A. Zakat Fitrah di Dusun Tukang
1. Muzaki
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang bersifat umum pada setiap kepala atau pribadi dari kaum muslimin, dengan tidak membedakan antara orang merdeka dengan hamba sahaya, antara laki-laki atau perempuan, antara kecil atau orang dewasa sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
مّلسو ويلع للها ىلص ِللها لْوُسَر َضَرَ ف َلاَق رَ ُع ِنْ ا ِنَع
:
ْنِم ِرْطِفلا َةاَكَز
ٍ ْبَع ْوَا ٍّرُلحا ىَلَع ٍْيِْ َش ْنِم اًعاَص ْوَا ٍرَْتَ ْنِم اًعاَص ِساَّنلا ىَلَع َناَضَمَر
َْ ِ ِلْ ُ ْلا َنِم ىَثْ نُأ ْوَا ٍرَكَذ
(
مل م و يراخبلا هاور
)
يراخبلا في و
:
ْوَا ٍ ْوَ يِ ِرْطِفلا َلْبَ ق َنْوُطْ َ َناَكَو
ِ
ِْ َمْوِ
Artinya : “Dari Ibnu Umar Ra ia berkata, Rasulullah SAW
mewajibkan zakat fitrah (terbuka) bulan Ramadan sebanyak 1 sa‟ (3,1
liter) kurma atau gandum atas tiap-tiap orang muslim merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan (Muttafaqun „alaih)”. Dalam hadits Bukhari disebutkan : Mereka membayar fitrah itu sehari atau dua
hari sebelum hari raya”
Hadist tersebut menunjukan bahwa zakat fitrah merupakan kewajiban setiap orang Islam tanpa membedakan orang merdeka atau budak, karena dalam zakat fitrah seorang budak (pembantu) adalah
63
menjadi tanggungan majikanya yang harus membayar fitrahnya. Sebagaimana pendapat Jumhur berpegang hadis:
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata : Rasulullah sw. memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fithrah untuk anak kecil, orang dewasa, orang merdeka dan hamba sahaya dari orang yang kamu sediakan makanan mereka (tanggunganmu). Menurut Ibnu Hamz, yang berpendapat bahwa bayi dalam kandungan juga wajib dizakati dengan beralasan hadis:
مّلسو ويلع للها ىلص ِللها ُلوُسَر َضَّرَ ف َلاَق َرَ ُع ِنْ اهللا ْبَع ْنَع
:
َةاَكَز
ِّرُلحا ىَلَع ٍْيِْ َش ْنِم اًعاَص ْوَا ٍرَْتَ ْنِم اًعاَص ِساَّنلا ىَلَع َناَضَمَر ْنِم ِرْطِفْلا
َْ ِ ِلْ ُ ْلا َنِم ىَثْ نُأ ْوَا ٍرَكَذ ٍ ْبَع ْوَا
(
مل م و يراخبلا هاور
)
Artinya : “Dari Ibnu Umar Ra ia berkata, Rasulullah SAW
mewajibkan zakat fitrah (terbuka) bulan Ramadan sebanyak 1 sa‟ kurma
atau gandum atas tiap-tiap orang muslim merdeka atau hamba, laki-laki
atau perempuan (Muttafaqun „alaih)”
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa “Apabila janin dalam perut ibunya telah sempurna berumur seratus dua puluh hari sebelum terbitnya fajar malam hari raya Idul-fitri, maka wajib dikeluarkan zakat fitrah bagi dirinya, bahwa pada waktu itu telah ditiupkan ruh padanya. Sedang janin sudah termasuk “anak kecil”, karenanya wajib dikeluarkan zakat fitrah bagi dirinya. Ibnu Hamz meriwayatkan bahwa Usman bin Affan telah mengeluarkan sedekah fitrah untuk anak kecil, orang dewasa dan anak yang masih didalam kandungan. Kemudian alasan tersebut ditentang karena riwayat dari usman r.a tidak berasan karena munqati‟ (Qardawi, 1973:930).
64
Asy-Syaukani menyatakan, bahwa Ibnu Mundzir mengemukakan adanya ijma‟ yang tidak mewajibkan zakat fitrah bagi anak yang masih dalam kandungan (Qardawi, 1973:931).
Dari penjelasan diatas penulis cenderung pada pendapat jumhur dan jika dikaitkan dengan muzzaki yang ada di dusun Tukang, seluruh penduduk dusun Tukang baik besar maupun kecil, laki-laki atau perempuan yang mempuyai kelebihan bahan makanan di hari itu. Menurut penulis para muzzaki di dusun Tukang sudah selayaknya mengeluarkan zakat fitrah seperti yang dikehendaki oleh syara‟, yaitu membayar zakat fitrah pada hari raya Idul Fitri dengan memberikan 2,5 kg kepada orang-orang yang berhak menerima zakat.
2. Mustahik
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al Taubah, yang dijelaskan bahwa mustahik zakat ada delapan golongan antara lain: orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang di bujuk hatinya, memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah, sabilillah dan orang yang dalam perjalanan.
Sebagai konsekuensi logisnya sangat jelas bahwa yang berhak menerima zakat adalah sebagaimana yang telah tercantum dalam Al-Qur‟an surat al-Taubah ayat 60 yang tersebut diatas, maka dengan demikian para panitia zakat ataupun muzzaki tidak dibenarkan
65
membagi zakat menurut kehendaknya sendiri tanpa memperhatikan dasar hukum tersebut.
Dalam masalah ini Yusuf Qardawi berpendapat bahwa zakat ditunaikan untuk merealisasikan tujuan-tujuan tertentu yang berhubungan dengan kehidupan pribadi, masyarakat dan kemanusiaan. Karenanya tidak dibenarkan bagi sembarangan orang yang bukan mustahiknya mengambil zakat. Begitu pula tidak dibenarkan bagi muzaki dan panitia zakat memberikan zakat sekehendak hatinya tanpa tepat sasaran (Qardawi, 1973:673).
Dalam hal ini ada beberapa pendapat yang berbeda yaitu perdapat pertama Pendapat yang mewajibkan dibagikanya pada asnaf yang delapan, dengan rata.Ini adalah pendapat yang masyhur dari golongan Syafi‟i. Kedua pendapat yang memperkenankan membagikanya kepada asnaf yang delapan dan mengkhususkanya kepada golongan fakir.Ini adalah pendapat jumhur, karena zakat fitrah adalah zakat juga, sehingga masuk pada keumuman ayat 60 dari surat al-Baqarah. Ketiga pendapat ini mewajibkan mengkhususkan kepada orang-orang fakir saja. Ini adalah pendapat golongan Maliki (Qardawi, 1973:965).
Sekiranya kita dapat berpegang pada pendapat jumhur yang memperbolehkan pembagian zakat fitrah kepada asnaf yang delapan dengan lebih mengutamakan kepada golongan fakir.
66
Kaitannya dengan ketentuan tersebut, para mustahik yang ada di dusun Tukang pada dasarnya yaitu para fakir, miskin, guru ngaji dan panitia zakat. Mereka adalah beberapa golongan yang biasa menerima zakat fitrah di dusun Tukang. Ketiga golongan tersebut menurut syara‟ adalah merupakan golongan yang berhak menerima zakat termasuk juga guru ngaji.
Dalam hal ini guru ngaji dapat dikatagorikan sebagai sabilillah yang berhak menerima zakat fitrah karena pekerja merekaadalah untuk kemaslahatan umat. Seperti yang dikatakan para ulama dahulu maupun sekarang, ada yang meluaskan arti sabilillah, tidak hanya khusus pada jihad dan yang berhubungan denganya, akan tetapi ditafsirkannya pada semua hal yang mencakup kemaslahatan, takarrub danperbuatan-perbuatan baik, sesuai dengan penerapan asal dari kalimat tersebut. (Qardawi,1973:619).
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Imam Ar-Razi dalam tafsirnya, bahwa dhohir lafadzdalam firman Allah ``wa sabilillah`` tidak wajib mengkhususkan artinya pada orang yang berperang saja. Kemudian ia berkata: Maka terhadap arti ini, Imam Qaffal mengutip dalam tafsirnya dari sebagian fuqaha, bahwa mereka itu memperkenankan menyerahkan zakat fitrah pada semua bentuk kebijakan, karena sesungguhnya firman Allah Wa sabilillah bersifat umum, meliputi semuanya.
67
Pada dasarnya arti dari Sabilillah adalah perang, namun apabila kita melihat berdasarkan fakta sekarang ini, bahwa perang yang terjadi tidaklah setiap negara (tempat) dan waktu ada perang. Dengan demikian apakah bagian sabilillah harus tetap diberikan untuk dana perang sedangkan hal tersebut sekarang sudah tidak ada, sedang masih banyak bidang atau sektor yang lain yang harus meminta zakat.
Dengan melihat pemahaman tersebut diatas, perkembangan pemikiran tentang konsep sabilillah dan pemberikan pemahaman barunya dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat dusun Tukang pada khususnya yang memberikan zakat fitrah kepada guru ngaji. Hal ini disebabkan setiap perubahan masa dan tempat menghendaki kemaslahatan yang sesuai dengan keadaan masa itu dan ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan suatu hukum. Sebagaiman kadah fiqhiyah:
“tidak diingkari perubahan hukum disebaban perubahan zaman dan tempat.”
Dan juga kaidah yang lain:
ِااَّيِّ نلاو ِلاَوْحلْْاو ِ َنِكْملْْاو ِ َنِمْزلْْا ُِّيَْغَ ت ِبْ َِبِ اَهُ فلاِتْخاَو ىَوْ تَفْلا ُرُّ يَغَ ت
ِ ِئاَوَ ْلاو
"Fatwa berubah dan berbeda sesuai dengan perubahan zaman, tempat keadaan, niat, dan adat kebisaaan"
Kaidah di atas dapat dipahami bahwa suatu hukum yang ada pada masa lampau didasarkan atas kemaslahatannya yang berubah maka hukumnya pun harus mengikuti pula. Demikian untuk masa
68
mendatang, apabila kemaslahatanya berubah maka berubah pula hukum yang didasarkan kepadanya.
Dengan demkian dapat ditegaskan bahwa pemberian zakat fitrah kepada guru ngaji dapat dibenarkan karena mereka termasuk katagori sabilillah yang berhak menerima zakat, dan sabilillah dapat diartikan segala macam kemaslahatan umum dan mendidik serta mengajak manusia untuk menjalankan dan menjaga agama Allah adalah termasuk kemaslahatan umum demi tegaknya agama Islam. Dan halini sudah menjadi adat kebiasaan masyarakat dusun Tukang.
3. Amil
Amil adalah badan atau orang yang menengani atau mengurus masalah zakat. Panitia zakat harus dipilih oleh penguasa yang dalam hal ni dusun Tukang dipegang oleh moden. Mereka inilah yang bertugas mengumpulkan zakat fitrah yang telah ditugaskan oleh pemerintah atau pemimpin dalam masyarakat.
Pengumpulan atau pengelolaan zakat fitri, mereka berhakmendapat gaji dari dana zakat fitrahnya terkumpul tersebut.Tanpa melihat kondisi keuangan atau kekayaan mereka yang terlibat dalam pengelolaan dana zakat fitrah tersebut. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud:
69
َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع وَّللا ىَّلَص نأ ُوْنَع ُللها َيِضَر يِرْ ُلخا ٍ ْيِ َس ِبَِأ ْنَع
:
َلَ
ٍ ِراَغِل ْوَأ اَهْ يَلَع ٍلِماَ ِل ْوَأ ِوَّللا ِليِبَس ِفي ٍزاَغِل ٍ َ ْ َِلخ َّلَِ ٍِّنَِغِل ُ َقَ َّصلا ُّلَِتَ
ىَلَع َقِّ ُصُتَ ف ٌ ِكْ ِم ٌراَج ُوَل َناَك ٍلُجَرِل ْوَأ ِوِلاَِبِ اَىاَرَ تْشا ٍلُجَرِل ْوَأ
ِِّنَِغْلِل ُ ِكْ ِ ْلا اَىاَ ْىَأَف ِ ِكْ ِ ْلا
(
دواد و أ حيحص ن ح
)
Sesuai dengan sabda Nabi saw dari Abu Said Al-Khudri ra : ” Sedekah itu tidak halal zakat diberikan kepada orang kaya kecuali lima sebab, orang yang berperang di jalan Allah, atau pengurus sedekah atau orang yang berhutang atau orang yang membeli sedekah dengan hartanya, atau orang kaya yang mendapat hadiah dari orang miskin dari hasil
sedekah”.
Menurut Yusuf Qardawi, dalam buku Hukum Zakat dijelaskan beberapa syarat amil zakat antara lain (Qardawi, 1973:551): a. Hendaklah petugas seorang muslim, karena zakat itu urusan kaum muslimin, maka Islam menjadi syarat bagi segala urusan mereka. Ibnu Qudamah berkata: Setiap pekerjaan yang memerlukan syarat amanah (kejujuran) hendaknya disyaratkan Islam bagi pelakunya seperti menjadi saksi.
b. Hendaknya petugas zakat itu seorang mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat akal fikiranya.
c. Petugas zakat itu hendaknya orang jujur, karena ia diamanati harta kaum muslim.
d. Memahami hukum-hukum zakat. Sebab bila ia tidakmengetahui hukum zakat, berarti ia bukan orang yang cukup baik untuk mengemban tugas yang dibebankan kapadanya dan
70
memungkinkan untuk melakukan banyak kesalahan dalam tugasnya.
e. Kemampuan untuk melaksanakan tugas. Petugas zakat hendaklah memenuhi syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya, dan sanggup memikul tugas itu. Kejujuran saja belum mencukupi bila tidak disertaikekuatan dan kemampuan untuk bekerja. f. Sebagaian ulama melarang kerabat NAbi Muhammad SAW untuk
menjadi amil zakat.
g. Amil zakat disyaratkan laki-laki. Tetap hal ini nampaknya tidak menutup kemungkinan wanita untuk menjadi amil zakat selagi tugasnya itu sesuai dengan fitrahnya sebagai wanita.
h. Sebagian ulama mensyaratkan amil itu orang merdeka bukan seorang hamba. Namun ada hadis yang menyatakan budak juga dapat diangkat sebagai amil zakat.
Adapun tugas dari amil zakat secara garis besar adalah sebagai berikut (Mufraini, 2006:188): Pertama melakukan pendataan muzzaki dan mustahik, melalukan pembinaan, menagih, mengumpulkan, danmenerima zakat, mendoakan muzzaki saat menyerahkan zakat kemudian menyusun pelenggaraan sistem administrasi dan manajerial dana zakat yang terkumpul tersebut. Kedua, memanfaatkan data terkumpul mengenai peta mustahik dan muzzaki zakat, memeratakan jumlah kebutuhanya, dan menentukan kiat distribusinya.
71
4. Pendistribusian zakat
Seperti yang telah djelaskan pada bab terdahulu bahwa pendistrbusian zakat fitrah di dusun Tukangada dua cara yaitu diberikan langsung kepada mustahik dan diberikan melalui panitia. Bahwasannya tidak ada perbedaan dalam pembagian zakat fitrah dengan pembagian zakat mal sebagaimana yang dikatakan Asy- Syaukani: Membagi zakat fitrah sama dengan membagi zakat mal,karena fitrah, Nabi namakan zakat juga.
Potensi yang benar yang melekat pada zakat fitrah, harus betul-betul dikelola secara maksimal.Muzaki dapat menyalurkan langsung kepada fakir miskin dilingkungan terdekatnya tanpa harus melalui pantia atau amil.Dengan penyaluran secara langsung, penerima langsung dapat mengetahui siapa yang membayarnya, muzzaki juga dapat mengontrol sampainya zakat fitrah sesuai dengan sasaran.
B. Analisa Menurut Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan negara hukum.Ini berarti bahwa segala sesuatu dinegara ini diatur didalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Demikan juga dalam pelaksanaan zakat. Di Indonesia terdapat UU dan PP yang secara khusus mengatur permasalah zakat.
72
Dalam UU no 23 tahun 2011 pasal 6 menyebutkan “ BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional”. Selanjutnya dalam pasal 17 menyebutkan “Untuk membantu BAZNAS dalam melaksanakan pengumpulkan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ”. Lembaga pengelola zakat itu adalah secara nasional BAZNAS dan dibantu oleh LAZ. Dengan demikian, masyarakat yang bukan termasuk anggota BAZNAS dan LAZ tidak boleh melakukan sebagai amil zakat termasuk juga takmir masjid yang ada di Dusun Tukang khususnya dan di Dusun- dusun lainya. Tapi pada kenyataanya di Indonsia masih banyak yang menjadi amil zakat itu takmir masjid.Bagi takmir yang melakukan sebagai amil zakat tersebut akan dikenai pasal 38.
Dalam Undang-undangPasal 38 menyebutkan: “Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku Amil zakat tanpa melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang”. Dan barang siapa yang melakukan sebagaimana pasal tersebut diatas akan dikenai sanksi pidana sebagaimana pasal 41.
Undang-undang pasal 41 “Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun ata pidana denda paling banyak Rp 50.000.000.00.
Agar tidak terkena pasal 41, maka orang yang menjadi pengelola zakat juga harus menggunakan Peraturan Pemerintah pasal 66 ayat 1
73
menyebutkan, “Dalam hal suatu komunitas dan wilayah tertentu belum terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ, kegiatan pengelolaan zakat dapat dilakukan oleh perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama), pengurus takmir masjid atau musola sebagai amil zakat.” Kemudian dilanjutkan Pasal 2 berbunyi “Kegiatan pengelola zakat oleh amil zakat sebagaimana dimaksud ayat 1 dilakukan dengan memberitahukan secara tertulis kepada kepala Kantor Urusan Agama kecamatan.”
Dengan adanya Pasal tersebut, untuk itu takmir masjid yang menjadi amil zakat harus mendapat izin dan SK tertulis dari KUA, agar tidak terjerat dalam sanksi pidana yang telah ditentukan.
Hal ini serupa juga disampaikan oleh beberapa Imam, sebagaimana menurut Imam as-Syaukani, mengatakan:
ِةاَكَّزلا ِلْيِصْحَتِل ُ اَملإا ُمُهُ ثَ ْ بَ َنْ ِذَّلا ُةاَبُْلْاَو ُةاَ ُّ لا ْيَأ اَهْ يَلَع َْ ِلِماَ ْلاَو
اًطْ ِق اَهْ نِم َنْوُّقِحَتْ َ ْمُهَّ نِإَف
Amil adalah orang yang diangkat menjadi wali dan memunggut zakat, yang diutus oleh Imam/Khalifah (kepala negara) untuk mengumpulkan zakat. Mereka berhak mendapatkan bagian dari zakat itu.
Kemudian menurut Imam as-sarkhasi, dari mazdhab Hanafi menyatakan:
ِااَقَ َّصلا ِعَْجَ ىَلَع ُ اَملإا ُمُهُلِ ْ َ تْ َ َنْ ِذَّلا ُمُىَو اَهْ يَلَع َْ ِلِماَ ْلاَو
ِنَ َّثلاِ َ ِلَذ ُرَّ َقُ َلََو ْمِِااَوْعَأ َ َ اَفِكَو ْمُهَ تَ اَفِك َنْوُ َ َْ اَِّ ْمِهْيِطْ ُ َو
Amil adalah orang yang diangkat oleh Imam/Khalifah menjadi pekerja untuk mengumpulkan sedekah (zakat). Mereka diberi dari apa yang mereka kumpulkan sekadar untuk kecukupan mereka dan kecukupan para pembantu mereka. Besarnya tidak diukur dengan harga (upah).
74
Sayid Sabiq mengatakan: Amil zakat orang-orang yang diangkat oleh penguasa atau wakil penguasa untuk bekerja mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya (Sabiq, 1987:110).
Sedangkan menurut Syaikh Muhammad bin Sholeh Al- Utsmaini: Amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa untuk membagikan zakat dari orang-orang yang berkewajiban untuk menunaikanya lalu menjaga dan mendistribusikannya.
Berdasarkan pendapat para fuqoha dari dua mazdhab diatas, dapat disimpulkan, bahwa Amil zakat adalah orang\wali yang diangkat oleh Imam/kholifah (kepala negara) untuk memungut zakat dari para muzzaki, dan pendistribusianya kepada mustahik. Hal tersebut diatas bahwa syarat agar bisa disebut sebagai amil zakat adalah diangkat dan diberi otoritas oleh penguasa muslim untuk mengambil zakat dan mendistribusikannya sehinggapanitia-panitia zakat yang ada diberbagai masjid serta orang-orang yang mengangkat dirinya sebagai amil zakat bukanlah amil secara syar`i.
Jadi amil zakat adalah orang yang ditunjuk oleh para ulil amri dinegara Islam atau mendapatkan izin atau mereka dipilih oleh lembaga yang diakui dari pemerintah atau organisasi-organisasiIslam untuk mengurusizakat, mengumpulkan membagikan dan hal-hal yang diberkaitanya dengan zakat.
Sedangkan yang ada di Dusun Tukang belum mencari/meminta SK dari Kantor Urusan Agama. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti salah
75
satunya belum mengetahui dengan adanya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.
Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman kepada panitia amil mengenai pembuatan SK yang benar menurut UU dan PP, sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam proses zakat fitrah yang dilaksanakan oleh panitia amil zakat fitrah di dusun Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang.
76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam melakukan pembahasan mengenai pelaksanaan zakat fitrah di Dusun Tukang ada beberapa hal yang di tulis sebagai kesimpulan:
1. Pengelolaan zakat fitrah di Dusun Tukang dilakukan oleh takmir masjid, pengumpulan zakat fitrah dilaksanakan setelah terbenamnya matahari akhir dari bulan Ramadhan, 2-1 hari sebelum zakat fitrah di kumpulkan, panitia memberi tahu tentang pengumpulan zakat tersebut. Kemudian didistribusikan oleh takmir masjid selaku amil kepada masyarakat sesuai aturan syariah.
2. Berdasarkan Pasal 38 Undang-undang no 23 tahun 2011, bahwa “Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang‟‟. Apa yang dilakukan oleh takmir masjid di dusun Tukang bisa saja menjadi pelanggaran atas pasal 38 yang akan dikenakan sanki denda lima puluh juta/pidana kurungan paling lama 1 tahun sesuai pasal 41. Agar tidak terkena sanksi seharusnya takmir membuat laporan tertulis kepada Kantor Urusan Agama sesuai pasal 66 PP no 14 tahun 2014
77
tentang Pengelolaan zakat. Ini belum dilakukan oleh takmir di dusun Tukang.
B. Saran-Saran
Dengan melihat pelaksanaan dan pengelolaan zakat fitrah yang terjadi di Dusun Tukang, kiranya penulis dapat memberikan sarana-sarana sebagai berikut:
1. Perlu adanya sosialisasi lebih jauh tentang Undang-undang Pengelolaan Zakat.
2. Bagi takmir-takmir masjid agar tidak terkena pidana dan denda, sebaiknya membuat bukti tertulis kepada KUA.
C. Penutup
Tidak ada ungkapan lain yang pantas untuk mengahiri kata-kata dalam penulisan skripsi ini, kecuali panjatan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan segala keterbatasan penulis.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, meskipun penulis telah berusaha mencurahkan segenap kemampuan tenaga dan pikiran. Oleh karena itu demi kesempurnaan, peneliti sangat berharap kritik dan saran dari pembaca sekalian.
78
Sebagai akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi para pembaca yang budiman. Dan semoga kita masih senantiasa bersama ridho-Nya. Amin.