• Tidak ada hasil yang ditemukan

BOGOR 2011

DAFTAR PUSTAKA

Agusniar A. 2006. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Perekonomian Wilayah dan Kesejahteraan Masyarakat. Tesis Pascasarjana IPB, Bogor. Ambardi, U.M. dan S. Prihawantoro. 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi

Daerah. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, Jakarta.

Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara, Yogyakarta.

Azis, I.J. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia. Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2007. Kota Bandung Dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik, Bandung.

Badan Pusat Statistik. Kota Bandung Dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik Kota Bandung.

Bambang Juanda. 2009. Metode Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis, IPB Press. Blanchard, O. 2006. Macroeconomics. 4th edition. Prentice-Hall, New Jersey Capello, Roberta. 2007, Regional Economics, Routledge, New York.

Dewi Kurniasih. 2005. Model Skala Prioritas Pembangunan Kota Bandung Berbasis Good Governance, Makara, Sosial Humaniora, VOL. 9, NO. 2, Desember.

Dinas Kesehatan Kota Bandung, Profile Kesehatan Kota Bandung 2009

Dornbusch, R., S.Fischer, and R.Startz. 2004. Macroeconomics, 9th ed., McGraw- Hill, Boston.

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Eriyatno, 2003. Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen, IPB Press, Bogor.

Ernan, R., et., al, 2007. Perencanaan Pengembangan Wilayah, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Forrester, 1961. The Industrial Dynamics, The MIT-John Wiley & Sons. Inc., New York.

Forrester, 2003. Economic Theory for the New Millennium, International System Dynamics Conference, New York.

Forum Kajian Kebijakan Spasial Kehutanan P4W, 2006. Kajian Model Dinamik Penataan Ruang Kehutanan, Badan Planologi Kehutanan, Bogor. Hadi, Setia. 2006. Pelatihan Penyusunan PDRB Hijau dan Perencanaan

Kehutanan Berbasis Penataan Ruang, Departemen Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan, Bogor.

Hendra, Esmara. 1995. Perencanaan Pembangunan. PAU Ekonomi UI, Jakarta. Hirschman, A.O. 1958. The Strategy of Economic Development. Yale University

Press, New York.

Isard, W., I.J. Azis, M.P. Drennan, R.E. Miller, S. Saltzman and E. Thorbecke. 1998. Methods of Interregional and Regional Analysis. Ashgate Publishing Company, Brookfield Vermont.

Jhingan, M.L. 1988. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Terjemahan C.V. Radjawali, Jakarta.

Laporan Penelitian Pusat Mitigasi Bencana ITB, 2006.

LPM-UNPAD, 2002, Kajian Sosial Pengembangan Wilayah Gedebage, Bandung. Maman Hilman, 2004, Perkembangan Lokasi Perumahan Di Wilayah Gedebage Kota Bandung Akibat Pemekaran Kota, Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 32, No. 2, Desember.

Mangiri, K. 2000. Perencanaan Terpadu Pembangunan Ekonomi Daerah Otonom. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Mankiw N. Gregory, David Romer dan David N. Weil. 1990. A Contribution To The Empirics of Economic Growth, Paper National Bureau of Economic Research.

Nazara, S. 1997. Analisis Input-Output. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Perda No, 26 tahun 2006 tentang RTRW Kota Bandung 2013.

Richardson, 1999, Reflection for the Future of System Dinamics, Jurnal of the operational Research Society.

Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Supriatna, T. 2000. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Sutomo, S. 1995. Kemiskinan dan Pembangunan Ekonomi Wilayah: Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tasrif, et. al., tt, Group Model Building Intervention in Developing Country : Lesson Learned from Developing Strategies for Clen Air. Paper, tt Todaro, M.P. 1991. Economic Development in the Third World. Longman, New

York.

Tofik Hidayat, Subagyo dan Anna Maria Sri Asih , 2008, Model Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan pendekatan Sistem Dinamik. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya.

Yulia Asyiawati, 2002, Pendekatan Sistem Dinamik Dalam Penataan Ruang Wilyah Pesisir. Tesis Pascasarjana IPB, Bogor.

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Geografi dan Administrasi

Kota Bandung merupakan wilayah yang terletak pada 107º bujur timur, 6º-55º lintang selatan dan berada di ketinggian 791 m di atas permukaan laut, titik terendahnya berada pada posisi 675 meter di sebelah selatan dan titik tertinggi terletak pada posisi 1.050 meter yang berada di sebelah utara. Dengan luas wilayah 16.730 Ha (Bandung Dalam Angka, 2009), secara geografik sebelah utara Kota Bandung merupakan daerah perbukitan atau dataran tinggi dan sebelah selatan relatif datar atau dataran rendah. Sebelah selatan pada umumnya tanah bebatuan, sebelah utara dan timur terdiri dari tanah endapan berupa tanah lempung atau tanah liat, sebelah barat dan tengah tersebar tanah bebatuan.

Keadaan geologis di Kota Bandung dan sekitarnya terdiri atas lapisan alluvial hasil letusan Funung Tangkuban Perahu. Jenis material di wilayah bagian utara umumnya jenis tanah andosol, sedangkan di bagian Selatan serta Timur terdiri atas jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan liat. Di bagian Tengah dan Barat tersebat jenis tanah andosol. Iklim asli kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan di sekitarnya, namun pada dasarnya beberapa tahun belakangan mengalami peningkatan suhu, hal ini disebabkan polusi dan meningkatnya suhu global. Kota Bandung tergolong daerah yang cukup sejuk, dengan temperature udara rata-rata 23º C (1995-2008). Temperatur ini dipengaruhi oleh ketinggian sekitar lingkungan pegunungan atau cekungan dan berbagai danau besar yang terletak disekitarnya, serta perubahan iklim global. temperatur rata-rat di Kota Bandung pada Tahun 2008 terdapat temperatur maksimum yang mencapai 30.7ºC pada bulan September 2008. hal ini mengindekasikan bahwa sebenarnya terdapat kenaikan temperatur di Kota Bandung. Sementaraitu bila dianalisis dalam kurun waktu yang lebih panjang, yaitu temperatur udara rata-rata maksimum dalam 20 tahun terakhir, temperatur di Kota Bandung naik sekitar 2ºC, dan kenaikan tersebut dinilai signifikan dalam dunia meteorologi.

Kota Bandung yang secara administratif menurut Perda Kota Bandung nomor 06 tahun 2006 tentang Pemekaran dan pembentukan wilayah kerja

kecamatan dan kelurahan di lingkungan Pemerintah Kota Bandung dibagi menjadi 30 Kecamatan, 151 Kelurahan, 1.500 RW dan 9.277 RT (pasca pemekaran 4 kecamatan) yang dibatasi oleh :

a. Bagian Utara berbatasan dengan Kecamatan Lembang dan Cisarua Kabupaten Bandung Barat.

b. Bagian Barat berbatasan dengan Kota Cimahi yaitu Kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Tengah dan Marga Asih.

c. Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Cicalengka dan Cileunyi Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang.

d. Bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dayeuh Kolot dan Cirangrang Kabupaten Bandung.

Kota Bandung sebagai kota metropolitan, sekarang ini telah berkembang dengan pesat, baik secara fisik maupun non fisik. Faktor utama yang memberikan keuntungan bagi pembangunan di Kota Bandung adalah selain sebagai ibukota provinsi, juga letak geografis Kota Bandung sangat strategis yang menjadikan persimpangan dan sentra pertemuan yang berada tepat di tengah provinsi, yang menjadikan titik temu seluruh daerah yang berada di wilayah selatan dan utara provinsi Jawa Barat sebelum ditransfer ke Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Bandung telah ditetapkan sebagai salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Kawasan Andalan Cekungan Bandung. Dengan penetapan tersebut, Kota Bandung makin berkembang dan makin banyak menarik pendatang dan penduduk dari wilayah lain disekitarnya untuk bermigrasi, baik untuk menetap maupun untuk melakukan segala kegiatan bisnisnya sebagai penduduk komuter. Perkembangan ini dapat menjadi daya dukung bagi Kota Bandung dalam melakukan pembangunan tetapi sebaliknya bisa juga menjadi beban bagi Kota Bandung jika potensi yang ada tidak memiliki kualitas yang dibutuhkan dalam pembangunan Kota Bandung secara keseluruhan.

42

4.2 Pemerintahan

Sejak dibentuknya Kota Bandung menjadi suatu daerah Otonom pada tanggal 1 April 1906, Kota Bandung telah beberapa kali mengalami perluasan permukaan wilayah daerahnya, yaitu pada masa rentang Tahun 1906 – 1917, yaitu pada hari pembentukan Kota Bandung menjadi daerah otonom tanggal 1 April 1906 mempunyai luas 1.922 Ha dan pada rentang waktu Tahun 1917-1942 daerah Kota Bandung telah diperluas menjadi 2.871 Ha.

Pada tahun 1930 telah direncanakan perluasan daerah Kota Bandung dalam jangka waktu 25 tahun berikutnya. Perlunya perluasan tersebut dari 2.871 Ha menjadi 12.758 Ha berdasarkan pertimbangan bahwa penduduk Kota Bandung dengan pertambahan normal pada akhir 1955 diperkirakan akan menjadi 750.000

jiwa, rencana ini dikenal dengan sebutan “Plan Karsten”. Namun pada masa Pendudukan Pemerintahan Belanda, rencana Karsten ini belum seluruhnya

Gambar 3 Peta Kota Bandung dan Batas-batas Wilayahnya

Sumber : Perda 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Bandung

dilaksanakan. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) beberapa kali diadakan perubahan luas daerah berupa pergeseran batas kota dengan cara memasukan desa-desa dari Kabupaten Bandung dimana pada akhir masa pendudukan Jepang luas daerah Kota Bandung berubah menjadi 5.413 Ha. Sedangkan pada masa Negara Pasundan Tahun 1949 secara resmi Kota Bandung mengalami perluasan menjadi 8.098 Ha. Selanjutnya pada Tahun 1987 Berdasarkan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1987 wilayah Administrasi Kota Bandung diperluas menjadi 16.730 Ha hingga saat ini.

Dari segi pelaksanaan pemerintahan Pemerintah Kota Bandung telah mendorong upaya reformasi birokrasi yang akan dilakukan menurut tahapan- tahapan tertentu. Saat ini telah dilakukan reorganisasi pemerintah yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja aparatur Pemerintah Kota Bandung. Secara umum, implementasi SOTK baru berdasarkan PP Nomor 41 Tahun 2007, tentang Organisasi Perangkat Daerah maka struktur organisasi Pemerintah Kota Bandung saat ini terdiri dari sejumlah SKPD, yaitu 14 Dinas, 9 lembaga teknis daerah, Satuan Polisi Pamong Praja, 4 perusahaan daerah, 3 rumah sakit daerah, 30 kecamatan serta sekretariat daerah. Dengan perangkat organisasi tersebut diharapkan struktur organisasi menjadi lebih ramping, bergerak taktis dan strategis, serta dapat mengurangi jabatan struktural yang ada guna meningkatkan efisiensi kerja dan penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu, Organisasi yang ada saat ini didukung oleh Esselon. II.A 1 orang, Esselon. II.B 32 orang, Esselon. III.A 76 orang, Esselon. III.B 131 orang,Esselon. IV.A. 895 orang, Esselon. IV.B 708 orang dengan jumlah pegawai, 24.341 pegawai negeri sipil dan 1.501 tenaga kontrak.

Penataan kelembagaan Pemerintah Kota Bandung pada dasarnya diarahkan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik untuk menghilangkan citra birokrasi sebagai penghambat pembangunan. Dengan demikian, adanya re-organisasi berimplikasi terhadap pengurangan jabatan. Di antara masalah yang masih menjadi tantangan di masa depan adalah kapasitas aparatur tata kerja. Berbagai kegiatan peningkatan kinerja aparatur dilakukan melalui peningkatan kesejahteraan, pengawasan, mengikuti pendidikan dan latihan dan sebagainya. Namun dengan semakin kompleksnya permasalahan

perkotaan, dirasakan kapasitas dan kapabilitas aparatur dalam mencapai pelayanan prima masih berada di bawah standar. Tata kerja di masa datang juga penting untuk diperjelas dan dituangkan dalam mekanisme kerja dan job description yang baik agar sistem dapat berjalan dengan baik. Tata kerja ini berfungsi sebagai petunjuk operasional SOTK yang sudah ada. Dan saat ini SKPD yang telah memiliki Standar Mutu Nasional (SMN) ISO 9000:2001 adalah sebanyak 12 SKPD. Hal lain yang akan dilaksanakan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat, adalah upaya penguatan kelurahan. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas perijinan maka telah dibentuk Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu (BMPPT) dan Bandung Elektronik Procurment (BEP). Langkah-langkah dapam upaya reformasi pelayanan perijinan, meliputi : a. Regulasi perijinan usaha dengan memangkas jumlah perijinan dan menata

perijinan yang tumpang tindih.

b. Birokrasi perijinan usaha melalui penyederhaan prosedur perijinan.

Dalam pelaksanaannya reformasi pelayanan perijinan diformulasikan ke dalam pembentukan pelayanan terpadu satu pintu. Pelayanan satu pintu adalah penyelenggaraan pelayanan perijinan dan non perijinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan, sampai dengan penerbitan dokumen secara terpadu dan dilakukan di satu tempat melalui front office untuk meminimalisasi interaksi antara pemohon dan petugas perijinan dan menghindari kemungkinan pungutan-pungutan tidak resmi. Seiring dengan penataan organisasi perangkat daerah Kota Bandung sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah bentuk kelembagaan terpadu satu pintu ditingkatkan dari setingkat kantor menjadi setingkat badan dengan nomenklatur Badan Pelayanan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah Kota Bandung dengan asumsi bahwa pelayanan perijinan yang diselenggarakan berkaitan erat dengan investasi di daerah. Dengan adanya kemudahan perijinan diharapkan akan mendorong kondusifitas iklim investasi di Kota Bandung. Peningkatan status kelembagaan satu pintu juga dilakukan dengan perubahan ketatalaksanaan, peningkatan kewenangan dimana Pelayanan Terpadu Satu Pintu diberikan kewenangan dari mulai penerimaan berkas, pemprosesan ijin, penandatanganan ijin dan penyerahan ijin, Selain itu jumlah perijinan yang

dikelola oleh satu pintu ditingkatkan dari 14 jenis perijinan menjadi 62 jenis perijinan baik ijin usaha maupun non usaha. Hal-hal yang perlu dilakukan seiring dengan peningkatan kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu meliputi:

a. Revisi Perda-perda terkait dengan prinsip-prinsip pelayanan satu pintu, seperti penyederhaan, persyaratan dan waktu pelayanan;

b. Penyederhaan jumlah perijinan dengan menyatukan atau menghapus perijinan yang dianggap tumpang tindih dan menyulitkan pelaku usaha;

c. Pengurangan biaya bagi kategori usaha tertentu;

d. Penetapan kebijakan untuk mengurangi pungutan-pungutan di tingkat Kecamatan, Kelurahan, RW dan RT terutama terkait dengan persyaratan ijin.

Sebagai perwujudan political will dari penerapan pola pelayanan terpadu satu pintu telah dianggarkan pula pembiayaan dalam operasional pelayanan satu pintu baik dalam APBD perubahan Tahun 2007 maupun APBD Tahun 2008. Upaya peningkatan pelayanan dilakukan melalui penerapan model pelayanan bersifat proaktif dan standar mutu. Model pelayanan yang bersifat proaktif adalah dengan membangun situs (web site) untuk pelayanan on line, sedangkan pelayanan yang bersifat standar mutu adalah melalui penggunaan ISO 9001:2000 yang berguna untuk menyusun pedoman kerja yang berstandar, meningkatkan citra, profesionalitas dan meningkatkan daya tarik investasi.

Dalam upaya efisiensi dan peningkatan pelayanan pemerintah terhadap masyarakat Kota Bandung, maka dalam struktur pelayanan pemerinta Kota Bandung membagi ke dalam enam wilayah pelayanan, yaitu:

1. Wilayah Pelayanan Bojonegara 2. Wilayah Pelayanan Cibeunying 3. Wilayah Pelayanan Tegallega 4. Wilayah Pelayanan Kerees 5. Wilayah Pelayanan Ujungberung 6. Wilayah Pelayanan Gedebage

4.3 Kependudukan

Penduduk Kota Bandung berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) adalah 2.374.198 jiwa (penduduk laki-laki 1.210.164 jiwa dan

perempuan 1.164.034 jiwa). Angka tersebut menentukan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 1,90 persen. Rata-rata kepadatan penduduk Kota Bandung 14.190,41 jiwa/Km2, dilihat dari segi kepadatan penduduk per Kecamatan, maka Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan daerah terpadat dengan kepadatan penduduk 39.899,01 jiwa/Km2. Salah satu upaya Pemerintah Kota Bandung untuk mengurangi tingkat kepadatan penduduk adalah dengan Program Transmigrasi ke daerah luar Pulau Jawa, diantaranya ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Tabel 2 Jumlah Penduduk Kota Bandung Menurut Kecamatan dan Jumlah Kelurahan Serta rata-rata Per Kelurahan Tahun 2008

No Tahun Jumlah Kecamatan Jumlah Kelurahan Jumlah Penduduk Rata-rata Penduduk per Kelurahan 1 2008 30 151 2.374.198 15.723 2 2007 26 139 2.329.928 16.762 3 2006 26 139 2.296.848 16.524 4 2005 26 139 2.270.970 16.338 5 2004 26 139 2.232.624 16.062

Sumber : Bandung Dalam Angka 2009

Berdasarkan uraian Tabel 2 dan sesuai dengan hasil registrasi penduduk pada tahun 2005, total penduduk Kota Bandung meningkat sebanyak dari 2.228.267 jiwa pada tahun 2003 menjadi 2.232.627 jiwa pada tahun 2004 dengan laju pertumbuhan penduduk 2,65 persen. Dengan luas areal kota sebesar 16.730 hektar. Sehingga rata-rata kepadatan penduduknya sebesar 13.344 jiwa/ha (134 jiwa per km2), dengan rata-rata anggota keluarga sebanyak 4 jiwa per KK. Angka ini tidak termasuk sejumlah besar penduduk komuter (pendatang atau penduduk dari wilayah lain) yang bekerja dan mencari nafkah di Kota Bandung pada siang hari, Menurut data Dinas Kependudukan Kota Bandung (2009), jumlah total penduduk pada siang hari dapat mencapai 3,5 juta jiwa.

Sedangkan dari aspek banyaknya migrasi penduduk menetap dan penduduk komuter dari berbagai penjuru tanah air dan bahkan ekspatriat dari luar negeri telah menyebabkan Bandung menjadi kota yang berpopulasi tinggi dengan kepadatan dan multi-etnis. Namun penduduk Kota Bandung relatif tidak tersebar

secara merata di setiap kecamatan, sehingga kepadatan penduduk antar kecamatan di Kota Bandung sangat bervariasi. Sedangkan perkembangan penduduk di wilayah penelitian dapat dilihat dari data di Tabel 3

Tabel 3 Jumlah Penduduk Kota Bandung Menurut Kecamatan dan Luas Wilayah Serta Kepadatan Penduduk Per Km2 Tahun 2008

No Kelurahan Luas (Km2) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Per Km2 1 Bandung Kulon 6,46 125,350 19,404 2 Babakan Ciparay 7,45 142,309 19,102 3 Bojongloa Kaler 3,03 120,894 39,899 4 Bojongloa Kidul 6,26 81,045 12,947 5 Astanaanyar 2,89 70,544 24,410 6 Regol 4,30 86,500 20,116 7 Lengkong 5,90 71,983 12,201 8 Bandung Kidul 6,06 51,968 8,576 9 Buahbatu 7,93 95,256 12,012 10 Rancasari 7,33 68,864 9,395 11 Gedebage 9,58 31,230 3,260 12 Cibiru 6,32 60,001 9,494 13 Panyileukan 5,10 34,621 6,788 14 Ujung Berung 6,40 61,579 9,622 15 Cinambo 3,68 23,695 6,439 16 Arcamanik 5,87 57,869 9,858 17 Antapani 3,79 59,929 15,812 18 Mandalajati 6,67 57,265 8,586 19 Kiaracondong 6,12 129,623 21,180 20 Batununggal 5,03 123,392 24,531 21 Sumur Bandung 3,40 40,035 11,775 22 Andir 3,71 106,201 28,626 23 Cicendo 6,86 103,532 15,092 24 Bandung Wetan 3,39 31,741 9,363 25 Cibeunying Kidul 5,25 111,094 21,161 26 Cibeunying Kaler 4,50 69,011 15,336 27 Coblong 7,35 126,450 17,204 28 Sukajadi 4,30 101,065 23,504 29 Sukasari 6,27 77,218 12,316 30 Cidadap 6,11 53,934 8,827 Jumlah 167,29 2.374.198 14,192

Sumber : Bandung Dalam Angka 2009

Penduduk Kota Bandung pada tahun 2007 adalah sebanyak 2.340.624 jiwa. Sebagai pusat kegiatan penting, maka disekitar Kota Bandung berkembang daerah-daerah hinterland seperti Kabupaten Bandung dan Bandung Barat, wilayah

Kabupaten Sumedang bagian barat serta Kota Cimahi yang dihuni oleh penduduk yang berjumlah besar pula. Kabupaten Bandung, Bandung Barat dan Kota Cimahi pada tahun 2006 dapat mencapai jumlah penduduk 5 jutaan. Dengan peran sebagai orientasi, maka pergerakan penduduk antara pusat dan hinterland menjadi bercampur, sehingga realitas jumlah penduduk yang beraktivitas di Kota Bandung cenderung melebihi jumlah penduduk yang teregistrasi. Rata-rata pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bandung antara tahun 2002-2007 adalah sebesar 1,43persen. Dengan kondisi tersebut, maka diperkirakan pada tahun 2013 jumlah penduduk Kota Bandung mencapai hampir 2,6 juta jiwa. Pertambahan jumlah penduduk ini dapat menjadi beban berat apabila secara bersamaan daerah sekitarnya juga terus mengalami pertambahan penduduk. Bila biaya hidup dan beraktivitas di Kota Bandung semakin kompetitif dan mahal, pertumbuhan penduduk bisa semakin melambat, hingga mencapai 2,4 juta jiwa. Jumlah ini tetap mengisyaratkan Kota Bandung sebagai kota penting, namun penduduk yang beraktivitas di dalamnya melakukan komuter dan tinggal di daerah sekitar Kota Bandung. Dalam kondisi ini tetap saja beban bayangan jumlah penduduk yang besar, menjadi isu penting Kota Bandung di masa datang. Dengan luas wilayah sekitar 16.730 ha, maka kepadatan penduduk Kota Bandung pada tahun 2007 adalah 140 jiwa/ha. Seluruh jumlah penduduk tersebar di kecamatan yang ada. Distribusi jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Bandung Kulon, yaitu mencapai jumlah 120.733 jiwa atau mencapai 5,5 persen dari seluruh jumlah penduduk Kota Bandung. Kecamatan dengan jumlah penduduk tersedikit adalah Kecamatan Cinambo, dengan jumlah penduduk sekitar hampir 20.000 jiwa atau sekitar 0,9persen jumlah penduduk Kota Bandung. Dari kecamatan yang ada, sekitar 50persen penduduk tinggal di 10 Kecamatan saja, yaitu Bandung Kulon, Batununggal, Kiaracondong, Babakan Ciparay, Coblong, Bojongloa Kaler, Cibeunying Kidul, Andir, Sukajadi dan Cicendo, yang rata-rata proporsi jumlah penduduknya mencapai 4persen.

Selanjutnya penduduk Kota Bandung dapat dianalisis menurut struktur umurnya. Struktur umur ini adalah informasi yang sangat penting karena berkaitan dengan perkembangan persentase kelompok sasaran pembangunan. Misalnya proporsi penduduk pada tingkat pendidikan dasar, menengah, tinggi, remaja, usia

kerja (produktif), usia lanjut. Besaran komposisi penduduk ini akan menentukan kebutuhan layanan pada setiap kelompok. Bila dilihat dari struktur usia penduduk Kota Bandung, yang tergolong menonjol adalah usia masa awal usia kerja (25-34 tahun) dan pada usia pendidikan tinggi (20-24 tahun). Pada kedua kelompok ini terlihat pola lonjakan bila dibandingkan dengan usia pendidikan dasar-menangah. Artinya secara normal sebenarnya strukturnya akan semakin menyempit mulai dari usia balita sampai dengan usia lanjut. Lonjakan pada usia tersebut di atas, mengindikasikan bahwa di Kota Bandung terjadi migrasi masuk yang sangat besar, yaitu mahasiswa-mahasiswa yang melanjutkan studinya di Kota Bandung sekaligus tempat mencari kerja pada penduduk usia-usia awal kerja.

4.4 Kondisi Perekonomian Kota Bandung

Kota Bandung memiliki peran penting dalam perekonomian Jawa Barat. Pada Tahun 2004-2008 konstribusi ekonomi Kota Bandung di Jawa Barat mencapai rata-rata 10persen. Dalam lingkup Kota Bandung Raya, maka kontribusi aktivitas ekonominya menjadi sekitar 23 persen dari ekonomi Jawa Barat. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Bandung juga tergolong tinggi, atau di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dan bahkan nasional. Pada tahun 2006 tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 7,83 persen dan pada tahun 2007 mencapai 8,24persen. Tingkat Pertumbuhan yang tinggi tersebut menunjukan bahwa Kota Bandung adalah menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang penting di Jawa Barat maupun di Indonesia. Secara terinci konstribusi kegiatan ekonomi Kota Bandung dan sekitarnya Ekonomi Jawa Barat dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut :

Tabel 4 Kontribusi Kegiatan Ekonomi Kota Bandung dan sekitarnya terhadap Ekonomi

Jawa Barat Tahun 2008

Kabupaten/Kota persen

Kab. Bandung Kab. Subang

Kab. Bandung Barat Kota Bandung

6.79 2.47 2.50 10.03 Sumber: Jawa Barat Dalam Angka 2009

Dokumen terkait