• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT KARO DI DESA

2.7 Kesenian

2.7.3 Seni Suara

Masyarakat Karo baru mengenal seni suara/ vokal diperkirakan sekitar tahun 1800-an, kemudian dalam perkembangannya muncullah lagu-lagu yang dibawakan seseorang sebagai ‘perende-rende’ (penyanyi)30. Masyarakat Karo mengenal konsep rende untuk penyebutan istilah bernyanyi. Sedangkan reportoar yang dinyanyikan disebut ende-enden, dan orang yang menyanyikannya disebut perende-rende.

Seni suara dalam masyarakat Karo dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Nyanyian Gembira, yang biasa disebut dengan nyanyian perkolong-kolong. Nyanyian yang dinyanyikan oleh perkolong-kolong biasa dinyanyikan dalam upacara adat pernikahan, guro-guro aron, atau memasuki rumah baru.

2. Nyanyian Mantra (Tabas), nyanyian ini biasa dinyanyikan oleh Guru Sibaso31. Nyanyian ini digunakan saat melaksanakan ritual-ritual seperti, erpangir ku lau, ndilo wari udan, perumah begu, Ngeria dan lainnya.

3. Nyanyian Cerita, yakni nyanyian yang berisikan tentang sebuah cerita.

Contoh : nyanyian Turi-Turin si Barusjahe, Sitera Jile-Jile, dan lainnya.

4. Nyanyian ratapan atau Tangisan, adalah lagu yang dinyanyikan pada saat upacara orang yang sudah meninggal untuk menyatakan kesedihan yang mendalam.32

30 http://www.karoweb.or.id/kedudukan-kebudayaan-karo-ditinjau-dari-aspek-keseniannya/

31 Guru dalam masyarakat Karo dapat diartikan sebagai orang pintar atau dukun.

32 Dikutip dari buku Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem karya Sarjani Tarigan,MSP

Ada beberapa jenis nyanyian diatas yang bukan ende-enden namun cara penyampaiannya dinyanyikan, seperti tangis-tangis (nyanyian ungkapan kesedihan/ keluh kesah), mang-mang (nyanyian yang berisi doadoa), tabas (nyanyian yang berisi mantra pada saat seorang guru melakukan pengobatan), nendong (nyanyian yang bertujuan untuk mendekatkan seorang guru dengan jinujungnya), turi-turin (nyanyian yang berisikan sebuah cerita), katoneng-katoneng (nyanyian yang berisikan pengharapan), didong doah (nyanyian yang berisi nasehat); didong doah anak (nyanyian menidurkan anak), didong doah maba anak ku lau (nyanyian memandikan anak ke sungai), dan didong doah bibi si rembah ku lau (nyanyian nasehat pada saat upacara perkawinan).

Semua nyanyian diatas dapat dikatakan sebagai musik vokal yang bersifat individu, yaitu nyanyian yang dinyanyikan secara pribadi dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan seseorang. Dalam hal menggarap melodi maupun teksnya, bergantung pada yang menyanyikannya dan konteks acaranya33.

BAB III

DESKRIPSI KEGIATAN NGERIA

Dalam Bab III ini, peneliti akan mendeskripsikan tentang bagaimana penyajian nyanyian Ngeria yang terdapat pada masyarakat Karo, di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran,, Kabupaten Karo ini, dimana Ngeria ini termasuk kebudayaan yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia, khususnya pada masyarakat Karo dan termasuk kedalam jenis folklor, yang merupakan sastra lisan yang dipercayai oleh masyarakat secara turun-temurun.

3.1 Pengertian Ngeria

Ngeria adalah kegiatan menyadap Nira yang berasal dari pohon Aren atau dalam bahasa Karo disebut sebagai Batang Pola. Ngeria sendiri merupakan salah satu tradisi yang berasal dari suku Karo yang mengandung unsur-unsur musikal.

Selain itu Ngeria dilakukan masyarakat Karo sebagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan dahulu diketahui bahwa dahulu masyarakat Karo juga ada yang bergantung pada pohon aren ini, baik pada batang, daun, ijuk, dan paling utama Niranya34.

Teks nyanyian Ngeria berupa kalimat yang berisikan permohonan dan sebuah pengharapan yang diucapkan atau dilantunkan oleh penyadap pohon aren (perpola) tersebut. Ngeria ini biasanya disajikan oleh seseorang dalam hal ini sedang meminta kepada jelmaan pohon Aren agar memberikan Nira nya agar dapat di olah untuk dapat melunasi hutang-piutang dan juga dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya35.

3.2 Deskripsi Legenda Asal Mula Pohon Aren di Desa Sukandebi

Sebelum membahas mengenai legenda atau cerita rakyat dari pohon Aren dan kegiatan Ngeria yang menjadi objek penelitian, maka terlebih dahulu peneliti akan mendeskripsikan tentang folklore (cerita rakyat) dari Pohon Aren dan kegiatan Ngeria ini terlebih dahulu.

Folklore berasal dari bahasa inggris yang terdiri atas dua kata dasar, folk dan lore, folk yang artinya kolektif atau bisa disebut dengan kelompok.

Sedangkan lore adalah budaya atau kebudayaan, jadi yang dimaksud dengan folklor menurut Dundes (dalam Dananjaya 1991:1). Lebih lanjut Danandjaya

34 Wawancara dengan Bapak Ramli Sebayang (Pelaku Ngeria diDesa Sarimunthe)

(1991:2) menjelaskan folklor secara keseluruhan. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan isyarat atau alat pembantu penggiat.

Folklor menjadi khas karena mempunyai beberapa ciri-ciri.Pengenalan folklor yang pada umunya dapat dirumuskan. Menurut Danandjaya (1991: 3-5).

o Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara lisan.

o Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatip atau dalam bentuk standar.

o Folklor ada (exsit) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.

o Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak di ketahui orang lain.

o Folklor biasanya mempunya bentuk perumus atau berpola.

o Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif.

o Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.

o Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu.

Peneliti dalam hal ini ingin memberikan gambaran asal mula dari pohon aren (Batang Pola) ini, cerita ini di peroleh oleh peneliti dari Bapak Kukuh Sitepu selaku informan peneliti.

Dahulu kala, di dalam suatu desa hidup seorang Pengulu (Kepala suku) yang memiliki tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Seorang dari

anak laki pengulu tersebut sangat gemar berjudi, sedangkan saudara laki-lakinya yang lain tidak suka berjudi. Adapun anak perempuan dari si Pengulu memiliki rambut yang keriting dan kasar. Dikarenakan keadaan rambutnya yang seperti itu, maka masyarakat memanggil dia dengan sebutan Beru Sibo.

Saudara laki-laki Beru Sibo yang sangat gemar berjudi telah membuat masalah dalam keluarga. Dia selalu kalah berjudi dan menyebabkan dia memiliki banyak utang terhadap banyak masyarakat desa. Karena perilaku abangnya, Beru Sibo merasa sangat malu dan sedih.

Pada suatu malam, ketika Beru Sibo sedang tidur dia bermimpi ada yang mendatangi dia dalam mimpinya dan berkata, “Ercibal Belo kam, Belo na belo cawir ras Belo si siwah sepuluh sada. Totoken man Dibata sinjadiken kam jadi manusia. Tapi ertoto la banci I rumah. Kam lawes ku kerangen, ku tepi embang entah pe ibas rebe-reben. Adi lawes kam rumah nari, ola nai kari begindu sora manuk tekuak, ngadi kam bas kerangen e. Cibalken belo e, inganna bulung galuh ujungna.” (Berdoalah kamu dengan memakai daun sirih, daun sirih Cawir dan daun sirih sisiwah sepuluh sada. Berdoalah kepada Tuhan yang telah menjadikan kamu menjadi manusia. Tetapi kamu tidak boleh berdoa dirumah. Kamu harus pergi ke hutan, ke tepi sungai ataupun ke dalam belantara. Kalau nanti kamu pergi dari rumah, jangan sampai kamu mendengar suara ayam berkokok, berhenti kamu di hutan itu. Persembahkan sirih itu, buat tempatnya dengan daun pisang ujungnya.).

Maka berdoa lah beru Sibo kepada Tuhannya seperti apa yang telah di sarankan oleh mimpinya tempo hari, “O Tuhan Dibata, kam si njadiken aku jadi manusia. Mela kel kuakap perbahanken mbue kel utang turangku perban erjudi

ia”(O Tuhan, kamu yang menjadikan aku menjadi manusia. Aku merasa sangat malu sekali karena perbuatan abangku yang memiliki utang sangat banyak akibat berjudi) kata beru Sibo didalam doanya sambil menangis tersedu-sedu. Karena tangisannya yang begitu sedihnya, tiba-tiba angin menjadi sangat kencang dan disusul dengan hujan yang sangat deras dari langit. Setelah itu, berubahlah si Beru Sibo menjadi Batang Pola. Mulai dari saat itu beru Sibo tidak lagi pulang kerumah.

Beberapa waktu kemudian, ayah dari beru Sibo yang seorang pengulu mulai khawatir akan keberadaan putrinya yang tidak pulang-pulang lagi kerumah.

Hingga akhirnya diperintahkan untuk seluh masyarakat desa mencari beru Sibo ke berbagai tempat di penjuru desa setiap hari, siang dan malam.

Sampailah pencarian masyarakat desa ke sekitar tempat dimana beru Sibo menjelma, dan seketika itu juga Beru Sibo pun langsung berbicara, “ O nande, O bapa, O bibi, O turang, aku enda enggo ertapa, enggo berubah jadi batang pola i tengah kerangen. Gelah bali pagi utang turangku enda ndai kerina, balbal pagi tanku enda. Kenca balbal dua bulan, tektek pagi. Lit pagi launa, tanggerken tare belanga. Pegara apina ngadi-ngadi kental jadi gula. Dayaken pagi gula e guna nggalari kerina utang turangku si perjudi ena” ( O ibu, O ayah, O bibi, O abang, aku sekarang sudah bertapa, sudah berubah menjadi pohon aren di tengah hutan.

Agar utang abangku ini nanti lunas semua, balbal lah tandanku ini. Setelah balbal selama dua bulan, potong nanti. Ada nanti air yang keluar, masak dengan kuali.

Nyalakan apinya sampai menjadi kental dan jadi gula. Jual gula itu untuk melunasi semua utang-utang abangku yang pejudi itu.) kata beru Sibo. Maka setelah itu, lunaslah semua utang- piutang abang dari beru Sibo.

Akhirnya, dilakukan lah kegiatan Ngeria itu terhadap batang pola sampai sekarang dengan tetap memegang kepercayaan akan eksistensi beru Sibo sebagai penghuni atau jelmaan dari batang pola. Menurut Bapak Kukuh Sendiri, dulu masyarakat masih menggunakan nira dari batang pola sebagai minuman khusus apabila ada yang sedang mengadakan upacara adat sebagai simbol kesehatan, dan kemakmuran.

3.3 Persiapan Ngeria

Persiapan sebelum Ngeria sangat perlu dilakukan agar dapat menghasilkan Nira yang cukup banyak dan pohon tersebut dapat disadap dalam waktu yang lama. Salah satu persiapannya adalah menentukan pohon aren yang akan disadap.

Biasanya pohon ini tumbuh liar didalam hutan, namun ada juga yang tumbuh di ladang masyarakat walaupun tanpa ada pembudidayaan. Ini disebabkan karena buah-buah dari pohon Aren disebut buah rirang36 yang telah jatuh akan dimakan oleh Musang atau dalam bahasa Karo disebut Bernawit. Buah ini akan keluar saat hewan tersebut melakukan buang air besar (mengeluarkan kotoran), dan biasanya musang selalu membuang kotoran disembarang tempat. Maka dari itulah pohon Aren dapat tumbuh liar di berbagai tempat.

36 Buah rirang adalah buah yang tumbuh di pohon aren dengan bentuk yang kecil dan berada di

Gambar 3.0

Buah Rirang yang terdapat pada tandan pohon aren (Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.1

Foto Pohon Aren yang siap untuk disadap

( dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Setelah pohon aren disiapkan (ditentukan) untuk disadap, selanjutnya perpola37 akan menyiapkan alat-alat yang diperlukan yaitu seperti parang, pisau dan jenis pisau yang khusus telah dimodifikasi oleh perpola yang dinamakan pisau tungkil. Pisau dan parang digunakan untuk melakukan pembersihan terhadap pohon aren terlebih dahulu sebelum diambil Niranya, dalam hal ini perpola akan melakukan pembersihan terhadap tumbuhan yang ada disekitar pohon aren tersebut, memotong pelepah daun dari pohon aren, agar tidak mengganggu proses mbal-bal ataupun pengambilan air Nira dan membersihkan ijuk-ijuk yang terdapat pada batang pohon aren tersebut. Proses pembersihan sangatlah dianjurkan karena dapat memberikan kenyamanan terhadap perpola pada saat melakukan Ngeria nantinya.

Gambar 3.2

Proses Pembersihan di sekitar Tandan yang akan di sadap Niranya (Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.3

Alat-alat (pisau,parang) yang digunakan oleh perpola

(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

Ketiga alat tersebut telah dimodifikasi sedemikian rupa agar mempermudah penggunaan dari alat tersebut, terlebih pada saat perpola diatas pohon aren yang cukup tinggi, berikut gambar pisau yang digunakan perpola:

Gambar 3.4

Parang yang digunakan perpola (Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.5

Pisau belati yang digunakan oleh perpola (Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.6

Pisau khusus (pisau tungkil) yang digunakan oleh perpola (Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

Pisau khusus ini digunakan untuk memotong tandan yang telah habis di iris dan tidak dapat lagi dijangkau oleh pisau biasa, perpola menggunakan ujung pisau yang tajam menyerupai pahat untuk mengiris tandan yang telah habis tersebut.

3.4 Proses Ngeria

Sebelum perpola melakukan Ngeria ada beberapa hal yang harus di lakukan oleh siperpola terlebih dahulu yaitu:

1. Menentukan Kesiapan Pohon Aren yang akan disadap

Biasanya perpola akan memperhatikan kesiapan dari pohon aren yang akan disadap melalui membelah buah rirang untuk dicek isinya. Jika isinya sudah menguning berarti pohon aren siap untuk disadap.

Gambar 3.7

Buah Rirang yang sudah dibelah dan isinya berwarna kuning (Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

2. Numbuki pola

Tahapan pertama adalah mempersiapkan tangga untuk mempermudah memanjat pohon aren. Selain itu pada tahap numbuki pola akan dipersiapkan pula tempat berdiri di bagian atas pohon aren agar nantinya dapat mempermudah proses penyadapan air Nira. Numbuki pola ini biasa dilakukan ketika tandan bunga jantan aren (buah rirang) baru mekar atau masih muda.

Gambar 3.6

Tangga yang digunakan untuk melakukan kegiatan Ngeria

(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

3. Nguir (Jolah-Jole)

Sebelum mememarkan tandan bunga jantan, yang disebut mbal-bal38 dalam bahasa Karo, terlebih dahulu perpola melakukan nguir atau jolah-jole, yaitu mengayun-ayunkan tandan Nira sebanyak mungkin dengan tujuan agar tandan ini semakin elastis (membuka serat atau pori-pori dari tandan tersebut) . biasanya, menurut informan proses jolah-jole ini biasanya sampai dengan 100 atau lebih ayunan. Tujuannya adalah agar tandan tesebut betul betul elastis dan dapat menghasilkan Nira yang banyak. Nguir pola dilakukan ketika bunga jantannya telah mulai berubah warna menjadi kehitaman.Pada proses inilah menurut informan dari Desa Sarimunthe, beliau mulai mengalunkan nyanyian Ngeria berdasarkan isi hatinya.

38 Proses memukul tandan aren untuk membuka serat-serat atau pori-pori dari tandan tersebut agar dapat menghasilkan Nira.

Gambar 3.7

Perpola sedang menguir tandan aren.

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.8

Buah Jantan yang masih berwarna kehijauan.

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.9

Bunga jantan telah berwarna kehitaman

(Dokumentasi Oleh Agriva Maranata Sinuhaji) 4. Mbal-bal

Setelah nguir/jolah-jole selesai dilakukan, dilanjutkan dengan mbal-bal, yaitu mememarkan bagian tandan dengan cara dipukul. Dalam hal ini perpola Memukul tandan tersebut dengan sangat hati-hati, tidak terlalu pelan supaya bagian tandan semakin elastis, serta tidak boleh dilakukan terlalu kuat untuk menghindari terjadinya pembusukan pada tandan tersebut.

Gambar 3.10

Pemalbal, Alat yang digunakan pada saat mbal-bal

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.11

Perpola sedang melakukan proses mbal-bal pada tandan aren.

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji) 5. Nampul

Nampul adalah proses memotong tandan pola untuk pertama kalinya.

Proses ini dapat dilakukan biasanya setelah tandan Nira telah melewati kurang lebih 3 kali masa perlakuan untuk Nguir/Jolah-jole dan mbalbal, dan biasanya perpola akan melakukan proses tersebut setiap seminggu sekali sampai mencapai 3 atau 4 kali proses. Barulah setelah itu proses Nampul dapat dilakukan.

Gambar 3.12

Ilustrasi Proses Nampul pada pohon aren.

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Proses ini dilakukan setelah melakukan sekurang-kurangnya 12 kali masa mbal-bal pola hingga tandan pola telah menghamburkan serbuk sari yang berwana

kuning.

6. Ndapet atau Ngerengkap

Setelah proses Nampul selesai dilakukan, maka tandan dari pohon aren yang sudah di potong tersebut akan ditutup dengan daun Sirih hutan yang biasanya tumbuh liar disekitar pohon Aren tersebut. Namun ada kalanya juga si perpola mengganti daun sirih tersebut dengan kain-kain, atau dengan plastik.

Beberapa hari setelah nampul, tibalah masa ndapet ataupun ngerengkap yang artinya ketika mendatangi pohon aren, sang penyadap

(perpola) telah melihat tanah di bawah pohon aren dibasahi oleh tetesan air aren39.

39 Wawancara dengan Kukuh Sitepu

Gambar 3.13

Daun sirih yang digunakan untuk menutup tandan Nira (Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.14

Tandan yang ditutup dengan menggunakan plastik.

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

7. Nongkap

Setelah ngerengkap, lau pola (air Nira) telah siap ditampung dengan menggunakan tabung bambu yang disebut tongkap. Namun pada saat Peneliti melihat langsung kelapangan (melakukan observasi langsung), peneliti melihat tempat penampungan air Nira telah digantikan dengan jerigen yang lebih besar dan dapat menampung lebih banyak air Nira. Dari observasi langsung yang peneliti lakukan, mengapa perpola menggantikan bambu dengan jerigen yaitu karena jumlah air yang ditampung lebih banyak.

Gambar 3.15

Tempat penampungan air Nira

(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

.

Gambar 3.16

Jerigen penampungan air Nira

(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

8. Ngeria

Ngeria adalah mengambil air aren yang dilakukan oleh perpola sebanyak dua

kali dalam satu hari, yaitu pada waktu pagi dan sore.

Dalam kegiatan Ngeria, perpola melakukan rutinitas yang sangat teratur dan harus dilakukan dalam pengerjaannya, yaitu saat Ngeria di pagi hari dan di sore hari. Rutinitas ini sangat berdampak pada hasil banyaknya Nira yang dihasilkan oleh pohon aren tersebut, dimana ada waktu-waktu tertentu yang harus dilakukan secara rutin, yaitu penyayatan tandan yang harus dilakukan dalam 2 kali dalam sehari, pada pagi hari dan sore hari, dalam penelitian ini informan melakukan penyayatan pada jam 06.30 dan pada sore hari jam 15.00 dan jika tidak dilakukan maka tandan akan sedikit mengeluarkan Niranya atau bahkan bisa saja pohon aren tersebut menjadi mati. Menurut informasi yang didapat oleh peneliti penyayatan harus dilakukan 2 kali walaupun waktunya tidak sesuai namun harus dilakukan demi menjaga banyaknya air Nira keluar.

Setiap pagi dan sore hari perpola akan pergi ke tempat dia bekerja yaitu melakukan kegiatan Ngeria untuk mengambil hasil yang sebelumnya. Setelah sampai diatas pohon aren, perpola akan mengambil air Nira dari atas pohon dengan cara menurunkannya dengan tali dan kemudian perpola akan mulai

mengiris lagi tandan yang telah kering, dengan tujuan agar pori-pori dari tandan tersebut kembali terbuka dan dapat menghasilkan air lagi.

Gambar 3.17

Perpola akan mengambil jerigen yang sudah berisi Nira dari atas pohon Aren (Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

3.5 Nilai Ekonomi Pohon Aren

Hampir semua bagian dari pohon aren dapat dimanfaatkan. Aren atau enau, adalah salah satu dari sekian jenis palma40, tersebar diseluruh kepulauan nusantara, dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 m di atas permukaan laut. Tanaman yang berasal dari Assam (India) dan Burma ini, tumbuh subur di lembah lereng pegunungan, di sepanjang aliran sungai hingga di ketinggian pegunungan, dihampir semua jenis tanah, cenderung tumbuh liar, tidak menuntut pemeliharaan dan perawatan. Bankan nyaris tidak dipelihara dan dirawat sebab masih belum dibudidayakan oleh masyarakat.

Bagian-bagian dari pohon aren yang dapat dimanfaatkan juga bernilai ekonomi tinggi dan paling terkenal adalah Nira, Nira yaitu air yang berasal dari tandan bunga jantan yang disadap. Nira dapat diolah menjadi alkohol (tuak, dan lain-lain), cuka dan gula aren. Buah aren dapat diolah menjadi kolang-kaling, bahan baku untuk berbagai panganan dan industri. Ijuk untuk bahan baku sapu, brush (sikat), industri tali, pelapis kabel bawah tanah atau air, atap rumah, penyaringan air dan lain-lain. Daun dapat dibuat atap rumah, lidi untuk sapu, dan lain-lain. Batang dapat diolah menjadi bahan baku industri alat-alat pertenunan tradisional maupun meubel (perabotan) dan

40 Tumbuhan palma atau juga disebut tumbuhan palem (pinang-pinangan)

hiasan. Di bagian tengahnya diolah jadi sagu, bahan baku makanan ternak, dan lain-lain. Pelepah daun dapat digunakan untuk kayu bakar.

Di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo ini, masyarakatnya dahulu lebih banyak menjadikan air Nira yang keluar dari tandan diolah menjadi gula merah dan dalam cerita yang beredar air tersebut memang dijadikan sebagai gula merah untuk dijual dan uangnnya untuk membayar hutang yang telah menumpuk, Dapat kita lihat tempat pemasakan air Nira (pola) yang dipakai Bapak Kukuh Sitepu menjadi gula merah.

Gambar 3.18

Gula Merah hasil dari pengolahan Nira.

(sumber : www.Pusatinformasiterbarushare-ya.tk)

Gambar 3.19

Tempat pemasakan air Nira (pola) menjadi gula merah.

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Namun sekarang air yang keluar dari tandan tersebut rata-rata telah diolah menjadi tuak dan mereka langsung memfermentasikan airnya pada saat penampungan diatas pohon aren tersebut, mereka lebih memilih menjadikan tuak dikarenakan lebih efisien dan lebih cepat dalam pemasarannya jadi mereka tidak perlu banyak proses untuk menjualnya. Dibandingkan dengan memuat gula aren yang harus memasaknya terlebih dahulu.

Gambar 3.20

Nira yang telah difermentasikan menjadi Tuak

(Sumber : Arlinton-hutagalung.blogspot.com)

BAB IV

ANALISIS TEKS DAN NYANYIAN NGERIA

4.1 Analisis Teks Ngeria

Nyanyian Ngeria biasa dilakukan oleh perpola pada pohon Aren ketika akan menyadap Nira (Ngeria). Dalam penelitiannya, peneliti menemukan bahwa penggunaan nyanyian dalam aktivitas Ngeria di Desa Sukandebi yang dilakukan oleh Bapak Kukuh Sitepu ditempatkan pada posisi mulai mengayun-ayunkan (Njolah-jole) tandan aren yang belum di potong. Proses ini sendiri menurut Bapak

diibaratkan sebagai seorang perempuan, yang bernama Beru Sibo luluh hatinya, dan memberikan Nira yang cukup untuk membuat gula merah dan dapat dijual kepasar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dari keluarga Bapak Kukuh.

Berikut adalah penggalan teks dari nyanyian Ngeria yang dinyanyikan oleh Bapak Kukuh Sitepu :

Ku jolah joleken me kena beru Sibo Sampati kena kel aku

Adi la kin sampatindu nggo Menda mberat bas aku

Belanjaku pe lanai lit Penukur isapku pe lanai lit Emaka sampati kel aku beru Sibo

Sampati kel aku

Idahndu ngenda bagenda nge dahinku e pe beru Sibo.

Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras

Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai berikut:

Ku ayun-ayunkanlah kamu beru Sibo Tolong bantulah aku

Kalau tidak kamu tolong Sudah pasti susahlah aku

Kalau tidak kamu tolong Sudah pasti susahlah aku

Dokumen terkait