• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Orientasi Pembinaan Pendidikan Karakter Agama

Orientasi Pembinaan Pendidikan Karakter Agama yang dimaksud adalah pelaksanaan pendidikan karakter yang dituangkan dalam kegiatan keagamaan yang umumnya dilakukan berdasarkan keseharian sekolah. Menurut Pupuh Faturrohman, dkk (2013: 23–25) dalam aktivitas sehari–hari di lingkungan satuan pendidikan, perlu diterapkan totalitas pendidikan dengan mengandalkan keteladanan, penciptaan lingkungan, dan pembiasaan hal–hal baik melalui berbagai tugas dan kegiatan. Setiap kegiatan harus mengadung unsur–unsur pendidikan seperti yang dapat dilihat seperti misalnya pada kegiatan kepanduan, Palang Merah Remaja, klub olahraga, dan kegiatan pengajian Al–Qur’an (untuk Islam). Langkah yang dilakukan dalam mengaplikasikan pendidikan karakter berbasis agama dalam satuan pendidikan adalah menciptakan suasana atau iklim satuan pendidikan yang berkarakter Al–Qur’an (Islam) yang akan membantu transformasi pendidik, peserta didik, dan tenaga kependidikan menjadi satuan warga pendidikan yang berkarakter. Hal ini termasuk perwujudan visi, misi, dan tujuan yang tepat untuk satuan pendidikan. Berbagai langkah dalam model pembelajaran nilai–nilai karakter ini akan saling berkonstribusi terhadap budaya satuan pendidikan dan meningkatkan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Sedangkan menurut M. Takdir Ilahi (2012: 197–198), pendidikan agama bagi peserta didik dirasakan sangat penting dalam membentuk kepribadian

45

manusia yang cenderung kehilangan kendali dalam melakukan tindakan. Pendidikan agama berusaha meningkatkan kemampuan bangsa untuk melihat pembangunan dalam prespektif transendental, untuk melihat iman, dan sebagai sumber motivasi pembangunan, dan menyertakan iman dalam meyakini kehidupan, serta pengetahuan modern. Pendidikan agama diharapkan menjadi wahana strategis untuk membentuk manusia berwawasan intelektual, bermoral, prestatif, dan berkepribadian luhur sehingga pendidikan merupakan momentum dalam membangun dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dilandasi kekuatan iman dan takwa. Sehingga, manusia sebagai makhluk sosial harus mampu mengembangkan nilai–nilai insani dalam kehidupan masyarakat seperti persaudaraan, perdamaian, kasih sayang, kebaikan, toleransi, dan pemaaf.

Dari berbagai pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembinaan pendidikan karakter agama merupakan implementasi pembinaan karakter dengan menggunakan mata pelajaran agama pada umumnya sebagai pembelajaran nilai–nilai karakter atau mengintegrasikan ke mata pelajaran yang diimplementasikan melalui keteladanan, penciptaan lingkungan, dan pembiasaan hal–hal baik melalui berbagai tugas dan kegiatan untuk menjadikan manusia yang berwawasan intelektual, bermoral, prestatif, dan berkepribadian luhur sesuai dengan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan.

2. Sekolah Berbasis Agama

Sekolah berbasis religi pada umumnya telah banyak dikembangkan di berbagai negara maju maupun negara berkembang dengan menerapkan nilai-nilai keagamaan dalam pembelajaran. Nilai-nilai keagamaan yang dimaksud bukan

46

hanya dimaksudkan untuk agama Islam, tetapi seluruh agama yang dianut oleh siswa yang terdapat pada instansi pendidikan terkait. Sekolah (Aischa Revaldi, 2010: 2) merupakan suatu sarana untuk membina putra-putri bangsa agar dapat bermanfaat bagi kelangsungan berbangsa dan bernegara. Yaitu sebagai sarana sosialisasi untuk mempersiapkan para peserta didiknya agar siap terjun di kehidupan masyarakat. Sementara menurut Haidar Putra (2012: 36) sekolah merupakan lembaga yang menitikberatkan kepada pendidikan formal yang telah memiliki pengaturan sedemikian rupa baik dari segi aspek guru, siswa, jadwal pelajaran yang berpedoman terhadap kurikulum, fasilitas, dan peraturan-peraturan. Sehingga inti dari sekolah itu sendiri merupakan suatu instansi yang memberikan layanan pembinaan kepada peserta didik melalui pendidikan formal yang didalamnya memiliki serangkaian pengaturan yang sistematis baik dari segi guru, peserta didik, kurikulum, dan fasilitas penunjang dalam rangka mempersiapkan para peserta didiknya supaya siap terjun dalam masyarakat.

Konsep pendidikan agama menurut Pupuh Faturrohman, dkk (2013: 25) sebagai langkah dalam model pembelajaran nilai–nilai karakter yang akan berkonstribusi terhadap budaya satuan pendidikan dan meningkatkan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai tersebut yang harus dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang harus mampu mengembangkan nilai–nilai insani dalam kehidupan masyarakat seperti persaudaraan, perdamaian, kasih sayang, kebaikan, toleransi, dan pemaaf seperti yang telah dijelaskan oleh Takdir Ilahi di atas. Maka dari itu, sekolah berbasis agama jika dilihat dari perspektif di atas dapat diartikan sebagai suatu instansi yang memberikan layanan pembinaan

47

dengan memasukkan nilai-nilai insani dalam kehidupan manusia dan hubungan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk meningkatkan nilai ketaqwaan dan keimanan kepada peserta didik melalui pendidikan formal yang disusun secara sistematis dengan melibatkan guru, peserta didik, kurikulum, dan fasilitas penunjang dalam rangka mempersiapkan para peserta didiknya untuk mempersiapkan kehidupan dalam masyarakat.

Sekolah berbasis agama tersebut juga dikemukakan oleh John L. Hiemstra & Robert A. Brink (2006: 1159) dalam Jurnalnya yang berjudul The Advent Of A Public Pluriformity Model: FaithBased School Choice In Alberta:

“A faithbased school or school program is operationalized as schools or authorities that publicly selfidentify themselves as religious, openly affiliate with a religious group, or are run by, or exclusively serve, a religious group or society.The evidence of schooling being faithbased varies from mandating religious observances, displaying symbols, offering religious courses, to allowing faith to be integrated or permeated throughout curriculum and practices of the school.”

Menurut pendapat dalam jurmal di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki program basis agama dioperasionalkan untuk secara eksklusif melayani kelompok agama tertentu dan masyarakat secara umum. Sementara itu dalam pelaksanaan kegiatan, sekolah berbasis agama akan menampilkan simbol-simbol, kursus-kursus agama, dan berbagai kegiatan untuk peningkatan keimanan yang diintegrasikan ke dalam seluruh kurikulum dan praktek sekolah. Jadi apabila mengkaji teori tersebut, sekolah berbasis agama umumnya tidak hanya diperuntukkan oleh golongan agama tertentu yang sesuai akan tetapi juga dilayankan secara operasional kepada masyarakat secara umum. Selain itu, dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, pada sekolah berbasis agama akan

48

cenderung menerapkan nilai-nilai agama yang dianut dengan cara mempraktekkan dalam berbagai kegiatan sesuai kultur sekolah yang menggambarkan penekanan pada aspek religius yang lebih ditonjolkan.

Nilai-nilai pendidikan keagamaan tersebut juga dituangkan dalam landasan yuridis Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 30 tentang Pendidikan Keagamaan yang berbunyi :

(1) Pendidikan Keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.

(4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

(5) Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Maka apabila melihat berbagai pendapat tersebut dan melihat orientasi dari urgensi pendidikan agama di atas, dapat disimpulkan bahwa sekolah berbasis agama merupakan suatu instansi pendidikan formal yang memberikan layanan pembinaan dengan memasukkan nilai-nilai insani dalam kehidupan manusia dan hubungan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk meningkatkan nilai ketaqwaan dan keimanan kepada peserta didik melalui pendidikan formal yang disusun secara sistematis. Nilai-nilai tersebut akan ditonjolkan melalui berbagai kegiatan keagamaan dalam kultur sekolah untuk peningkatan keimanan dengan melibatkan guru, peserta didik, integrasi dalam kurikulum pembelajaran, dan fasilitas penunjang dalam rangka mempersiapkan para peserta didiknya untuk

49

mempersiapkan kehidupan dalam masyarakat.Pelaksanaan nilai-nilai dalam budaya sekolah itulah yang merupakan proses pendidikan sekaligur proses pembinaan karakter peserta didik dengan menekankan pendekatan berbasis agama.

E.Konsep Manajemen Program Pembinaan Karakter Berbasis Agama