• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Bank Pemerintah

Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Bank Indonesia berawal dari suatu bank milik Belanda

dengan nama “De Javasche Bank” yang didirikan pada tahun 1828 dan diberi tugas sebagai bank sirkulasi oleh pemerintah Hindia Belanda di samping berfungsi sebagai bank komersial. Pendirian De Javasche Bank

ini mengikuti pembentukan dan peranan De Nederlansche Bank yang didirikan pada tahun 1814 sebagai bank sirkulasi dan kemudian menjadi bank sentral kerajaan Belanda. Berdasarkan undang – undang De Javasche Bankwet 1992, De Javasche Bank oleh pemerintah Hindia Belanda diberi tugas menjaga kestabilan moneter dan menjaga kesatuan sistem moneter antara Hindia Belanda dan Nederland dengan mempertahankan nilai tukar antara kedua mata uang dalam paritas satu lawan satu.

Pasca kemerdekaan, De Javasche Bank oleh Pemerintah kemudian dinasionalisasi berdasarkan Undang – undang No. 24 Tahun 1951. Penggunaan nama Bank Indonesia menggantikan De Javasche Bank

dimulai sejak diundangkannya Undang – undang No.11 Tahun 1953 tentang Undang – undang Pokok Bank Indonesia. Undang – undang ini

49 pula yang menjadi dasar hukum pendirian bank sentral Indonesia dengan nama Bank Indonesia menggantikan De Javasche Bankwet 1992.

Sejarah bank sentral Indonesia sebelum De Javasche Bank

dinasionalisasi dan resmi menjadi Bank Indonesia pada tahun 1953, sebenarnya memiliki kisah tersendiri jauh sebelumnya. Pada tahun 1945 sebenarnya telah dibentuk suatu yayasan yang disebut Jajasan Poesat Bank Indonesia yang diharapkan menjadi cikal bakal Bank Indonesia yang nantinya akan berfungsi sebagai bank sirkulasi bagi Indonesia menggantikan fungsi De Javasche Bank.

Dengan UU No.2 Prp Tahun 1946 tanggal 5 Juli 1946 didirikan Bank Negara Indonesia ( BNI ) sebagai penjelmaan Jajasan Poesat Bank Indonesia yang melebur ke dalamnya. Peresmian pendirian BNI tersebut dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1946 oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Fungsi BNI menurut Undang – undang pendiriannya adalah menjadi bank sirkulasi untuk Indonesia di samping berfungsi sebagai bank komersial. Namun dalam perjalanannnya, fungsi BNI sebagai bank sirkulasi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Ia lebih terkonsentrasi pada fungsinya sebagai bank komersial, meskipun kegiatan tersebut tidaklah melanggar ketentuan perundangan.

Gagasan pemberian fungsi bank sirkulasi kepada Bank Negara Indonesia pada Konferensi Meja Bundar ( KMB ) di Den Haag ditolak oleh pemerintah Hindia Belanda yang kemudian menetapkan De Javasche Bank sebagai bank sentral Indonesia, sementara BNI ditetapkan

50 sebagai bank pembangunan. Penunjukan De Javasche Bank sebagai bank sentral Indonesia lebih bernuansa politis dan ekonomis yang lebih berpihak kepada kepentingan pemerintah Nederland. Keputusan KMB tersebut menempatkan pihak Indonesia pada posisi yang lemah di mana Belanda masih akan memiliki kemampuan untuk mengontrol terhadap manajemen De Javasche Bank, terutama mengenai mata uang, di mana untuk melakukannya harus terlebih dahulu bermusyawarah dengan pemerintah Belanda. Dengan adanya kesepakatn KMB tersebut, maka di Indonesia secara formal pada saat itu terdapat dua bank sirkulasi yaitu De Javasche Bank di samping Bank Negara Indonesia.

Didasarkan pada pertimbangan pragtisme dan mengingat keterikatan pemerintah Indonesia terhadap keputusan KMB, diputuskan untuk tetap meneruskan De Javasche Bank sebagai bank sirkulasi dan kelak menjadi bank sentral Indonesia. Keputusan tersebut pada dasarnya cukup rasional mengingat De Javasche Bank sudah beroperasi dan berfungsi secara baik di samping telah memilki sumber daya manusia yang memadai dan jaringan operasional lokal dan internasional yang sudah mapan. Namun pada waktunya, namanya perlu diganti menjadi Bank Indonesia.

2. Restrukturisasi Sistem Perbankan Indonesia

Dalam rangka menciptakan sistem dan pengawasan perbankan yang sehat serta untuk pengamanan keuangan Negara, pemerintah selanjutnya mengeluarkan berbagai undang – undang antara lain

51 Undang – Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok – Pokok Perbankan. Undang – Undang ini menjadi “mile stone” bagi penataan kembali sistem perbankan Indonesia. Selanjutnya, setahun kemudian beberapa undang – undang disahkan sehingga semakin menciptakan system perbankan yang sehat dan memperjelas arah sistem perbankan Indonesia. Undang – Undang tersebut adalah :

a. UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral menggantikan UU No. 11 Tahun 1953. Undang – undang ini menggantikan fungsi BNI-UnitI dengan kembali menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia,

b. UU No. 27 Tahun 1968 tentang Bank Negara Indonesia 1946 menggantikan BNI – Unit III;

c. UU No. 18 Tahun 1968 tentang Bank Dagang Negara menggantikan

d. UU No. 19 Tahun 1968 tentang Bank Bumi Daya menggantikan BNI- Unit IV;

e.UU No. 20 Tahun 1968 tentang Bank Tabungan Negara menggantikan BNI- Unit V;

f. UU No. 21 Tahun 1968 tentang Bank Rakyat Indonesia yang menampung BNI- Unit II;

g.UU No. 22 Tahun 1968 tentang Bank Ekspor Impor Indonesia menampung BNI- Unit II ( Eksim );

52 Dengan dikeluarkannya undang – undang pendirian masing – masing bank tersebut di atas, maka semua bank pemerintah yang sebelumnya merupakan unit – unit yang dilebur ke dalam Bank Tunggal, yaitu Bank Negara Indonesia, maka secara otomatis berdasarkan undang – undang menjadi bank – bank yang masing – masing memiliki badan hukum sendiri. Bank Indonesia sebagai bank sentral berdasarkan UU No. 13 Tahun 1968, diharuskan berkonsentrasi sebagai bank sentral dan melepaskan fungsi dualitisnya, yaitu di samping sebagai bank sirkulasi juga melakukan kegiatan komersial. Fungsi Bank Indonesia menurut UU No. 13 Tahun 1968 antara lain adalah :

a. Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah;

b.Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja ( fungsi BI sebagai agent of development );

c.Bankers’ bank and lender of the last resort; d.Membina dan mengawasi bank dan urusan kredit.

Selanjutnya dalam rangka meningkatkan efektivitas penyaluran kreditnya dan peningkatan pelayanan perbankan guna mendorong produktivitas masyarakat, kepada masing – masing bank pemerintah diberikan penekanan prioritas atau konsentrasi dalam melaksanakan pembiayaan pada sektor – sektor tertentu, yaitu :

a. BNI 1946 – sektor industri;

53 c. Bank Bumi Daya – sektor perkebunan dan kehutanan;

d. Bank Dagang Negara – sektor pertambangan;

e. Bank Ekspor Impor Indonesia – sektor produksi pengolahan dan pemasaran bahan – bahan ekspor.

Meskipun ada penekanan konsentrasi atau prioritas pada masing – masing sektor, dalam pelaksanaannya dilakukan secara fleksibel dan bukan sebagai pembatasan operasi masing – masing bank.

Selanjutnya dengan diundangkannya UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, penekanan konsentrasi untuk masing – masing bank pemerintah di atas tidak lagi diatur dan bank dibiarkan melakukan persaingan bebas tanpa adanya intervensi pemerintah terhadap operasional masing – masing bank. Demikian pula pada jenis bank yang sebelum UU ini diberlakukan berdasarkan jenisnya, yaitu : Bank Sentral, Bank Umum, Bank Tabungan, Bank Pembangunan dan Bank – Bank Sekunder. Dengan UU No. 7 Tahun 1992 tersebut, jenis bank disederhanakan menjadi 2, yaitu : Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.

Dokumen terkait