• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Sifat Fisiologi

2.5 Selulosa Bakterial

Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi adalah sejenis polisakarida mikrobial yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain Acetobacter xylinum, subspesies dari Acetobacter aceti, bakteri nonpatogen, yang dinamakan sebagai selulosa bakterial atau selulosa yang diperoleh dari fermentasi.

2.5.1 Karakterisasi Selulosa Bakterial

Selulosa bakterial mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan, dan merupakan polisakarida berantai lurus yang tersusun oleh molekul D-glukosa melalui ikatan β-1,4. (Phillips, G.O., and Williams, P.A,2000).

Menurut Krystinowicz dan Bielecki, selulosa bakterial mempunyai beberapa keunggulan antara lain : kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi, mempunyai kerapatan antara 300 dan 900 kg/m3, kekuatan tarik tinggi, elastis, dan terbiodegradasi. (Krystinowicz, 2001).

Menurut Lairon et el (1985) selulosa dapat mengikat lipase (0,93 ± 0,6 % ), garam empedu ( 1,2 ± 0,5%), fosfolipid (4,3 ± 0,2 %) , dan kolesterol (0,9 ± 0,6%). Menurut Brody (1994) selulosa, lignin, dan hemiselulosa mempunyai efek menurunkan waktu transit isi usus yang dapat menyebabkan semakin singkat dan rendahnya penyerapan nutrien, termasuk lemak dan glukosa. Dengan demikian serat yang terdapat dalam nata potensial dijadikan obat hiperlipidemia dan hiperglikemia.

Serat yang kaya selulosa merangsang pemindahan bahan makanan dalam saluran cerna. Ada korelasi langsung antara kadar serat diet (selulosa dan hemiselulosa) dan gerak laju makanan melalui saluran cerna. Diet yang mengandung selulosa, serat akan lebih cepat karena meningkatnya volume feses. Meningkatnya serat kasar juga menguntungkan karbohidrat penyebab diabetes terutama gula-gula sederhana. Pektin dalam buah-buahan memperlambat gerak laju gula dari lambung ke usus kecil, atau melawan peningkatan konsentrasi glukosa darah yang cepat setelah makan gula.

2.5.2 Aplikasi Selulosa Bakterial

Selulosa bakterial yang bentuknya mirip kolang-kaling bisa dijadikan alternatif penggantinya. Selulosa bakterial bisa di jadikan bahan campuran dalam berbagai minuman. Di Jepang, selulosa bakterial atau yang dikenal dengan nata de coco digunakan sebagai bahan makanan yang biasa dicampur dengan mi. (Warisno,2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan orang, ternyata nata de coco bisa dijadikan sebagai bahan baku untuk membuat sound system. Hasilnya, loudspeaker yang menggunakan membran sound system dari nata de coco memiliki suara yang lebih bersih. (Warisno,2004).

Suatu penelitian yang didasarkan pada studi difraksi sinar X, menyatakan bahwa struktur selulosa dari nata de coco memiliki kesamaan dengan struktur selulosa kapas. Diketahui pula, bahwa selulosa asetat adalah suatu produk esterifikasi dari selulosa kapas yang digunakan secara luas sebagai membran filter. Membran filter misalnya digunakan

pada tahapan preparasi sampel dalam analisa HPLC sebagai membran millipore. Dengan demikian, selulosa nata berpeluang untuk dikembangkan sebagai biomembran.

Penelitian yang mengarah pada pengembangan selulosa bakterial sebagai material bernilai tambah sudah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya adalah penggunaan selulosa bakterial sebagai bahan diafragma tranduser, bahan pencampur dalam industri kertas, karakterisasi sifat listrik dan magnetnya, sebagai support untuk sensor glukosa dan sebagai membran dialisis. (Iguchi, 2000).

Mikrokristal selulosa digunakan dalam pembuatan tablet karena mempunyai daya ikat tablet yang sangat baik dan waktu hancur tablet relatif singkat. Mikrokristalin yang diperoleh dari pasaran adalah produk impor sehingga berakibat mahalnya produk tablet. Untuk menghasilkan mikrokristal selulosa dengan harga murah, maka dilakukan dengan pemamfaatan selulosa bakterial dari hasil fermentasi Acetobacter xylinum dalam substrat air kelapa menjadi menjadi mikrokristal selulosa untuk bahan pembantu pembuatan tablet.(Yanuar,A.,dkk,2003).

Selulosa bakterial merupakan polimer alam yang sifatnya menyerupai hidrogel yang diperoleh dari polimer sintetik; selulosa bakterial menunjukkan kandungan air yang tinggi (98-99%), daya serap yang baik terhadap cairan, bersifat non allergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan tersebut. Karena karakteristiknya mirip seperti kulit manusia, selulosa bakterial dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius. (Ciechanska,D., 2004).

2.6 Vitamin

Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemelihara kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. Karena

vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan. (Almatsier. S., 2001).

Hampir semua vitamin yang kita kenal sekarang telah berhasil diidentifikasi sejak tahun 1930. vitamin tersebut pada umumnya telah dikelompokkan ke dalam 2 golongan utama yaitu:

1. vitamin yang larut dalam lemak yang meliputi vitamin A, D, E, dan K 2. vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B dan C.(Winarno, 1995)

Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim. (Almatsier. S., 2001). Peranan vitamin dalam tubuh dapat pula dipengaruhi oleh zat-zat tertentu yang ada di dalam pangan yang mempunyai struktur hampir sama dengan vitamin. Zat tersebut adalah zat antivitamin atau vitamin antagonis. Sebagai contoh misalnya pada ikan mentah terdapat thiaminase yang menghambat kerjanya vitamin B6.

Pada tahap pemprosesan dan pemasakan banyak vitamin yang hilang bila menggunakan suhu tinggi, air perebusan dibuang, permukaan makanan bersentuhan dengan udara dan menggunakan alkali. (Almatsier. S., 2001). Pencucian sayuran setelah dipotong-potong terlebih dahulu, membuka tempat berisi vitamin C sebab oleh udara akan terjadi oksidasi yang tidak reversibel. (Poedjiadi, A., 1996).

Kehilangan vitamin dalam pemasakan dapat dicegah dengan cara menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi, waktu memasak tidak terlalu lama, menggunakan air pemasak sedikit mungkin, memotong dengan pisau tajam menjadi potongan tidak terlalu halus dan panci memasak ditutup. (Almatsier. S., 2001).

2.7 Vitamin C

Gambar 2.2 Vitamin C (http://www.wikimedia.org.)

Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam . Vitamin C adalah vitamin yang paling labil.

Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidarat yang erat berkaitan degan monosakarida. Vitamin C dapat disintesa dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuhh-tumbuhan dan sebagian besar hewan. Vitamin C terdapat dalam 2 bentuk di alam, yaitu L-asam askorbat (bentuk reduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk oksidasi).

Dokumen terkait