• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Didik Orang Tua dalam Konsep Kyouiku Mama

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL, PSIKOANALISA

2.5 Pola Didik Orang Tua dalam Konsep Kyouiku Mama

Di dalam keluarga sebagai orang tua atau pengasuh dari seorang anak akan memberikan pola didik agar menciptakan sifat maupun sikap yang baik terhadap lingkungannya. Pola didik dapat saja diterima dari budaya dari masyarakat itu sendiri atau kondisi yang dialami dari sang pendidik sebelumnya. Demikian pula di Jepang terdapat budaya ibu pendidik atau kyouiku mama.

Menurut Cummings dalam http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00334-JP%20Bab%202.pdf, kyouiku dalam pengertian kyouiku mama ini lebih dekat pada istilah yang terdapat dari dua kanji dalam kata kyouiku yakni (

) oshieru sodateru koto yang berarti mendidik dan membesarkan. Istilah ini biasanya digunakan dalam rangka pembentukan karakter anak yang dilakukan oleh ibu di luar pendidikan sekolah. Adapun

32

pendidikan yang diberikan yaitu menanamkan serta mensosialisasikan kebudayaan dan nilai-nilai dalam masyarakat Japang. Sedangkan mama (

) yang berarti dan merupakan kata yang diadopsi dari bahasa Inggris. Makna yang terkandung dalam kata berbeda dengan makna yang terkandung dalam kata okaasan ( ) yang juga berarti ibu dalam bahasa Jepang. Kata memiliki makna lebih umum yang menggambarkan peran ibu sama pentingnya peran ayah dalam keluarga. Sedangkan

memiliki makna terhormat dalam kebudayaan Jepang.

Kyouiku mama bertujuan yakni seorang istri difokuskan untuk mendidik anaknya menjadi manusia yang berkualitas dan berguna bagi bangsa dan negaranya dan ibu pendidik ini dituntut tidak hanya mengurus masalah rumah tangga tapi juga mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang berhasil.

Kyouiku mama sudah ada mulai dari sebelum Perang Dunia ke II dan semakin dikenal dan diaplikasikan sesudah Perang Dunia ke II yang mana ditujukan untuk bagian rumah tangga dari keluarga sarariman. Ini mencakup untuk mengasuh anak terutama pada anak laki-laki. Hal yang melatarbelakangi timbulnya konsep kyouiku mama di kalangan wanita/ibu adalah tidak terlepas dari ketidakhadiran seorang suami/ayah di tengah-tengah keluarga. Ayah menjadi sarariman yang selalu bertekad untuk menghidupi keluarga dan tidak kekurangan apapun. Inilah yang menyebabkan seorang ayah rela tidak bersosialisasi dengan keluarga dan anak-anaknya. Semua yang berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga ia serahkan pada sang istri.

33

Penanaman nilai-nilai disiplin dan bijaksana yang seharusnya diajarkan oleh ayah pun tidak lagi didapat oleh anaknya. Inilah yang menyebabkan seorang kyouiku mama semakin bertambah dekat dengan sang anak dan sebaliknya hubungan kyouiku mama dengan sang suami semakin jauh. Dan di Jepang sudah lama terdapat kecenderungan sang istri untuk bersikap kolot dalam menyatakan cintanya kepada suami, dan menjadikan anak laki-lakinya yang akan menggantikan keluarga (Okamura dalam Saragih, 2014:28-29). Sehubungan dengan ini menurut Fukushima dalam http://thesis.binus.ac.id/ Asli/Bab2/2008-2-00334-JP%20Bab%202.pdf,

Terjemahan:

Karena perekonomian Jepang zaman itu sulit maka mereka hanya bisa mengikuti pendidikan yang disukai saja. Oleh karena itu, banyak para ibu yang berfikir bahwa sebagai penggantinya, mereka memberikan anak-anaknya pendidikan yang terbaik.

Konsep kyouiku mama menurut Stedee dalam thesis.binus.id/Asli/ Bab2/2008-2-00334-jp2.pdf terdapat dua keyakinan (ranjau mental) dalam kyouiku mama yaitu:

1. Ranjau Mental Pertama (harus menjadi yang terbaik dalam segala hal) Kebanyakan orang tua ingin mendorong buah hatinya untuk melakukan yang terbaik dalam hidup ini. Orang tua ingin anak-anak mereka bebas menggali bakat dan minat yang dimilikinya. Kendati bertujuan baik,

34

para orang tua itu bisa tanpa sengaja mengirimkan pesan-pesan yang sebenarnya tidak ditujukan kepada buah hatinya. Ada garis tipis yang memisahkan antara memotivasi anak-anak untuk melakukan yang terbaik dalam segala hal. Ranjau mental ini tertanam pada saat kita mendorong anak-anak ke dalam aktivitas yang kurang diminati anak-anak. Ranjau mental ini ke dalam benak anak setiap kali menerima hasil yang kurang memuaskan dari aktivitas yang mereka lakukan.

Apabila ranjau mental menjadi suatu keyakinan dalam diri anak, menyebabkan rasa percaya diri anak mengalami erosi yang sangat drastis. Sangat tidak mungkin lagi seorang anak menjadi yang terbaik dalam segala hal. Anak yang merasa tidak menjadi yang terbaik dengan segera akan meyakini bahwa ia telah mengecewakan orang tuanya dan dirinya sendiri. Beberapa orang dewasa yang telah tertanam dalam ranjau ini pada masa kanak-kanaknya sering menjadi mudah marah atau depresi ketika merasa tidak mampu memenuhi apa yang diharapkan orang lain.

Biasanya, orang tua yang demikian hanya melihat kesuksesan belaka. Baik kesuksesan pada dirinya atau orang lain. Mereka ingin melihat kesuksesan pada diri anak, walaupun dengan cara memaksanya.

2. Ranjau Mental Kedua (harus berprestasi)

Hal yang penting diketahui dalam kyouiku mama adalah anak-anak mengalami kesulitan untuk membedakan antara menerima atau menolak. Dengan kata lain, peneriman dari orang tua terhadap suatu prestasi yang dicapai anak bisa diinterpretasikan oleh anak sebagai rasa cinta terhadap mereka. Sebaliknya, penolakan terhadap suatu tindakan dapat diartikan bahwa

35

ia tidak dicintai lagi. Anak-anak yang merasa bahwa cinta orang tua mereka adalah cinta bersyarat, mereka akan merasa tidak aman dan lebih bergantung pada persetujuan eksternal untuk meyakinkan diri mereka. Ketergantungan eksternal untuk memperoleh rasa harga diri membuat mereka jauh lebih rapuh terhadap teman-teman sebaya. Ketika anak-anak tumbuh dewasa dalam cinta bersyarat, mereka terobsesi dan mencari penerimaan melalui kemajuan karier atau perubahan hubungan antar pribadi. Mereka tampak tidak pernah merasa cukup lagi.

Setiap anak dari kyouiku mama pada umumnya menjadi seorang anak yang sangat disiplin dan mandiri, terjadwal melakukan segala sesuatu, tidak bergantung pada orang lain, dan di lingkunagan sosial anak terlatih untuk meminta maaf ketika melakukan kesalahan, dan jujur. Di samping itu, anak juga mengalami stress karena ketatnya disiplin yang ditanamkan.

Menurut Takie Sugiyama Lebra dalam Saragih (2014:32), terdapat beberapa ketergantungan hubungan antara ibu dengan sang anak dalam konsep kyouiku mama yaitu :

1. Ibu memiliki wewenang terhadap anak, yang saat ini menjadi suatu ketergantungan secara penuh yaitu dalam pengawasan, perlindungan, dan ketahanan hidup.

2. Ibu adalah seorang penjaga dalam hal apa saja bagi anaknya, misalnya ibu bertanggungjawab mulai dari makanan, pakaian, hingga pengawasan kebutuhan ke kamar kecil.

36

3. Harapan atas keikutsertaannya yang dipenuhi rasa puas dalam hubungan ibu-anak. Sehingga pada akhirnya, seluruh hidupnya akan dicurahkan untuk kesejahteraan anaknya.

Dokumen terkait