dapat disimpulkan, bahwa tema adalah dasar/pondasi pengarang untuk mengembangkan suatu cerita.

Menurut Aminuddin ( 2000:92) dalam upaya pemahaman dan menilai tema suatu karya sastra, pembaca memperhatikan beberapa langkah :

1. Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

2. Memahami penokohan dan perwatakan dalam pelaku prosa fiksi yang dibaca.

3. Memahami suatu peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.

4. Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.

5. Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.

(43)

20

7. Mengidentifikasikan tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair yang ditampilkannya.

8. Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkan dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya

Berdasarkan penelitian di atas maka tema pada novel Saga no Gabai Bachaan adalah tentang perjuangan seorang nenek dan cucunya (Akihiro)

dalam kehidupannya dengan pola didik nenek yang mengubahkan karakter Akihiro menjadi lebih baik.

2.2.2 Plot (Alur)

Plot (alur) merupakan struktur rangkaian cerita dalam novel. Menurut Aminuddin (2000:83), plot atau alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Sehubungan dengan ini, menurut Sukada (1987:74), plot juga merupakan unsur terpenting dalam elemen karya sastra, dalam arti unsur ini memegang dominasi mempersatukan segala unsur yang ada dalam konteks isi karya sastra.

Adapun fungsi dari plot (alur) menurut Boulton dalam Sukada (1987:73) ada dua macam yaitu :

1. Plot membawa pembaca ke arah maju dalam memahami cerita, sekalipun sesungguhnya tidak semua detail diketahuinya.

(44)

21

Menurut Nurgiyantoro dalam http://eprints.uny.ac.id/8242/3/BAB% 202-08205241004.pdf, alur atau plot dapat dilihat dari urutan waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan yaitu:

1. Plot lurus atau progresif, apabila yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa atau menyebabkan peristiwa yang kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, yaitu penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik, tengah atau konflik meningkat, klimaks dan akhir penyelesaian.

2. Plot sorot balik atau flash back, urutan kejadian yang disajikan dalam sebuah karya fiksi dengan alur regresif tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal melainkan mungkin disuguhkan mulai dari tengah atau bahkan dari tahap akhir, kemudian tahap awal cerita disajikan. Sastra dengan jenis ini, langsung menyuguhkan konflik bahkan telah sampai pada konflik yang meruncing.

(45)

22

menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada usia 16 tahun dan kembali bersama ibunya di kota Hiroshima.

2.2.3 Tokoh

Tokoh cerita memiliki peran penting sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau segala sesuatu yang sengaja ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Menurut Aminuddin (2000:79), tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut penokohan.

Dalam sebuah cerita terdapat tokoh utama serta tokoh tambahan. Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya. Tokoh tambahan hanya dibicarakan ala kadarnya (Aminuddin, 2000:80). Selain terdapat pelaku utama, pelaku tambahan, menurut Aminuddin (2000:82-83) terdapat sejumlah ragam pelaku yang lain yaitu :

1. Simple character, bila pelaku itu tidak banyak menunjukkan adanya kompleksitas masalah. Pemunculannya hanya dihadapkan pada satu permasalahan tertentu yang tidak banyak menimbulkan adanya obsesi-obsesi batin yang kompleks.

(46)

23

3. Pelaku dinamis, pelaku yang memiliki perubahan dan perkembangan batin dalam keseluruhan penampilannya. Watak pelaku sewaktu kecil berbeda dengan setelah dewasa, sementara watak setelah dewasa juga masih mengalami perkembangan setelah menjelang tua.

4. Pelaku statis, pelaku yang tidak menunjukkan adanya perubahan atau perkembangan sejak pelaku itu muncul sampai cerita berakhir.

Pada penelitian ini penulis hanya akan membahas tokoh utama dalam novel Saga no Gabai Baachan yang bernama Akihiro Tokunaga dan termasuk tokoh yang memiliki complex character. Meskipun demikian, tokoh utama tidak terlepas dari interaksinya dengan tokoh-tokoh lainnya dalam novel Saga no Gabai Baachan ini.

2.3Setting dalam Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada Dalam karya sastra tokoh diceritakan tidak luput dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita. Peristiwa/kejadian, tempat, waktu maupun keadaan masyarakat sekitar yang mendukung cerita dapat dikatakan setting atau latar. Dalam (http://www.noviasyahidah.com/hanya-teori-kepenulisan-latar-setting) latar merupakan background sebuah cerita, tempat kejadian, daerah penuturan atau wilayah yang melingkupi sebuah cerita. Sehubungan dengan hal ini menurut Fananie (2000: 97-98) mengatakan bahwa, walaupun setting dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi yang tergambar dalam cerita,

keberadaan elemen setting pada hakikatnya tidaklah hanya sekedar menyatakan di

mana, kapan, dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan

juga dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan

(47)

24

sejauh mana kesesuaian dan korelasi antara perilaku dan watak tokoh dengan

kondisi masyarakat, situasi sosial dan pandangan masyarakatnya.

Dalam http://www.noviasyahidah.com/hanya-teori-kepenulisan-latar-setting, pada umumnya latar dibagi menjadi tiga, yaitu mengenai tempat, waktu, dan latar sosial.

2.3.1 Latar Tempat

Latar tempat menggambarkan atau mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Penggambaran lokasi tempat terjadinya peristiwa hendaklah tidak bertentangan dengan realita yang bersangkutan agar pembaca dapat mengerti dan tahu tempat jalan cerita sebenarnya terutama dalam cerita karya sastra non fiksi.

Dalam novel Saga no Gabai Baachan terdapat dua lokasi berlangsungnya cerita yaitu Hiroshima ketika Akihiro masih kecil, rumah di sebuah kota kecil bernama Saga yang terletak di Prefektur Saga Jepang bagian selatan, dan Sekolah Dasar Akamatsu yang berada dalam reruntuhan istana desa Saga.

2.3.2 Latar Waktu

Latar waktu mengacu pada kapan peristiwa itu terjadinya yang dituangkan dalam cerita. Dalam cerita non fiksi latar waktu merupakan hal yang penting diperhatikan agar tidak menimbulkan kerancuan cerita nyata itu sendiri.

(48)

25 2.3.3 Latar Sosial

Latar sosial merupakan pencakupan tentang hal-hal yang memiliki hubungan dengan masyarakat atau tokoh cerita termasuk keyakinan, adat istiadat, budaya, perilaku, dan fenomena yang terdapat dalam cerita.

Dalam cerita novel Saga no Gabai Baachan kehidupan Akihiro bersama neneknya tergambar pada zaman era Showa tahun 1958. Pada era Showa ditandakan dengan kalahnya Jepang terhadap Sekutu dalam Perang Dunia ke II. Pada masa itu masyarakat Jepang yang masih dalam proses untuk memperbaiki keadaan hidup mereka, baik dalam segi ekonomi dan pendidikan.

Latar sosial yang diambil adalah kyouiku mama (ibu pendidik). Dimana kyouiku mama itu sendiri sudah ada dari sebelum perang dunia ke II. Kyouiku mama yaitu para ibu yang memiliki ambisi mendidik anak untuk menjadikan mereka manusia yang berkualitas dan berguna bagi bangsa mereka dengan kedisiplinan. Dalam novel Saga no Gabai Baachan yang menerapkan kyouiku mama adalah nenek Osano yang merawat Akihiro selama delapan tahun, mulai Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP).

2.4Psikoanalisa Sigmund Freud

2.4.1 Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian

(49)

26

oleh Sigmund Freud mengenai tingkah laku manusia. Menurut Zaviera (2007:80), hal pokok psikoanalisa menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagian besar ditentukan oleh motif-motif tak sadar (alam bawah sadar). Alam bawah sadar (unconscious mind) mencakup segala sesuatu yang sangat sulit dibawa ke alam sadar, termasuk segala sesuatu yang memang asalnya alam bawah sadar, seperti nafsu, kenangan atau emosi, dan insting. Freud berpendapat bahwa alam bawah sadar adalah sumber dari motivasi dan dorongan yang ada dalam diri manusia.

Dalam mengungkapkan tingkah laku manusia psikoanalisa kepribadian meliputi tiga unsur kejiwaan yaitu, Id, Ego, dan Superego. Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk totalitas atau kesatuan yang maksimal walaupun memiliki tugas/fungsi, sifat, dan prinsip kerja yang berbeda, dan wujud tingkah laku manusia tidak lain merupakan interaksi dari ketiga sistem kepribadian tersebut.

Dalam teori Sigmund Freud dalam mendeskripsikan kepribadian menjadi tiga pokok bahasan, yaitu sistem kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian. Dalam penelitian ini penulis hanya membahas dari sistem kepribadian.

2.4.2 Sistem Kepribadian

(50)

27 2.4.2.1 Id

Id merupakan sistem kepribadian yang asli/paling dasar yang berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir. Freud menyebutkan Id adalah “keadaan psikis yang sebenarnya”, karena Id mempresentasikan dunia batin pengalaman yang subjektif dan tidak mengenal kenyataan yang objektif. Id seluruhnya berada pada alam bawah sadar seseorang.

Menurut Hall (1993:64), Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, apabila tingkat tegangan organisme meningkat, baik sebagai akibat stimulasi dari luar atau rangsangan yang timbul dari dalam, maka Id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan konstan serta menyenangkan. Prinsip tersebut merupakan cara kerja Id yang disebut prinsip kenikmatan (pleasure principle). Berdasarkan hal tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa Id dalam menjalankan fungsi dan operasinya, Id dilandasi oleh maksud mempertahankan keinginan sendiri untuk menghindari keadaan yang tidak menyenangkan dan mencapai keadaan yang menyenangkan.

(51)

28

psikologis yang rumit. Proses primer dilakukan dengan membayangkan atau mengkhayalkan sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan, dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan. Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan dengan kenyataan. Id tidak mampu menilai atau

membedakan benar atau salah, tidak tahu moral.

Freud dalam Hall (1995:35) memiliki beberapa pendapat mengenai Id,

yaitu :

1. Id lebih dekat dengan hubungannya dengan tubuh dan proses-prosesnya

daripada dunia luar.

2. Id kekurangan organisasi dibandingkan dengan Ego dan Superego.

3. Id tidak berubah menurut masa; ia tidak dapat diubah oleh pengalaman,

karena ia tidak ada hubungan dengan dunia luar. Akan tetapi Id dapat

dikontrol dan diawasi oleh Ego.

4. Id tidak diperintah oleh akal dan ia tidak memilikin nilai, estetika, atau akhlak.

Ia hanya dapat didorong oleh satu kemungkinan keinginan hatinya, sesuai

dengan prinsip kesenangan.

Dengan demikian, individu membutuhkan sistem lain yang bisa

mengarahkannya kepada pengurangan tegangan secara nyata, yang bisa memberi

kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru, khususnya masalah moral. Sistem

yang dibutuhkan itu tidak lain adalah Ego.

2.4.2.2 Ego

(52)

29

mempertahankan dan memperhatikan kehidupan individu tersebut. Menurut Hall (1993:65), perbedaan pokok antara Id dan Ego ialah bahwa Id hanya mengenal kenyataan subjektif-jiwa, sedangkan Ego membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin dan hal-hal-hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.

Ego mengikuti prinsip kenyataan yang tujuannya mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan hal untuk pemuasan kebutuhan individu tersebut. Dapat dikatakan prinsip ini menunda prinsip kenikmatan dan mengontrol tindakan-tindakan yang akan dilakukan. Ego harus berusaha mengintegrasikan tuntutan Id, Superego, dan dunia luar yang sering bertentangan.

Menurut Freud dalam Koswara (1991:34), Ego terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan Ego sehubungan dengan upaya memuaskan kebutuhan atau mengurangi tegangan oleh individu adalah proses sekunder (secondary process). Dengan proses sekundernya ini, Ego memformulasikan rencana bagi pemuasaan kebutuhan dan menguji apakah rencana tersebut bisa dilaksakan atau tidak. Dengan demikian Ego bagi individu tidak hanya bertindak sebagai penunjuk kepada kenyataan (reality tester). Dan dalam memainkan peranannya ini Ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yakni kognitif atau intelektual.

(53)

30

Ego dikatakan proses sekunder dimana menuaikan apa yang tidak dapat dilakukan proses primer, yaitu untuk memisahkan dunia pikiran yang subjektif dari dunia kenyataan wujud yang objektif. Proses sekunder tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan oleh proses primer, ialah menganggap gambaran suatu benda sebagai benda itu sendiri. Proses sekunder juga berfungsi dalam penghidupan seseorang, mendorong pertumbuhan dan penyempurnaan proses rohaniah dari pengamatan, ingatan, pikiran, dan tindakan (Hall, 1995:39).

2.4.2.3 Superego

Superego merupakan wewenang moral dari kepribadian; mencerminkan yang ideal dan bukan real, dan memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita tradisional masyarakat. Adapun yang menjadi perhatian utama superego adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah dengan demikian ia dapat bertindak sesuai norma-norma moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarakat.

Menurut Freud dalam Koswara (1991:35), Superego memiliki fungsi-fungsi pokok yaitu :

1. Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau implus-implus tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat. 2. Mengarahkan Ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistis dengan

tujuan-tujuan yang moralistis.

(54)

31

Adapun Superego terdiri dari dua anak sistem yaitu ego ideal dan hati nurani. Ego ideal merupakan sesuatu pengertian–pengertian anak tentang apa yang secara moril dianggap baik oleh orang tuanya. Dan sebaliknya, hati nurani sesuai dengan pengertian-pengertian anak tentang apa yang oleh orang tuanya dianggap moril buruk.

Superego berkembang dari Ego sebagai akibat dari perpaduan yang dialami seorang anak dari ukuran-ukuran orang tuanya mengenai apa yang baik dan saleh dan apa yang buruk dan batil dan mengontrol dan mengatur gerak hati yang kalau dinyatakan secara sewenang-wenang akan membahayakan kemantapan masyarakat itu sendiri (Hall, 1995:45).

2.5 Pola Didik Orang Tua dalam Konsep Kyouiku Mama

Di dalam keluarga sebagai orang tua atau pengasuh dari seorang anak akan memberikan pola didik agar menciptakan sifat maupun sikap yang baik terhadap lingkungannya. Pola didik dapat saja diterima dari budaya dari masyarakat itu sendiri atau kondisi yang dialami dari sang pendidik sebelumnya. Demikian pula di Jepang terdapat budaya ibu pendidik atau kyouiku mama.

Menurut Cummings dalam http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00334-JP%20Bab%202.pdf, kyouiku dalam pengertian kyouiku mama ini lebih

dekat pada istilah yang terdapat dari dua kanji dalam kata kyouiku yakni (

) oshieru sodateru koto yang berarti mendidik dan

(55)

32

pendidikan yang diberikan yaitu menanamkan serta mensosialisasikan

kebudayaan dan nilai-nilai dalam masyarakat Japang. Sedangkan mama (

) yang berarti dan merupakan kata yang diadopsi dari bahasa Inggris.

Makna yang terkandung dalam kata berbeda dengan makna yang

terkandung dalam kata okaasan ( ) yang juga berarti ibu dalam

bahasa Jepang. Kata memiliki makna lebih umum yang menggambarkan

peran ibu sama pentingnya peran ayah dalam keluarga. Sedangkan

memiliki makna terhormat dalam kebudayaan Jepang.

Kyouiku mama bertujuan yakni seorang istri difokuskan untuk mendidik anaknya menjadi manusia yang berkualitas dan berguna bagi bangsa dan negaranya dan ibu pendidik ini dituntut tidak hanya mengurus masalah rumah tangga tapi juga mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang berhasil.

(56)

33

Penanaman nilai-nilai disiplin dan bijaksana yang seharusnya diajarkan oleh ayah pun tidak lagi didapat oleh anaknya. Inilah yang menyebabkan seorang kyouiku mama semakin bertambah dekat dengan sang anak dan sebaliknya

hubungan kyouiku mama dengan sang suami semakin jauh. Dan di Jepang sudah lama terdapat kecenderungan sang istri untuk bersikap kolot dalam menyatakan cintanya kepada suami, dan menjadikan anak laki-lakinya yang akan menggantikan keluarga (Okamura dalam Saragih, 2014:28-29). Sehubungan dengan ini menurut Fukushima dalam http://thesis.binus.ac.id/ Asli/Bab2/2008-2-00334-JP%20Bab%202.pdf,

Terjemahan:

Karena perekonomian Jepang zaman itu sulit maka mereka hanya bisa mengikuti pendidikan yang disukai saja. Oleh karena itu, banyak para ibu yang berfikir bahwa sebagai penggantinya, mereka memberikan anak-anaknya pendidikan yang terbaik.

Konsep kyouiku mama menurut Stedee dalam thesis.binus.id/Asli/ Bab2/2008-2-00334-jp2.pdf terdapat dua keyakinan (ranjau mental) dalam kyouiku mama yaitu:

(57)

34

para orang tua itu bisa tanpa sengaja mengirimkan pesan-pesan yang sebenarnya tidak ditujukan kepada buah hatinya. Ada garis tipis yang memisahkan antara memotivasi anak-anak untuk melakukan yang terbaik dalam segala hal. Ranjau mental ini tertanam pada saat kita mendorong anak-anak ke dalam aktivitas yang kurang diminati anak-anak. Ranjau mental ini ke dalam benak anak setiap kali menerima hasil yang kurang memuaskan dari aktivitas yang mereka lakukan.

Apabila ranjau mental menjadi suatu keyakinan dalam diri anak, menyebabkan rasa percaya diri anak mengalami erosi yang sangat drastis. Sangat tidak mungkin lagi seorang anak menjadi yang terbaik dalam segala hal. Anak yang merasa tidak menjadi yang terbaik dengan segera akan meyakini bahwa ia telah mengecewakan orang tuanya dan dirinya sendiri. Beberapa orang dewasa yang telah tertanam dalam ranjau ini pada masa kanak-kanaknya sering menjadi mudah marah atau depresi ketika merasa tidak mampu memenuhi apa yang diharapkan orang lain.

Biasanya, orang tua yang demikian hanya melihat kesuksesan belaka. Baik kesuksesan pada dirinya atau orang lain. Mereka ingin melihat kesuksesan pada diri anak, walaupun dengan cara memaksanya.

2. Ranjau Mental Kedua (harus berprestasi)

(58)

35

ia tidak dicintai lagi. Anak-anak yang merasa bahwa cinta orang tua mereka adalah cinta bersyarat, mereka akan merasa tidak aman dan lebih bergantung pada persetujuan eksternal untuk meyakinkan diri mereka. Ketergantungan eksternal untuk memperoleh rasa harga diri membuat mereka jauh lebih rapuh terhadap teman-teman sebaya. Ketika anak-anak tumbuh dewasa dalam cinta bersyarat, mereka terobsesi dan mencari penerimaan melalui kemajuan karier atau perubahan hubungan antar pribadi. Mereka tampak tidak pernah merasa cukup lagi.

Setiap anak dari kyouiku mama pada umumnya menjadi seorang anak yang sangat disiplin dan mandiri, terjadwal melakukan segala sesuatu, tidak bergantung pada orang lain, dan di lingkunagan sosial anak terlatih untuk meminta maaf ketika melakukan kesalahan, dan jujur. Di samping itu, anak juga mengalami stress karena ketatnya disiplin yang ditanamkan.

Menurut Takie Sugiyama Lebra dalam Saragih (2014:32), terdapat beberapa ketergantungan hubungan antara ibu dengan sang anak dalam konsep kyouiku mama yaitu :

1. Ibu memiliki wewenang terhadap anak, yang saat ini menjadi suatu ketergantungan secara penuh yaitu dalam pengawasan, perlindungan, dan ketahanan hidup.

(59)

36

3. Harapan atas keikutsertaannya yang dipenuhi rasa puas dalam hubungan ibu-anak. Sehingga pada akhirnya, seluruh hidupnya akan dicurahkan untuk kesejahteraan anaknya.

2.6Biografi Pengarang

Yoshichi Shimada lahir di Hiroshima tahun 1950 yang memiliki nama asli Akihiro Tokunaga. Tinggal bersama ibunya di Hiroshima dengan seorang kakaknya. Namun, di tahun 17 era Showa (1942) ayahnya meninggal ketika ia kecil karena penyakit akibat efek radioaktif yang tersisa dari bom atom pada saat Perang Dunia II di Hiroshima. Meninggalnya sang ayah mengharuskan ibunya untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga. Dan ibu Akihiro melihat hal tersebut tidak baik untuk pertumbuhan Akihiro dengan kondisi Hiroshima yang masih kacau balau, maka ia harus dititipkan kepada neneknya di desa kecil bernama Saga pasca Perang Dunia II dalam proses pemulihan kembali kota Hiroshima.

Di desa Saga merupakan tempat sang nenek tinggal yang memiliki kehidupan yang miskin. Di tempat itu selama kurang lebih delapan tahun Akihiro mendapatkan pola didik yang membentuk karakter Akihiro yang lebih baik mulai tahun 1958. Di desa Saga merupakan tempat Akihiro melanjutkan Sekolah Dasar mulai kelas dua sampai menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama. Akihiro merupakan anak yang gemar akan baseball dan bercita-cita menjadi pemain baseball profesional di Jepang.

(60)

37

Akihiro berkesempatan melanjutkan olahraga atletiknya di kota Hiroshima. Namun, entah bagaimana ia melakukan debut sebagai kelompok lawak manzai “B&B”, kemudian menjadi salah satu yang terkenal saat manzai booming di tahun 1980.

(61)

38 BAB III

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH AKIHIRO DALAM NOVEL SAGA NO GABAI BAACHAN KARYA YOSHICHI SHIMADA

3.1 Sinopsis Cerita

Novel ini merupakan kisah perjalanan kehidupan seorang anak yang tinggal bersama dengan neneknya di desa Saga selama delapan tahun dengan gaya hidup yang jauh dari kemewahan dan belajar mandiri dengan segala sesuatu dengan kondisi ekonomi yang miskin.

Akihiro adalah seorang anak yang awalnya tinggal di Hiroshima bersama Ibu dan abangnya. Ayahnya meninggal diakibatkan efek dari radioaktif bom yang jatuh di Hiroshima pada Perang Dunia ke II tahun 1945 (6 Agustus tahun 20 era Showa) ketika melihat situasi rumah mereka di Hiroshima pasca perang tersebut. Setelah kepergian ayahnya, ibunya harus bekerja keras demi kelangsungan hidup mereka dan masa depan Akihiro dan abangnya.

Setelah keadaan membaik mereka menyewa apartemen seluas enam jou tikar tatami dan termasuk tempat tinggal yang kumuh. Ibu Akihiro bekerja

di bar dan pulang sampai larut malam, sehingga yang tinggal di rumah mereka hanya abang beradik tersebut. Tangisan Akihiro pun tak terhindarkan tiap harinya, hingga merepotkan tetangga karena keinginannya bersama ibunya.

(62)

39

Akihiro di desa Saga tempat nenek Akihiro tinggal. Bibi Kisako (kakak ibu Akihiro), Akihiro, beserta ibunya pun pergi ke terminal tanpa sepengetahuan Akihiro untuk pergi ke desa Saga. Hanya awalnya memiliki alasan pergi ke terminal untuk mengantar bibi Kisako. Namun ternyata, Akihiro yang akan pergi dan tinggal bersama sang nenek di Saga dengan diantarkan oleh bibi Kisako. Akihiro merasa telah ditipu bulat-bulat dan selama perjalanan Akihiro tak henti-hentinya menangis karena berpisah jauh dengan ibunya.

Akihiro hidup bersama nenek Osano sejak tahun 33 era Showa (1958), ketika itu nenek sudah berusia 58 tahun yang memiliki kehidupan jauh dari kemewahan dan bekerja sebagai tukang bersih-bersih di Universitas Saga. Akihiro melanjutkan sekolahnya di Sekolah Dasar Saga yang dahulunya adalah termasuk kawasan istana Saga. Selama tinggal bersama sang nenek hidup penuh dengan kedisiplinan dan mandiri. Diajarkan untuk masak sendiri, memberi persembahan kepada Budha setiap paginya, bahkan belajar berusaha menjadi yang terbaik dengan situasi yang miskin. Tekanan psikis yang awalnya dialami oleh Akihiro semakin membaik dan lebih terkontrol dengan didikan yang diberikan sang nenek secara langsung maupun tidak langsung.

(63)

40

menawarkan olahraga lari. Dan dengan disiplin Akihiro terus berlatih dan dengan tidak lupa atas perhatian sang nenek. Kerinduannya kepada sang ibu di Hiroshima dapat dikonrol dengan baik dengan kesibukannya latihan berlarinya. Hingga ketika masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), Akihiro dipilih sebagai pemain tetap karena kecepatan larinya. Hal itu jarang terjadi pada saat itu. Sungguh kebanggan besar buat Akihiro dan nenek. Tidak itu saja, ketika kelas dua Sekolah Menengah Pertama (SMP), Akihiro dipilih sebagai kapten baseball di sekolahnya. Keberhasilannya di tim baseball mengantarkan

Akihiro ke Hiroshima untuk melanjutkan sekolah dengan beasiswa yang diterimanya dan tinggal kembali pada ibumya.

3.2 Analisis Psikologis Tokoh Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan Cuplikan 1 (hal. 35-36)

Meski saat itu aku masih kecil, aku mengharapkan akan mendengar kata-kata seperti berikut, “Selamat datang. Kau pasti lapar ya?” atau “Pasti kau sedih karena berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, Nenek akan menjagamu,” dan sebagainya.

Tetapi. kata-kata yang keluar pertama kali dari mulut Nenek malah, “Ikuti aku.”

(64)

41

Lalu kepada diriku yang masih berdiri termangu tanpa tahu harus bagaimana, Nenek berkata, “Karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan baik-baik.”

Setelah berkata begitu, Nenek mulai menyalakan api dalam tungku oven. Aku mendengar dengan jelas kata-kata yang Nenek ucapkan, tapi pada saat itu aku sama sekali tidak memahami maksudnya. Aku hanya bisa termangu menyaksikan Nenek menyalakan api dan melemparkan jerami serta batang-batang kayu ke dalam kobaran dalam tungku, untuk menyesuaikan besarnya bara api. Selang beberapa saat, Nenek berkata, “Nah, coba kau yang lakukan.”

Karena sudah disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku dan, dengan patuh, mengarahkannya ke kobaran api. Masalahnya, karena seumur hidup ini kali pertama memegang bambu peniup api, aku cuma bisa asal meniup tanpa benar-benar mengerti apa yang sedang ku lakukan.

Analisis :

(65)

42

juga memberikan pendidikan non formal yang berfungsi menciptakan anak yang mandiri.

Dikaitkan dengan sistem kepribadian Sigmund Freud, awalnya Id (di bawah alam sadar) mendominasi pada kepribadian tokoh seperti yang terdapat dalam cuplikan di atas, “aku mengharapkan akan mendengar kata-kata seperti berikut, ‘ selamat datang. Kau pasti lapar ya?’ atau ‘ Pasti kau sedih karena

berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, Nenek akan menjagamu’.” namun, karena ketegasan dari sang nenek sebagai kyouiku mama dengan berkata “Ikuti aku” dan “karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan

baik-baik” kemudian Superego langsung berinteraksi akan Id seperti yang ditunjukkan pada cuplikan “karena sudah disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku dan, dengan patuh, mengarahkannya ke kobaran api”. Dari hal ini dapat dilihat Ego mampu mengontrol Id yang hanya bertujuan pada keinginan sendiri dan mampu mengintegrasikan Superego walaupun secara kepribadian tokoh tertekan secara psikologis yang ditunjukkan pada cuplikan “aku cuma bisa asal meniup tanpa benar-benar mengerti apa yang sedang ku lakukan”.

(66)

43 Cuplikan 2 (hal 39)

Selain itu, ada satu hal penting yang Nenek ajarkan kemarin. Hal pertama yang Nenek lakukan setelah nasi tanak adalah mempersembahkannya ke hadapan Budha. “Mulai besok, Akihiro yang akan menyiapkan nasi. Nanmandabu, nanmandabu…,” ucapnya melaporkan.

Sesuai ajaran yang ku dapat kemarin, aku pun menyalakan api di tungku dan menanak nasi. Akan tetapi, entah apa yang salah, nasi buatanku keras sekali. Bagian atasnya memang keras seperti tidak matang, tapi anehnya bagian dasarnya bahkan ada yang gosong. Meski begitu, karena tidak ada pilihan lain, aku pun mempersembahkan nasi keras itu ke hadapan Budha. Lalu seperti yang diajarkan Nenek, aku mempertemukan kedua telapak tangan kemudian merapal, “Nanmandabu, nanmandabu…” Setelah itu aku pun sarapan sendirian. Aku langsung kangen nasi putih hangat yang ditanak Ibu dengan dandang. Padahal baru kemarin pagi aku sarapan dengan nasi buatan Ibu, tapi rasanya sudah lama sekali tidak ku nikmati.

Analisis :

(67)

44

kedisiplinan untuk menghormati leluhur mereka yang ditunjukkan pada cuplikan, “Hal pertama yang Nenek lakukan setelah nasi tanak adalah mempersembahkannya ke hadapan Budha. ‘Mulai besok, Akihiro yang akan menyiapkan nasi. Nanmandabu, nanmandabu…’ ucapnya melaporkan”.

Ketika bangun tidur Akihiro tidak menemukan neneknya karena sudah berangkat bekerja. Dan Akihiro berusaha melakukan tugas pertamanya yaitu memasak nasi sendiri. Hal ini menunjukkan Ego mendominasi dan dapat mengontrol Id yang di tunjukkan pada, “Sesuai ajaran yang ku dapat kemarin, aku pun menyalakan api di tungku dan menanak nasi.”. Bukan hanya tugas

memasak, Akihiro juga harus mempersembahkan nasi yang telah dimasak kepada Budha. Namun, nasi yang dimasak Akihiro tidak berhasil dan dari hal ini Superego berinteraksi terhadap Ego terlihat pada cuplikan di atas “karena tidak ada pilihan lain, aku pun mempersembahkan nasi keras itu ke hadapan Budha. Lalu seperti yang diajarkan Nenek, aku mempertemukan kedua

telapak tangan kemudian merapal, “Nanmandabu, nanmandabu…”

Keadaan psikologis yang mandiri semakin melekat pada pribadi Akihiro yang awalnya mudah menangis ditinggal jauh oleh ibunya. Dengan didikan sang nenek semakin membentuk kepribadiannya yang lebih baik. Dari cuplikan terakhir “aku langsung kangen nasi putih hangat yang ditanak Ibu dengan dandang” , memperlihatkan Id juga bertindak sebagai hal di bawah alam sadar Akihiro yang merindukan ibunya.

Cuplikan 3 (hal 59-60)

(68)

45

hilang dari benakku. Namun kemudian seorang teman sekelas berkata kepada diriku yang kecewa, “Tokunaga-kun, kau mau ikut latihan judo?”

Segera saja seusai sekolah aku mencoba ikut latihan. Meski olahraga yang ini tidaklah semenarik kendo bagiku, berbeda dengan kendo, judo hanya membutuhkan pakaian khusus. Aku pun buru-buru pulang, kemudian masih dengan napas terengah-engah memohon kepada Nenek.

“Aku ikutan judo ya, Nek? Dibandingkan kendo, judo tidak butuh banyak uang kok.”

“Gratis?”

“Yah, tidak gratis juga sih…” "Lupakan saja.”

Biasanya bila sudah begini keadaannya, aku takkan memaksakan kehendak. Masalahnya aku takkan memaksakan kehendak. Masalahnya aku sudah benar-benar bertekad untuk punya kegiatan olahraga.

Saat aku sekuat tenaga menjelaskan soal ini, Nenek mendengarkan dengan saksama lalu mengangguk keras.

“Baiklah kalau begitu,aku punya ide bagus.” “Apa?”

“Mulai besok, kau lari saja.” “Lari?”

“Ya. Tidak perlu peralatan dan tempat berlarinya juga gratis. Lari saja.”

(69)

46

Di sekolah tidak ada klub atletik sehingga cuma aku yang berlari di lapangan sekolah. Anak-anak lain, seusai jam sekolah, dengan semangat dan bersuara riuh-rendah, memulai permainan bola lempar atau semacamnya. Sementara, aku akan berlari lima puluh meter secepat-cepatnya.

Analisis :

Ketika Akihiro masuk Sekolah Dasar Akamatsu, Akihiro memiliki minat mengikuti olahraga kendo. Namun, karena kondisi ekonomi nenek yang tidak memungkinkan maka nenek tidak mengizinkannya untuk mengikuti olahraga tersebut. Akihiro kecewa dengan hal itu dan berusaha tetap mencari olahraga yang sesuai dengan minatnya yang berhubungan dengan kendo.

Dari cuplikan di atas dikaitkan dengan teori Sigmund Freud, Id awalnya mendominasi dilihat dari cuplikan “Meskipun menemui jalan buntu, bayangan akan sosok keren mengenakan pelindung badan dan mengayunkan pedang bambu tak dapat hilang dari benakku… Namun kemudian seorang

teman sekelas berkata kepada diriku yang kecewa, ‘ Tokunaga-kun, kau mau ikut latihan judo?’ ”. Hal ini menunjukkan bahwa Id berusaha terus untuk

(70)

47

Sebagai seorang yang melaksanakan kyouiku mama, nenek Osano selalu mencari ide untuk memenuhi kebutuhan minat Akihiro. Seperti yang telah disebutkan pada Bab II, nenek Osano menerapkan konsep kyouiku mama yaitu ranjau mental I dan ranjau mental II yang terdapat pada cuplikan di atas “Mulai besok, kau lari saja”. Hal ini juga merupakan Superego yang berinteraksi terhadap Id pada Akihiro. Tawaran yang diberikan sang nenek menjadi jalan keluar bagi minat olahraga Akihiro.

Superego kembali berotoritas terlihat “aku pun setuju dan memutuskan untuk mulai olahraga lari”. Dari jawaban Akihiro tersebut, memperlihatkan juga kondisi psikologis yang dihasilkan oleh ranjau mental II. Dimana, sang anak kesulitan untuk membedakan antara menerima dan menolak setiap tawaran yang di berikan kyouiku mama. Dan Ego juga berinteraksi mengawasi Id kembali, seperti ketika murid-murid lain melakukan permainan bola lempar atau semacamnya Akihiro tetap melakukan olahraga larinya, padahal awalnya Akihiro mudah tergiur dengan macam-macam olahraga ketika teman-temannya menawarkannya.

Cuplikan 4 (hal 61-62)

Kalau ditanya seberapa seriusnya latihanku, jawabannya bisa dilihat dari kenyataan bahwa biasanya sehabis sekolah, aku langsung pulang pergi bermain di pinggiran sungai dengan teman-teman. Sejak latihan lariku dimulai, hanya aku yang datang terlambat, tiga puluh sampai empat puluh menit kemudian.

(71)

48

“Hari ini aku berlari sekuat tenaga lho!” ujarku mengumumkan dengan bangga ke Nenek.

Anehnya, Nenek malah bilang, “Jangan berlari terlalu kencang,” begitu katanya.

“Kenapa aku tidak boleh, Nek? “Nanti kau jadi lapar.”

“Oh…”

Sambil berfikir, “Apa maksud Nenek menarik untuk menghentikanku.

“Sebentar, Akihiro, satu hal lagi. Jangan-jangan kau berlari dengan memakai sepatu ya?”

“Heh? Tentu saja pakai.”

“Dasar bodoh! Kau harus berlari bertelanjang kaki! Sepatumu nanti rusak!” Tak perlu ditanya lagi. Aku tidak mendengarkan dua usulan ini. Aku berlari sekuat tenaga dan tentu saja, tetap mengenakan sepatu.

Analisis:

(72)

49

Namun, terdapat interaksi antara Superego, Ego, dan Id seperti “Jangan berlari terlalu kencang,” ini menunjukkan Superego menjalankan fungsinya yaitu mengarahkan Ego untuk menggantikan realistis dengan tujuan yang moralistis. Namun, tidak lama Superego tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik yang ditunjukkan pada cuplikan di atas “Aku tidak mendengarkan dua usulan ini”. Id mendominasi atas ketiga struktur

kepribadian tokoh tersebut. Dan akhirnya Akihiro sama sekali tidak mengindahkan pesan-pesan dari sang nenek.

Dari kedua saran yang diberikan sang nenek yaitu “Jangan berlari terlalu kencang,” dan “kau harus berlari bertelanjang kaki! Sepatumu nanti rusak!”, kembali menunjukkan bahwa pesan dari ranjau mental I dari konsep

kyouiku mama yaitu ada terdapat garis tipis yang memisahkan antara memotivasi anak untuk melakukan yang terbaik dalam segala hal termasuk ke hal yang kurang diminati sang anak.

Cuplikan 5 (hal 96-97)

Di pagi hari darmawisata musim gugur sekolah yang aku nantikan. Aku bertanya kepada Nenek, “Tidak ada botol air ya?”

Tanpa menunggu lama, Nenek langsung menjawab, “Kau bawa saja teh dengan termos air panas.”

Hah? Termos itu? pikirku dalam hati. Namun karena kemudian berfikir termos tersebut lebih baik dari pada tidak ada sama sekali, aku menerima teh dalam termos, lalu berangkat. Tapi bagaimanapun, termos tetaplah termos.

(73)

50

berlalu lalang di jalan. Seharian aku merasa malu. Ketika waktu darmawisata sekolah berakhir, dengan segera aku melangkah menuju jalan pulang. Meski begitu, mendadak situasi mulai berubah.

Karena seharian berlarian dan bermain, banyak di antara anak-anak yang ikut jalan-jalan tadi kini kehausan. Di botol air yang kecil milik teman-teman sudah tidak tersisa lagi teh, sementara di termos air panasku masih ada dua per tiganya.

“Tokunaga-kun, kau masih punya teh?” “Minta ya!”

Mereka berdatangan mendekatiku. Bagaimanapun karena jika teh di dalam termos berkurang, bawaanku menjadi semakin ringan, aku tidak punya alasan untuk menolak permintaan mereka.

Analisis :

Dari cuplikan di atas dapat dianalisis bahwa nenek sebagai kyouiku mama dalam cerita tersebut tetap mengusahakan yang terbaik bagi Akihiro walaupun kondisi yang susah. Sebagai kyouiku mama nenek Osano memperlihatkan dan menyediakan termos untuk Akihiro walaupun termos tersebut tidaklah cocok untuk dibawa darmawisata seorang anak-anak. Namun, dari keterbatasan sang nenek tetap mengusahakan apa yang menjadi kebutuhan Akihiro.

Membawa sebuah termos pada saat darmawisata sekolah sangat memalukan dirasakan Akihiro pada saat itu. Pemikiran awal Akihiro “lebih baik termos dari pada tidak ada sama sekali” menunjukan bahwa Id ditekan

(74)

51

untuk kesenangannya teta

Referensi

Dokumen terkait

Most of the newest remote sensing systems, such as Landsat8, SPOT, IKONOS, QuickBird, EO-1 and ALOS provide sensors with one high spatial resolution panchromatic (PAN)

Untuk itu keberadaan sumber daya manusia aparatur memiliki peran yang cukup dominan dalam pencapaian tujuan pemerintahan kecamatan secara efktif dan efisien yang harus

In addition to simulation of rainfall-runoff process using the recorded land precipitation, the performance of four satellite algorithms of precipitation, that is, CMORPH,

[r]

Laporkan kepada pengawas Tes Sumatif kalau terdazpat tulisan yang kurang jelas, rusak atau jumlah soal kurang.. Jumlah soal sebanyak 25 : 20 butir Pilihan Ganda 5 butir Uraian

[r]

Negasi dari pernyataan “ Semua siswa yang lulus SMA ingin masuk perguruan tinggi” adalah ….. Tiada siswa yang lulus SMA ingin masuk perguruan

[r]