BAB II. LANDASAN TEORI
A. Semangat Kerja
Lampiran B
1. Data Mentah Uji Coba pada Skala Semangat Kerja 2. Data Mentah Uji Coba pada Skala Kepuasan Kompensasi 3. Data Mentah Penelitian pada Skala Semangat Kerja 4. Data Mentah Penelitian pada Skala Kepuasan Kompensasi 5. Gambaran Umum Subjek Penelitian
6. Kategorisasi Data Subjek Penelitian Lampiran C
1. Uji Normalitas Sebaran 2. Uji Linearitas Hubungan 3. Uji Multikolinearitas 4. Uji Heterokedastisitas 5. Uji Hipotesa Penelitian Lampiran D
1. Skala Semangat Kerja untuk Penelitian 2. Skala Kepuasan Kompensasi untuk Penelitian 3. Surat Keterangan Bukti Penelitian
Kepuasan Kompensasi sebagai Prediktor Positif bagi Semangat Kerja Guru dan Karyawan di YPK Budi Murni Medan
Yani Monika Manalu dan Eka Danta Jaya Ginting, M.A.
ABSTRAK
Semangat kerja memberikan dampak yang positif bagi organisasi. Karyawan yang memiliki semangat kerja tinggi akan melakukan pekerjaan dengan penuh energi, antusias dan kemauan yang tinggi dalam mencapai tujuan perusahaan. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja karyawan, salah satunya adalah kepuasan terhadap kompensasi yang diterima.
Penelitian ini melibatkan 60 orang guru dan karyawan tetap di YPK Budi Murni Medan dengan teknik pengambilan sample menggunakan cara klaster. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Alat ukur yang digunakan adalah skala semangat kerja dengan rxy= 0.899 dan skala kepuasan kompensasi dengan rxy= 0.886. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kompensasi memberikan pengaruh positif terhadap semangat kerja karyawan (Rsquare=0.223). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aspek kepuasan kompensasi yang dominan sebagai prediktor positif bagi semangat kerja adalah kepuasan terhadap benefit. mayoritas subjek penelitian memiliki semangat kerja yang tergolong tinggi dan kepuasan kompensasi tergolong sedang.
Compensation Satisfaction as a Positive Predictor of Teacher and Employee Morale in YPK Budi Murni Medan
Yani Monika Manalu and Eka Danta Jaya Ginting, M.A.
ABSTRACT
Morale gave many positive impact to organization. Employee with high morale will do their work with full energy, high enthusiasm and willingness to achieve company goals. There are many factors that influencing employee morale degree, one of them is compensation satisfaction.
This study involved 60 permanent teacher and employees. Sampling technique used was cluster sampling. The data obtained were processed by using multiple regression analysis. Measurement scale used is the morale scale with reliability 0.899 and compensation satisfaction scale with reliability 0.886. The result showed that compensation satisfaction proved to be a positive predictor of teacher and employee morale in YPK Budi Murni Medan (Rsquare=0.223) . And aspect of compensation satisfaction that proved to be a dominant positive predictor of morale was benefit satisfaction. This study also showed that majority of the subject have high level of morale and medium level of compensation satisfaction.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Organisasi sebagai suatu sistem sosial memiliki dua unsur utama, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya bukan manusia, seperti mesin-mesin, uang, peralatan, dan bahan mentah. Kedua unsur tersebut dalam operasionalisasinya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, karena untuk mencapai tujuan organisasi kedua unsur tersebut memiliki hubungan timbal balik, di mana unsur yang satu membutuhkan adanya unsur yang lain (Gomej-Mejia, Balkin & Cardy, 2001). Keberadaan SDM dalam sebuah organisasi sangat penting karena mereka yang memprakarsai terbentuknya organisasi, mereka yang berperan membuat keputusan untuk semua fungsi dan mereka juga yang berperan dalam menentukan kelangsungan hidup organisasi itu (Panggabean, 2004).
Kemauan karyawan untuk berpartisipasi dalam organisasi, biasanya tergantung pada tujuan apa yang ingin diraihnya dengan bergabung dalam organisasi bersangkutan. Kontribusi karyawan terhadap organisasi akan semakin tinggi bila organisasi dapat memberikan apa yang menjadi keinginan karyawan. Dengan kata lain, kemauan karyawan untuk memberikan sumbangan kepada tempat kerjanya sangat dipengaruhi oleh kemampuan organisasi dalam memenuhi tujuan dan harapan–harapan karyawannya (Handoko, 1992).
Berbagai penyelidikan telah dilakukan untuk memenuhi harapan–harapan karyawan guna meningkatkan produktivitas perusahaan, pekerjaan dapat segera
diselesaikan, dan karyawan tidak terlalu lelah dalam bekerja. Walaupun berbagai metode telah diperoleh, faktor yang memegang peranan penting dan sangat menentukan adalah semangat atau gairah kerja (Kossen, 1993).
Menurut Hasibuan (2000) organisasi bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap, dan terampil, namun yang lebih penting adalah mereka bersedia bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan karyawan tidak ada artinya bagi organisasi jika mereka tidak mau bekerja keras dengan menggunakan kemampuan, kecakapan, dan ketrampilan yang dimilikinya. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa semangat kerja karyawan sangat penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi.
Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. (Nitisemito, 1982). Peningkatan produktivitas kerja akan dapat tercapai apabila karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi. Karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan bekerja dengan energik, antusias, dan penuh dengan kemauan untuk menyelesaikan pekerjaannya (Carlaw, Deming, & Friedman, 2003). Menurut Nawawi dan Hadari (1990) moral atau semangat kerja yang tinggi atau positif merupakan faktor yang berpengaruh pada sikap berupa kesediaan mewujudkan cara atau metode kerja yang berdaya guna dan berhasil guna dalam meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja.
Di lain pihak, ketika semangat kerja karyawan rendah, karyawan akan merasakan kebosanan dan malas dalam bekerja. Artinya karyawan tidak bergairah
untuk menyelesaikan pekerjaannya dan bermalas-malasan ketika sampai di kantor. Keadaan tersebut akan menyebabkan performansi kerja karyawan menjadi rendah, menciptakan masalah di tempat kerja, karyawan cenderung untuk menarik diri dari lingkungan kerja, sering datang terlambat ke tempat kerja dan pulang kerja lebih awal dari waktu yang ditetapkan, tidak mau bersosialisasi atau berinteraksi dengan pekerja lainnya, dan akhirnya terjadi tingkat turnover yang tinggi di dalam organisasi (Carlaw, Deming & Friedman, 2003). Jika seseorang merasa puas terhadap perlakuan yang diterimanya di tempat kerja, maka mereka akan bersemangat untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan (Panggabean, 2004).
Faktor–faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya semangat kerja karyawan tersebut terdiri atas faktor internal seperti konsep diri, rasa kebersamaan atau rasa peduli dalam diri karyawan (Kossen, 1987; Pattanayak, 2002), dan kepribadian (Danim, 2004) serta faktor eksternal seperti kondisi pekerjaan, rekan kerja, kesempatan untuk maju, kepemimpinan, adanya jaminan keamanan dan kepastian dalam pekerjaan serta adanya imbalan atau tingkat kepuasan ekonomis atau pemberian kompensasi yang layak (Zainun, 1981; Nitisemito, 1982; Kossen, 1987; Pattanayak, 2002; Halsey, 2003). Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan adalah kepuasan terhadap kompensasi.
Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kemudian program kompensasi juga penting
bagi perusahaan, karena hal itu mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusianya (Handoko, 1994). Davis dan Werther (1996) menyatakan kompensasi adalah apa yang seorang pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Sementara Mondy dan Noe (2005) mengemukakan bahwa kompensasi merupakan jumlah seluruh balas jasa yang diberikan kepada para karyawan sebagai hasil dari kontribusi mereka. Bentuk kompensasi sendiri dapat berupa kompensasi langsung berupa gaji, upah, atau dengan kata lain disebut imbalan dan kompensasi tidak langsung berupa berbagai bentuk keuntungan (benefit) yang diberikan organisasi seperti liburan, asuransi kesehatan, asuransi jiwa ataupun rencana pensiun (Heneman, dkk., 1986).
Menurut Hasibuan (2000) program kompensasi atau balas jasa umumnya bertujuan untuk kepentingan perusahaan, karyawan, dan pemerintah/masyarakat. Supaya tujuan tercapai dan memberikan kepuasan bagi semua pihak hendaknya program kompensasi ditetapkan berdasarkan prinsip adil dan wajar. Moekijat (1989) menyatakan bahwa untuk mencapai keadilan tersebut, maka ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam penetapan tingkat upah seorang karyawan yaitu pendidikan, pengalaman, tanggungan, kemampuan perusahaan, keadaan ekonomi, dan kondisi–kondisi pekerjaan.
Menurut Lawler (1971) masalah kompensasi selalu mendapat perhatian besar dari setiap karyawan. Hal ini disebabkan karena kompensasi merupakan sumber pendapatan, merupakan penerimaan yang diperoleh karena pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya, menunjukkan kontribusi kerja mereka, dan merupakan salah satu elemen kepuasan kerja. Kepuasan terhadap kompensasi
yang diterima seorang karyawan merupakan elemen utama terciptanya kepuasan kerja karyawan tersebut. Artinya, semakin puas seorang karyawan terhadap kompensasi yang diterimanya, maka akan semakin puas karyawan tersebut terhadap pekerjaannya, begitu pula sebaliknya.
Kita harus menyadari, bahwa jumlah kompensasi yang diberikan besar pengaruhnya terhadap semangat dan kegairahan kerja para karyawan (Nitisemito, 1982). Kebanyakan orang ketika ditanya alasan ia bekerja kemungkinan besar akan menjawab untuk mendapatkan uang. Memang mereka tidak hanya mengharapkan upah dan gaji saja dari pekerjaan mereka, namun uang adalah keperluan yang pokok. Pada dasarnya adanya dugaan ketidakadilan dalam memberikan upah maupun gaji yang merupakan sumber ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang pada akhirnya bisa menimbulkan perselisihan dan semangat rendah dari karyawan itu sendiri (Strauss & Sayles, 1990).
Tidak ada suatu faktor pun dalam seluruh lapangan hubungan tenaga kerja yang lebih merusak moril, membentuk rasa tidak puas perseorangan, mendorong tidak masuk bekerja, menambah perpindahan tenaga kerja serta menghambat produktivitas selain daripada adanya ketidakadilan dalam ukuran upah yang berlainan yang dibayarkan kepada individu dalam golongan kerja yang sama dalam perusahaan yang sama pula (Moekijat, 1989). Dengan demikian maka setiap perusahaan harus dapat menetapkan kompensasi yang paling tepat, sehingga dapat menopang tercapainya tujuan perusahaan secara lebih efektif dan lebih efisien (Nitisemito, 1982).
Berikut dua contoh kasus yang menggambarkan ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang diberikan perusahaan. Kasus pertama yaitu terjadi di Bank Buana dimana para karyawan melakukan aksi mogok kerja yang dilakukan secara nasional. Hal ini dikarenakan ada tuntutan karyawan yang belum dipenuhi oleh manajemen perusahaan. Diantaranya, permintaan kenaikan gaji sebesar 28 persen termasuk indeks kebutuhan hidup. Setelah itu SPKUOBB menuntut pembayaran bonus tahun 2008 setara dengan bonus tahun 2007 (Palembang Pos, 2009).
Kasus kedua yaitu yang terjadi di di PT Pos Indonesia Pekanbaru. Para karyawannya merencanakan mogok kerja. Alasannya, lebih dari 13 tahun kesejahteraan pegawai PT Pos Indonesia (POSINDO) ‘diabaikan’. Seperti dikutip dari pendapat ketua serikat pekerja di PT Pos Pekanbaru yakni sebagai berikut, ”Disinggung alasan aksi mogok kerja, Yusran menyatakan bahwa selama 13 tahun (1996-2009), kesejahteraan pegawai PT POSINDO tidak terperhatikan sama sekali. Menurutnya, pernah ada kenaikan gaji tahun 2003. Namun kenaikan hanya sebesar 5 %. Padahal menurutnya, gaji pokok pegawai PT POSINDO relative kecil. “Gaji pokok saya saja hanya Rp 397 ribu. Berapalah kalau hanya naik 5 %,” terangnya memelas” (Riau Terkini, 2009).
Berdasarkan contoh kasus yang diuraikan di atas dapat terlihat indikasi turunnya semangat kerja karyawan salah satunya pemogokan kerja (Nitisemito, 1982), yang disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kompensasi yang diterima khususnya permasalahan gaji dan kesejahteraan pegawai yang diabaikan. Walton (dalam Kossen, 1986) mengatakan bahwa salah satu kriteria kualitas kehidupan
bekerja adalah pemberian kompensasi yang mencukupi dan adil. Salah satu bentuk kompensasi tersebut adalah gaji, dimana gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya diharapkan dapat memenuhi standar gaji yang diterima umum dan cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain dalam posisi yang sama.
Salah satu organisasi pendidikan yang menyediakan program kompensasi adalah YPK Budi Murni Medan. Sebagai sebuah yayasan pendidikan, penting bagi para pengurus yayasan untuk memperhatikan kesejahteraan para guru dan karyawannya untuk menunjang semangat kerja dan kualitas kinerja mereka yakni salah satunya dengan pemenuhan kebutuhan melalui program kompensasi. Yayasan pendidikan ini memberikan bentuk kompensasi langsung kepada para guru dan karyawannya seperti gaji bulanan, tunjangan, dan beberapa benefit seperti dana kesehatan dan dana hari tua. Selain itu bentuk kompensasi lain yang didapatkan oleh para guru di yayasan ini antara lain diklat, penataran atau pelatihan yang dibiayai yayasan, kenaikan golongan, penilaian prestasi, serta keuntungan sebagai anggota koperasi karyawan yang ada di Yayasan Budi Murni ini. Sistem penggajian di yayasan ini sendiri lebih didasarkan kepada golongan, dan kenaikan gaji umumnya dilakukan secara berkala. Pelaksanaan dan penerapan program kompensasi yang adil dan layak tentunya dapat menumbuhkan semangat kerja dalam diri para guru dan karyawan yang ada di yayasan ini dan tentunya berimplikasi langsung terhadap kualitas tenaga pengajar di yayasan ini.
Berdasarkan fenomena yang dipaparkan sebelumnya dan menyadari pentingnya masalah kepuasan kompensasi dalam hubungannya dengan semangat kerja maka peneliti terdorong untuk mengkaji lebih lanjut dalam sebuah penelitian tentang kepuasan kompensasi sebagai suatu prediktor positif bagi semangat kerja para guru dan karyawan di YPK Budi Murni Medan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apakah kepuasan terhadap kompensasi merupakan prediktor positif terhadap semangat kerja karyawan?
2. Aspek–aspek kepuasan kompensasi manakah yang merupakan prediktor positif yang kuat terhadap semangat kerja karyawan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kepuasan kompensasi dengan semangat kerja karyawan serta hubungan aspek– aspek kepuasan kompensasi terhadap semangat kerja karyawan serta sejauhmana kepuasan kompensasi serta aspek–aspeknya mampu memprediksi munculnya semangat kerja karyawan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu :
a. Manfaat teoritis : hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan para pembaca mengenai Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya mengenai kepuasan terhadap pemberian kompensasi bagi karyawan dalam hubungannya dengan semangat kerja karyawan dan dapat menjadi referensi tambahan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti hal yang berkaitan dengan penelitian ini.
b. Manfaat praktis : (1) hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai semangat kerja karyawan di perusahaan khususnya terkait dengan kepuasan terhadap kompensasi yang mereka terima, dan (2) diharapkan setiap organisasi atau perusahaan dapat memperhatikan kualitas kehidupan kerja karyawannya secara khusus memperhatikan kesejahteraan karyawan salah satunya melalui penerapan progran kompensasi yang adil sehingga dapat memberikan kepuasan dalam diri karyawan yang kemudian akan meningkatkan semangat kerja para karyawan.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari penelitian ini sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan
Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah mengenai hubungan antara kepuasan kompensasi dengan semangat kerja, perumusan masalah dalam penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian baik secara praktis maupun teoritis, dan garis besar sistematika penulisan dari penelitian ini.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini berisi teori-teori yang mendasari pelaksanaan penelitian yang meliputi semangat kerja, kepuasan kompensasi dan hubungan teoritik antara kepuasan terhadap kompensasi dengan semangat kerja serta hipotesa penelitian.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini membahas tentang metode penelitian yang digunakan, dimana pada bab ini akan dijelaskan mengenai variabel penelitian yaitu semangat kerja dan kepuasan kompensasi, definisi operasional dari variabel semangat kerja dan variabel kepuasan kompensasi, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, instrumen atau alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur yaitu skala semangat kerja dan skala kepuasan kompensasi, prosedur pelaksanaan serta metode analisis data yaitu menggunakan analisa regresi linear berganda.
BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini memuat gambaran umum subjek penelitian dilihat dari jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan lama bekerja, kemudian hasil uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, linearitas, heterokedastisitas, dan uji multikolinieritas, serta uraian hasil utama dan hasil tambahan
penelitian, hasil kategorisasi data subjek pada skala semangat kerja dan skala kepuasan kompensasi dan pembahasan hasil penelitian. BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yakni saran metodologis dan saran praktis bagi YPK Budi Murni Medan yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian untuk dapat mempertahankan bahkan meningkatkan semangat kerja para guru dan karyawan di YPK Budi Murni Medan khususnya dalam hal pelaksanaan program kompensasi yang diterapkan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Semangat Kerja
1. Definisi Semangat Kerja
Chaplin (1999) mengatakan bahwa semangat kerja merupakan sikap dalam bekerja yang ditandai dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri yang kuat untuk meneruskan pekerjaan, kegembiraan, dan organisasi yang baik.
Strauss dan Sayless (1999) menyebutkan semangat kerja sebagai sikap partisipasi pekerja dalam mencapai tujuan organisasi yang harus dilakukan dengan dorongan yang kuat, antusias dan bertanggung jawab terhadap prestasi serta konsekuensi organisasi di masa sekarang dan yang akan datang.
Semangat kerja mengandung pengertian ketiadaan konflik, perasaan senang, penyesuaian pribadi secara baik, dan tingkat keterlibatan ego dalam pekerjaan (Winardi, 2004). Semangat kerja merupakan bentuk nyata dari komitmen yang ditunjukkan dengan semangat, antusiasme dan kepercayaan pada kebijakan organisasi, program dan tujuan organisasi (Yoder & Staudohar, 1982).
Semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja untuk menghasilkan kerja lebih banyak dan lebih baik. Semangat kerja merupakan suasana kerja yang positif yang terdapat dalam suatu organisasi dan terungkap dalam sikap individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk di dalamnya lingkungan,
kerjasama dengan orang lain yang secara optimal sesuai dengan kepentingan dan tujuan perusahaan (Davis, 2000).
Menurut Nitisemito (1982) semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Sementara Kossen (1987) mendefinisikan semangat kerja sebagai sikap karyawan baik terhadap organisasi tempat mereka bekerja secara umum atau terhadap faktor–faktor spesifik dalam pekerjaan seperti pengawasan, dan keuangan serta insentif.
Carlaw, Deming dan Friedman (2003) menyatakan bahwa semangat kerja yang tinggi ditandai dengan karyawan melakukan pekerjaan dengan penuh energik, antusias dan kemauan yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan semangat kerja adalah sikap individu dalam bekerja yang berpengaruh terhadap usaha untuk melakukan pekerjaan dengan lebih giat dan antusias yang didasarkan atas rasa percaya diri, kemauan yang tinggi, disertai perasaan gembira sesuai dengan kepentingan dan tujuan perusahaan.
2. Indikator turunnya semangat kerja
Menurut Nitisemito (1982), indikasi-indikasi turunnya semangat kerja antara lain adalah sebagai berikut :
a. Rendahnya produktivitas kerja
Menurunnya produktivitas dapat terjadi karena kemalasan, menunda pekerjaan, dan sebagainya. Bila terjadi penurunan produktivitas, maka hal ini
berarti indikasi dalam organisasi tersebut telah terjadi penurunan semangat kerja.
b. Tingkat absensi yang naik atau tinggi
Pada umumnya, bila semangat kerja menurun, maka karyawan dihinggapi rasa malas untuk bekerja. Apalagi kompensasi atau upah yang diterimanya tidak dikenakan potongan saat mereka tidak masuk bekerja.
c. Labour turn over atau tingkat perpindahan karyawan yang tinggi
Keluar masuk karyawan yang meningkat terutama disebabkan karyawan mengalami ketidaksenangan atau ketidaknyamanan saat mereka bekerja, sehingga mereka berniat bahkan memutuskan untuk mencari tempat pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan alasan mencari kenyamanan dalam bekerja. d. Tingkat kerusakan yang meningkat
Meningkatnya tingkat kerusakan sebenarnya menunjukkan bahwa perhatian dalam pekerjaan berkurang.
e. Kegelisahan dimana-mana
Kegelisahan tersebut dapat berbentuk ketidaktenangan dalam bekerja, keluh kesah serta hal-hal lain. Terusiknya kenyamanan karyawan memungkinkan akan berlanjut pada perilaku yang dapat merugikan organsasi itu sendiri. f. Tuntutan yang sering terjadi
Tuntutan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, di mana pada tahap tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan. Organisasi harus mewaspadai tuntutan secara massal dari pihak karyawan.
g. Pemogokan
Pemogokan adalah wujud dari ketidakpuasan, kegelisahan dan sebagainya. Hal ini terkait dengan kurang diperhatikannya pengaturan kerja mengenai disiplin kerja, kondisi kerja dan kekurangan tenaga kerja yang terampil dan ahli dibidangnya.
3. Ciri–Ciri Individu yang memiliki Semangat Kerja tinggi
Carlaw, Deming dan Friedman (2003) mengemukakan ada delapan ciri-ciri individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi yaitu :
a. Tersenyum dan tertawa
Tersenyum dan tertawa mencerminkan kebahagiaan individu ketika bekerja. Walaupun senyum dan tawa tidak diungkapkan dalam bentuk perilaku, tetapi individu selalu diliputi perasaan senang, tenang dan nyaman dalam menyelesaikan pekerjaannya.
b. Memiliki Inisiatif
Individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan terus bergerak untuk mencapai hal yang baru dan selalu ingin mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya, cepat mengambil tindakan agar tugas cepat selesai, namun selalu mematuhi aturan yang berlaku.
c. Berpikir secara luas dan kreatif
Mencoba hal–hal yang baru dan memiliki pandangan yang luas terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan pekerjaannya.
d. Menikmati apa yang sedang dilakukan
Individu lebih tertarik dan lebih fokus untuk mencari penyelesaian masalah yang berhubungan dengan pekerjaannya daripada meninggalkan pekerjaannya.
e. Tertarik dengan pekerjaannya
Individu selalu senang dengan pekerjaannya dan ingin segera tiba di tempat kerja untuk menyelesaikan pekerjaannya.
f. Bertanggung jawab
Individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi selalu menghargai