• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP)

7.4.1 Kondisi Eksisting

Sistem jaringan limbah di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat dibedakan atas limbah cair dan limbah padat. Penanganan limbah cair erat kaitannya dengan usaha kegiatan masyarakat terutama pada kawasan perkotaan dan kegiatan-kegiatan industri yang berpotensi menimbulkan dampak. Pada dasarnya potensi timbulnya limbah di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan lebih dominan pada kegiatan-kegiatan pada kawasan perkotaan seperti rumah sakit, pasar, industri rumah tangga, dan aktivitas permukiman lainnya. Sedangkan pada kawasan perkotaan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, penanganan limbah diarahkan pada peningkatan sistem sanitasi dan penanganan limbah rumah tangga yang sering menjadi polemik untuk dilakukan penanganan lebih dini, terutama kaitannya dengan penanganan limbah tinja.

1. Sistem pengolahan Air Limbah di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan sistem on site (penanganan setempat) yang terbagi atas :

a. Pengelolaan oleh masyarakat/rumah tangga sendiri, dengan membuat jamban keluarga dan septicktank sendiri.

b. Pengelolaan oleh pemerintah, tetapi terbatas pada prasarana untuk tempat umum dengan membuat MCK umum dan septikctank komunal.

2. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan saat ini belum memiliki sistem pembuangan air limbah terpusat.

Selain adanya Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) penanganan pembuangan air limbah sebagian besar dilakukan secara individual oleh masyarakat. Dengan belum tersedianya sarana dan prasarana pengolahan air limbah sehingga air buangan kota dan buangan rumah tangga, maka akan menimbulkan pencemaran pada sungai dan laut, disamping itu masih belum terpisahnya antara drainase air hujan dengan limbah buangan rumah tangga sehingga volumenya menjadi besar yang menyebabkan kapasitas sarana yang diperlukan dalam mengolah limbah tersebut cukup besar.

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan fungsinya sebagai permukiman kota dan industri, sejak tahun 2000 penduduknya bertambah dengan pesat. Rata-rata pertumbuhan penduduk dan penyebaran penduduk mencapai 1.74% pertahun. Tingginya pertumbuhan penduduk dan penyebaran penduduk yang belum merata, menyebabkan permasalahan sampah di kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dari hari kehari menjadi bertambah kompleks. Dengan jumlah penduduk

pada tahun 2015 mencapai 323.508 jiwa, maka volume timbunan sampah kabupaten Pangkajene dan Kepulauan mencapai 184,40 m3 per hari.

1. Aspek Teknis

Pengolahan persampahan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan umumnya masih dikelolah secara konvensional yaitu dengan cara dikumpul, timbun dan bakar. Sedangkan pada kawasan perkotaan Pangkajene (ibukota Kabupaten) telah melalui pengolahan melalui penyediaan tempat pembuangan sementara, dan pengangkutan ke tempat pemrosesan akhir sampah (TPA).

Seperti halnya kota-kota lainnya di Indonesia, penanganan persampahan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, menjadi salah satu permasalahan perkotaan yang sulit teratasi. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti (i) tingginya tingkat urbanisasi, sehingga produksi sampah terus bertambah, (ii) perilaku masyarakat dalam menangani, (iii) penerapan regulasi yang kurang tegas dalam penanganannya, (iv) faktor pembiayaan yang relatif besar, serta beberapa kendala teknis lainnya.

Tabel 7.12 : Data Pengelolaan Persampahan

No. Uraian Volume Ket.

1 Cakupan Pelayanan 41.316 KK dan 209,36 Km2 2 Perkiraan Timbulan Sampah -

3 Timbulan Sampah Yang Terangkut :

- Produksi Sampah ± 100-150 M3 Perhari Terangkut Ke TPA Bontoa

- Dari Pusat Kota Sebanyak ± 60-75 M3 Perhari Terangkut Ke TPA Bontoa

Permukiman 111,38 M3 / Hari Sampah Permukiman = 49,5% Dari Total Sampah Terangkut Non Permukiman 113,62 M3 / Hari

Sampah Non Permukiman = 50,5 % Dari Total Sampah

Terangkut

Total 225 M3 / Hari

4 Kapasitas Pelayanan TPA

Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kab. Pangkajene dan Kepulauan 2016

Perhatian terhadap pengelolaan persampahan masih belum memadai baik dari pihak kepala daerah maupun DPRD. Secara umum alokasi pembiayaan untuk sektor persampahan masih dibawah 5% dari total anggaran APBD, rendahnya biaya tersebut pada umumnya karena pengelolaan persampahan masih belum menjadi prioritas dan menggunakan pola penanganan sampah yang ala kadarnya tanpa memperhitungkan faktor keselamatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Demikian juga dengan rendahnya dana penarikan retribusi (secara nasional hanya mencapai 0,41%), sehingga biaya pengelolaan sampah masih menjadi beban APBD. Rendahnya biaya pengelolaan persampahan pada umumnya karena masalah persampahan belum mendapatkan perhatian yang cukup selalu akan berdampak buruk pada kualitas pengamanan sampah termasuk pencemaran lingkungan di TPA.

3. Kelembagaan

Lembaga atau instansi pengelola persampahan merupakan motor penggerak seluruh kegiatan pengelolaan sampah dari sumber sampai TPA. Kondisi kebersihan suatu kota atau wilayah merupakan output dari rangkaian pekerjaan manajemen pengelolaan persampahan yang keberhasilannya juga ditentukan oleh faktor-faktor lain. Kapasitas dan kewenangan instansi pengelola persampahan menjadi sangat penting karena besarnya tanggung jawab yang harus dipikul dalam menjalankan roda pengelolaan yang biasanya tidak sederhana bahkan cendrung cukup rumit sejalan dengan makin besanya kategori kota.

4. Peraturan Perundangan

Pemerintah daerah secepatnya memberi Instruksi guna mengatasi secara intensif permasalahan persampahan dengan kapasitas dan tanggung jawab yang lebih terfokus pada pengeloaan persampahan. Hal ini juga harus diimbangi dengan legitimasi Peraturan daerah yang terkait dengan pengelolaan persampahan, misalnya evaluasi /peninjauan kembali biaya retribusi persampahan yang applicable, sanksi hukum bagi yang melanggar peraturan kebersihan, dll.

Sudah sejak lama masyarakat (individu maupun kelompok) sebenarnya telah mampu melakukan sebagian sistem pengelolaan sampah baik untuk skala individual maupun skala lingkungan terutama dilingkungan permukimannya.

Upaya untuk menarik swasta kedalam komponen kegiatan pengelolaan sampah belum dilakukan secara memadai termasuk memberikan insentif baik berupa pengurangan pajak bea masuk bahan atau instalasi yang berkaitan dengan proses pengolahan sampah.

Pengelolaan sistem jaringan drainase perkotaan hingga saat ini belum seoptimal seperti yang diharapkan. Sehingga penanganan sistem drainase perkotaan kaitannya dengan penanganan banjir perkotaan akan memerlukan kajian khusus untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya banjir perkotaan dan kajian karakteristik lingkungan yang diduga berpengaruh terhadap masalah banjir perkotaan. Sebab pada dasarnya sistem drainase perkotaan selain berfungsi untuk mengalirkan air permukaan, menerima air hujan, dan mengalirkan air buangan rumah tangga, dan industri kecil.

Kebutuhan pengembangan drainase berdasarkan skenario penanganannya lebih ditekankan pada penanganan terhadap kondisi fisik sistem jaringan drainase yang ada, permasalahan terhadap banjir perkotaan dan masalah daerah-daerah genangan yang diakibatkan oleh sering meluapnya aliran air permukaan dari Sungai Pangkajene di Kawasan Perkotaan Pangkajene.

Fungsi jaringan drainase digunakan sebagai sarana untuk mengalirkan air hujan (run off) maupun air buangan rumah tangga. Jaringan drainase yang tersedia di kawasan perkotaan Pangkajene terdiri dari saluran primer, sekunder, dan tersier dengan kondisi konstruksi permanen, semi permanen, dan tanah. Kondisi eksisting saluran drainase yang ada di kawasan perkotaan Pangkajene secara umum berupa saluran terbuka, dan belum tertata dalam sebuah sistem jaringan drainase terpadu kota. Dimana sebagian saluran drainase yang terbangun belum memenuhi kriteria teknis, seperti beberapa saluran yang belum jelas arah pengaliran maupun pembuangan akhirnya (outlet). Beberapa saluran lainnya telah tersedimentasi cukup tinggi, serta di tumbuhi oleh tumbuhan liar dalam saluran.

1. Aspek Teknis

Dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan yang semakin berkembang dan meningkat di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, maka

areal yang tadinya merupakan ruang terbuka dan secara tidak langsung menjadi daerah genangan terutama pada musim hujan menyebabkan daya tampung drainase yang ada tidak lagi mampu menyalurkan air buangan berupa air hujan terutama jika kejadiannya bersamaan dengan naiknya air pasang maka akan menimbulkan banjir pada daerah kota.

Cakupan pelayanan sistem drainase dapat dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu, kurang memadai (<20 %), sedang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan termasuk kategori 40 % cukup memadai dan 60 % tidak memadai . pengelompokan tersebut sebagai berikut : luas genangan 15 Ha, tinggi banjir 0,75 m, waktu genangan 36 jam (1,5 hari), frekwensi 1 kali musim hujan.

Tabel 7.13 : Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase No. Nama Jalan/Lokasi Saluran Panjang (m) Dimensi

Luas Catchment Area (Ha) Ket. Tinggi (m) Lebar (m) 1 Jl. Sukowati - Jl. H.M. Arsyad 200 0,5 0,5 53,59 Sal. Baru

2 Jl. Sukowati - Jl. Cendana 912 0,5 0,5 Sal. Baru

3 Jl. Sukowati - Jl. Hasanuddin 325 0,5 0,5 Sal. Baru

4 Jl. Hasanuddin - Jl. H.M. Arsyad 375 0,5 0,5 Sal. Lama

5 Jl. Hasanuddin - Jl. Cempaka 160 0,7 1,2 Sal. Lama

6 Jl. Hasanuddin 590 0,7 1,2 Sal. Lama

7 Jl. Hasanuddin - Jl. Stadion 50 0,7 1,2 Sal. Lama

8 Jl. Hasanuddin - Jl. Beringin 200 0,7 1,2 Sal. Lama

9 Jl. Hasanuddin - Jl. Bougenville 450 0,7 1,2 Sal. Lama

10 Jl. Hasanuddin - Jl. Mawar 100 0,7 1,2 Sal. Lama

11 Jl. Hasanuddin - Jl. Wahidin 170 0,7 1,2 Sal. Lama

12 Jl. Hasanuddin - Jl. Basuki Rahmat 245 0,7 1,2 Sal. Lama

13 Jl. Basuki Rahmat 319 0,5 0,5 Sal. Lama

14 Jl. Matahari - Jl. Wahidin 320 0,5 0,5 Sal. Lama

15 Jl. Matahari - Jl. Mawar 110 0,5 0,5 Sal. Lama

16 Jl. Matahari - Jl. Cendana Timur 730 0,5 0,5 Sal. Lama

17 Jl. Cendana - Jl. Cempaka 150 0,5 0,5 Sal. Lama

18 Jl. Cendana - Jl. H.M. Arsyad 70 0,5 0,5 Sal. Lama

19 Jl. Cendana - Jl. Sukowati 275 0,5 0,5 Sal. Lama

20 Jl. Cempaka 300 0,5 0,5 Sal. Lama

21 Jl. Mawar 300 0,5 0,5 Sal. Lama

22 Jl. Cendana Timur 350 0,5 0,5 Sal. Lama

23 Jl. Bougenville 250 0,5 0,5 Sal. Lama

26 Jl. A. Caco - Jl. A. Mappe 810 0,5 0,5

51,64

Sal. Baru

27 Jl. A. Caco - Jl. Pelelangan Kambing 1072 0,5 0,5 Sal. Baru

28 Jl. A. Mauraga - Jl. A. Mauraga Dalam I 385 0,5 0,5 Sal. Lama

29 Jl. A. Mauraga - Jl. A. Mappe 250 0,5 0,5 Sal. Lama

30 Jl. A. Mauraga - Jl. Dg. Bonto 150 0,5 0,5 Sal. Lama

31 Jl. A. Mauraga - Jl. Campagaia 750 0,5 0,5 Sal. Lama

32 Jl. A. Mauraga - Jl. Pelelangan Kambing 145 0,5 0,5 Sal. Lama

33 Jl. Pelelangan Kambing 792 0,5 0,5 Sal. Lama

34 Jl. Burhanuddin 735 0,5 0,5 Sal. Lama

35 Jl. Kesejahteraan 628 0,5 0,5

5,38 Sal. Lama

36 Jl. Kemakmuran 670 0,5 0,5 Sal. Lama

37 Jl. Ketimun - Jl. Ketimun II 100 0,5 0,5

12,55

Sal. Lama

38 Jl. Ketimun - Jl. Terminal Baru 80 0,5 0,5 Sal. Lama

39 Jl. Ketimun - Jl. Terong 380 0,5 0,5 Sal. Lama

40 Jl. Ketimun 200 0,5 0,5 Sal. Lama

41 Jl. Keadilan 460 0,5 0,5 Sal. Lama

Sumber : Dinas Penataan Ruang Kab. Pangkajene dan Kepulauan Tahun 2016

2. Pendanaan

Pembangunan drainase tidak memberikan keuntungan secara langsung kepada masyarakat, sehingga sulit dilakukan secara mandiri/swadaya kecuali yang sifatnya sangat sederhana bahkan di daerah kota masyarakat cenderung acuh dan kurang peduli, sehingga otomatis pembangunan drainase menjadi tugas pemerintah namun disisi pemeliharaan bisa saja dilakukan secara patisipasi oleh masyarakat.

3. Kelembagaan

Secara umum organisasi pengelola prasarana dan sarana perkotaan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu eksekutif atau direktur, manajer menengah dan operator. Disamping itu diperlukan tingkat keempat sebagai penentu kebijakan, yaitu pemegang otoritas. Masing-masing tingkatan, dari puncak sampai bawah memerlukan perencana untuk bekerja. Rencana meliputi visi, misi, tujuan, obyektif, dan rencana kerja. Fungsi akuntabilitas didasarkan pada rencana dan evaluasi dilakukan pada tingkat kesuksesan pelaksanaan rencana tersebut.

Organisasi atau lembaga pengelola prasarana dan sarana pengendalian banjir diperkotaan harus dibentuk, tidak hanya pada kawasan perkotaan saja, tetapi juga diseluruh daerah tangkapan air dan kawasan perairan pantai dimana sumber permasalahan berasal. Institusi ini mempunyai tanggung jawab mengendalikan

peningkatan debit dari daerah hulu dengan jalan menurunkan aliran permukaan dan meregulasi debit puncak melalui berbagai macam cara dan bertanggung jawab untuk mengendalikan pengambilan air tanah yang berdampak pada amblesan tanah (land subsidence). Disamping itu, lembaga ini juga bertanggung jawab terhadap pengembangan rencana dan program, persiapan dan implementasi sistem pembangunan, melakukan operasi dan pemeliharaan, manajemen keuangan, dan menjaga sistem pendukung pengambilan keputusan (Decision Support System = DSS). DSS adalah Sistem yang mengorganisasi proses, analisis, dan pengiriman informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan. Dua aktifitas utama dalam DSS, yaitu mengelola data dan mempelajari alternatif, dan kegiatan mengkonversi data atau informasi menjadi pengetahuan yang sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Sehingga peran DSS adalah membawa data dan hasil studi, jika diperlukan dengan menggunakan model, untuk menghasilkan pendukung keputusan. Jika ini berhasil akan memuat mengenai semua kategori informasi yang diperlukan, termasuk data mentah, studi model, pendapat, dan hasil analisis.

4. Peraturan Perundangan

Untuk dapat melaksanakan konsep penanganan banjir secara konprehensif berdasakan paradigma manajemen air diiperlukan seperangkat peraturan. Dalam peraturan tersebut harus meliputi filosofi manajemen air (khususnya air hujan) dan implementasinya kedalam pendekatan teknis, susunan institusi, finansial, perilaku masyarakat yang diharapkan dan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar Peraturan harus disusun sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh pengelola dan masyarakat yang menjadi stakeholder.

5. Peran Serta Masyarakat dan Swasta

Untuk meningkatkan keterlibatan dan rasa memiliki masyarakat terhadap fasilitas yang akan dikembangkan perlu diperhatikan aspek sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini perlu untuk menghindari terjadinya pertentangan tujuan antara kehendak pemerintah dan masyarakat. Juga untuk menghilangkan kesan bahwa fasilitas yang dibangun semata-mata untuk pemerintah, sehingga masyarakat tidak peduli dengan keberhasilannya. Oleh karena itu perlu adanya pendekatan dan sosialisasi yang

terus-menerus sebelum proyek dilaksanakan. Masyarakat perlu dilibatkan pada setiap tahap kegiatan pembangunan, mulai dari perumusan gagasan, perencanaan, pelaksanaan, sampai operasi dan pemeliharaan.

Berapa masalah dalam penanganan pelayanan air limbah di Kota Pangkajene dan Kepulauan, sebagai berikut :

1. Aspek kelembagaan :

1. landasan hukum institusi pengelolaan air limbah belum memadai; 2. terbatasnya SDM yang dimiliki untuk pengoprasian IPLT.

2. Aspek operasional;/teknis :

a. sampai sejauh ini bangunan IPLT belum pernah dioperasikan karena beberapa bak mengalami kebocoran;

b. pengadaan sarana air bersih untuk membersihkan tangki mobil setelah mengangkut air tinja;

3. pengadaan laboratorium; 4. pengadaan instalasi listrik; 5. pengadaan workshop.

6. pengadaan pagar pembatas di lokasi IPLT, sehingga penduduk dapat keluar masuk dengan bebas pemukiman penduduk berjarak  500 meter dari lokasi IPLT;

7. fasilitas septic tank belum dimiliki oleh setiap rumah, khususnya di kawasan pemukiman kepadatan tinggi dan pada daerah pesisir, tepi kanal, dan tepi sungai; 8. peralatan pengoperasian instalasi Pengelolaan limbah tinja (IPLT) belum lengkap; 9. peraturan yang ada belum berfungsi secara optimal dan masih perlu

disosialisasikan

3. Jumlah armada yang dimiliki oleh Sub Dinas Kebersihan Kota Pangkep masih minim untuk pengoperasian IPLT.

Tantangan dalam penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yaitu :

1. Masih adanya masyarakat yang buang air besar disembarang tempat.

2. Peningkatan kelembagaan yang memungkinkan dilaksanakannya pengelolaan air limbah permukiman secara lebih profesional dengan dukungan sumber daya manusia ahli yang memadai.

3. Penggalian sumber dana untuk investasi dan biaya operasi dan pemeliharaan terutama dari pihak swasta yang harus sinergis dengan penerapan pemulihan biaya secara bertahap merupakan tantangan yang harus segera diketahui solusinya.

4. Pembagian porsi antara dana APBN dan APBD yang akan dialokasikan dalam pengembangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah belum terlihat secara tegas.

5. Pencapaian target Milenium Development Goals ( MDG’s)

Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah :

1. Aspek Kelembagaan :

a. Organisasi belum sesuai dengan kapasitas kewenangan pelayanan yang dibutuhkan;

b. Dukungan peraturan belum memadai;

c. Terbatasnya SDM yang dimiliki untuk pengoperasian persampahan;

d. Fungsi pengolahan masih tercampur antara pengelolaan yang berperan sebagai operator dan regulator;

e. Manajemen pelayanan persampahan masih perlu ditingkatkan;

f. Belum optimalnya pelaksanaan perda yang ada dan tindakan sanksi yang tegas bagi pelanggaran.

2. Aspek Operasional/Teknik

a. Armada alat berat di lokasi TPA belum ada ( excavator dan wheel loader) sementara bulldozer yang ada sudah sering rusak;

b. Armada angkutan sampah masih kurang dibandingkan jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari;

c. Jumlah personil Subdin Kebersihan masih kurang; d. Sistem operasional TPA masih open dumping;

e. Sarana pengolahan sampah belum ada, untuk mengurangi volume sampah yang akan dibuang ke TPA;

f. Sarana dan prasarana operasional yang dibutuhkan meliputi garasi bulldozer/ pos jaga, jalan masuk, pagar, kolam lindi, workshop, dan talud.

a. belum optimalnya potensi pendanaan masyarakat;

b. terbatasnya dana yang di alokasikan untuk pengelolaan persampahan;

c. pendapatan operasi persampahan tidak dapat meliputi biaya operasi dan pemeliharaan.

3. Aspek Peran Serta Masyarakat :

a. rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kebersihan;

b. bentuk partisipasi masyarakat belum optimal, terbatasnya pada retribusi yang rendah;

c. pembangunan di bidang persampahan yang berbasis masyarakat masih sangat terbatas;

d. badan usaha swasta tidak tertarik untuk investasi di bidang persampahan.

Tantangan dalam penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Persampahan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yaitu :

1. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya jumlah timbulan sampah. 2. Pengembangan TPA Regional

Permasalahan yang dihadapi dalam Pengembangan Drainase di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah :

1. Kondisi saluran drainase yang belum semuanya di perkeras sehingga rawan menimbulkan gerusan dinding dan dasar saluran;

2. Pembangunan perumahan tidak disertai saluran drainase yang memadai; 3. Belum ada kajian sistem drainase perkotaan;

4. Kesadaran masyarakat dalam pengelolaan drainase.

Tantangan yang dihadapi dalam Pengembangan Drainase di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah :

1. Kawasan perkotaan terletak pada kecamatan Pangkajene, pada musim hujan akan mengalami genangan, hal ini disebabkan karena air hanya meresap dan jaringan drainase kawasan perkotaan yang kurang;

2. Kondisi fisik drainase dengan sistem tertutup kurang cocok untuk kota Pangkajene dan Kepulauan, selain itu duicker yang terlalu rendah sehingga mengakibatkan tersumbat;

3. Kurangnya saluran drainase tipe saluran sekunder dan tersier di kawasan genangan diatas;

4. Rehabilitasi drainase yang pernah dilakukan tidak memperbesar dimensi drainase, karena dengan perkembangan kawasan perkotaan banyak fungsi lahan yang berubah; 5. Belum adanya sistem drainase yang terhirarki di Kota Pangkajene dan Kepulauan.

7.4.2 Sasaran Program

Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman Kab Pangkep yaitu :

Kebijakan 1 : Peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah baik sistem on site maupun off site di perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan masyarakat.

Strategi : a. Meningkatkan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah sistem setempat (on-site) di perkotaan dan perdesaan melalui sistem komunal.

b. Meningkatkan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah sistem terpusat (off-site) di kawasan perkotaan Metropolitan dan Besar.

Kebijakan 2 : Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman.

Strategi : a. Merubah perilaku dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan air limbah permukiman.

b. Mendorong partisipasi dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan dan pengelolaan air limbah permukiman.

Kebijakan 3 : Pengembangan perangkat peraturan perundangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.

Strategi : a. Menyusun perangkat peraturan perundangan yang mendukung penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.

b. Menyebarluaskan informasi peraturan perundangan terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.

Kebijakan 4 : Penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas personil pengelolaan air limbah permukiman.

Strategi : a. Memfasilitasi pembentukan dan perkuatan kelembagaan pengelola air limbah permukiman di tingkat masyarakat.

b. Mendorong pembentukan dan perkuatan institusi pengelola air limbah permukiman di daerah.

c. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar lembaga.

d. Mendorong peningkatan kemauan politik (political will) para pemangku kepentingan untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi terhadap pengelolaan air limbah permukiman.

Kebijakan 5 : Peningkatan dan pengembangan alternative sumber pendanaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman.

Strategi : a. Mendorong berbagai alternatif sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan air limbah permukiman.

b. Pembiayaan bersama pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan sistem air limbah perkotaan dengan proporsi pembagian yang disepakati bersama.

Lingkup Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan berdasarkan Kebijakan dan Strategi yang ada yaitu :

1. Menyelenggarakan Sanitasi berbasis masyarakat dengan prioritas dikawasan kumuh perkotaan yang belum terlayani dengan sistem pengolaan air limbah terpusat.

2. Merehabilitasi atau merevitalisasi sistem yang ada ( IPLT ) 3. Mengoptimalkan IPAL terpasang

4. Menyelenggarakan pelatihan teknis pengelolaan bidang Sanitasi Lingkungan

5. Melaksanakan sosialisasi dan kampanye mengenai pentingnya pengelolaan air limbah permukiman.

6. Menyiapkan undang undang dan peraturan pendukungnya dalam pengelolaan air limbah permukiman

7. Melaksanakan bantuan teknis penyusunan peraturan daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.

8. Memberikan pendampingan pembentukan kelompok swadaya masyarakat dalam pengelolaan air limbah permukiman komunal.

9. Mendorong terbentuknya Unit yang mengelola prasarana dan sarana air limbah permukiman didaerah

10. Memberikan dana stimulan dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman untuk mendorong mobilisasi dana swadaya masyarakat

11. mendorong peningkatan dan fasilitasi kerja sama pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan PS air limbah.

Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan Kab Pangkajene dan Kepulauan yaitu :

Kebijakan 1 : Pengurangan timbulan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya. Strategi : a. Meningkatkan pemahaman masyarakat akan 3R.

b. Mengembangkan dan menerapkan sistem insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan 3R.

Kebijakan 2 : Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan.

Strategi : a. Meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan persampahan sejak dini melalui pendidikan di sekolah.

b. Menyebarluaskan pemahaman tentang pengelolaan persampahan kepada masyarakat umum.

c. Membina masyarakat khususnya kaum perempuan dalam pengelolaan persampahan.

d. Mendorong peningkatan pengelolaan berbasis masyarakat. Kebijakan 3 : Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan.

Strategi : a. Optimalisasi prasarana dan sarana persampahan Kota/Kabupaten. b. Meningkatkan cakupan pelayanan secara terencana dan berkeadilan. c. Meningkatkan kapasitas sarana persampahan sesuai sasaran

pelayanan.

d. Melaksanakan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan.

e. Mengembangkan TPA ke arah Sanitary Landfill (SLF)/ Controlled Landfill (CLF).

e. Meningkatkan TPA.

Kebijakan 4 : Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundangan.

Strategi : a. Meningkatkan status dan kapasitas institusi pengelola. b. Meningkatkan kinerja institusi pengelola.

c. Memisahkan fungsi/unit regulator dan operator.

d. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar stakeholder. e. Meningkatkan kualitas SDM bidang persampahan.

f. Mendorong pengelolaan kolektif atas prasarana dan sarana regional. g. Meningkatkan kelengkapan produk hukum/NPSM pengelolaan

persampahan.

h. Mendorong implementasi/penerapan hukum bidang persampahan. Kebijakan 5 : Pengembangan alternatif sumber pembiayaan.

Strategi : a. Menyamakan persepsi para pengambil keputusan dalam pengelolaan persampahan dan kebutuhan anggaran.

b. Mendorong peningkatan pemulihan biaya persampahan.

Lingkup Kegiatan Pengelolaan Persampahan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan berdasarkan Kebijakan dan Strategi yang ada yaitu :

1. Instalasi Pengolahan Persampahan; 2. Pengembangan TPA Regional;

3. Bantuan Teknis Peningkatan Sistem Managemen Persampahan; 4. Fasilitasi Pengembangan Sistem Persampahan Skala Kabupaten; 5. Fasilitasi Pengolahan Sampah 3R;

6. Penyediaan Sarana Pengangkutan dan pemindahan Sampah;

Dokumen terkait