• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Pereaksi

3.3.1.1. PembuatanLarutanNaOH 17,5%

DitimbangNaOH pellet sebanyak 175 gram dandilarutkandenganaquadestdalam labutakarvolume 1000 mL.

3.3.1.2. PembuatanLarutan H2O2 10%

Sebanyak 333 ml H2O2 30% dimasukkan ke dalam labu takar volume 1000 ml, ditambahkan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.3. Pembuatan Larutan NaOCl 1,7%

Sebanyak 136 ml NaOCl 12% dimasukkan ke dalam labu takar volume 1000 ml, ditambahkan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.4. Pembuatan Larutan Buffer Asetat

Sebanyak 27 gram NaOH pellet dilarutkan dengan 500 ml aquadest dalam gelas Beaker, diaduk hingga larut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar volume 1000 ml yang telah berisi 75 ml asam asetat glasial, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.5. Pembuatan NaOH 2%

Ditimbang NaOH pellet sebanyak 20 g dan dilarutkan dengan aquadest hingga garis tanda dalam labu takar volume 1000 ml.

3.3.1.6. Pembuatan HNO3 3,5%

Sebanyak 54,6 ml HNO3 65% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar volume 1000 ml hingga garis batas, lalu dihomogenkan.

3.3.1.7. Larutan Seri Standar Cd2+

3.3.1.7.1. Larutan Induk Cd2+ 1000 ppm

Sebanyak 0,897 gram CdCl2 dimasukkan ke dalam labu takar volume 500 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.7.2. Larutan Seri Standar Cd2+ 100 ppm

Sebanyak 25 mL larutan induk CdCl2 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu takar volume 250 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.7.2. Larutan Seri Standar Cd2+ 200 ppm

Sebanyak 50 mL larutan induk CdCl2 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu takar volume 250 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.7.3. Larutan Seri Standar Cd2+ 300 ppm

Sebanyak 75 mL larutan induk CdCl2 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu takar volume 250 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.7.4. Larutan Seri Standar Cd2+ 400 ppm

Sebanyak 100 mL larutan induk CdCl2 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu takar volume 250 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.7.5. Larutan Seri Standar Cd2+ 500 ppm

Sebanyak 125 mL larutan induk CdCl2 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu takar volume 250 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.2. Preparasi Sampel

Daun nenas dibersihkan dan dicuci dengan air bersih.Kemudian dipotong-potong sedemikian rupa lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu sekitar 50oC - 60oC, kemudian diblender hingga menjadi serbuk lalu ditimbang.

3.3.3. Isolasi α-Selulosa dari Serbuk Daun Nenas

Sebanyak 75 g serbuk daun nenas dimasukkan ke dalam gelas Beaker 5 L, kemudian ditambahkan 1 L campuran yang berisi HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan di atas hotplate pada suhu 900C selama 2 jam. Setelah itu disaring dan endapan dicuci hingga filtrat netral.Selanjutnya didigesti dengan 1 L larutan NaOH 2% pada suhu 800C selama 4 jam.Kemudian disaring dan endapan dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 1 L larutan yang terbuat dari larutan buffer asetat dan NaOCl 1,7% dengan perbandingan 1:1 (v/v) pada suhu 800C selama 6 jam. Kemudian disaring dan endapan dicuci sampai pH filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian

α-selulosa dari sampel dengan 500 ml larutan NaOH 17,5 % pada suhu 800C selama 30 menit. Kemudian disaring, dicuci endapan hingga filtrat netral. Dilanjutkan pemutihan dengan 500 ml H2O2 10% pada suhu 600C selama 15 menit dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 600C, hasil kemudian ditimbang dan disimpan

dalam desikator (Ohwoavworhua, 2005). Selanjutnya α-selulosa yang diperoleh dikarakterisasi dengan analisis FT-IR dan analisis SEM.

3.3.4. Sintesis Selulosa Sitrat

Pembuatan selulosa sitrat berdasarkan metode yang telah dimodifikasi dari Thanh (Thanh et al,.2009). Asam sitrat sebanyak 1,5 g dilarutkan dengan 8 ml aquadest dalam gelas Beaker 100 ml, kemudian dicampur dengan 0,5 g selulosa kering sambil diaduk selama 30 menit. Kemudian ditempatkan pada cawan porselen dan dikeringkan dalam oven pada suhu 500 C selama 12 jam, lalu suhu dinaikkan menjadi 1200 C selama 12 jam. Hasil campuran kemudian dicuci dengan aquadest hangat untuk memisahkan asam sitrat yang tidak ikut bereaksi. Selanjutnya hasil dikeringkan didalam oven pada suhu 500 C selama 6 jam untuk menghilangkan air. Kemudian selulosa sitrat dihitung derajat substitusinya serta dianalisis dengan spektroskopi FT-IR dan analisis SEM.

3.3.5. Karakterisasi Hasil Reaksi

3.3.5.1. Analisis Gugus Fungsi FT-IR

Masing-masing selulosa dan selulosa sitrat dicampurkan dengan KBr anhidrat lalu dicetak sesuai plat hingga membentuk pellet lapisan tipis, selanjutnya diukur spektrum masing-masing cuplikan dengan alat spektrofotometer FT-IR.

3.3.5.2. Analisis Morfologi dengan SEM

Analisis SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi dari selulosa dan selulosa sitrat. Hasil analisis SEM akan memunculkan rongga-rongga hasil pencampuran sehingga memberikan gambaran seberapa baik hasil yang diperoleh.

3.3.5.3. Penentuan Derajat Substitusi (DS)

Penentuan derajat substitusi (DS) berdasarkan metode Genung dan Mallat (1941), dimana 0,1 gram selulosa sitrat kering terlebih dahulu dilarutkan dalam 5 ml NaOH 0,5 N kemudian dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer 250 ml, diaduk selama 30 menit dengan menggunakan magnetik stirrer. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein, lalu dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N sampai larutan berwarna merah muda berubah menjadi bening. Percobaan blanko diulang menggunakan 0,1 gram selulosa sampel. Derajat substitusi dapat dihitung dengan persamaan berikut :

% sitrat =(Vblanko −V sampel )x 0,1 x molaritas asam

Berat sampel (gram ) x 100% DS = 162 x %sitrat

1000 − (99% × % sitrat )

3.3.6. Perlakuan dan Analisis Penyerapan Ion Cd2+

Pada penelitian ini, sebelum dilakukan analisis sampel dilakukan pemeriksaan terhadap alat spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan kondisi operasi peralatan (Tabel 3.1) berikut.

Tabel 3.1 Cek Alat SSA

Element Kadmium (Cd)

Lampu / Current Hallow cathode lamp / 12 Ma

Panjang gelombang Cd = 228,8 nm

Slit 0,7 nm (low)

Atomisation site Pyro / platform

Tipe pengukuran Area grafik

Tipe signal Atomic absorption – Background absorption

Waktu integrasi 4 menit

Waktu koreksi grafik 2 menit

Temperatur inject 20 oC

Tekanan gas Asetilena 3,6 bar atau 52 psig atau 360 kPa Kecepatan alir gas Asetilena 300 mL/min

(AAS-Grafite Furnace Perkin Elmer)

3.3.6.1. Penentuan Waktu Kontak Optimum

Sebanyak 50 mL larutan standar Cd2+ 400 ppm dimasukkan ke dalam gelas Beaker 250 mL, kemudian ditambahkan selulosa sitrat sebanyak 0,1 g. Diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit lalu campuran disaring menggunakan kertas saring Whatmann no. 42. Diatur pH filtrat hingga pH = 3 dengan menggunakan HNO3(p). Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada �spesifik 228,8 nm. Dilakukan perlakuan yang sama dengan variasi waktu kontak 60 menit, 90 menit, 120 menit, dan 150 menit.

3.3.6.2. Selulosa dalam Larutan Standar

Sebanyak 50 mL larutan standar Cd2+ 100 ppm dimasukkan ke dalam gelas Beaker 250 mL, kemudian ditambahkan selulosa sebanyak 0,1 g. Diaduk dengan pengaduk magnet selama waktu kontak optimum lalu campuran disaring menggunakan kertas saring Whatmann no. 42. Diatur pH filtrat hingga pH = 3 dengan menggunakan

HNO3(p). Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada �spesifik 228,8 nm. Dilakukan perlakuan yang sama dengan variasi larutan standar Cd2+ 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm.

3.3.6.3. Selulosa Sitrat dalam Larutan Standar

Sebanyak 50 mL larutan standar Cd2+ 100 ppm dimasukkan ke dalam gelas Beaker 250 mL, kemudian ditambahkan Selulosa Sitrat sebanyak 0,1 g. Diaduk dengan pengaduk magnet selama waktu kontak optimum lalu campuran disaring menggunakan kertas saring Whatmann no. 42. Diatur pH filtrat hingga pH = 3 dengan menggunakan HNO3(p). Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada �spesifik 228,8 nm. Dilakukan perlakuan yang sama dengan variasi larutan standar Cd2+ 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm.

3.4. Bagan Penelitian 3.4.1. Preparasi Sampel

Daun nenas

Dibersihkan dan dicuci dengan air

Dipotong kecil-kecil

Dikeringkan

Dihaluskan dengan blender

3.4.2. Isolasi α-Selulosa dari Serbuk Daun Nenas

75 g serbuk daun nenas

dimasukkan kedalam gelas Beaker 5 L

ditambahkan 1 L campuran HNO3 3,5 %dan 10 mg NaNO2 dipanaskan diatas hotplate sambil diaduk pada suhu 90oC selama 2 jam

disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral

residu filtrat

ditambahkan 1 liter larutan NaOH 2 %

dipanaskan pada suhu 80oC selama 4 jam sambil diaduk diatas hotplate disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral

residu filtrat

diputihkan dengan 1 L larutan yang terbuat dari larutan buffer asetat dan NaOCl 1,7 % dengan perbandingan 1 : 1(v/v)

dipanaskan pada suhu 80oC selama 6 jam sambil diaduk di atas hotplate disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral

residu filtrat

ditambahkan 500 mL larutan NaOH 17,5 %

dipanaskan pada suhu 80oC selama 30 menit sambil diaduk diatas hotplate disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral

ditambahkan dengan500 mL H2O2 10 %

dipanaskan pada suhu 60oC selama 15 menit sambil diaduk diatas hotplate disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral

dikeringkan pada suhu 60oC didalam oven selama 4 jam disimpan dalam desikator

hasil residu

residu filtrat

filtrat

3.4.3. Sintesis Selulosa Sitrat

0,5 g selulosa kering

Dimasukkan kedalam gelas Beaker

Dicampurkan dengan larutan dari 1,5 g asam sitrat dalam 8 ml aquadest

Diaduk selama 30 menit

Dituang kedalam cawan porselen

Dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC selama 12 jam, lalu suhu dinaikkan menjadi 120oC selama 12 jam Didinginkan

Dicuci dengan aquadest hangat

Dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC selama 6 jam Disimpan di dalam desikator

Hasil

Analisis SEM Penentuan DS

3.4.4. Perlakuan dan Analisis Penyerapan Logam Cd2+ dengan Zat Hasil Sintesis 3.4.4.1. Penentuan Waktu Kontak Optimum

50 mL Larutan Standar Cd2+ 400 ppm

Filtrat

diatur pH hingga 3 dengan menambahkan HNO3 (p)

diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada spesifik 228,8 nm.

Residu dimasukkan ke dalam gelas Beaker 250 mL

ditambahkan 0,1 g selulosa sitrat

diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit

disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42

λ

Hasil

Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama pada variasi waktu 60 menit, 90 menit, 120 menit, dan 150 menit.

3.4.5.2. Penyerapan Logam Cd2+ dengan Selulosa dalam Larutan Standar

50 mL Larutan Standar Cd2+ 100 ppm

Filtrat

diatur pH hingga 3 dengan menambahkan HNO3 (p)

diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada spesifik 228,8 nm.

Residu dimasukkan ke dalam gelas Beaker 250 mL

ditambahkan 0,1 g selulosa

diaduk dengan pengaduk magnet selama 60 menit

disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42

λ

Hasil

Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama pada larutan standar 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm.

3.4.5.3. Penyerapan Logam Cd2+ dengan Selulosa Sitrat dalam Larutan Standar

50 mL Larutan Standar Cd2+ 100 ppm

Filtrat

diatur pH hingga 3 dengan menambahkan HNO3 (p)

diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada spesifik 228,8 nm.

Residu dimasukkan ke dalam gelas Beaker 250 mL

ditambahkan 0,1 g selulosa sitrat

diaduk dengan pengaduk magnet selama 60 menit

disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42

λ

Hasil

Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama pada larutan standar 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Analisis Menggunakan Spektrofotometer FT-IR

4.1.1.1.Hasil Analisis Spektrofotometer FT-IR Selulosa

Selulosa yang digunakan dalam penelitian ini adalah selulosa hasil isolasi dari daun nenas. Pada tahap isolasi α- selulosa digunakan 75 g serbuk daun nenas dan pada

akhir proses diperoleh α- selulosa sekitar 14,5153 g (sebanyak 27,65% dari berat awal serbuk daun nenas). Dari data spektroskopi FT-IR selulosa memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3293 cm-1, 2898 cm

-1

, 2124 cm-1,1320 cm-1, 1030 cm-1, 903 cm-1, 673 cm-1 (Gambar 4.1).

4.1.1.2.Hasil Analisis Spektrofotometer FT-IR Selulosa Sitrat

Selulosa sitrat merupakan hasil reaksi antara selulosa yang sudah diisolasi terlebih dahulu dari daun nenas yang kemudian direaksikan dengan asam sitrat yang dilarutkan terlebih dahulu dengan aquadest dengan pemanasan pada suhu 55oC selama 12 jam, lalu suhu dinaikkan menjadi 120oC selama 12 jam. Kemudian dicuci dengan aquadest hangat lalu dikeringkan. Hasil yang diperoleh berupa selulosa sitrat berupa serbuk halus berwarna putih kekuningan yang selanjutnya dianalisis menggunakan spektroskopi FT-IR, dimana memberikan spektrum puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3337 cm-1, 2805 cm-1, 2124 cm-1, 1729 cm

-1

, 1432 cm-1, 1372 cm-1, 1060 cm-1, 903 cm-1, 673 cm-1 (Gambar 4.2).

4.1.2. Hasil Analisis Morfologi Menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopic)

4.1.2.1.Hasil Analisis MorfologiSEM dari Selulosa Hasil Isolasi dari Daun Nenas Adapun hasil SEM dari selulosa hasil isolasi dari daun nenas dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut.

(a) (b) Gambar 4.3 SEM dari Selulosa : (a) perbesaran 250 kali dan (b) perbesaran 500 kali

4.1.2.2.Hasil Analisis MorfologiSEM dari Selulosa Sitrat

Adapun hasil SEM dari selulosa sitrat dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut.

(a) (b)

Gambar 4.4 SEM dari selulosa sitrat : (a) perbesaran 250 kali, (b) perbesaran 500 kali 4.1.3. Hasil Analisis Absorpsi Ion Logam Cd2+ Menggunakan SSA

(Spektrofotometer Serapan Atom)

Hasil absorbansi larutan seri standar ion kadmium (Cd2+) menggunakan spektrofotometer serapan atom ditunjukkan pada Tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1. Data Absorbansi Larutan Seri Standar Ion Kadmium (Cd2+)

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-Rata (A)

0,2 0,1093

0,4 0,2192

0,6 0,3196

0.8 0,4251

1,0 0,5175

Dari data absorbansi larutan seri standar ion kadmium pada Tabel 4.1, maka diperoleh kurva kalibrasi larutan seri standar kadmium yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 berikut ini.

Gambar 4.5. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Cd2+

Dari kurva yang dihasilkan pada Gambar 4.5, diperoleh harga koefisien korelasi (R2) kurva kalibrasi di atas yakni sebesar 0,9992 yang menunjukkan bahwa

y = 0,519x + 0,005 R² = 0,999 0,0000 0,1000 0,2000 0,3000 0,4000 0,5000 0,6000 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 A bs o rba ns i

alat yang digunakan mempunyai respon yang baik. Setelah kurva kalibrasi diperoleh, dilakukan analisis absorpsi terhadap 0,1 g sampel selulosa hasil isolasi dan selulosa sitrat hasil sintesis dengan faktor pengali 1000 kali menggunakan SSA.

4.1.3.1. Hasil Penentuan Waktu Kontak

Dari data SSA yang diperoleh, penentuan waktu kontak dilakukan terhadap selulosa sitrat dengan konsentrasi larutan standar Cd2+ 400 ppm diuraikan pada Tabel 4.2berikut.

Tabel 4.2.Waktu Kontak Adsorpsi Terhadap Ion Cd2+

No Waktu Kontak (menit) Konsentrasi Awal (ppm) Absorbansi (A) Konsentrasi Akhir (ppm) % Terserap 1 30 400 0,1974 317,3100 ± 20,67 % 2 60 400 0,1912 306,6735 ± 23,33 % 3 90 400 0,2051 330,5198 ± 17,37 % 4 120 400 0,2009 323,3145 ± 19,17 % 5 150 400 0,2023 325,7162 ± 18,57 %

Berdasarkan data Tabel 4.2 menunjukkan bahwa waktu kontak penyerapan optimum terhadap ion logam Cd2+ adalah 60 menit dengan serapan sebesar 23,33 %.

4.1.3.2. Hasil Analisis Absorpsi Selulosa Terhadap Ion Cd2+

Dari data SSA yang diperoleh, hasil analisis selulosa terhadap ion kadmium (Cd2+) diuraikan pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3.Hasil Pengukuran Absorpsi Selulosa dengan SSA

No Konsentrasi Awal (ppm) Absorbansi (A) Konsentrasi Akhir (ppm) % Terserap

1 100 0,1948 89,6752 ± 10,3248

2 200 0,3602 170,5713 ± 14,7143

3 300 0,3699 350,6309 ± 12,3422

4 400 0,5711 273,7210 ± 8,7966

5 500 0,4966 474,5672 ± 6,3582

Berdasarkan data Tabel 4.3 menunjukkan bahwa penurunan kadar ion logam kadmium (Cd2+) optimum adalah 14,7143 %, sedangkan penurunan kadar ion logam kadmium (Cd2+) minimum adalah 6,3582 %.

4.1.3.3. Hasil Analisis Absorpsi Selulosa Sitrat Terhadap Ion Cd2+

Dari data SSA yang diperoleh, hasil analisis selulosa sitrat terhadap ion kadmium (Cd2+) diuraikan pada Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4.Hasil Pengukuran Absorpsi Selulosa Sitrat dengan SSA

No Konsentrasi Awal (ppm) Absorbansi (A) Konsentrasi Akhir (ppm) % Terserap 1 100 0,0630 25,2129 ± 74,7872 2 200 0,2133 98,7235 ± 50,6382 3 300 0,4873 232,7350 ± 22,4216 4 400 0,3567 337,7189 ± 15,5702 5 500 0,4568 435,5375 ± 12,8925

Berdasarkan data Tabel 4.4 menunjukkan bahwa penurunan kadar ion logam kadmium (Cd2+) optimum adalah 74,7872 %, sedangkan penurunan kadar ion logam kadmium (Cd2+) minimum adalah 12,8925 %.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Isolasi α-Selulosa dari Daun Nenas

Sebelum proses isolasi maka daun nenas terlebih dahulu dipotong kecil-kecil dan dibersihkan dengan air. Setelah itu dikeringkan dan dihaluskan dengan menggunakan

blender untuk mempermudah proses isolasi. Tahapan pertama dalam proses isolasi α -selulosa adalah proses delignifikasi dengan menggunakan HNO3 3,5 % dan NaNO2

yang bertujuan untuk menghilangkan lignin dari serbuk daun nenas. Selanjutnya dilakukan proses swelling dengan menggunakan NaOH 2% yakni membuka pori-pori selulosa sehingga zat pengotor yang tidak diinginkan keluar. Pulp yang dihasilkan dari proses swelling ini berwarna kuning kecoklatan sehingga dilakukan proses pemutihan dengan menggunakan NaOCl 1,7%. Selulosa yang dihasilkan pada tahap

ini masih mengandung β-selulosa dan ϒ -selulosa sehingga dilakukan pemurnian

dengan menggunakan NaOH 17,5% dimana α-selulosa akan mengendap sedangkan

β-selulosa dan ϒ -selulosa akan larut. α-Selulosa yang diperoleh pada tahap ini berwarna kuning, maka dilakukan pemutihan menggunakan H2O2 10%. α-Selulosa yang dihasilkan berbentuk serbuk berwarna putih yang kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC.

4.2.1.1. AnalisisSelulosa dengan Spektrofotometer FT-IR

Spektroskopi FT-IR merupakan suatu teknik analisis yang dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi dari suatu molekul dalam suatu sampel. Analisis gugus fungsi dengan FT-IR telah dilakukan, spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa selulosa yang digunakan memiliki gugus O-H dengan munculnya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3293 cm-1 serta didukung oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1030 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris dan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1320 cm-1 menunjukkan vibrasi C-O anti-simetris. Puncak vibrasi pada daerah bilangan

gelombang 2898 cm-1 merupakan vibrasi stretching C-H yang didukung oleh vibrasi C-H bending pada daerah bilangan gelombang 673 cm-1. Munculnya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 2124 cm-1 menunjukkan vibrasi C-C stretching dan didukung dengan daerah bilangan gelombang 903 cm-1 yang merupakan C-C bending.

4.2.2. Esterifikasi Selulosa dengan Asam Sitrat

Selulosa Sitrat merupakan hasil reaksi esterifikasi antara selulosa direaksikan dengan asam sitrat yang dilarutkan terlebih dahulu dengan aquadest dan dilakukan pemanasan pada suhu 50oC selama 12 jam, dan selanjutnya suhu dinaikkan menjadi 120oC. Kemudian dicuci dengan aquadest hangat untuk menghilangkan asam sitrat yang tidak bereaksi lalu dikeringkan selama 6 jam pada suhu 50oC (Thanh dan Nhung, 2009).

4.2.2.1. AnalisisSelulosa Sitrat dengan Spektrofotometer FT-IR

Spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa selulosa sitrat yang terbentuk memiliki gugus karbonil (C=O) yang berasal dari asam sitrat dengan munculnya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 1729 cm-1 serta didukung oleh puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1060 cm-1 menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris dan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1372 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O anti-simetris.

Puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3337 cm-1 menunjukkan vibrasi OH dari selulosa. Puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 2805 cm-1 merupakan vibrasi stretching C-H yang didukung oleh vibrasi C-H bending pada daerah bilangan gelombang 673 cm-1, serta munculnya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 2124 cm-1 menunjukkan vibrasi C-C stretching dan didukung dengan daerah bilangan gelombang 903 cm-1 yang merupakan C-C bending. Puncak

serapan pada daerah bilangan gelombang 1432 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus metilena (-CH2-) dari penambahan asam sitrat. Penambahan asam sitrat menyebabkan reaksi esterifikasi berlangsung dimana O- pada atom C-6 selulosa yang bersifat nukleofil akan menyerang gugus karbonil dari asam sitrat anhidrat yang bersifat elektrofil dan membentuk selulosa sitrat. Secara hipotesis reaksi selulosa dengan asam sitrat untuk membentuk selulosa sitrat dapat dilihat pada Gambar 4.6berikut :

H2C C C HO H2C -H2O H2C C C HO H2C O O C O O O O O O OH OH OH O H O H H H H H H HH H H H O n * O O O O O OH OH O H O H H H H H H H H H H H O * n O OH C O OH C O OH H2C C C HO H2C O OH C O OH C O -H2O O O O O OH O OH OH O H O H H H H H H H H H H H O * n * H2C C C HO H2C O O C O CO O O O O O OH OH OH O H O H H H H H H HH H H H O * n * Asam Sitrat C O OH OH H2C C C HO H2C C O OH C O O O O O O O OH OH OH O H O H H H H H H HH H H H O * n * O O O O HO OH OH OH O H O H H H H H H H H H H H O * n * Selulosa Selulosa-Sitrat Selulosa H H

Gambar 4.6. Reaksi Pembentukan Selulosa Sitrat melalui Esterifikasi Selulosa ( Thanh, 2009)

4.2.3. Analisis Morfologi dengan SEM (Scanning Electron Microscopic)

Analisis SEM dilakukan untuk melihat morfologi dari senyawa hasil modifikasi selulosa yang diperoleh. Informasi dari analisis ini akan menunjukkan gambaran seberapa baik interaksi reagensia yang digunakan dalam modifikasi selulosa. Dalam

penelitian ini uji SEM dilakukan pada selulosa hasil isolasi dari daun nenas dan selulosa sitrat dengan perbesaran gambar mencakup 250 kali dan 500 kali.

Adapun hasil SEM dari selulosa hasil isolasi dari daun nenas dari Gambar 4.3, menunjukkan morfologi permukaan.Permukaan pada perbesaran 250 kali dan 500 kali tampak homogen, halus, dan memiliki permukaan yang kecil.

Adapun hasil SEM dari selulosa sitrat hasil isolasi dari daun nenas dari Gambar 4.4, menunjukkan telah terjadi perubahan morfologi permukaan.Permukaan pada perbesaran 250 kali dan 500 kali tampak lebih kasar dan memiliki permukaan yang lebih besar daripada selulosa hasil isolasi.Ini menunjukkan perubahan morfologi yang mendukung telah terjadi reaksi antara gugus hidroksil selulosa dan gugus karbonil dari asam sitrat.

4.2.4. Penentuan Derajat Substitusi (DS)

Derajat Substitusi (DS) adalah jumlah rata-rata gugus per anhidroglukosa unit yang disubstitusikan oleh gugus lain. Apabila gugus yang menggantikan berupa satu gugus anhidroksil pada setiap unit anhidroglukosa diesterifikasi dengan satu buah gugus asetil, nilai DS sebesar 1.Jika terdapat tiga buah gugus hidroksil yang diesterifikasi, maka nilai DS sebesar 3 (Wurzburg, 1986). Penentuan DS dari senyawa selulosa sitrat yang dihasilkan dapat dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini :

% sitrat =[volume blanko −volume sampel ] x 0,1 x molaritas asam

Berat Sampel (gram ) x 100 % = [4,4−5,8] x 0,1 x 0,48

0,1 x 100 % = 67,2 %

DS = 162 x % sitrat

1000 − (99 × % sitrat )

= 162 x 67,2

1000 − (99 × 67,2)

= 1,925

Derajat substitusi selulosa sitrat terhadap selulosa yakni sebesar 1,925 yang mengindikasikan bahwa rata-rata sebanyak 1,925 gugus OH dari setiap monomer selulosa mengalami substitusi dengan asam sitrat membentuk selulosa sitrat.

4.2.5.Analisis Absorpsi Selulosa dan Selulosa Sitrat Terhadap Ion Cd2+

Kurva daya serap selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut.

Gambar 4.7. Kurva Daya Serap Selulosa

0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 100 200 300 400 500 600 % T e rs e ra p Konsentrasi Ion Cd

Kurva daya serap selulosa sitrat dapat dilihat pada Gambar 4.8 berikut.

Gambar 4.8. Kurva Daya Serap Selulosa Sitrat

Berdasarkan kurva padaGambar 4.7 menyatakan bahwa selulosa memiliki kemampuan serapan.Hal ini disebabkan karena adanya gugus hidroksil yang dapat berinteraksi dengan ion logam Cd2+. Adanya gugus OH yang merupakan Lewis Hard base memberikan interaksi dengan ion Cd2+ yang merupakan kation besar. Hasil serapan oleh selulosa dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan serapan terhadap ion Cd2+ pada konsentrasi 100 ppm hingga 200 ppm sedangkan pada konsentrasi 300 ppm hingga 500 ppm mengalami penurunan. Ini menyatakan bahwa jumlah adsorben yang digunakan sudah optimum pada konsentrasi 200 ppm dan interaksi antara adsorben dan adsorbat yang kuat sehingga ion logam tertahan pada permukaa adsorben.Sementara pada konsentrasi 300 ppm hingga 500 ppm sudah melewati batas optimum sehingga menurunkan ikatan kovalen antara adsorben dan adsorbat yang menyebabkan ion logam terlepas dari permukaan adsorben.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 100 200 300 400 500 600 % T e rs e ra p Konsentrasi Ion Cd

Adapun reaksi pengikatan ion kadmium dengan selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.9 berikut : O O O OH OH OH OH O H O H H H H H H H H H H H O n Cd2+ O O O O OH HO O H O H H H H H H H H H H H O n O O O OH HO O OH O H O H H H H H H H H H H H O n Cd OH + 2 H+

Gambar 4.9. Pengikatan ion kadmium dengan Selulosa (House, 2008)

Berdasarkan kurva yang ditunjukkan sebelumnya menyatakan bahwa adanya modifikasi terhadap selulosa jelas mempengaruhi kemampuan serapannya terhadap ion logam Cd2+. Selulosa tersusun atas rantai-rantai panjang yang terikat satu sama lain sehingga membentuk struktur seperti anyawan yang disebut fibril dan menjadikan selulosa mampu menyerap ion logam secara fisika. Adanya modifikasi pada selulosa menjadikannya lebih reaktif karena memiliki gugus fungsi yang lebih banyak dari selulosa itu sendiri.

Kemampuan selulosa sitrat sebagai adsorben disebabkan karena adanya

Dokumen terkait