• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Moralitas Dalam Teks Novel Saga No Gabai Bachan Karya Yoshichi Shimada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Moralitas Dalam Teks Novel Saga No Gabai Bachan Karya Yoshichi Shimada"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Benedict, Ruth. 1982. Pedang Samurai Dan Bunga Seruni. Jakarta: Sinar

Harapan

Halliday, M,A,K dan Ruqaiya Hasan.1992. Bahasa, Konteks, dan Teks.

Yogyayakarta: Gajah Mada University Press

Hazlitt, Henry.2003. Dasar-Dasar Moralits. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Luxemberg, Jan Van dkk.1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama

Mursini. 2007. Pengantar Teori Sastra. Modul : Medan

Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalila Indonesia

Nurgiyanto, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press

Pradopo, Rahmat Djoko.2003. Metopel Sastra. Yogyakarta Hinindita

Ratna, Nyoman kutha . 2003. Sosiologis Sastra. Yogyakarta: Pusataka Pelajar

. 2004. Teori, Metode dan Tknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

(2)

Shimada,Yoshichi. 2012. Saga No Gabai Baachan. Jakarta:Penerbit Khansa

Books

Soekanto, Soerjono. 1985. Emile Dhurkheim: Aturan-Aturan Metode Sosiologis.

Jakarta: CV. Rajawali

Suseno, Franz Magnis. 2010 . Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat

Moral. Yogyakarta: Karnisius

Zainuddin.1992. Materi Pokok Bahasa Dan Sastra Indonesia. Jakarta:

Rineka Cipta

Zulfahnur, Firdaus.1996. Materi Pokok Analisis Dan Rangkuman Bacaan Sastra.

Jakarta: Universitas terbuka Depdikbud

(3)

BAB III

ANALISIS PESAN MORAL DALAM TEKS NOVEL SAGA NO GABAI BACHAN

3.5 Pesan Moral On

Cuplikan I ( hal: 91-92)

Sepertinya cerita soal ibuku yang tidak bisa datang ke festival olahraga tersebar di kantor guru di antara para wali kelas. Karena itu, kemudian disepakatilah oleh mereka bahwa setiap tahun satu kali, mereka akan mentraktirku makan enak. Kebaikan sejati adalah kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang yang menerima kebaikan.

...

Pada cuplikan ini menunjukkan indeksikal pesan moral On, yakni rasa hutang budi atas budi baik ke pada seseorang. Tokunaga menerima kebaikan dari para guru sekolah dasar, yakni berupa menukar bekal makanan milik Tokunaga

dengan bekal milik para guru wali kelas setiap tahunnya pada saat festival olah raga, karena ibu Tokunaga tidak bisa mengahadiri festival olahraga dan juga karena bekal yang dibawa oleh Tokunaga adalah bekal seadanya buatan Nenek, yakni acar plum dan Jahe. Hal ini nampak pada cuplikan: “

Kemudian kisah bekal makan siang festival olahraga ini pun, hingga detik ini masih tersimpan dalam di hatiku sebagai salah satu contoh kebaikan sejati.

Analisis

Karena itu, kemudian disepakatilah oleh mereka bahwa setiap tahun satu kali, mereka akan mentraktirku makan enak”. Pada mulanya Tokunaga tidak mengetahui bahwa sakit perutnya para guru saat festival olah raga adalah rekayasa. Tetapi kemudian setalah

(4)

Tokunaga mengetahui bahwa selama ini dia menerima kebaikan (on) dari para guru di sekolah dasar, ia merasa ada beban tersendiri yang tidak bisa dia balas sampai kapanpun. Hal ini terlihat huga pada cuplikan: “Kemudian kisah bekal makan siang festival olahraga ini pun, hingga detik ini masih tersimpan dalam di hatiku sebagai salah satu contoh kebaikan sejati.”. Kebaikan hati dari para guru pada saat festival olahraga, masih tersimpan di hatinya sampai kapanpun, bahkan samapai ia dewasa dan menjadi terkenal dan bahkan sampai menuliskannya di dalam Novel Saga No Gabai Bachan ini.

Cuplikan II hal: 195-197

“ Nanti aku yang akan meminta ganti kepada nenekmu. Sudah, tidak apa-apa”

Aku bolak-balik berfikir apakah tidak masalah jika aku terima saja kebaikannya. Tapi karena mata kiriku masih berdenyut-denyut sakit, akhirnya aku mengucapkan terima kasih dan menerima pinjaman ongkos bus itu.

Cuplikan ini menunjukkan indeksikal pesan moral On, yakni berarti rasa hutang budi atas budi baik ke pada seseorang. Pada teks yang bergaris bawah ini mengindeksikalkan bahwa si pasien merasa ragu-ragu untuk menerima kebaikan dari dokter, dan beban (on) yang diterima juga terasa berat dari dokter. Hal ini tampak pada cuplikan: “

Aku lalu keluar dari ruang praktek sang dokter mata dan pulang.

Analisis

(5)

akan di terima akan sulit untuk dibayar kembali, dikarenakan keadaannya yang miskin. Tetapi karena keadaan yang tidak memungkinkan menyebabkan, si pasien akhirnya menerima kebaikan dokter, walaupun dengan sangat terpaksa. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya on adalah beban dan tanggung jawab yang sangat sulit untuk dipikul oleh seseorang.

Cuplikan III ( hal: 230-233 )

Meski didesak semua orang, Kubo juga tidak juga tampak akan menerima uang itu. Sampai akhirnya,”Baiklah, aku jaga,” ujarnya pendek, lalu dia memasukkan amplop tadi ke sakunya.

Namun di pagi keberangkatan trip sekolah, entah kenapa Kubo tak menampakkan batang hidungnya.

“Kubo kemana ya?” “Padahal dia sudah mengambil uangnya.” Sepulangnya ke Saga, dengan segera kami memutuskan untuk memanggil kubo ke ruang klub. Ketika kami tiba di ruang klub sesuai waktu perjanjian, Kubo sudah duluan ada di sana.

“Kubo! Kenapa kau tidak datang? Jangan-jangan uang hasil kerja keras kami kau pakai seenaknya ya?” Aku menrjangnya dengan kasar hingga kursi yang diduduki Kubo terdorong kehilangan keseimbangan. Kubo pun jatuh kelantai.“Ayo jawab! Kau pakai bukan?”

“Sejak awal aku sudah memutuskan untuk tidak pergi trip sekolah. Aku membeli ini dengan uang itu. Kupikir ada baiknya kita meninggalkan ini untuk junior.”Kubo bangkit dan meraih bungkusan besar yang dibawanya.

Cuplikan ini menunjukkan indeksikal pesan moral On, yakni berarti rasa hutang budi atas budi baik ke pada seseorang. Kubo menolak uang hasil keja keras teman-temannya tersebut, karena merasa kebaikan (on) mereka akan membebankan dan dirinya tidak dapat untuk membalas kebaikan yang mereka berikan. Tetapi karena teman-temannya tetap memaksa, dengan berat hati Kubo

mengambilnya dan menyimpan uang pemberian di saku. Hal ini nampak pada Dari dalam bungkusan itu, dia mengeluarkan

sarung tangan Catcher dan tongkat pemukul yang sama sekali baru, beserta tiga dus bola baseball.

(6)

cuplikan: “Meski didesak semua orang, Kubo juga tidak juga tampak akan menerima uang itu. Sampai akhirnya,”Baiklah, aku jaga,” ujarnya pendek, lalu dia memasukkan amplop tadi ke sakunya.”. Dan memutuskan untuk membeli perlengkapan baseball yang baru sebagai kenang-kenangan dari para senior untuk

junior. Hal ini dilakukan karena Kubo merasa bahwa lebih baik jika dibelanjakan untuk perlengkapan baseball dari pada untuk ikut trip bersama teman-temannya. Hal ini nampak pada cuplikan : “Sejak awal aku sudah memutuskan untuk tidak pergi trip sekolah. Aku membeli ini dengan uang itu. Kupikir ada baiknya kita meninggalkan ini untuk junior.

3.6 Pesan Moral Giri

”. Karena dengan membelanjakan perlengkapan

baseball,Kubo akan merasa tenang karena tidak terbebani dengan uang hasil kerja paruh waktu teman-temannya yang diberikan pada dirinya dan para junior akan mengingat kebaikan dari para seniornya.

Cuplikan I hal: 91-92

Bahkan hingga aku lulus sekolah dasar, aku terus-menerus menjadi pahlawan festival olahraga. Namun satu kalipun, Ibu tidak pernah datang. Lalu setiap tahunnya, dihari festival olahraga, wali kelasku akan menderita sakit perut.Aku baru menyadari arti sakit perutnya para guruku ketika aku sudah duduk di kelas enam. Ketika pertamakali aku mendengar kisah ini dari Nenek.

“Aneh, bukan? Setiap festival olahraga, semua orang jadi sakit perut. Aku dengar para guru sengaja melakukan itu.”“Hah? Sengaja sakit perut...?”

(7)

Analisis

Pada cuplikan teks ini menunjukkan indeksikal pesan moral Giri, yakni pesan moral untuk membantu teman dan kerabat atau keluarga dengan semampunya. Tokunaga merupakan murid yang baik, sehingga para guru merasa kasihan kepadanya ketika pada acara festival olah raga Tokunga hanya makan bekal dangan lauk acar plum dan jahe saja. Hal ini nampak pada cuplikan : “Itulah kebaikan sejati. Waktu tahu Akihiro harus membawa bekal makan siang, guru-gurumu pasti langsung memikirkan keadaan kau dan Nenek, bukan? Karena itulah mereka selalu bilang mereka sakit perut dan minta bertukar bekal.”. Secara diam-diam para guru sepakat untuk menukar bekal makan siang mereka dengan bekal makan tokunaga yang hanya berupa acar plum dan jahe pada festival olahraga. Hal ini dilakukan karena tidak ingin membuat Tokunaga tersinggung dan merasa rendah diri. Ini menunjukkan moral Giri yang dimiliki oleh para guru. Tetapi pada akhirnya Tokunaga mengetahui kebaikan gurunya dan membuatnya merasa berhutang atas kebaikan (on) yang diterimanya.

Cuplikan II hal:192-192

Sambil mendengar proses jual-beli itu, aku mengintip ke dalam kotak di atas palet sepeda dan mendapati tahu hari ini masih dalam keadaan bagus. Semuanya masih berbentuk segi empat rapi.

“ Nenek, tidak bisa! Hari ini tidak ada tahu yang rusak!” sambil berkata begitu, aku mulai berjalan kembali kerumah.

Namun, paman penjual tahu memenggil untuk menghentikanku,” Tidak, tidak, ada kok yang rusak!”

“Hah? Tapi...”

Aku membalikan tubuh nyaris pada saat yang sama dengan ketika paman penjual tahu merusak tahu di dalam kotak dengan tangannya sendiri.

(8)

Melihat ini akupun tersadar bahwa di hari tidak ada tahu rusak, pasti si paman selalu melakukan ini untuk kami. Aku sempat bingung antara mengambil kebaikan ini atau tidak, tapi begitu melihat senyuman lebar dan anggukan kepala paman penjual tahu, aku hanya bisa diam dan menerimanya.

Aku baru menceritakan ini pada Nenek lama setelahnya. Analisis

Cuplikan ini menunjukkan indeksikal pesan moral Giri, yakni pesan moral untuk membantu teman keluarga ataupun kerabat dengan semampunya. Paman penjual tahu mengetahui keadaan nenek yang miskin sehingga menjual tahunya dengan setengah harga apabila tahunya rusak. Namun ketika tidak ada tahu yang rusak paman penjual tahu akan merusakkan tahunya sendiri yang masih baik agar dapat di beli oleh Keluarga Nenek. Hal ini nampak pada cuplikan : “Melihat ini akupun tersadar bahwa di hari tidak ada tahu rusak, pasti si paman selalu melakukan ini untuk kami. Aku sempat bingung antara mengambil kebaikan ini atau tidak, tapi begitu melihat senyuman lebar dan anggukan kepala paman penjual tahu, aku hanya bisa diam dan menerimanya.” Hal ini dilakukan karena jika tahunya tidak rusak maka Nenek tidak akan mau membelinya. Ketika

(9)

Cuplikan III hal: 198-199

Pekerjaan Sanrou adalah menjahit pakaian ala barat, namun upahnya baru bisa dia peroleh di akhir bulan. Kalimat berikutnya dari Sanrou-san sudah dapat ditebak.

“Tolong pinjami aku uang 5 ribu yen, akan kukembalikan di akhir bulan.”

Pertama kali mendengar permintaannya, aku tak dapat mempercayai telingaku sendiri. Tak kusangka ada orang yang bakal datang ke rumah ini untuk meminjam uang!

Bila dipikr-pikir, siapa yang berhati besar dan siapa yang lebih membutuhkan uang disini? Sanrou-san mungkin yang kedua, karena Nenek tidak pernah sekalipun menolak permintaannya.

Cuplikan ini menunjukkan indeksikal pesan moral Giri, yakni pesan moral untuk membantu teman atau keluarganya dengan semampunya. Dari cuplikan di atas terlihat bahwa nenek tidak merasa bertanggung jawab untuk meminjamkan uangnya sebesar lima ribu yen kepada saudara sepupunya. Padahal uang tersebut sangat besar nilainya bagi nenek. Dan juga tidak memberatkan sepupunya atas hutang yang dipinjamkan dengan berkata kapan-kapan saja tidak apa-apa. Hal ini nampak jelas pada cuplikan : “

Nenek akan membuka nagamochi beremblemnya, lalu seolah tidak memiliki masalah apa-apa, memberikan uang 5 ribu yen kepada Sanrou-san. “ Kapan-kapan saja, tidak apa-apa.”

Bila dipikir-pikir, kehidupan kami sehari-hari tidaklah selalu mudah, namun jika melihat kejadian seperti ini, aku benar-benar tidak tahu apakah nenek memang pelit atau malah royal.

Analisis

(10)

Cuplikan IV hal: 230-233

Teman-teman pun menerima usulan dari ku dan masing-masing mulai bekerja paruh waktu. Aku bekerja di rumah minum di daerah sana, mengangkut barang dan mengantarkan pesanan. Mizuki bekerja di toko serba ada, Okada bekerja sebagai tukang bersih-bersih di rumah orang kaya, dan Inou bekerja sebagai pengantar koran. Sementara itu, anak-anak yang lain mengumpulkan botol kosong atau koran lama untuk di jual ke toko daur ulang. Di dalam udara panas kami bekerja sepenuh hati

Cuplikan ini menunjukkan indeksikal pesan moral Giri, yakni pesan moral untuk membantu teman dengan semampunya. Giri yang ada pada cuplikan ini di tujukan untuk sahabat terdekat mereka, yang tidak bisa ikut pergi berdarmawisata bersama-sama yaitu Kubo. Tokunaga dan teman-temannya bekerja paruh waktu untuk mengumpulkan uang yang akan diberikan kepada Kubo yang tidak bisa ikut pergi berdarmawisata karena uang tabungannya telah terpakai untuk biaya pengobatan ibunya. Nampak jelas pada cuplikan : “

.

Hasilnya, meski setiap orang hanya mengumpulkan sedikit, bila digabungkan kami berhasil mengumpulkan 20.000 yen sesuai tujuan. Kami sungguh puas dengan pencapaian ini.

“ Pasti kubo bakal meneteskan air mata saking terharunya.” Sambil berkata begitu kami pun langsung memanggil kubo dan menyerahkan ampop berisi 20.000 yen kepadanya.

“Ini, kau pakai saja ya.” “Apa ini?”

“Hasil kerja paruh waktu kami semua. Jumlahnya dua puluh ribu yen. Dengan uang ini, kita pergi trip sama-sama.”

Analisis

(11)

anak-anak yang lain mengumpulkan botol kosong atau koran lama untuk di jual ke toko daur ulang. Di dalam udara panas kami bekerja sepenuh hati

3.3 Pesan Moral Ninjo

.” Hal ini dilakukan, karena Kubo adalah teman satu klub mereka dan mereka merasa berkewajiban membantu Kubo tanpa ada niat untuk membuat Kubo merasa terbebani oleh bantuan mereka.

Cuplikan I hal: 19-20

Cuplikan teks tersebut menunjukkan indeksikal pesan moral Ninjo, yakni rasa empati atau kasih sayang terhadap sesama. Rasa empati bibi pemilik rumah kontrakan ini di tujukan pada Tokunaga yang sebenarnya bukanlah kerabat, teman ataupun keluarga dekat bibi pemilik rumah sewa. Hal ini nampak pada cuplikan : “

Aku ingat saat aku menangis, bibik induk semang akan datang dan membujuk,”Jangan menangis,” kemudian memangku dan mengelus-elus diriku.

Pada masa itu, induk semang merupakan orang yang sangat mengetahui situasi dan kondisi penyewa rumahnya. Pengetahuan soal struktur keluarga tidak perlu dipertanyakan lagi, mulai dari pendapatan hingga hutang, induk semang sudah pasti tahu dibanding siapapun. Karena itulah, bibi induk semang sangat mengetahui keadaan rumahku dan mungkin ini yang menyebabkan dia sering datang untuk menghiburku.

Analisis

(12)

untuk bekerja pada malam hari. Sehingga kemudian dia datang dan menghibur serta mengelus-elus kepala Tokunaga dengan lembut dan penuh kasih sayang.

Cuplikan II hal : 40-42

Meski begitu, sosok nenek yang kan mendekat tampak aneh. Bersamaan dengan tiap langkahnya, aku dapat mendengar suara-suara yang mencurigakan. Klang klang klang klang…Bila dilihat dengan cermat, sepertinya nenek mengikat pinggangnya dengan seutas tali dan menyeret-nyeret sesuatu di tanah dengan tali tersebut.

“Aku pulang”

Masih diiringi bunyi klang klang, nenek berkata begitu dengan wajah tak bersalah sambil masuk melalui pintu depan. Ketika nenek sudah di dalam dan sedang melepaskan tali dari pinggang, akupun melihat kebelakangnya. Setelah itu, aku pun tak tahan lagi untuk bertanya, “Nek, itu apa?“

“Magnet,” jawab nenek sambil memper,lihatkan ujung tali. Dan di ujung tali itu memang tampak ada magnet yang terikat di sana. Lalu di magnet tersebut menempel paku ataupun sampah logam lainnya.

“Sungguh sayang kalau kita sekedar berjalan. Padahal kalau kita berjalan sambil menarik magnet, lihat, begini menguntungkannya.”

………..

Tadi sebelum mengamati sungai sebelum ini, sebenarnya aku sudah melihat galah itu dan bertanya-tanya, “Itu apa ya?”. Tak kusangka neneklah yang memasang disana.

Ternayata nenek biasa mengumpulkan ranting atau batang pohon yang tersangkut digalah tersebut, mengeringkannya, kemudian menggunakannya sebagai kayu bakar.

Pada cuplikan teks tersebut menunjukkan indeksikal pesan moral ninjo, yakni rasa tanggung jawab terhadap lingkungan disekitarnya. Hal ii ditunjukkan dengan dua cara. Cara yang pertama yaitu nenek mengikatkan magnet pada tali

“ Selain sungai jadi bersih, kita mendapatkan bahan bakar secara Cuma-Cuma. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui,” ucap Nenek sambil tertawa keras.

Kalau dipikirkan sekarang, sejak empat puluh lima tahun lalu, Nenek sudah memperhatikan masalah lingkungan hidup.

(13)
(14)

Cuplikan III hal: 74-75

Bagi yang cepat tanggap, pasti sudah bisa menduga. Begitulah, perahu-perahu yang dihanyutkan dari hilir sunagai tentunya kemudian tersangkut digalah yang dipasang nenek. Bila sudah begitu, apel, pisang dan berbagai buah lain yang ada di dalamnya akan dipungut.

Meski memang ingin makan apel maupun pisang, tetap saja pertama kali melihatnya, aku langsung merasa berdosa.

“Nek, bukankah semua ini sebenarnya persembahan untuk Budha atau Dewa, ya?”

“Memang.”“Nenek yakin kita boleh mengambilnya?”

Cuplikan teks tersebut menunjukkan indeksikal pesan moral Ninjo, yakni

rasa tanggung jawab dan empati terhadap lingkungannya. Rasa empati terhadap

lingkungannya terbukti dengan mengambil makanan-makan yang dialirkan

kesungai dalam upacara shouryou nagashi, bukan hanya karena mereka

mmbutuhkan saja tetapi juga untuk tidak membuat sungai menjadi kotor karena

sampah-sampah makan yang membusuk dan terbuang sia-sia, yang menyebabkan

air laut menjadi tercemar dan ikan-ikan menjadi kasihan karena sampah yang

membusuk di laut, bukan hanya ikan tetapi juga orang-orang menjadi kesusahan “Kau ini bicara apa? Kalau kita biarkan buah-buah ini busuk

dan mengalir pergi begitu saja, laut nanti akan kotor. Kasihan ikan-ikan di sana, bukan?”Bahkan sambil berkata begitu, Nenek tak berhenti meraih perahu yang tersangkut di galah, satu demi satu. Tangannya terus sibuk memungut makanan di dalamnya.

“Meski begitu...,” Nenek melanjutkan, “karena perahu ini ditumpangi oleh roh yang hendak pulang, kita harus tetap mengembalikannya ke sungai.”Nenek pun meletakkan kembali perahu kepermukaan air dan membiarkannya melanjutkan perjalanan. Lalu “ Terima kasih banyak,” ujarnya sambil menangkupkan kedua telapak tangan.

(15)

ikan. Hal ini nampak pada cuplikan : “Kau ini bicara apa? Kalau kita biarkan

buah-buah ini busuk dan mengalir pergi begitu saja, laut nanti akan kotor. Kasihan

ikan-ikan di sana, bukan?”Bahkan sambil berkata begitu, Nenek tak berhenti

meraih perahu yang tersangkut di galah, satu demi satu. Tangannya terus sibuk

memungut makanan di dalamnya”.

Cuplikan IV hal: 195-197

Ketika perawatan sudah selesai, aku mendapat obat pereda rasa sakit, dan melapor ke meja perawatan pasien. “Maaf, tadi saya langsung kesini sepulang dari sekolah sehingga belum membawa uang. Saya akan membawanya setelah ini”

Sang suster menatapku dengan wajah agak kebingungan, tetapi kemudian berkata, “ Tunggu sebentar ya,” kemudian masuk keruang dokter.

Gawat, pikirku sambil menunggu. Setelah beberapa saat dokter yang tadi merawatku keluar.

“Maaf … saya akan pulang dan akan segera kembali dengan membawa uang…,” kataku tergagap-gagap. Namun dengan ringan, sang dokter berkata, “sudahlah, kau tidak perlu bayar pengobatan.”

“Hah?”

“Ibumu dan nenekmu sudah bersusah payah bekerja, bukan? ” “Tapi…”

“ Dari pada memikirkan itu, perjalananmu kesini tadi jauh, bukan? Pulanglah naik bus saja.”

Cuplikan ini menunjukkan indeksikal pesan moral ninjo, yakni rasa tanggung jawab dan empati terhadap sesama. Yang sangat jelas ditunjukkan ketika dokter tidak memarahi pasien karena pasien karena tidak bisa membayar biaya pengobatannya. Seperti nampak pada cuplikan : “

Kemudian secara mengejutkan sang, dokter memberiku uang ongkos bus.

Analisis

(16)

Namun dengan ringan, sang dokter berkata, “sudahlah, kau tidak perlu bayar pengobatan.” Kemudian secara mengejutkan sang, dokter memberiku uang ongkos bus.

3.4 Pesan Moral Gimu

”. Dokter mengetahui keadaaan Tokunaga dan keluarganya yang miskin, sehingga dokter tidak meminta uang biaya perobatan kepada Tokunaga. Dan malah memberikan uang untuk ongkos pulang kepada Tokunaga. Ini membuktikan bahwa dokter memiliki rasa empati terhadap Tokunaga yang bukan kerabat ataupun saudaranya, tetapi murni rasa empati atau rasa kasih sayang terhadap sesama manusia. Dengan cuplikan ini tampak pula bahwa ninjo

merupakan sifat alami manusia untuk dapat membantu sesamanya.

Cuplikan I hal: 195-197

“ Dokter tidak hanya membebaskan biaya perawatan, Nek. Dia juga bahkan meminjamiku ongkos bus.” Ujarku bercerita kepada nenek.

Cuplikan ini menunjukkan indeksikal pesan moral gimu. Yakni moral untuk membayar kembali beban yang di tanggung atau diterima (on) dari si pemberi on. Nampak pada cuplikan : “

“Apapun kata dokter itu, nenek akan membayar biaya perobatan dan ongkos bus,” kata Nenek tampak marah. Dia meraih dompetnya dan keluar dari rumah.

Analisis :

(17)

dalam cuplikan teks di atas dengan segera membayar biaya perobatan dan uang untuk ongkos naik bus pulang ke rumah yang diterima oleh sipasien dari dokter. Nenekpun pergi keluar rumah menuju rumah sakit dalam keadaan marah. Karena setiap orang Jepang akan merasa bahwa mereka tidak ingin menerima kebaikan yang sangat sulit untuk di bayar kembali ke pada si pemberi kebaikan. Bagi orang Jepang, apabila mereka menerima sesuatu kebaikan dari orang lain maka, mereka akan berusaha membalas dengan balasan yang lebih besar.

Cuplikan II hal: (203-204)

Masalahnya, aku bahkan tidak mempunyai uang untuk membeli udon. Akupun bingung kira-kira harus bagaimana. Hari demi hari akupun terus berusaha mencari jawaban, hingga musim berganti menjadi musim dingin.

Di hari itu pun, aku sedang berjalan sambil berfikir akan membalas kebaikan Yoshinaga-san dengan apa, ketika di depan mataku berkelebat sesuatu.

Pada cuplikan teks di atas menunjukkan indeksikal pesan moral Gimu, yang mengandung arti kewajiban. Kewajiban untuk membayar kembali kebaikan yang telah diterima oleh si pemberi on. Nampak pada cuplikan: “

Ternyata benda itu adalah jeruk yang ranum dan tampak menggiurkan.

Analisis

Di hari itu pun, aku sedang berjalan sambil berfikir akan membalas kebaikan Yoshinaga-san dengan apa, ketika di depan mataku berkelebat sesuatu”. Bentuk pembayaran di dalam cuplikan teks ini tidak sama persis dengan apa yang diberikan oleh

(18)
(19)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.3Kesimpulan

Manusia sebagai mahluk sosial akan menjadi manusia yang lebih sempurna ketika ia mau untuk memberi kebaikan kepada sesamanya. Membuat manusia merasa bahagia ketika ia memberikan kebaikan kepada sesamanya adalah salah satu wujud kebajikan. Wujud kebajikan manusia merupakan moral.

Yang membentuk moral pada masyarakat Jepang sejak masa lampau yaitu tiga agama utama di Jepang, seperti; Shinto, Buddha, dan Confusianisme, serta spirit Samurai dan Bushido, memberi landasan bagi pembentukan moral bangsa Jepang.

Moral-moral yang terkandung dalam novel Saga No Gabai Bachan ini sesuai dengan yang dimiliki bangsa Jepang, yaitu: On, Giri, Gimu dan Ninjo.

On merupakan salah satu penggambaran moral bangsa Jepang yang begitu dalam. Rasa berhutang ini harus di pikul dengan sebaik mungkin sehingga orang yang menerima on akan terbebani dengan on yang telah diterimanya. Seperti halnya ketika Tokunaga menerima kebaikan dari para guru sekolah dasar, dan menerima kebaikan dari dokter, ketika ia mengalami cidera di mata sebelah kirinya. Pada awalnya Tokunaga ragu untuk menerima kebaikan dari dokter, mengingat on merupakan beban yang harus di bayar kembali. Kemudian ketika

(20)

Giri, adalah kebaikan. Jika kita mempunyai teman dekat dan dia butuh pertolongan, maka kita akan membantunya dengan cara apapun. Tetapi giri

terkadang dapat menimbulkan beban yang sangat besar, sehingga membuat si penerima merasa terbebani. Seperti kebaikan (giri) yang diberikan oleh dokter kepada Tokunaga yang kemudian menimbulkan (on) beban pada diri Tokunaga.

Gimu adalah pembayaran kembali yang maksimal dari kewajiban (on). Namun terkadang hal ini dianggap masih belum cukup dan tidak ada batas waktu pembayarannya. Seperti yang dilakukan Tokunaga untuk membalas kebaikan, dia rela mencuri buah jeruk untuk diberikan kepada Yoshinaga-san demi membayar

gimu.

Ninjo merupakan rasa kasih sayang. Prinsip ini mengajarkan rasa empati terhadap sesama dan lingkungannya. Hal seperti ini terlihat ketika Tokunaga

masih kecil dan tinggal di Hiroshima menangis karena ditinggal ibunya sendirian dirumah. Kemudian bibi pemilik rumah sewa datang menemui Tokunaga untuk menghibur Tokunaga sambil mengelus kepala Tokunaga sampai ia tidak menangis lagi. Kemudian Ninjo merupakan suatu perbuatan yang tidak menuntut balas, atau benar-benar tulus dari dalam hati dan tidak melibatkan menjadi on.

4.4Saran

(21)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MORAL DAN NOVEL SAGA NO GABAI

BACHAN

2.1 Definisi Moral

Menurut Syahfitri (2013:27) kata moral berasal dari bahasa latin mores.

Mores berasal dari kata mos, yang berarti kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral dengan demikian dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan. Sikap moral yang sebenarnya disebut dengan moralitas.

Dalam KBBI terdapat keterangan bahwa moral adalah tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dari beberapa keterangan tersebut , dapat ditarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yaitu memuat ajaran tentang baik buruknya suatu perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan ynag dilakukan dengan sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan dapat disebut memberikan penilaian etis atau moral.

(22)

Sedangkan menurut Burhan (1995: 321) Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan dan sebagainya, yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik, agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.

Moralitas juga memberi manusia aturan atau petunjuk konkret tentang bagaimana ia harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik dan bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik.

Jadi, dari berbagai definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa moralitas merupakan sistem nilai tentang perbuatan baik yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari secara baik sebagai seorang manusia. Sasaran dari moral adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan manusia.

2.2 Prinsip-Prinsip Dasar Moral

Prinsip-prinsi dasar moral terbagi atas: prinsip sikap baik, prinsip keadilan dan prinsip hrmat terhadap diri sendiri (Suseno: 2010).

a. Prisip sikap baik.

(23)

merupakan perbuatan dan tindakan yang baik yang didasarkan pada pemikiran dalam bertindak.

Menurut Suseno (1989:130) sikap baik adalah tindakan yang tidak merugikan siapa saja, jadi bahwa sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap positif dan baik. Sedangkan sikap buruk adalah kelakuan dan perbuatan jahat serta tidak menyenangkan orang lain. Kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mugkin dan mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita. Kita juga harus bersikap baik terhadap orang lain kecuali jika kita memiliki alasan lain yang membuat kita menjadi berbuat buruk kepada orang lain.

Dengan demikian, prinsip moral dasar yang pertama dapat kita sebut prinsip sikap baik. Prinsip itu mendahalui dan mendasari semua prinsip moral lain.

(24)

spontan membantu kita dalam kesusahan. Andikan tidak demikian, andaikan sikap dasar manusia adalah negatif, maka siapa saja harus kita curigai, bahkan kita pandang sebagai ancaman. Hubungan antar manusia akan mati.

Jadi prisip sikap baik bukan hanya dapat kita pahami sebagai sikap rasional, melainkan juga mengungkapkan rasa syukur yang merupakan suatu kecondongan yang memang ada dalam watak manusia.

Sebagai prinsip dasar, etika prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang harus meresapi segala sikap konkret, tindakan dan kelakuannya. Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya, kecuali ada alasan yang khusus, kita harus mendekati siapa saja dan apa saja dengan positif, dengan menghendaki yang baik bagi dia. Yang dimaksud bukan semata-mata perbuatan baik dalam arti sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan baik terhadapnya. Bersikap baik berarti: memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi saya, melainkan : menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan dan menunjang perkembangannya (Suseno,1989:131).

(25)

b. Prinsip keadilan

Prinsip adalah dasar atau asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir dan bertindak). Keadilan adalah perbuatan yang dilakukan tanpa memihak atau berat sebelah (KBBI,2007:8). Jadi, prinsip keadilan merupakan dasar perbuatan yang dilakukan tanpa memihak atau berat sebelah.

Adil pada hakikatnya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Dan karena pada hakikatnya semua orang sama saja nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling dasar keadilan adalah perlakuan yang sama terhadap semua orang, dalam situasi yang sama (Suseno,2010:132). Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan.

Hal yang sama dapat juga dirumuskan dengan lebih teoritis : prinsip kebaikan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja. Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas. Maka secara logis dibutuhkan prisip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan yang merupakan barang langka itu harus dibagi. Prinsip itu prinsip keadilan.

(26)

agar kita jangan mau mencapai tujuan-tujuan . termasuk yang baik, dengan melanggar hak orang lain.

c. Prinsip hormat terhadap diri sendiri

Hormat adalah perbuatan yang menunjukkan penghargaan (KBBI,2007:408). Jadi prinsip hormat terhadap diri sendiri adalah asas atau dasar perbuatan yang menunjukkan penghormatan (menghormati) diri sendiri.

Prinsip ini mengatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan paham bahwa manusia adalah perorangan, pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, makhluk berakal budi. Oleh karena itu, manusia berhak dan wajib untuk memperlakukan dirinya sendiri dengan hormat. Kita wajib menghormati martabat kita sendiri (Suseno,2010:133) .

Cara kita untuk menghormati diri sendiri adalah dengan dua arah yaitu; Pertama dituntut agar kita tidak membiarkan diri kita diperas, diperalat dan diperbudak. Perlakuan semacam itu tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka bagi yang diperlakukan demikian jangan membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia dapat melawan. Kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu tidak pernah wajar, karena berarti bahwa kehendak dan kebebasan kita dianggap tidak ada. Kita diperlakukan seperti benda atau hewan.

(27)

kita menolak untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat yang diharapkannya dari kita. Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti bahwa kewajibannya kepada orang lain diimbangi oleh perhatian yang wajar terhadap dirinya sendiri.

Sebagai rangkuman dapat dikatakan bahwa kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada orang lain, perlu diimbangi dengan sikap menghormati diri kita sendiri sebagai makhluk yang bernilai pada dirinya sendiri. Kita mau berbuat baik kepada orang lain dan bertekat untuk bersikap adil, tetapi dengan tidak membuang diri dan tetap memperhatikan diri sendiri.

2.3Sikap-sikap kepribadian moral

Sikap adalah perbuatan yang berdasarkan pada pendirian dan keyakinan. Kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang yang membedakannya dengan orang lain (KBBI,2007:895). Sikap-sikap kepribadian moral terbagi atas: kejujuran, kesediaan untuk bertanggung jawab, kemandirian moral, keberanian moral dan kerendahan hati.

a. Kejujuran

Kejujuran adalah merupakan sifat (keadaan) jujur; ketulusan hati; kelurusan hati (KBBI,2007:479).

(28)

dirinya sendiri sebagai titik tolak, melainkan menjadi apa yang diperkirakan dan diharapkan orang lain.

Tanpa kejujuran, keutamaan-keutamaan moral lainnya akan kehilangan nilai. Bersikap baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah kemunafikan.

Menurut suseno (2010:142-143), bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua: sikap terbuka dan sikap wajar (fair). Dengan terbuka, tidak dimaksud bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita. Melainkan yang dimaksud ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai dengan keyakinan kita. Kita tidak menyesuaikan kepribadian kita dengan harapan orang lain.

Dalam segala sikap dan tindakan kita memang hendaknya tanggap terhadap kebutuhan, kepentingan dan hak orang-orang yang berhadapan dengan kita. Kita tiddak boleh bersikap egois. Kita memang perlu mengorbankan kepentingan kita demi kepentingan orang lain. Tetapi kita melakukannya bukan untuk menyesuaikan diri, karena takut atau malu, melainkan sebagai apa adanya diri kita dengan menyadari bahwa memang wajar dan tepat jika kita memberikan pengorbanan itu dan memang jika diperlukan kita akan membantu orang lain dengan perasan yang tenang. Terbuka berarti orang boleh tahu siapa kita.

(29)

posisi untuk menuntutnya. Ia tidak akan pernah akan bertindak yang bertentangan dengan suara hati atau juga keyakinannya. Tetapi hanya dapat bersikap jujur terhadap orang lain, apabila kita jujur terhadap diri kita sendiri. Dengan kata lain, kita harus berhenti membohongi diri kita sendiri dengan melihat keadaan kita apa adanya. Begitu kita berani untuk berpisah dari kebohongan, kita akan mengalami sesuatu yang berbeda yaitu, kita akan merasa kekuatan batin kita bertambah. Meskipun lemah kita mengetahui bahwa kita kuat. Di buat malu oleh orang lainpun kita akan tetap tegar. Maka sangatlah penting agar kita mulai menjadi jujur.

b. Kesediaan Untuk Bertanggung jawab

Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi dasar dalam kesediaan untuk bertanggung jawab. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita, ada perasaan terikat untuk menyelesaikannya, demi tugas itu sendiri. .

Kita akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut pengorbanan, kurang menguntungkan atau ditentang oleh orang lain. Tugas itu bukan sekedar masalah dimana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa menimbulkan kesan yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu yang mulai sekarang harus kita pelihara, kita selesaikan dengan baik.

Merasa bertanggung jawab berarti, bahwa meskipun orang lain tidak melihat, kita tidak merasa puas sampai pekerjaan itu diselesaikan dengan baik.

(30)

kewajibannya, melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja ia diperlukan. Ia bersedia untuk mengerahkan tenaga dan kemampuan ketika ia di tantang untuk menyelamatkan sesuatu. Ia bersikap positif, kreatif, kritis dan objektif (Suseno, 2010:146).

Dan lagi, kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta dan untuk memberikan, mempertanggung jawabkan atas tindakan-tindakannya, atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Kalau ternyata ia lalai atau melakukan kesalahan, ia bersedia untuk mengaku dan bertanggung jawab atas segala kesalahannya. Ia tidak akan pernah melempar tanggung jawab atas segala kesalahan yang diperbuatnya kepada orang lain.

Kesediaan untuk bertanggung jawab demikian adalah tanda kekuatan batin yang sudah kuat.

c. Kemandirian Moral

Jika kita ingin mencapai kepribadian moral yang kuat, maka kita harus memiliki sikap kemandirian moral.

Kemandirian moral berarti bahwa kita tidak pernah ikut-ikutan saja dengan berbagai pandangan moral lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Kita tidak hanya sekedar meniru apa yang biasa.

(31)

kita tidak akan pernah rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu melanggar keadilan.

Sikap mandiri pada hakikatnya merupakan kemampuan untuk selalu membentuk penilaian sendiri terhadap suatu masalah moral.

d. Keberanian Moral

Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban, sekalipun tidak disetujui ataupun secara terang-terangan di tentang oleh lingkungan. Orang yang memiliki keutamaan itu tidak mundur dari tugas maupun tanggung jawab, juga kalau ia mengisolasikan diri, dibuat malu, dicela, ditentang, atau diancam oleh banyak orang, oleh orang-orang yang kuat yang memiliki kedudukan dan juga oleh mereka yang penilaiannya disegani.

Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik (Suseno,2010:147). Keberanian moral berarti berpihak kepada yang lebih lemah melawan yang lebih kuat, yang memperlakukannya secara tidak adil.

Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali ia berani mempertahankan sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan berani dalam hatinya, yang berarti ia semakin dapat mengatasi persaan takut dan malu dalam dirinya.

(32)

e. Kerendahan Hati

Keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian yang mantap adalah kerendahan hati. Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri, melainkan bahwa kita melihat diri seadanya kita.

Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya (Suseno,2010:148). Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahnnya melainkan juga kekuatannya. Orang yang rendah hati juga tidak akan pernah merasa bangga dengan segala kelebihan yang dimilikinya serta orang yang selalu tahu akan dirinya sendiri.

Dalam bidang moral kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan keterbatasan kebaikan kita, melainkan bahwa kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral juga terbatas. Dengan rendah hati, kita betul-betul bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat lawan, bahkan untuk seperlunya mengubah pendapat kita sendiri.

Kerendahan hati tidak bertentangan dengan keberanian moral. Tanpa kerendahan hati, keberanian moral mudah menjadi kesombongan, bahwa kita tidak rela untuk memperhatikan orang lain, atau bahkan kita sebenarnya takut dan tidak berani untuk membuka diri. Kerendahan hati menjamin diri kita dari pamrih dalam keberanian.

(33)

2.4Moral Jepang

Kepribadian dan karakter moral rakyat Jepang dibentuk sedari mereka kecil. Prinsip moral yang mereka anut berasal dari kebudayaan samurai Jepang yang terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan Ninjo. Menurut

Hashimoto Ayumi dalam

keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku sekolah. Namun, secara otomatis didapat dari orang tua maupun masyarakat sekitar.

2.4.1 ON

On berarti rasa hutang budi. Dengan prinsip on, seseorang akan merasa berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Dalam semua pemakaiannya

on mengandung arti suatu beban, suatu hutang, sesuatu yang harus dipikul seseorang dengan sebaik mungkin mencakup hutang seseorang dari yang paling besar sampai yang paling terkecil sekalipun yang harus dibayar (Benedict, 1982:105)..

2.4.2 GIMU

Gimu berarti kewajiban. Jika seseorang menerima on, maka orang tersebut akan berkewajiban untuk membayarnya yang disebut gimu. Gimu menurut

Benedict (1982:122) adalah pembayaran-pembayaran tanpa batas atau tanpa syarat atas hutang yang telah diterima dari si pemberi on. On yang diterima dengan pembayaran kembali secara gimu sama sekali tidak bisa dihindari oleh setiap orang Jepang. Namun karena tidak ada ketentuan mengenai bentuk, cara dan waktu pembayarannya, maka seseorang merasa keberatan menerima on

(34)

melakukan pembayaran terhadap on yang diterima, karena gimu adalah suatu kewajiban moral yang mengikat.

2.4.3 GIRI

Giri adalah kebaikan. Dengan prinsip giri, seseorang akan membantu temannya atau keluarganya semampunya. Sedangkan giri menurut benedict

(1982:125) adalah kebaikan yang diberikan kepada orang lain, tetapi terkadang

giri menimbulkan beban yang sangat besar kepada penerimanya, merupakan kewajiban yang dibayar dengan tepat sama dengan kebaikkan yang diterima, yang memiliki batas waktu pembayarannya. Giri akan muncul jika seseorang menerima

on atau budi baik seseorang yang kita terima.

2.4.4 NINJO

Ninjo adalah rasa kasih sayang. Dan prinsip ninjo, mengajarkan rasa empati terhadap sesama dan lingkungannya. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa semua manusia adalah satu dan sama, di bawah perbedaan yang telah diatur oleh karma dan berkewajiban untuk menjaga kelestarian lingkunagan. Kemudian Ninjo merupakan suatu perbuatan yang tidak menuntut balas, atau benar-benar tulus dari dalam hati dan tidak melibatkan menjadi on. Ninjo

(35)

kebaikan. Orang jepang selalu mengukur sesuatu atau berusaha mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan perasaan manusiawi.

2.5 Sipnosis Cerita

Paska pemboman Hiroshima dan Nagasaki perekonomian Jepang hancur, sehingga dampaknya secara langsung juga dirasakan oleh sebagian besar rakyatnya. Mengingat masa yang dialami adalah paska PD II, memang banyak rakyat yang miskin. Hal ini juga dirasakan oleh keluarga Tokunaga, apalagi tak lama setelah Tokunaga lahir ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga meninggal dunia akibat terpapar radiasi bom atom. Karena merasa tak sanggup untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya di Hiroshima maka oleh ibunya, Tokunaga dititipkan pada nenek yang tinggal di kota Saga.

Berbeda dengan Hiroshima yang merupakan sebuah kota besar di Jepang,

Saga adalah sebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Kehidupan Tokunaga di

(36)

Neneknya hanyalah seorang petugas kebersihan di sebuah universitas di

Saga. Namun walau hidup miskin bukan berarti Nenek Osano menyerah pada keadaan dan menjadi nenek yang murung. Bersama Tokunaga ia menjalani hidupnya secara optimis, wajahnya selalu berseri karena bagi dia kebahagiaan bukan ditentukan oleh uang, melainkan dari hati. Nenek Osano menerima kenyataan hidup bahwa ia hidup dalam kemiskininan, tapi ia tak mau bersedih dengan keadaannya. Dalam sebuah kesempatan Nenek Osano mengatakan pada

Tokunaga bahwa ada dua jenis orang miskin yaitu miskin muram dan miskin ceria. “Ada dua jalan buat orang miskin. Miskin muram dan miskin ceria. Kita ini miskin yang ceria. Selain itu karena bukan baru-baru ini saja menjadi miskin, kita

tidak perlu cemas. Tetaplah percaya diri. Keluarga kita memang turun-temurun

miskin.”

Untuk menyiasati hidupnya yang serba kekurangan Nenek Osano

memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya. Ketika berangkat kerja Nenek

Osano tanpa malu sengaja mengikatkan sebuah tali di pinggangnya dimana di ujungnya terdapat sebuah magnet yang menyapu tiap jalan yang dilaluinya. Dengan cara itu ia mendapat paku atau sampah logam yang berserakan di jalan untuk dikumpulkan dan dijual kembali, selain itu dengan cara seperti itu juga akan membuat jalanan bersih dan akan terbebas dari paku. Orang-orang akan tenang berjalan tanpa rasa takut akan terkena paku yang berserakan.

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan makanan tiap harinya nenek memanfaatkan sungai yang mengalir di depan rumahnya. Setiap hari Nenek

(37)

rumahnya untuk mencegat barang-barang yang terbuang di sungai, barang-barang yang tersangkut di galah diambilnya bisa berupa makanan, sandal, sayuran, dan lain lain, walaupun bekas tapi masih bisa dipakai. Hal ini juga berguna untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Kemudian setiap hari nenek juga mengumpulkan ranting-ranting yang terseret arus sungai, ranting-ranting itu kemudian dijemur dan dijadikan kayu bakar. Dengan cara seperti itu nenek membesihkan sungai dari sampah-sampah kotor ranting kayu dan juga sampah sayuran yang akan membusuk dan bertimbun yang akan menyebabkan sungai menjadi kotor, dan jika kayu- kayu tertimbun juga akan menyababkan sungai meluap dan banjir.

Jenis sayur dan buah-buahan yang mengalir di sungai tak selalu sama, karenanya alih-alih melihat buku resep untuk mencari ide lauk santapan, Nenek akan menengok ke sungai dan berkata “Hari ini lauknya apa ya?”. Kemudian barulah ia menentukan menu. Namun demikian kadang sungai itu tak mengalirkan apapun selain ranting-ranting, jika demikian Nenek Osano tetap optimis dan mengatakan bahwa “Hari ini supermarket libur”.

Nenek Osano mendidik cucunya pun juga dengan sederhana. Meskipun sederhana yang penting bisa. Tokunaga terpaksa tak bisa ikut olahraga kendo dan

judo karena harus mengeluarkan biaya untuk perangkat olahraganya. Akhirnya ia ikut lari dan nyeker, benar-benar gratis dan tanpa biaya apapun, tapi berkat itu

(38)

dia dan juga teman-temannya menggantungkan magnet yang terikat oleh tali ke pinggangnya yang kemudian dibawa menyusuri jalan.

Demikianlah kehidupan Nenek Osano, walau hidup miskin tapi dia tidak pernah membiarkan dirinya dikalahkan keadaan melainkan selalu tampak bahagia. Bagi Nenek Osano kehidupan yang dialaminya adalah anugerah yang harus dijalaninya dan tanpa ragu ia berkata bahwa “Hidup itu selalu menarik. Daripada hanya pasrah, selalu coba cari jalan”

Walau hidup miskin Nenek Osano juga selalu berusaha berbuat kebaikan tanpa harus digembar-gemborkan atau diketahui oleh si penerima kebaikan karena baginya “ Kebaikan sejati dan tulus adalah kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang yang menerima kebaikan.

Pernah suatu ketika Tokunaga tanpa sengaja terjatuh dari sepeda dan matanya kemudian mengalami cedera. Karena berpikaran kecelakaan ini tidak akan menimbulkan masalah dikemudian hari Tokunagapun tidak memeriksakan matanya. Semakin hari mata Tokunaga semakin sakit sehingga di hari ketiga

Tokunaga memutuskan untuk krumah sakit sepulang sekolah yang pada saat itu tidak membawa uang sepeserpun. Setelah pemeriksaannya selesai Tokunaga

diberi obat-obatan oleh suster. Karena tidak punya uamg Tokunaga akhirnya bilang pada suster penjaga bahwa dirinya datang dari jauh tanpa membawa uang sepeserpun. Susterpun terkejut dan kemudian melaporkan hal ini kepada dokter.

(39)

Setibanya Tokunaga di rumah menceritakan segala kejadian yang dialaminya sewaktu di rumah sakit. Nenek tampak marah dan kemudian mengambil dompetnya dan segera menuju rumah sakit untuk melunasi uang pengobatan cucunya.

Nenek juga gemar membantu orang lain. Ketika datang sepupu nenek yang untuk meminjam uang, tanpa ragu nenek akan mengeluarkan uang lima ribu yen sambil berkata”kapan saja, tidak apa-apa”. Nenek juga selalu menyumbang jika ada acara keagamaan.

Hal-hal seperti inilah yang dilihat dan dialami oleh Tokunaga selama ia tinggal bersama neneknya. Bagi Tokunaga ini adalah kesempatan berharga dimana dia bisa memiliki pengalaman yang luar biasa untuk menjalani hari-hari bersama neneknya yang sangat menyenangkan walau kemiskinan membelit hidup mereka.

2.6 Setting Cerita

(40)

Dari pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa setting/latar adalah situasi tempat, ruang dan waktu terjadinya cerita. Yang tercakup didalamnya lingkungan geografis, rumah tangga, pekerjaan, benda-benda, dan alat-alat yang berkaitan dengan tempat terjadinya peristiwa, cerita waktu, suasana, maupun periode sejarah.

Hudson dalam mursini( 2007:41), membagi setting atau latar cerita atas latar fisik (material) dan latar sosial. Yang termasuk latar fisik adalah latar yang berupa benda-benda fisik seperti bangunan rumah, kamar, perabotan, daerah dan sebagainya. Latar sosial meliputi pelukisan keadaan sosial budaya, soaial masyarakat seperti adat istiadat, cara hidup, bahasa kelompok sosial dan sikap hidupnya yang melewati cerita. Dan pastinya latar membantu kejelasan jalan cerita. Dalam membahas setting/ latar cerita Novel Saga No Gabai Bachan ini, penulis akan menjelaskan latar tempat, waktu dan cara hidup, sebagai berikut:

a. Latar tempat

Latar tempat menjelaskan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur-unsur yang dipergunakan mngkin berupa tempat dengan nama-nama tertentu, ataupun lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Mendeskripsikan tempat secara teliti dan realitis sangat penting, karena akan membuat pembaca seolah-olah mengetahui tempat dan terjadinya peristiwa yang terjadi dalam novel.

(41)

1. Rumah.

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “ Keesokan paginya ketika aku terbangun, Nenek tidak ada di rumah. Tiap pagi jam empat, Nenek bilang dia harus berangkat bekerja.” (36)

2. Stasiun.

Hal ini terlihat jelas ketika Tokunaga mengantar Bibinya ke stasiun

Hiroshima dengan tujuan kereta ke Nagasaki. Seperti pada cuplikan berikut ini “ Keesokan harinya, aku dan Ibu pergi kestasun Hiroshima untuk mengantar Bibi Kisako. …. Setelah kami naik ke peron Stasiun, tak berapa lama kemudian kereta api dating sambil memuntahkan uap asapnya ke angkasa.” (22)

3. Sekolah.

Hal ini terlihat jelas ketika Tokunaga baru masuk ke sekolah dasar yang baru di Saga. Seperti yang terlihat pada cuplikan di berikut ini, “Sekolah yang akan menjadi sekolah baruku, Sekolah Dasar Akamatsu, berada didalam kompleks reruntuhan istana, tepat setelah melewati gerbang sachi tadi. Sebagai kelas untuk murid-murid yang lebih kecil kini digunakan ruangan minum teh tua yang dulunya merupakan bagian dari istana tersebut.”(52)

4. Kota Saga

(42)

5. Rumah sakit

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “Di hari ketiga, karena sudah tidak tahan, aku pergi sendiri ke rumah sakit sepulang sekolah.”(195)

6. Tepi Sungai

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “Aku terus berdiri di tepi sungai, lalu ketika siang datang, tanpa benar-benar berniat mengamati, aku melihat ke arah jalan di depan suatu rumah yang tak terduga banyak dilalui orang.”(39-41)

7. Rumah makan.

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “ Rumah makan itu merupakan tempat mangkal para murid dari berbagai sekolah di sekitar sana. Demikian pula dengan seluruh anggota klub baseball, sehabis latihan kami rutin kesana.”.(201)

b. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Biasanya dapat dihubungkan dengan waktu faktual atau waktu yang berkaitan dengan peristiwa sejarah.

Adapun latar waktu novel Saga No Gabai Bachan adalah tahun 33 era

Showa (1958), setelah usai perang dunia ke II dan setalah jatuhnya bom atom di

(43)

c. Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dengan kehidupan yang kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.

Jika dilihat dari latar sosialnya novel Saga No Gabai Bachan

menggambarkan kehidupan yang sangat erat dengan pandangan hidup dan keyakinannya. Novel ini secara keseluruhan menggambarkan kisah hidup seorang nenek dalam menghidupi dirinya dan juga cucunya pasca perang dunia ke dua dan jatuhnya bom atom di Hiroshima. Keadaan ini menyebabkan kemiskinan melanda hampir menyeluruh ke lapisan masyarakat. Termasuk keluarga Tokunaga dan orang-orang yang tinggal di daerah Saga juga hampir keseluruhannya, hidup dalam keadaan miskin. Namun penduduk di daerah tempat tinggal Tokunaga

dapat hidup saling membantu. Dengan keadaan yang serba kesusahan, terkadang sangat sulit untuk membantu orang lain. Tetapi membantu orang lain ketika kita dalam kesulitan membutuhkan moralitas yang kuat.

2.7 Biografi Pengarang

(44)
(45)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra adalah bagian dari sebuah karya seni yang dihasilkan dari daya cipta, karsa manusia dimana mengandung nilai seni yang tinggi dan juga merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Karya sastra pada hakikatnya merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan tercipta melalui proses yang intensif, selektif dan subjektif. Penciptaan terhadap karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikonstruksikan dengan imajinasi sehingga akan di hasilkan sebuah karya yang tidak hanya sekedar menghibur, tetapi juga sarat dengan makna. Dalam menciptakan karya sastra, banyak aspek yang harus dipertimbangkan, misalnya aspek keindahan, nilai guna ataupun manfaatnya. Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusasteraan, penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa dan gaya cerita yang menarik (Zainuddin,1992 : 99).

(46)

Sastra terbagi menjadi dua yaitu, Puisi dan Prosa. Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu, dan prosa adalah karya sastra yang tidak terikat dan memiliki sifat penguraian seluruh pikiran dan perasaan (Zainuddin,1992:99-101). Contoh puisi adalah pantun dan syair, sedangkan contoh prosa adalah novel, cerita dan drama. Seiring dengan perkembangan dunia sastra, mulai terjadi pembatasan yang tipis antara khayalan dan kenyataan. Oleh sebab itu mulai dibicarakan pembagian sastra yanag lain.

Dalam perkembangan sastra, karya sastra dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra non-imajinatif.

Sastra imajinatif mempunyai ciri sebagai berikut: a. isinya bersifat khayali

b. menggunakan bahasa yang konotatif c. memenuhi syarat-syarat estetika seni.

Sedangkan sastra non-imajinatif mempunyai ciri sebagai berikut:

a. isinya menekankan unsur faktual/faktanya. b. Menggunakan bahasa yang cenderung denotatif. c. Memenuhi unsur-unsur estetika seni.

(47)

Depdikbud dalam karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Sementara itu, Jassin dalam Zulfahnur (1996:67) mengatakan bahwa novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.

Pembagian novel berdasarkan mutunya menurut Zulfahnur (1996:72) dapat dibagi menjadi novel populer dan novel literer. Novel populer adalah novel yang menyuguhkan problema kehidupan yang berkisar pada cinta asmara yang sederhana dan bertujuan menghibur. Sedangkan novel literer disebut juga novel serius karena keseriusan atau kedalaman masalah-masalah kehidupan kemanusiaan yang diungkapkan pengarangnya. Dengan demikian, novel ini menyajikan persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius, filsafat, dan langgeng (abadi) yang bermanfaat bagi penyempurnaan dan aripnya kehidupan manusia, disamping pesona hiburan dan nikmatnya cerita.

(48)

Dalam setiap novel pasti mengandung sebuah pesan, baik itu pesan pendidikan maupun pesan moral. Secara umum moral menyaran pada pengertian tentang ajaran yang baik dan yang buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap kewajiban dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila (KBBI, 1988).

Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada dasarnya bersifat universal. Artinya sifat-sifat itu dimiliki dan di yakini kebenarannya oleh manusia sedunia. Pesan moral biasanya dikaitkan dengan agama.

Menurut Mill dalam Henry (2003:427) agama senantiasa menerima kepercayaan yang luas untuk mempertahankan moralitas, karena manakala moralitas itu diajarkan secara formal, hampir selalu sebagai moralitas sebagaimana yang diajarkan agama. Motif utama bagi moralitas adalah pendapat yang baik.

Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk dalam kehidupan (Burhan, 1995: 320).

(49)

bersangkutan oleh pembaca. Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Jenis dan wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan ketertarikan pengarang sebagai suatu saran.

Moral berhubungan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia, yang berkenaan dengan sifat baik dan buruk. Sedangkan agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi dan juga sebagai sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal-hal yang diluar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia dalam mempertahankan moralnya.

Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral yang disampaikan oleh pengarang melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah karya sastra.

Karakter moral rakyat Jepang dibentuk sedari mereka kecil. Prinsip moral yang mereka anut terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan Ninjo. Keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku sekolah dasar. Menurut

(50)

temannya atau keluarganya semampunya. Dan prinsip ninjo, mengajarkan rasa empati terhadap sesama dan lingkungannya. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa semua manusia adalah satu dan sama. Mememiliki kewajiban yang sama pula untuk menjaga lingkungannya.

Dalam semua pemakaiannya on mengandung arti suatu beban, suatu hutang, sesuatu yang harus dipikul seseorang dengan sebaik mungkin mencakup hutang seseorang dari yang paling besar sampai yang paling terkecil sekalipun yang harus dibayar.(Benedict, 1982:105). Gimu menurut Benedict(1982:122) adalah pembayaran-pembayaran tanpa batas/ tanpa syarat atas hutang yang telah diterima dari si pemberi on. Sedangkan giri menurut benedict(1982:125) adalah kebaikan yang diberikan kepada orang lain, tetapi terkadang giri menimbulkan beban yang sangat besar kepada penerimanya, merupakan kewajiban yang dibayar dengan tepat sama dengan kebaikkan yang diterima, yang memiliki batas waktu pembayarannya.

(51)

yang telah diterima dari orang lain. Berusaha menjamu tamu dengan ikhlas dan tulus, walaupun dalam keadaan yang sangat sulit, karena kehidupannya yang miskin. Nenek tidak pernah pelit untuk memberi sumbangan pada kegiatan keagamaan. Nenek juga memberikan pinjaman kepada siapapun yang membutuhkan bantuannya, walaupun dia miskin, tanpa memikirkan apakah nenek masih punya uang untuk besok atau tidak.

Berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti bagian-bagian teks mana saja yang mengandung unsur moral, dan pesan-pesan moral apa saja yang terkandung dalam novel tersebut dengan harapan dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang moralitas yang digambarkan Yoshici Shimada

dalam karya sastranya. Dengan demikian penulis dalam pembuatan skripsi ini memilih judul “Analisis Moralitas Dalam Teks Novel “ Saga No Gabai Bachan ”

Karya Yoshichi Shimada”.

1.2Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul skripsi yaitu, “Anlisis Moralitas Dalam Teks Novel Saga No Gabai Bachan ” Karya Yoshichi Shimada”, maka proposal ini akan membahas tentang moralitas kehidupan yang tergambarkan dalam novel karangan

(52)

Saga adalah sebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Kehidupan

Tokunaga di Hiroshima memang sulit, kepindahannya ke Saga tidak membuat hidupnya menjadi nyaman, bersama neneknya ia malah harus hidup lebih miskin lagi dibanding ketika ia bersama ibunya di Hiroshima. Secara materi memang

Tokunaga menjadi semakin miskin namun sikap hidup, pandangan, dan perilaku neneknya yang bersahaja ternyata membuat hidupnya menjadi kaya akan berbagai pengalaman hidup yang kelak akan membuatnya kaya dan bahagia secara batiniah.

Kehidupan Tokunaga bersama neneknya memang sangat-sangat sederhana bahkan bisa dikatakan sangat miskin. Neneknya hanyalah seorang petugas kebersihan di sebuah universitas di Saga..

Namun walau hidup miskin bukan berarti Nenek Osano menyerah pada keadaan dan menjadi nenek yang murung. Bersama Tokunaga ia menjalani hidupnya secara optimis, wajahnya selalu berseri karena bagi dia kebahagiaan bukan ditentukan oleh uang, melainkan dari hati. Nenek Osano menerima kenyataan hidup bahwa ia hidup dalam kemiskininan, tapi ia tak mau bersedih dengan keadaannya. Dalam sebuah kesempatan Nenek Osano mengatakan pada

Tokunaga bahwa ada dua jenis orang miskin yaitu miskin muram dan miskin ceria.

Untuk menyiasati hidupnya yang serba kekurangan Nenek Osano

memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya. Ketika berangkat kerja Nenek

(53)

Dengan cara itu ia mendapat paku atau sampah logam yang berserakan di jalan untuk dikumpulkan dan dijual kembali, selain itu dengan cara seperti itu juga akan membuat jalanan akan terbebas dari paku. Orang-orang akan tenang berjalan tanpa rasa takut akan terkena paku.

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan makanan tiap harinya nenek memanfaatkan sungai yang mengalir di depan rumahnya. Setiap hari ia mengumpulkan ranting-ranting yang terseret arus sungai, ranting-ranting itu kemudian dijemur dan dijadikan kayu bakar. Dengan cara seperti itu nenek membesihkan sungai dari sampah-sampah kotor ranting kayu dan juga sampah sayuran. Dari uraian diatas kita dapat melihat pesan-pesan moral yang ingin disampaikan pengarang. Dengan demikian penulis akan menggunakan teori pendekatan moralitas sebagai acuan penulis untuk menganalisis teks yang ada dalam novel.

Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini:

1. Apa saja prinsip-prinsip moral yang ada dalam masyarakat Jepang?

2. Pesan moral apa saja yang diangkat pengarang dalam novel Saga No Gabai Bachan?

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

(54)

tentang moral yang terkandung dalam novel “saga no gabai bachan” melalui teks-teksnya.

Dalam analisis ini, penulis hanya terfokus pada penyampaian pesan moral yang terdapat dalam novel “ Saga no Gabai Bachan” karya Yoshici Shimada

melalui teksnya saja. Penulis menganalisis penelitian ini dengan menggunakan pendekatan moralitas dan juga konsep – konsep moral yang ada di Jepang sebagai acuan penelitiannya.

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Karya sastra adalah sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia. kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran ” penggambaran, atau apa yang ingin digambarkan pengarang kedalam karyanya. Melalui penggambaran tersebut pembaca dapat menangkap gambaran seorang pengarang mengenai dunia sekitarnya, apakah itu sudah sesuai dengan hati nuraninya atau belum ( Pradopo, 2003: 26). Dari pendapat tersebut bahwa karya sastra merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam dunia nyata yang disampaikan oleh penulis melalui karya sastra tulisan. Dan salah satu hasil dari karya sastra tulisan adalah adalah novel.

Menurut Depdikbud dala

(55)

Menurut Barthes dalam Ratna (2005:218) teks adalah kumpulan kata–kata yang mengandung makna. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Halliday

(1992:13-14) menurutnya teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga bentuk-bentuk sarana yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan, yang memiliki makna-makna atau terdiri dari satuan makna.

Didalam novel Saga No Gabai Bachan tersirat pesan moral yang ingin disampaikan si pengarang melalui teks-teksnya. Seperti sikap moral untuk menjaga lingkungan di sekitarnya. Kemudian moralitas untuk membantu keluarga maupun orang lain ketika dalam kesulitan dan berusaha untuk membalas budi terhadap kebaikan yang telah diterima dari orang lain. Juga perasaan empati dan rasa kasih sayang terhadap orang lain yang bukan keluarga atau sahabatnya. Berusaha menjamu tamu dengan ikhlas dan tulus, walaupun keadaan sangat menyulitkan, karena kehidupannya yang miskin.

1.4.2 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan landasan atau titik tolak untuk menganalisis atau meneliti suatu permasalahan. Untuk meneliti dan menganalisis karya sastra diperlukan suatu teori pendekatan yang dapat berfungsi sebagai acuan yang dapat digunakan oleh penulis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan moral.

(56)

fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu. Kondisi masyarakat selalu dibicarakan dalam sastra yang berbentuk novel. Sosiologis sastra adalah analisis manusia dalam masyarakat dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat ke individu, dan memiliki hubungan antara karya sastra dengan masyarakatnya (Ratna,2004:59-61).

Sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya (Ratna,2003:2). Aspek-aspek kemasyarakatan diantaranya adalah moral.

Moral sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai wadah atau sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral kepada para pembacanya (KBBI, 1988). Pendekatan moral ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa suatu karya sastra dianggap sebagai suatu medium atau alat yang paling efektif dalam membina moral dan kepribadian suatu kelompok masyarakat yang biasanya bisa diartikan sebagai norma yang berlaku di masyarakat. Norma bisa berdasarkan budaya atau konsep-konsep religi. Secara umum moral menyaran pada pengertian (tentang ajaran) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap kewajiban dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila

Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan (Burhan,1995:321).

(57)

demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kuang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh-tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bertindak maupun bersikap demikian.

Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang dapat dikatakan, bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia.

Sejak masa lampau, tiga agama utama di Jepang, Shinto, Buddha, dan

Confusianisme, serta spirit Samurai dan Bushido, memberi landasan bagi

pembentukan moral bangsa Jepang. Filosofi yang diajarkan adalah bagaimana

menaklukan diri sendiri demi kepentingan yang lebih luas. Dan filosofi ini sangat

memengaruhi serta menjadi inti dari sistem nilai di Jepang. Anak-anak diajarkan

untuk memiliki harga diri, rasa malu, dan jujur. Mereka juga dididik untuk

menghargai sistem nilai, bukan materi maupun harta.

(58)

Karena penulis akan mengkaji tentang pesan moral yang tedapat dalam novel Saga No Gabai Bachan maka penulis menggunakan teori kontekstual. Kontekstual adalah pengungkapan nilai berita dan pentingnya pokok pembicaraan dalam pesan dan keterkaitan antar satu bagian teks dengan bagian-bagian lainnya ( Halliday, 1992:62)

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Sebelum melakukan sebuah penelitian maka harus di ketahui dahulu apa tujuan penelitian, yang difungsikan untuk mempermudah melakukan penelitian terhadap suatu masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

• Mendeskripsikan prinsip-prinsip moral apa saja yang ada dalam

masyarakat Jepang.

• Mendekripsikan pesan-pesan moral yang terkandung pada novel Saga

No Gabai Bachan.

1.5.2 Manfat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

 Sebagai sarana untuk penambahan wawasan kepada peneliti khususnya

(59)

 Untuk peneliti dan penikmat sastra, penelitian ini dapat digunakan sebagai

pembanding dengan hasil-hasil penelitian yang lain.

 Bagi mahasiswa Jurusan Sastra Jepang dapat digunakan sebagai bahan

bacaan yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang Jepang.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian (riset) merupakan proses yang sistematis meliputi pengumpulan dan analisis informasi (data) dalam rangka meningkatkan pengertian ki

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul “Analisis Pragmatik terhadap Cerita Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada” ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk dapat

Nenek Osano adalah tokoh utama dalam novel “Saga no Gabai Baachan” yang merupakan seorang nenek yang mandiri, pekerja keras dan rela. berkorban demi cucu yang dititipkan

Mengetahui pandangan dunia pengarang mengenai masalah sosial yang dialami oleh masyarakat Jepang pasca Perang Dunia II dalam novel Saga no Gabai Baachan karya

Salah satu karya sastra yang penulis anggap banyak mengandung pesan moral, yang akan ditelaah teksnya adalah terdapat dalam novel dengan judul Saga.. No

Bushido merupakan kode etik yang digunakan oleh samurai namun seiring dengan berjalannya waktu meluas hingga menjadi tradisi pada masyarakat Jepang. Nilai-nilai

Akihiro adalah seorang anak yang dititipkan oleh ibunya di desa Saga bersama.. nenek Osano, setelah Perang Dunia

Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada”.. 1.2

Karakter Akihiro berdasarkan sikapnya dapat dilihat dari perbuatannya seperti latihan lari, ia memiliki pendirian untuk serius berlatih lari dan memiliki keyakinan untuk menang