• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik orang tua

- Pendidikan ibu dan ayah - Pendapatan total keluarga - Status pekerjaan ibu

Peer Group Tipe sekolah - Konvensional - Progresif

Kelekatan Orang tua-Anak - Care - Overprotection Kelekatan Guru-Anak - Connectedness - Anxiety

Stabilitas emosi ibu Self esteem ibu

17

4 METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian payung. Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian difokuskan pada dua tipe Sekolah Dasar (SD) di kota Depok, yaitu sekolah progresif dan sekolah konvensional. Setiap tipe sekolah dibagi menjadi sekolah umum dan sekolah berbasis agama. Pemilihan sekolah dilakukan secara purposive, yaitu berdasarkan rekomendasi dari Kepala Pendidikan Nasional Kota Depok. Hal ini dilakukan karena tidak tersedia data yang membedakan antara sekolah konvensional dan progresif. Adapun ciri-ciri sekolah konvensional adalah:

1. Metode pembelajaran rote learning/drilling, orientasi kepada buku pelajaran. 2. Laporan perkembangan belajar siswa menggunakan nilai.

3. Komunikasi satu arah, siswa lebih banyak mendengarkan, duduk diam, sedangkan guru lebih banyak menerangkan materi dengan metode ceramah. 4. Materi terpisah, walaupun bertema namun dalam praktek pengajaran tidak

sesuai.

Adapun ciri-ciri sekolah progresif adalah:

1. Metode pembelajaran active learning, ada praktek ataupun project sebagai proses dalam memahami materi.

2. Laporan perkembangan belajar siswa menggunakan narasi. Jika terdapat nilai hanya sebagai syarat dari Diknas.

3. Komunikasi dua arah, diskusi yang membangun pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.

4. Materi terintegrasi, bertema.

Pemilihan sekolah juga didasarkan pada kondisi fisik, fasilitas sekolah, serta kemampuan ekonomi orang tua. Sekolah yang terpilih adalah sekolah yang memiliki bangunan yang memadai (baik gedung maupun saung), fasilitas fisik yang cukup lengkap (perpustakaan, toilet, tempat ibadah, aula, ruang untuk setiap kelas, peralatan praktikum), tersedianya ekstrakurikuler, bayaran SPP atau sumbangan di atas Rp 150.000,00.

Sekolah yang dipilih pada masing-masing tipe sekolah (progresif dan konvensional) terdiri atas sekolah umum dan sekolah berbasis agama. Sekolah tersebut dipilih berdasarkan tingkat sosial ekonomi orang tua siswa yang berada pada tahap menengah ke atas. Hal ini dilihat dari kondisi bangunan sekolah yang memadai dan SPP sekolah.

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2012. Pengambilan data berupa pengisian kuesioner oleh siswa menghabiskan waktu kurang lebih tiga hari di setiap sekolah. Data kuesioner orang tua terakhir dikumpulkan pada bulan Juli 2012.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi contoh pada penelitian ini adalah siswa kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar (SD) di kota Depok. Alasan pengambilan contoh pada kelas 4 dan 5 adalah kemampuan siswa dalam menilai hubungannya dengan orang tua dan gurunya

18

lebih baik dibandingkan dengan siswa kelas rendah (1 – 3). Siswa kelas 4 dan 5 yang termasuk dalam contoh adalah siswa dengan kondisi normal, artinya berdasarkan diagnosa psikolog dan/atau guru bukan merupakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pengambilan contoh menggunakan metode acak beraturan dengan masing-masing sekolah terdiri dari 30 sampel sehingga total sampel adalah 150. Berikut adalah kerangka pengambilan contoh.

Gambar 3 Teknik penarikan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Keseluruhan data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data primer dengan menggunakan metoda wawancara menggunakan kuesioner. Data primer yang meliputi karakteristik anak (umur, jenis kelamin dan jumlah saudara), karakteristik orangtua (pendapatan, dan tingkat pendidikan), persepsi anak terhadap kelekatan antara guru-murid/anak, dan penilaian anak terhadap dirinya (self esteem-nya) yang diperoleh melalui kuesioner. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data.

No Variabel Indikator Skala Data Respo n-den

Alat Bantu Acuan 1. Karakteristi

k anak

Usia Rasio Anak Kuesioner Jenis kelamin Nominal Anak Kuesioner Jumlah saudara Rasio Anak Kuesioner 2.

Karakte-ristik guru

Lama mengajar Ordinal Guru Kuesioner Pendidikan Ordinal

Jenis Kelamin Nominal 3. Kelekatan Persepsi murid

terhadap hubungannya dengan gurunya

Ordinal Anak Kuesioner (19 item) SIRS(Collins & Read, 1990; Davis, 2003; Pianta & Stuhlman, 2004; Ryan et al., 1998; Simpson, Rholes, and Phillips, 1996)-modifikasi Sekolah Umum Sekolah Progresif Sekolah Berbasis Agama Kelas 4 Kelas 5 n = 30 Sekolah Konvensional Kelas 4 Kelas 5 n = 30 Kelas 4 Kelas 5 n = 30 Kelas 4 Kelas 5 n = 30 Kelas 4 Kelas 5 n = 30 Sekolah Umum Sekolah Berbasis Agama

19 No Variabel Indikator Skala Data Respo

n-den

Alat Bantu Acuan Persepsi anak

terhadap hubungannya dengan orangtuanya

Ordinal Anak Kuesioner (25 item)

PBI (Gordon Parker, Hilary Tupling dan L.B. Brown)

4. Self-esteem Penilaian diri Ordinal Anak Kuesioner (25 item)

Self-Esteem Inventory (SEI) dari Coopersmith, 1981-modifikasi

Uji reliabilitas dan validitas dilakukan pada kuesioner kelekatan orang tua-anak, kelekatan guru-tua-anak, dan self esteem. Tabel 2 menunjukkan nilai Cronbach α hasil dari uji validitas kuesioner tersebut

Tabel 2 Hasil uji reliabilitas kuesioner kelekatan orang tua –anak, kelekatan guru-anak, dan self esteem

Kuesioner Nilai Cronbach α

Kelekatan Orang tua-Anak: Parental Bonding Instrument Care

Overprotection

0.873 0.551 Kelekatan Guru-Anak : Student-Instructur Relationship

Connectedness Anxiety

0.841 0.587

Self Esteem Inventory 0.741

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah terlebih dahulu melalui proses editiing, coding, scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data. Lalu data disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Untuk mengontrol kualitas data dilakukan uji reliabilitas dan uji validitas dengan metode Cronbach’s Alpha untuk kuesioner kelekatan orang tua-anak dan kelekatan guru-anak.

Data yang dianalisis secara statistik deskriptif meliputi:

1. Data karakteristik anak yang terdiri atas: usia anak, jenis kelamin, dan jumlah saudara.

2. Data karakteristik orang tua yang terdiri atas: tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, pendapatan total keluarga, serta status pekerjaan ibu.

3. Data kelekatan orang tua-anak yang diisi oleh anak menggunakan metode pengisian kuesioner, yaitu: Parental Bonding Instrument (PBI): Kuesioner ini diterjemahkan oleh penulis, terdiri dari 25 item pertanyaan tentang hubungannya dengan ibu dan 25 item pertanyaan yang sama tentang hubungannya dengan ayah. Kuesioner ini terdiri dari dua tipe kelekatan orang tua, yaitu Care dan Overprotection. Kelekatan Care terdiri dari 12 pertanyaan dan kelekatan overprotection terdiri dari 13 pertanyaan dengan 4 skala jawaban yaitu tidak pernah (skor 0), jarang (skor 1), sering (skor 2), dan selalu (skor 3). Kedua dimensi ini dibagi menjadi empat kategori (kuadran) Lanjutan

20

yaitu; affectionate constraint (high care dan high protection), optimal parenting (high care dan low protection), affectionless control (low care dan high protection), dan neglectful parenting (low care dan low protection). 4. Data kelekatan guru-anak, merupakan modifikasi dari kuesioner The

Student-Instructor Relationship (SIRS) yang digunakan untuk mengukur hubungan guru-anak persepsi anak/murid. Kuesioner ini berprinsip pada teori dimana kualitas hubungan dianggap hal paling signifikan. Sebagai contoh, perasaan keterkaitan atau connectedness serta hubungan mendasar yang muncul atau hubungan erat dengan para guru, teman, dan orang tua itu merupakan bekal penting untuk mengatasi banyak hal (Collins & Read, 1990; Davis, 2003; Pianta & Stuhlman, 2004; Ryan et al., 1998; Simpson, Rholes, and Phillips, 1996). Kuesioner terdiri dari 19 item. Instrumen ini dikategorikan dalam dua dimensi, yaitu Instructor Connectedness dan Instructor Anxiety.

5. Data self esteem anak. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur self-esteem adalah alat ukur Self-Esteem Inventory (SEI) dari Coopersmith, 1981, yang diadaptasi dan dimodifikasi serta diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri atas 25 item yang berupa pernyataan yang menggambarkan diri responden. Kuesioner ini disertai 2 pilihan jawaban, yaitu : 1 (Sesuai denganku), 0 (Tidak sesuai denganku).

Statistik inferensial digunakan untuk mengeneralisasikan hasil penelitian dan data sampel, yaitu:

1. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan antara karakteristik anak (usia dan jumlah saudara), karakteristik orang tua (usia ibu, usia ayah, pendapatan total keluarga), kelekatan (kelekatan orang tua-anak, kelekatan guru-anak), dan self esteem.

2. Uji korelasi Spearman ini digunakan karena variabel-variabel yang akan diketahui hubungannya dianggap sebagai nominal dan ordinal. Hubungan antar variabel-variabel yang akan diuji yaitu sebagai berikut: Karakteristik orangtua (jumlah anak, pendapatan keluarga, pendidikan orang tua) dan karakteristik anak (umur, jenis kelamin anak) dengan kualitas kelekatan antara orangtua-anak.

3. Uji korelasi Chi-square digunakan untuk melihat hubungan antara jenis kelamin, dengan tipe sekolah.

4. Uji beda Anova digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata variabel numerik antar setiap sekolah.

5. Uji beda t-test digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata variabel numerik antar tipe sekolah (konvensional dan progresif).

6. Uji Ancova digunakan untuk menganalisis pengaruh karakteristik anak, karakteristik orang tua, kelekatan terhadap self esteem dengan melihat asal sekolah yaitu progresif dan konvensional.

Formulasi notasi uji Ancova adalah:

Y1= β0+ β1 X1+ β2 D1+ β3 X2+ β4 X3+ β5 X4+ β6 X5+ β7 X6+ β8 X7 + β9 X8 + β10 X9+ β11 X10+ β12 X11+ β13 D2+ ε

Keterangan: Y1 = Self Esteem X1 = Usia anak (tahun)

21 D1 = Jenis kelamin (0 = laki-laki, 1 = perempuan)

X2 = Jumlah saudara X3 = Usia ibu (tahun)

X4 = Tingkat pendidikan ibu X5 = Tingkat pendidikan ayah

X6 = Pendapatan total keluarga (Rupiah/bulan) X7 = Status pekerjaan ibu

X8 = Kelekatan Ibu Care

X9 = Kelekatan Ibu Overprotection X10 = Kelekatan Ayah Care

X11 = Kelekatan Ayah Overprotection X12 = Kelekatan guru-anak connectedness X13 = Kelekatan guru-anak anxiety

D2 = Dummy Tipe sekolah (0 = progresif, 1 = konvensional) Definisi Operasional

Usia anak dan usia guru adalah umur responden, baik anak maupun guru, dihitung dari tahun kelahiran sampai dengan tahun pengambilan data dan satuannya berupa tahun.

Jenis kelamin anak dan guru adalah tipe seksual responden berupa pilihan laki-laki atau perempuan.

Tingkat pendidikan ibu dan ayah adalah tingkat atau jenjang pendidikan yang ditempuh oleh ibu dan ayah, mulai dari tidak sekolah, SD, SMP, SMA, diploma, S1, dan S2/S3.

Pendapatan total keluarga adalah pemasukan dana yang diterima oleh orang tua (ayah dan ibu) setiap bulan dibagi dalam satuan rupiah.

Jumlah saudara adalah keseluruhan anak yang dimiliki dalam satu keluarga mulai dihitung dari anak yang pertama sampai terakhir.

Pendidikan guru adalah tingkat atau jenjang pendidikan yang ditempuh oleh guru yang dibedakan dalam tiga kategori yaitu dari kependidikan, non kependidikan, dan pendidikan lainnya.

Pendapatan guru adalah pemasukan dana yang diterima oleh guru setiap bulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang ditanggung.

Kelekatan adalah ikatan kasih sayang yang sangat dalam dan abadi yang menghubungkan antara seseorang dengan orang lain melintasi waktu dan ruang (Ainsworth 1973; Bowlby 1969).

Kelekatan orang tua-anak adalah hubungan antara orang tua dan anak yang merupakan sumber emosional dan kognitif bagi anak. Hubungan tersebut memberi kesempatan bagi anak untuk mengeksplorasi lingkungan maupun kehidupan sosial. Hubungan anak pada masa-masa awal dapat menjadi model dalam hubungan-hubungan selanjutnya. Hubungan awal ini dimulai sejak anak terlahir ke dunia, bahkan sebetulnya sudah dimulai sejak janin berada dalam kandungan (Sutcliffe 2002).

Kelekatan guru-anak adalah hubungan sebagai suatu sistem timbal balik antara dua individu yang melibatkan interaksi, persepsi, dan karakteristik kedua individu yang bersangkutan. Lebih lanjut lagi Pianta mengatakan bahwa

22

hubungan merupakan suatu hasil dari beberapa komponen kegiatan yang terjadi berulang-ulang. Pianta (1999) menggambarkan hubungan sebagai refleksi dari pembentukan interaksi dan persepsi antara satu individu dan individu lainnya. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa suatu hubungan merupakan perilaku interaktif antar individu yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan atribut motivasional.

Self-Esteem adalah sebagai evaluasi yang dibuat individu dengan penghargaan untuk dirinya dan mengindikasikan sejauh mana individu tersebut percaya bahwa dirinya mampu, berarti, sukses, dan berharga. Secara singkat, self-esteem adalah pendapat personal akan keberhargaan diri yang diekspresikan dalam sikap individu yang berpengaruh terhadap dirinya (Coopersmith 1967)

Sekolah konvensional adalah sekolah yang memiliki metode pengajaran klasikal di mana komunikasi yang berlangsung hanya satu arah yaitu guru menerangkan dan siswa mendengarkan.

Sekolah progresif adalah sekolah yang memiliki metode pengajaran active learning dan tidak terdapat peringkat/ranking di setiap kelas.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai pengaruh kelekatan (attachment) orang tua-anak dan guru-anak terhadap pembentukan self esteem dilakukan di beberapa sekolah di kota Depok dengan dua tipe sekolah, yaitu SD progresif diwakili oleh satu SD Swasta Umum dan dua SD Swasta Berbasis Agama, sedangkan SD konvensional yang diwakili oleh satu SD Negeri dan satu SD Swasta Berbasis Agama. Kondisi dan keadaan SD yang diambil mempunyai kesetaraan baik fasilitas sekolah maupun keadaan ekonomi orang tua murid.

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian pertama dilakukan di SD Negeri yang berlokasi di Kecamatan Pancoran Mas dengan luas 2 639 m2. SD Negeri ini mempunyai fasilitas cukup lengkap dengan kondisi cukup baik. Jumlah keseluruhan siswa dari kelas 1-6 adalah 823 orang dengan jumlah guru 27 orang. Rata-rata satu kelas terdiri dari 40 siswa atau lebih dengan satu wali kelas. Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah sehingga komunikasi yang terbentuk adalah komunikasi satu arah. Sistem penilaian menggunakan angka serta peringkat antar siswa di kelas, sehingga siswa dapat mengetahui tingkat kemampuannya berdasarkan nilai yang didapat. Sistem evaluasi yang digunakan guru untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi pelajaran berupa tes tertulis, unjuk kerja, portofolio, project, dan praktek. Tes tertulis biasanya dengan tipe soal pilihan ganda, isian, dan atau esai. Dari kelima sistem evaluasi yang dilakukan guru, tes tertulis mempunyai proporsi yang lebih besar dalam menentukan tingkat pemahaman siswa. Hal inilah yang membuat orientasi guru dalam mengajar adalah agar siswa dapat menjawab soal dengan benar (teaching to the test).

23 Lokasi penelitian kedua dilakukan di SD Swasta Berbasis Agama yang berlokasi di Kecamatan Pancoran Mas dengan luas 8 645 m2. Kondisi serta fasilitas yang dimiliki tergolong lengkap dan dalam keaadan baik. Jumlah keseluruhan siswa dari kelas 1-6 adalah 899 orang dengan jumlah guru 33 orang. Rata-rata satu kelas terdiri dari 40 siswa atau kurang dengan 1 wali kelas. Sama halnya dengan lokasi penelitian pertama, guru lebih banyak menggunakan metode ceramah sehingga komunikasi yang terbentuk adalah komunikasi satu arah. Sistem penilaian menggunakan angka serta peringkat antar siswa di kelas, sehingga siswa dapat mengetahui tingkat kemampuannya berdasarkan nilai yang didapat. Sistem evaluasi yang digunakan guru untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi pelajaran berupa tes tertulis, unjuk kerja, portofolio, project, dan praktek. Tes tertulis biasanya dengan tipe soal pilihan ganda, isian, dan atau esai. Dari kelima sistem evaluasi yang dilakukan guru, tes tertulis mempunyai proporsi yang lebih besar dalam menentukan tingkat pemahaman siswa. Hal inilah yang membuat orientasi guru dalam mengajar adalah agar siswa dapat menjawab soal dengan benar (teaching to the test).

Lokasi penelitian ketiga berada di Sekolah Dasar Swasta Umum yang berlokasi di Kecamatan Cimanggis dengan luas 3 hektar. SD tersebut memiliki fasilitas tergolong lengkap dengan kondisi baik. Jumlah keseluruhan siswa dari kelas 1-6 adalah 139 orang dengan jumlah guru 29 orang. Rata-rata satu kelas terdiri dari 20 siswa atau kurang dengan dua wali kelas. Guru lebih banyak menggunakan metode pengajaran active learning, komunikasi yang terjadi adalah komunikasi dua arah. Guru berperan sebagai fasilitator sehingga siswa terlihat lebih aktif. Diskusi sebagai salah satu cara yang digunakan guru, dalam hal ini siswa diberikan kebebasan dalam bertanya dan berpendapat. Pembelajaran bersifat tematik dari kelas 1-5, dan terlihat jelas tujuan dari tema yang ditentukan. Sistem evaluasi yang digunakan terdiri dari project, produk, tes tertulis, portofolio, dan performance. Siswa selalu diberikan penghargaan dari hasil kerjanya. Hal ini terlihat dari pemberian nilai kepada siswa tidak berupa angka namun narasi perkembangan kemampuannya. Sekolah ini juga tidak menggunakan peringkat antar siswa di kelas. Hasil karya siswa dipajang di kelas. Posisi serta lokasi belajar siswa bisa berubah, siswa terkadang duduk secara berkelompok, di kursi maupun di karpet tergantung dari kondisi. Terlihat jelas perbedaan dengan lokasi penelitian yang lain, sekolah ini mempunyai jadwal khusus selama kurang lebih 20 menit setiap pagi mengalirkan pengajaran karakter secara formal pada siswanya. Secara informal pengajaran karakter juga dilakukan dengan terintegrasi baik dalam kegiatan belajar maupun di luar jam belajar.

Lokasi penelitian keempat berada di SD Swasta Berbasis Agama yang berlokasi di Kecamatan Beji dengan luas 1 935 m2. Kondisi fasilitas yang dimiliki tergolong lengkap dan cukup baik. Jumlahkeseluruhan siswa dari kelas 1-6 adalah 524 orang dengan jumlah guru 53 orang. Rata-rata satu kelas terdiri dari 30 siswa atau kurang dengan dua wali kelas. Guru menggunakan metode pengajaran student active learning dengan banyak diskusi, terutama pada mata pelajaran umum, seperti sains, sosial, bahasa Indonesia, dan lain sebagainya. Khusus pada mata pelajaran agama dan budi pekerti metode yang digunakan bervariasi terkadang diskusi atau ceramah, bahkan kombinasi keduanya. Tambahan materi akan diadakan bagi siswa yang belum mencapai target hafalan agamanya. Sistem

24

penilaian berupa angka. Susunan tempat duduk siswa dibuat berkelompok. Di dinding kelas terpajang hasil karya siswa.

Lokasi penelitian kelima berada di SD Swasta Berbasis Agama yang berlokasi di Kecamatan Sukmajaya dengan luas 1 300 m2. Fasilitas yang dimiliki tergolong lengkap dengan kondisi baik. Jumlah keseluruhan siswa dari kelas 1-6 adalah 257 orang dengan jumlah guru 38 orang. Rata-rata satu kelas terdiri dari 20 siswa atau lebih dengan dua wali kelas. Sekolah ini menerapkan metode pengajaran active learning. Siswa diajak berdiskusi tentang materi pelajaran. Pengajaran mengenai agama seperti hafalan dilakukan dengan cara puzzle atau games.

Karakteristik Contoh Karakteristik Anak

Usia Anak. Contoh terdiri atas anak yang merupakan siswa kelas 4 dan 5 dengan usia rata-rata 10 tahun, yaitu sebesar 51,3%. Selain itu, terdapat 18% berusia 9 tahun dan 30,7% berusia 11 tahun. Pemilihan contoh pada usia rata-rata 10 tahun (anak sudah kelas 4-5) dengan asumsi siswa sudah dapat menilai dan mengerti persepsi terhadap hubungannya dengan orang tuanya maupun dengan gurunya. Siswa kelas 4-5 juga lebih baik dalam pemahaman bacaan. Hasil uji beda t, rata-rata usia siswa yang menjadi contoh pada tipe sekolah progresif dan konvensional tidak berbeda secara nyata (Tabel 3).

Jumlah saudara (anak dalam keluarga). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah contoh memiliki dua orang saudara atau kurang. Tabel 3 menunjukkan hasil uji Anova dan t-test bahwa terdapat perbedaan jumlah saudara antar tipe sekolah. Contoh dari sekolah progresif memiliki saudara lebih banyak daripada contoh dari sekolah konvensional. Jumlah saudara ini diduga mempengaruhi kualitas kelekatan orang tua terhadap anaknya sehingga dapat mempengaruhi pembentukan self esteem anak.

Tabel 3 Rata-rata usia contoh dan jumlah saudara serta perbedaannya antar tipe sekolah

Karakteristik

Konvensional Progresif p-value

(uji beda t-test) Min-Maks Rata-rata + SD Min-Maks Rata-rata + SD Usia anak 9-11 10,13 + 0,7 9-11 10,12 + 0,684 0,911 Jumlah saudara 1-5 2.35+ 0,799 1-6 2,71+ 1,073 0,033

Jenis Kelamin. Diperkirakan berhubungan dengan kelekatan orang tua dan guru. Jenis kelamin anak diduga berpengaruh terhadap kualitas hubungan guru-anak. Perbedaan jenis kelamin anak merupakan prediktor perbedaan persepsi guru terhadap permasalahan perilaku dan kompetensi anak (Patterson, Kupersmidt & Vaden, diacu dalam Saft & Pianta 2001). Guru memiliki persepsi yang berbeda mengenai hubungannya dengan anak laki-laki dan perempuan, sehingga memiliki harapan yang berbeda pula. Perbedaan persepsi ini akan mempengaruhi perbedaan sikap dan perilaku guru, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kelekatan yang

25 terbentuk antara guru dengan anak. Perlakuan orangtua diduga juga berbeda menurut jenis kelamin anaknya.

Tabel 4 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan hubungannya dengan tipe sekolah

Karakteristik Anak Tipe Sekolah Total Chi-Square

Konvensional Progresif

Laki-laki 53.3% 43.3% 47.3% 0.299

Perempuan 46.7% 56.7% 52.7%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah contoh dalam penelitian ini adalah perempuan sebanyak 52,7% dan sisanya 47,3% berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan uji hubungan Chi-Square terdapat hubungan antara jenis kelamin dan tipe sekolah. Contoh dari sekolah konvensional lebih banyak berjenis kelamin laki-laki, sebaliknya contoh dari sekolah progresif lebih banyak berjenis kelamin perempuan.

Karakteristik Orang Tua

Karakteristik orang tua terdiri dari tingkat pendidikan terakhir ibu dan ayah, Karakteristik Orang tua

Karakteristik orang tua yaitu tingkat pendidikan, status pekerjaan ibu, dan pendapatan total keluarga. Tingkat pendidikan ibu diduga berhubungan dengan bagaimana pengasuhan ibu sehingga akan menunjukkan kelekatannya terhadap anaknya. Orang tua dengan tingkat pendidikan yang tinggi diduga mempunyai kedudukan dan pekerjaan serta pendapatan yang tinggi pula. Hal ini akan mempengaruhi gaya hidup bahkan pola asuh serta kelekatan terhadap anak-anaknya. Tabel 5 menjelaskan hampir setengah ibu dari contoh pada penelitian ini berpendidikan sarjana. Uji beda Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p 0,01) antara contoh sekolah progresif dan konvensional dalam hal tingkat pendidikan ayah dan ibu. Berdasarkan tingkat pendidikan, lebih dari separuh contoh ayah dan ibu memiliki tingkat pendidikan diatas diploma, yaitu sarjana atau pasca sarjana.

53,30% 43,30% 47,30% 46,70% 56,70% 52,70% 0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00%

Konvensional Progresif Total

Jenis Kelamin Contoh

Laki-laki Perempuan

Gambar 4 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan hubungannya dengan tipe sekolah

26

Tabel 5 Sebaran keluarga menurut tingkat pendidikan orang tua dan hubungannya dengan tipe sekolah

Tingkat pendidikan

Ibu Ayah

Konvensional Progresif Konvensional Progresif

SMP 1.7% 0.0% - SMA 30.0% 12.2% 16.7% 2.2% DIPLOMA 26.7% 22.2% 21.7% 6.7% S1 40.0% 53.3% 46.7% 62.2% S2/S3 1.7% 12.2% 15.0% 28.9% Chi-Square 0.007** 0.000**

Tabel 6 menunjukkan sebaran status pekerjaan ibu, dimana ibu dari sekolah progresif lebih banyak yang bekerja di luar rumah. Hal ini terkait dengan pendidikan ibu bahwa dari sekolah progresif tingkat pendidikannya lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah contoh ibu dari sekolah progresif yang bekerja yaitu sekitar 58.90% dan ibu yang tidak bekerja sekitar 41.10%. Sejalan dengan tingkat pendidikan ibu dari sekolah progresif lebih banyak yang berpendidikan tinggi minimal SMA. Contoh ibu dari sekolah

Dokumen terkait