• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN TERAN, KABUPATEN KARO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN TERAN, KABUPATEN KARO."

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN TERAN, KABUPATEN KARO

.

SKRIPSI SARJANA O

L E H

NAMA : AGRIVA MARANATA SINUHAJI NIM : 110707047

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

2016

(2)

ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN TERAN, KABUPATEN KARO

.

SKRIPSI SARJANA O

L E H

NAMA : AGRIVA MARANATA SINUHAJI NIM : 110707047

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs.Kumalo Tarigan, M.A Drs. Perikuten Tarigan, M.Si NIP. 195812131986011002 NIP. 95804021987031003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

2016

PENGESAHAN

(3)

DITERIMA OLEH:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,

Drs. Budi Agustono, M.S.

NIP. 19600805 198703

Panitia Ujian:

No Nama Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )

3. Drs. Fadlin, M.A. ( )

4. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si. ( )

5. Drs. Kumalo Tarigan, M.A. ( )

(4)

DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan,

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA DEPARTEMEN

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.

NIP. 196512211991031001

(5)

ABSTRAK

ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT KARO di DESA SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN TERAN, KABUPATEN KARO

Ngeria atau Erpola adalah kegiatan mengambil Nira yang dilakukan oleh masyarakat Karo. Kegiatan ini dilakukan oleh seseorang yang disebut dengan Perpola dalam bahasa Karo. Kegiatan ini pada praktiknya menggunakan nyanyian yang berisikan lirik tentang kesengsaraan hidup. Pada masa sekarang, kegiatan ini sudah lebih sering dilakukan tanpa menggunakan nyanyian.

Di Kabupaten Karo, peneliti menemukan salah satu Perpola yang masih mengerti dengan nyanyian Ngeria yang saat ini sudah mulai jarang terdengar aktifitasnya. Peneliti memilih Bapak Kukuh Sitepu yang berdomisili di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman teran, Kabupaten Karo sebagai informan kunci mengenai nyanyian Ngeria, walau beliau sudah tidak lagi melakukan kegiatan tersebut.

Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan metode Kualitatif Analitis.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode Kerja Lapangan yang meliputi beberapa aspek seperti; wawancara, observasi, perekaman suara, dan dokumentasi gambar pada kegiatan yang bersangkutan. Adapun teori yang digunakan adalah teori Fungsionalisme, teori Semiotik dan teori Weighted Scale. Teori Fungsionalisme digunakan untuk mencari fungsi dari nyanyian Ngeria dalam masyarakat. Teori Semiotik digunakan untuk menganalisis teks pada nyanyian

(6)

dalam Ngeria, dan teori Weighted Scale untuk menganalisis melodi dalam nyanyian Ngeria.

Peneliti memilih judul ini karena merasa tertarik dengan kegiatan nyanyian dalam kegiatan Ngeria yang menurut peneliti sudah jarang ditemukan pada masyarakat Karo khususnya di Kabupaten Karo. Selain itu tujuan peneliti adalah membuat suatu pendokumentasian data dari nyanyian Ngeria yang keabsahan datanya dikutip dari hasil penelitian, diharapkan nantinya tulisan ini dapat menjadi sebuah hasil yang bersifat fleksibel yang dapat berguna bagi peneliti lainnya terutama dalam hal referensi.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, sehingga Saya bisa menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi yang berjudul “ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT KARO, DI DESA SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN TERAN, KABUPATEN KARO” dengan baik. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu BUdaya, Universitas Sumatera Utara.

Saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua yang Saya sayangi, yang telah membesarkan, membimbing dan tak henti-hentinya memberikan dukungan bagi Saya hingga saat ini. Teruntuk Ibunda tersayang, Ranto Erlina Gea, yang tetap membimbing sampai saat ini, dan tetap berjuang untuk anak-anaknya, walaupun Bapak terkasih telah lebih dulu meninggalkan kita, semoga Ibunda senantiasa dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, sehat selalu, panjang umur serta murah rejeki. Untuk Bapakku tersayang yang telah lebih dulu meninggalkan dunia, Sumitro Sinuhaji, Pak, semoga dengan ini aku bisa membuatmu bangga, seperti harapanmu dulu. Terima kasih, Pak.

Kepada kedua adikku yang satu putih dan satunya lagi hitam, Diora Sinuhaji dan Agave Sinuhaji, kompak terus ya, dek. Terima kasih untuk semua supportnya dan terima kasih juga atas seringnya nanya “kapan wisuda?”, itu sangat berarti. Tak lupa juga terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Pak Uda, Bibik, Kila yang selalu memberi dukungan kepada Saya. Terlebih kepada Kila

(8)

Chaesy Ginting dan keluarga, yang telah memberikan izin kepada Saya untuk menempati rumahnya selama kuliah hingga saat ini. Tak lupa juga ucapanterima kasih sebesar-besarnya kepada Joy Sandio Alloysius Sinuhaji dan Mayagita Alloysia Sinuhaji yang menjadi Pak Tengah dan Bik Uda yang selalu menemani selama Saya di Medan.

Terima kasih kepada Ketua Departemen Etnomusikologi Bapak Drs.

Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. dan Dra. Heristina Dewi M.PD selaku Sekretaris Departemen Etnomusikologi yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam perkuliahan Saya selama ini.

Terima kasih kepada Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A. selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak bimbingan dan masukan yang berguna dalam Sayaan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Drs. Budi Agustono, M.S. selaku dekan

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan tak lupa kepada Ibu Wawa yang

juga telah banyak membantu proses administrasi di kantor jurusan, serta kepada seluruh

staf pengajar jurusan Etnomusikologi, Saya mengucapkan terima kasih atas bimbingan

dan bantuan yang diberikan, sehingga memperluas wawasan Saya dalam ilmu

pengetahuan selama mengikuti perkuliahan. Saya juga mengucapkan terima kasih

kepada seluruh informan di antaranya Bapak Kukuh Sitepu dan keluarga sebagai informan kunci, Bapak Ramli Sebayang dan keluarga sebagai informan tambahan, begitupun Bapak Tammen Sipayung ayahanda dari junior Saya Yogi Anggara Sipayung yang telah banyak membantu memberikan informasi sebagai tambahan untuk skripsi ini.

(9)

Ucapan terima kasih kepada semua sahabat-sahabat seperjuangan 11 baik yang sudah Sarjana maupun yang sedang menyusun dan menyusul, yang menjadi tempat saling berkeluh kesah dan memberikan masukan, gagasan, ide, dorongan serta semangat dalam menyelesaikan tulisan ini. Juga kepada teman-teman Gordangers, Aprindo Nadeak, Jose Rizal Siregar, Selamet Hariadi, Erwien Prasaja Putra, Mario Yosua Sinaga, Wildan Toyyib dan dua junior Saya di kampus, Jepri Romario Sihombing dan Junet yang telah menjadi sahabat selama perkulihan, dan semoga pertemanan ini dapat berlanjut terus.

Tak lupa juga ucapan terima kasih Saya ucapkan untuk Permata GBKP Berastagi Kota, Permata GBKP Pasar 2 Titi Rante Medan, GPP Jalan Pelajar dan GBKP KM 7 yang telah menjadi tempat Saya menggali pengalaman. Terima kasih juga untuk seluruh personil H.A.L.F Band, AMS And Friend, H..I.G Band serta Ashie Band yang sudah menemani Saya bermusik selama ini. Terima kasih juga Saya ucapkan kepada teman-teman yang sudah berbagi banyak hal bersama Saya, David Broth, Pak Jack, Bang Yobi, Egi Sinulingga, Riko Sembiring, Andi Lase, Oshinar Lumbantoruan, Tina Ginting, Candra Silitonga, Debora Sitompul, Bang Andre Sebayang, Join Sembiring, Chandra Silalahi, Hendriko, Frans, Bang Harry, Peter, Evillya Sembiring, Ima Ulina, Algrant Ginting, Gettha Iza (Ndek), Helen Sitompul, Ninda Ginting, Turang Febby, Kak Lia Sembiring, Atmaja Paulus Tarigan, teman-teman di DOBLESPA, teman-teman pemusik CIMPA, serta yang lainnya yang tidak dapat Saya sebutkan satu persatu.

Terkhusus untuk Ega Paskah Depari, seseorang yang selalu menemani dan menyemangati Saya dalam menjalani hari-hari dan menyelesaikan skripsi ini.

(10)

Terima kasih untuk semua motivasi dan dukungan selama ini, semoga Tuhan selalu memberkati dan sukses untuk ke depannya.

Saya menyadari tulisan ini masih belum dapat dikatakan sempurna, oleh sebab itu Saya juga masih tetap mengharapkan segala masukkan dan saran-saran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian sehingga lebih mengarah kepada kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu Etnomusikologi.

Akhirnya Saya berharap penuh tulisan ini menjadi salah satu bahan pembelajaran yang baru bagi setiap pembaca dan dapat berguna dan menambah wawasan serta informasi bagi semua kalangan.

Medan, Juni 2016 Hormat Saya

Agriva Maranata Sinuhaji

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Alasan Memilih Judul ... 4

1.3 Pokok Permasalahan ... 5

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Konsep dan Teori ... 6

1.5.1 Konsep ... 6

1.5.2 Teori ... 8

1.6 Metode Penelitian... 11

1.7 Wawancara ... 12

1.8 Kerja Laboratorium ... 13

1.9 Studi Kepustakaan ... 13

1.10 Lokasi Penelitian ... 14

BAB II. ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI,KECAMATAN NAMAN TERAN.KABUPATEN KARO 2.1 Wilayah Budaya Masyarakat Karo ... 15

(12)

2.2 Lokasi dan Lingkungan Alam dan Demografi Penelitian ... 16

2.3 Sistem Matapencaharian ... 21

2.4 Sistem Kepercayaan dan Religi ... 23

2.5 Sistem Kekerabatan ... 25

2.6 Bahasa ... 27

2.7 Kesenian ... 29

2.7.1 Seni Musik ... 29

2.7.2 Seni Tari ... 31

2.7.3 Seni Suara ... 33

BAB III. DESKRIPSI KEGIATAN NGERIA ... 36

3.1 Pengertian Ngeria ... 36

3.2 Deskripsi Legenda Asal Mula Pohon Aren di Desa Sukandebi ... 37

3.3 Persiapan Ngeria ... 41

3.4 Proses Ngeria ... 45

3.5 Nilai Ekonomi Pohon Aren ... 57

BAB IV. ANALISIS TEKS DAN NYANYIAN NGERIA ... 61

4.1 Analisis teks Ngeria ... 61

4.2 Penggunaan dan Fungsi ... 68

4.2.1 Penggunaan nyanyian Ngeria ... 68

4.2.2 Fungsi nyanyian Ngeria ... 69

4.2.2.1 Fungsi komunikasi ... 69

4.2.2.2 Fungsi perlambangan ... 71

(13)

4.3. Transkripsi ... 71

4.3.1 Simbol dalam notasi ... 72

4.3.2 Tangga Nada (Scale) ... 73

4.3.3 Nada Dasar (Pitch Centre) ... 74

4.3.4 Wilayah Nada ... 76

4.3.5 Jumlah Nada ... 76

4.3.6 Pola Kadensa ... 77

4.3.7 Formula Melodik ... 77

4.3.8 Kontur ... 78

4.3.9 Analisis Ritem ... 80

BAB V. PENUTUP ... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 86

DATA INFORMAN ... 87

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di Sumatera Utara terdapat beberapa suku yang menyebar di berbagai daerah dan membentuk kebudayaannya masing-masing, seturut dengan tempat tinggalnya, termasuk suku Karo. Suku ini mendiami dua wilayah di Sumatera Utara, yakni pada daerah Karo di Kabupaten Karo, dan pada daerah Langkat di Kabupaten Deli Serdang1. Perbedaan daerah tempat tinggal dan aspek geografis membuat ada budaya yang berbeda antara suku Karo di dataran tinggi Karo dan suku Karo di daerah Langkat, walau pada umumnya di beberapa hal tidak jauh berbeda.

Dalam kehidupan budaya masyarakat Karo, terdapat banyak kegiatan tradisi yang sudah turun-temurun di lakukan oleh masyarakat setempat dan erat kaitannya dengan musik. Seperti dalam halnya, acara hiburan, ritual, pernikahan, hingga acara kematian pada adat suku Karo selalu identik dengan musik dan nyanyian. Dalam bahasa Karo, nyanyian disebut dengan ende-enden, dan dalam prakteknya masyarakat Karo juga memiliki cengkok khas dalam melantunkan nyanyian-nyanyian yang disebut rengget. Dalam acara-acara adat Karo, biasanya ende-enden dinyanyikan oleh penyanyi yang disebut perende-rende.

Seni suara memegang peranan yang cukup penting didalam upacara adat ataupun dalam melakukan ritual-ritual adat Karo. Seni suara dalam masyarakat Karo dapat dibagi menjadi lima, yaitu:

1 Tarigan.Sarjani, Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem (Balai Adat Budaya Karo

(15)

1. Nyanyian Gembira, yang biasa disebut dengan nyanyian perkolong- kolong. Nyanyian yang dinyanyikan oleh perkolong-kolong biasa dinyanyikan dalam upacara adat pernikahan, guro-guro aron, atau memasuki rumah baru.

2. Nyanyian Mantra (Tabas), nyanyian ini biasa dinyanyikan oleh Guru Sibaso2. Nyanyian ini digunakan saat melaksanakan ritual-ritual seperti, erpangir ku lau, ndilo wari udan, perumah begu, Ngeria dan lainnya.

3. Nyanyian Cerita, yakni nyanyian yang berisikan tentang sebuah cerita.

Contoh : nyanyian Turi-Turin si Barusjahe, Sitera Jile-Jile, dan lainnya.

4. Nyanyian ratapan atau Tangisan, adalah lagu yang dinyanyikan pada saat upacara orang yang sudah meninggal untuk menyatakan kesedihan yang mendalam.3

Dengan kondisi Geografis yang terletak di dataran tinggi, maka dalam kehidupan sehari-harinya masyarakat Karo bekerja untuk menghidupi diri dan keluarganya dengan cara bercocok-tanam,berdagang, dan juga beternak4. Namun, ada juga dari masyarakat Karo yang bekerja dengan cara memanfaatkan pohon enau atau biasa juga disebut dengan pohon aren yang tumbuh didalam hutan dimana seluruh bagian dari pohonnya dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari seperti memanfaatkan buahnya untuk dijadikan kolang-kaling,atau daunnya bisa dijadikan sapu lidi, atau bisa juga dengan menyaring Nira5 yang

2 Guru dalam masyarakat Karo dapat diartikan sebagai orang pintar atau dukun.

3 Dikutip dari buku Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem karya Sarjani Tarigan,MSP

4 Lihat Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem halaman 8

5 Nira adalah hasil saringan berbentuk air pada pohon aren yang di dapat dengan cara mengikis kulit dari “tangan” pohon Enau.

(16)

berasal dari pohon aren6. Disini peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai kegiatan menyaring Nira yang dimana disebut dengan Ngeria pada masyarakat Karo. Menurut cerita, konon pohon aren ini pada saat dipilih dan akan diambil airnya harus dengan cara dinyanyikan dan diperlakukan layaknya seorang perempuan, karena menurut sejarahnya, pohon aren adalah seorang gadis yang menjelma untuk membantu menyelamatkan saudara laki-lakinya dari jeratan hutang-piutang di Desa seberang7. Nyanyian yang dinyanyikan itu sendiri biasanya berisikan lirik yang menceritakan tentang kesengsaraan kehidupan yang akan mengambil Nira dari pohon aren yang dinyanyikan.

Dalam pengerjaan pengambilan Nira dari pohon aren, orang yang mengerjakannya harus memanjat ke puncak pohonnya dan membawa satu kayu yang digunakan untuk proses malbal8 untuk mencari urat pohon menurut bapak Kukuh Sitepu dan cara memukulnya pun tidak bisa sembarangan. Untuk memukul batang pohon harus dengan penuh perasaan agar Niranya dapat keluar dengan baik dan banyak.

Kegiatan mengambil Nira ini biasa disebut dengan Ngeria dalam masyarakat Karo dan kegiatan ini biasa dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Uniknya, menurut bapak Kukuh Sitepu, kegiatan mengambil Nira ini harus disiplin dalam masalah waktu. Tidak boleh terlambat mengambil Niranya karena kalau sampai terlambat, bisa jadi air dari pohon aren tersebut akan berhenti mengalir.

Bapak Kukuh Sitepu adalah salah satu masyarakat Karo yang dulunya bekerja sebagai pengambil Nira dan melakukannya dengan menyanyi terhadap pohon tersebut untuk mendapatkan Niranya. Bapak Kukuh Sitepu berdomisili di Desa

6 Wawancara dengan pak BahagiaBarus di Desa Namo Pinang

7 Wawancara dengan Bapak Kukuh Sitepu

(17)

Sukandebi, kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo. meski pada saat sekarang ini bapak Kukuh Sitepu tidak lagi melakoni pekerjaan tersebut dikarenakan faktor usia yang sudah mencapai 85 tahun, tetapi beliau masih sanggup untuk merekonstruksi bagaimana proses dilakukan kegiatan Ngeria dengan nyanyiannya.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji kegiatan Ngeria sehingga peneliti mengangkat judul : “ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN TERAN, KABUPATEN KARO.”

1.2 Alasan Memilih Judul

Setiap Permasalahan pasti mempunyai alasan yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Begitu juga dengan pemilihan terhadap judul ini. Adapun alasannya adalah sebagai berikut.

1. Ketertarikan Peneliti terhadap kegiatan Ngeria yang dilakukan oleh masyarakat Karo dan di praktekkan dengan masih memakai kepercayaan lama.

2. Nyanyian yang terjadi pada proses kegiatan Ngeria menurut peneliti adalah salah satu kearifan lokal yang sangat menarik untuk di kaji terlebih di masa sekarang.

(18)

1.3 Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk nyanyian Ngeria?

2. Apa makna tekstual nyanyian Ngeria?

3. Bagaimana proses pengerjaan Ngeria?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji struktur melodi nyanyian dalam proses kegiatan Ngeria.

2. Untuk mengkaji makna tekstual dalam nyanyian Ngeria.

3. Untuk mengkajian proses-proses kegiatan Ngeria.

1.4.2 Manfaat penelitian

Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Menjadi salah satu sarana dalam memperluas ilmu pengetahuan tentang kegiatan Ngeria yang menggunakan nyanyian dalam masyarakat Karo.

2. Menjadi salah satu bahan dokumentasi tambahan tentang informasi kegiatan Ngeria dan juga sebagai referensi untuk peneliti lainnya yang memiliki keterkaitan dengan topik judul penelitian.

3. Sebagai proses pengaplikasian atau pengembangan ilmu yang diperoleh peneliti selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

(19)

4. Untuk peneliti, sebagai salah satu syarat ujian untuk mendapatkan gelar Sarjana di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

1.5 Konsep dan Teori 1.5.1 Konsep

Konsep merupakan rangkaian ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991:431).

Berdasarkan pengertian konsep di atas, peneliti akan menjelaskan beberapa konsep yang berkaitan dengan tulisan ini.

Pengertian musik menurut M. Soeharto adalah pengungkapan melalui gagasan melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa melodi, irama, dan harmoni dengan unsur pendukung berupa gagasan, sifat dan warna bunyi9. Musik dianggap sebagai salah satu cermin dari masyarakat tertentu karena melalui musik terlihat ritual dan budaya sehari-hari (Djohan 2010: 63)

Dari pengertian musik ini, dapat dikatakan bahwa musikal merupakan suatu ungkapan dari ekspresi manusia yang diolah dalam suatu nada-nada yang harmonis.

Nyanyian merupakan bagian dari seni musik, dimana secara umum seni musik dibagi kedalam tiga bagian, yaitu:

1. Musik vokal

2. Musik instrumental, dan

9 Lihat skripsi Kezia Purba “Analisis Musikal dan Tekstual Marsialop Ari Karya Taralamsyah Saragih ”

(20)

3. Gabungan dari musik vokal dan instrumental10.

Nyanyian menurut Poerwadarwaminta (1965:680) adalah “sesuatu yang berhubungan dengan suara/bunyi yang berirama yang merupakan alat/media untuk menyampaikan maksud seseorang dengan atau tanpa iringan musik”.

Ngeria adalah kegiatan mengambil Nira yang pada masyarakat Karo prakteknya, dalam hal ini menurut peneliti adalah menggunakan nyanyian. Walau pada dasarnya, menurut cerita dari para narasumber kegiatan Ngeria adalah kegiatan mengambil Nira yang menggunakan ungkapan-ungkapan yang berasal dari dalam hati dan dicampur dengan mantra-mantra tertentu agar dapat menghasilkan Nira. Penggunaan Mantra-mantra dan ungkapan tersebut di dalam praktiknya lah yang menurut peneliti dapat dikategorikan sebagai nyanyian karena adanya unsur ritem dan melodi yang terdapat di dalam kegiatan ini.

Nyanyian ini biasanya selalu berisi tentang kesengsaraan karena masalah ekonomi. Pohon aren tersebut dinyanyikan dengan tujuan agar pohon aren yang dinyanyikan dapat memberikan hasil yang maksimal untuk dapat dipergunakan oleh orang yang membutuhkan tersebut11.

Analisis dapat diartikan sebagai penguraian untuk memilah-milah sesuatu hal ataupun ide kedalam setiap bagian-bagian sehingga dapat diketahui bagaimana sifat, perbandingan, fungsi, maupun hubungan dari bagian-bagian tersebut12. Dalam hal pengkajian mengenai nyanyian Ngeria ini, peneliti menganalisis struktur musikal, struktur teks, serta makna dari nyanyian Ngeria.

Tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan dari suatu nyanyian. Teks atau syair dari nyanyian tersebut akan menghasilkan suatu makna.

11 Wawancara dengan Bapak Ramli Sebayang

(21)

Makna tersebut adalah suatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian, yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Makna konotatif adalah makna kata yang terkandung arti tambahan sedangkan makna denotatif adalah kata yang tidak mengandung arti tambahan atau disebut dengan makna sebenarnya (Keraf, 1991:25).

1.5.2 Teori

Teori dapat digunakan sebagai landasan berpikir. Dalam tulisan ini yang menjadi pokok permasalahan adalah mengenai unsur-unsur yang terdapat dalam praktek nyanyian Ngeria. Berdasarkan pemahaman mengenai teori diatas, maka peneliti mempergunakan beberapa teori utama yang digunakan dalam penelitian.

Dalam tulisannya peneliti mengkaji Nyanyian Ngeria yang dimana terdapat unsur fungsi, teks, dan melodi didalamnya, maka dari itu peneliti memakai teori Fungsionalisme yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam (1964) dalam membahas mengenai unsur fungsi dari nyanyian Ngeria. Dalam teori fungsi musik yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam terdapat 10 (sepuluh) fungsi musik dalam displin ilmu Etnomusikologi, yaitu ; (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi pengungkapan estetika, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi reaksi jasmani, (7) fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, (8) fungsi pengesahan lembaga sosial, (9) fungsi kesinambungan budaya, dan (10) fungsi pengintegrasian masyarakat.

Berkaitan dengan studi mengenai unsur teks nyanyian, isi dari teks nyanyian tersebut adalah hal yang penting lainnya untuk dipelajari (Echols dan Shadily,

(22)

1986:369). Teks juga dapat dikatakan sebagai uraian atau pikiran dalam suatu karangan dan bentuknya bisa secara lisan dan bisa secara tulisan13.

Menurut Curt sachs ( 1962 : 68-70) Teks dan melodi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Logogenik, yaitu nyanyian yang lebih mengutamakan logo (lirik), karena melodinya adalah pengulangan.

2. Melogenik, yaitu nyanyian yang lebih mengutamakan melodi karena teksnya merupakan pengulangan.

Berdasarkan klasifikasi diatas, menurut peneliti nyanyian Ngeria dapat diklasifikasikan dalam Logogenik karena nyanyian Ngeria lebih fokus terhadap lirik dibandingkan dengan melodinya.

William P. Malm dalam bukunya yang berjudul ’Music Cultures Of The Pasific, The Near, and Asia’ (1977:9) juga mengatakan bahwa: “in vocal music, another important characteristic is the relation of music to text, the style is

’Syllabic’, if one Syllable is used with many notes, the style is ’Melismatic’, yang berarti bahwa “dalam musik vokal, karakteristik yang terpenting adalah hubungan antara musik dan teksnya, yang berupa “penggalan kata”, jika salah satu penggalan kata digunakan dengan banyak macam, disebut dengan gaya

“Melismatik”.

Untuk mengetahui dan mendalami dari teks nyanyian Ngeria, peneliti juga menggunakan teori semiotika. Semiotika merupakan kajian terhadap tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia14. Istilah kata semiotika ini berasal dari

13 Lihat Skripsi Risman Ginting, Kajian tekstual dan musikologis suatu nyanyian tradisional Karo di Desa Panribuan kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun, 1994 (Universitas Sumatera Utara) hal 5

(23)

bahasa Yunani, semeioni. Panuti Sudjiman dan Van Zoest (bakar 2006:45-51) menyatakan bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar. Sedangkan untuk menganalisis struktur melodi Ngeria peneliti menggunakan teori weighted scale15yang dikemukakan oleh William P. Malm.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi (Malm dalam terjemahan Takari 1995:15), yaitu:

a. Tangga nada

b. Nada dasar (pitch center) c. Wilayah nada

d. Jumlah nada-nada e. Jumlah interval f. Pola-pola kadensa

g. Formula-formula melodik, dan h. Kontur

Untuk mendukung analisis struktur melodi Ngeria, peneliti menggunakan metode transkripsi. Transkripsi merupakan proses penotasian bunyi yang didengar dan dilihat. Dalam mengerjakan transkripsi peneliti menggunakan pada notasi musik yang dinyatakan Seeger, yaitu notasi preskriptif dan deskriptif.

Notasi preskriptif adalah notasi yang dimaksudkan sebagai alat pembantu untuk penyaji supaya dapat menyajikan komposisi musik. Sedangkan notasi deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh

15Weighted scale berarti bobot tangga nada

(24)

pembaca. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti akan menggunakan notasi deskriptif.

1.6 Metode Penelitian

Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005). Sementara penelitian merupakan kegiatan dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005)16. Untuk memperoleh data secara sistematis, maka peneliti menggunakan metode penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk memaparkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan frekwensi atau penyebaran dari suatu gejala ke gejala lain dalam suatu masyarakat (Koentjaraningrat 1990:29). Berdasarkan pendapat diatas, peneliti melakukan penelitian dengan cara :

1. Studi Kepustakaan, dimana peneliti mempelajari berbagai literatur yang berguna dalam membentuk pola pikir dalam membahas masalah yang di teliti. Selain itu, studi kepustakaan juga berguna untuk menentukan

(25)

pendekatan didalam pengumpulan data serta untuk keperluan penelitian lainnya.

2. Penelitian Lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan peneliti dengan cara wawancara langsung dengan narasumber, mendokumentasi hasil lapangan dan, observasi langsung untuk mengumpulkan data-data yang sesuai . Dalam hal ini, peneliti melakukan rekonstruksi ulang terhadap penyajian nyanyian ini. Selain itu, peneliti juga melakukan rekonstruksi ulang terhadap kegiatan Ngeria. Peneliti melakukan rekonstruksi ulang di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo.

1.7 Wawancara

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan oleh peneliti. Koentjaraningrat (1983:138-139) menyatakan, pada umumnya ada beberapa macam wawancara yang dikenal oleh para peneliti.

Beberapa macam wawancara dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu:

1. wawancara berencana (standardized interview) dan 2. wawancara tak berencana (unstandardized interview).

Wawancara berencana selalu terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya dan sebaliknya, wawancara tak berencana tak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata dan dengan tata urut tetap yang harus dipatuhi oleh peneliti secara ketat17. Wawancara juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data dan keterangan-keterangan untuk melengkapi data yang diperoleh oleh peneliti.

17 Lihat Skripsi Sarjana Linfia Sonia Purba

(26)

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada si peneliti (Mardalis 2006:64).

Dalam penelitiannya, peneliti menetapkan Bapak Kukuh Sitepu sebagai informan kunci dalam penelitian mengenai kegiatan Ngeria ini. Selain itu, peneliti juga mewawancarai pengrajin Ngeria lain ataupun informan-informan yang dianggap dapat memberi informasi tambahan mengenai kegiatan Ngeria untuk pengembangan penelitian skripsi ini.

1.8 Kerja Laboratorium

Seluruh data yang peneliti peroleh berasal dari hasil pengamatan di lapangan dengan cara wawancara. Hasil wawancara tersebut kemudian akan diolah dalam kerja laboratorium. Selain itu peneliti juga akan mentranskripsikan nyanyian Ngeria dengan pendekatan musik Barat.

.Setelah peneliti melakukan kerja laboratorium, peneliti membuatnya menjadi sebuah tulisan ilmiah berbentuk skripsi sesuai dengan aturan penelitian sebuah karya ilmiah. Maka dengan demikian, tulisan ini diharapkan memiliki manfaat dan dapat menambah wawasan pengetahuan di bidang Etnomusikologi dan bermanfaat untuk seluruh kalangan.

1.9 Studi Kepustakaan

Sebelum melakukan penelitian lapangan, peneliti terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan yaitu membaca buku-buku, skripsi, makalah yang berhubungan

(27)

dengan apa yang kita teliti atau objek permasalahan. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk menjadi kerangka acuan di dalam penelitian dan juga untuk melengkapi data-data. Koentjaraningrat (2009:35) menyatakan bahwa, studi pustaka bersifat penting karena membantu peneliti untuk menemukan gejala- gejala dalam objek penelitian. Dalam ilmu Etnomusikologi, ada dua sistem kerja penelitian, yaitu desk work (kerja laboratorium), dan field work (kerja lapangan).

Studi kepustakaan tergolong ke dalam kerja laboratorium. Dimana sebelum melakukan penelitian, peneliti mengumpulkan data-data dan merangkum data- data yang telah didapat. Kerja ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti saat terjun ke lapangan. Selain itu, peneliti dipersiapkan dan diarahkan untuk melakukan penelitian lapangan.

1.10 Lokasi Penelitian

Lokasi pusat untuk penelitian kegiatan Ngeria ini berada di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena Informan Kunci mengenai kegiatan Ngeria ini berdomisili di Desa Sukandebi tersebut, ditambah menurut infomasi yang didapat bahwa para perpola untuk daerah Karo Gugung18 dan domisili kabupaten Karo masih dapat ditemukan berada di daerah Naman Teran, di sekitar kaki gunung Sinabung. Selain itu, peneliti juga melakukan penelitian ke daerah lain seperti di Desa Sarimunthe kecamatan Munthe Kabupaten Karo, untuk dapat memperoleh informasi- informasi tambahan dari pelaku Ngeria lainnya.

18 Sebutan untuk masyarakat Karo yang tinggal di dataran tinggi Karo

(28)

BAB II

ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI KECAMATAN NAMA TERAN, KABUPATEN KARO

2.1 Wilayah Budaya Masyarakat Karo

Suku Karo adalah salah satu suku yang berasal dari provinsi Sumatera Utara.

Nama suku Karo juga dijadikan sebagai nama Kabupaten disalah satu daerah yang didiami oleh mayoritas dari suku Karo, yaitu Kabupaten Karo yang terletak di dataran tinggi Karo dan diapit oleh dua gunung berapi aktif yaitu gunung Sibayak dan gunung Sinabung.

Suku karo mendiami beberapa wilayah Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu :

1. Kota Medan 2. Kota Binjai

3. Kabupaten Dairi, meliputi ;

i. Kecamatan Tanah Pinem ii. Kecamatan Tiga Lingga iii. Kecamatan Gunung Sitember

4. Kabupaten Aceh Tenggara pada provinsi Nanggroe Aceh Darusallam meliputi ;

i. Kecamatan Lau Sigala-gala ( Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)

(29)

ii. Kecamatan Simpang Simadam 5. Kabupaten Deli Serdang, meliputi ;

i. Kecamatan Tanjung Morawa

ii. Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu iii. Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir iv. Kecamatan Sibolangit

v. Kecamatan Pancur Batu vi. Kecamatan Delitua vii. Kecamatan Biru-biru19

2.2 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi penelitian

Adapun lokasi penelitian yang peneliti fokuskan berada pada Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo.

Kabupaten Karo sendiri memiliki luas 2.127,25 Km2 yang terbentang di dataran tinggi dengan ketinggian 600 meter sampai 1400 meter di atas permukaan laut20 dan pusat pemerintahan dari kabupaten ini di pusatkan pada Kota Kabanjahe. Pada sebelah Utara kabupaten Karo berbatasan dengan provinsi Nanggroe Aceh Darusallam tepatnya kabupaten Aceh Tenggara. Sedangkan pada sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang. Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Simalungun dan sebelah Tenggara berbatasan dengan kabupaten Pakpak Dairi.

19 Referensi mengenai wilayah domisili masyarakat Karo di ambil dari id.m.wikipedia.org

20 Berdasarkan informasi dari badan pusat statistik daerah Karo pada website resmi : https://karokab.bps.go.id

(30)

Secara administratif, kabupaten Karo terdiri atas 17 (tujuh belas) kecamatan yaitu : 1) Kecamatan Kabanjahe, 2) Kecamatan Berastagi, 3) Kecamatan Simpang Empat, 4) Kecamatan Tiga Panah, 5) Kecamatan Dolat Rayat, 6) Kecamatan Naman Teran, 7) Kecamatan Merdeka, 8) Kecamatan Merek, 9) Kecamatan Payung, 10) Kecamatan Barus Jahe, 11) Kecamatan Munthe, 12) Kecamatan Tiga Nderket, 13) Kecamatan Juhar, 14) Kecamatan Tiga binanga, 15) Kecamatan Kutabuluh, 16) Kecamatan Laubaleng, 17) Kecamatan Mardinding.

Gambar 2.1

Peta Kecamatan di kabupaten Karo dan lokasi kecamatan Naman Teran.

Desa Sukandebi sebagai tempat penelitian mengenai nyanyian Ngeria ini termasuk didalam kecamatan Naman Teran dari 14 Desa lain yang juga termasuk dalam kecamatan ini. Secara umum keadaan Topografi Desa Sukandebi merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian kurang lebih 1300-1600 diatas

(31)

permukaan laut dengan titik koordinat 20500 LU, 310 190 LS, 970550 BB, 980380 BT.

Iklim Desa Sukandebi dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun dengan suhu udara 15-270C, sebagaimana Desa-Desa di Indonesia, Desa Sukandebi juga memiliki Musim Kemarau dan Penghujan. Curah hujan, letak geografis dan suhu udara di Desa Sukandebi ini mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di Desa ini (Data statistik Desa Sukandebi tahun 2016).

Jarak dari Desa ke sebelah timur dari kantor Camat Naman Teran adalah kurang lebih 3 km. Adapun jarak dari Sukandebi ke ibukota Kabupaten Karo, yakni Kabanjahe adalah kurang lebih 20 km.

Berdasarkan data monografi yang diperoleh peneliti dari laporan kantor kepala Desa Sukandebi, Desa Sukandebi ini memiliki dua Dusun dan Luas wilayah Keseluruhan yaitu 283 Hektar dengan perincian sebagai berikut :

Dusun 1 : seluas kurang lebih 154 Ha Dusun 2 : seluas kurang lebih 129 Ha

Adapun batas-batas wilayah dari Desa Sukandebi adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sukatepu kecamatan Naman

Teran

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kuta Tengah kecamatan Simpang Empat

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Deram kecamatan Merdeka

(32)

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Naman kecamatan Naman Teran21.

Jumlah penduduk Desa Sukandebi adalah 1.142 jiwa dengan perincian dapat dilihat pada tabel data berikut ini :

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk di Desa Sukandebi

No Nama Dusun Jumlah Penduduk

Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Dusun I 305 292 597

2. Dusun II 254 291 545

Jumlah 559 583 1142

Sebagian tanah atau lahan di Desa Sukandebi dimanfaatkan oleh masyarakatnya yaitu untuk kegiatan pertanian dan permukiman. Dapat kita lihat pada tabel dibawah pemanfaatan lahan yang digunakan oleh masyarakat Desa Sukandebi ini sebagai berikut:

21 Data diambil dari laporan sensus penduduk dan statistik Desa sukandebi kecamatan Naman

(33)

Tabel 2.1

Luas lahan menurut peruntukannya di Desa Sukandebi

No Peruntukan Lahan Luas 1 Pertanian/Perkebunan 367 Hektar 2 Perumahan/Permukiman 65 Hektar 3 Perkantoran/ Sarana Sosial :

a. Kantor Kepala Desa 0,7 Hektar

b. Balai Desa 0,6 Hektar

c. Puskesmas 0,1 Hektar

d. 1 Mesjid 0,2 Hektar

e. 2 Gereja 1 Hektar

f. 1 SD 1 Hektar

g. Jalan Umum/ Jalan Dusun 11,8 Hektar

4 Pemakaman Umum 0,5 Hektar

5 Hutan Lebat 35 Hektar

Dari data tabel diatas dapat kita lihat penggunaan lahan di Desa Sukandebi lebih banyak digunakan sebagai lahan pertanian/perkebunan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat tersebut.

Data statistik di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo mengenai tingkat pendidikan dapat kita lihat pada tabel di bawah:

Tabel 2.3

(34)

Tingkat Pendidikan di Desa Sukandebi

Belum Sekolah

Sekolah Dasar SLTP Sederajat

SMA/SLTA Sederajat

Perguruan Tinggi 216 Jiwa 168 Jiwa 276 Jiwa 440 Jiwa 42 Jiwa

2.3 Sistem Mata Pencaharian

Mata Pencaharian masyarakat Karo di Desa Sukandebi sangat beragam dan tidak mempunyai batasan pada satu bidang profesi saja. Banyak masyarakat di Desa Sukandebi yang bekerja sebagai Petani, Pedagang, PNS (Pegawai Negri Sipil) dan Pegawai Swasta. Mata Pencaharian masyarakat di Desa Sukandebi lebih banyak sebagai Petani dengan bercocok tanam yaitu sayur-sayuran terutama sayur Kubis dan beberapa tanaman masyarakat di Desa Sukandebi yaitu: Wortel, Kubis, Kacang tanah, jagung, tomat, cabai, Kopi dan buah-buaha.

Namun, pada saat ini masyarakat di Desa Sukandebi lebih memilih menanam tanaman yang berumur muda, yaitu tanaman yang hanya berumur beberapa bulan saja sudah dapat dipanen. Hal ini dikarenakan gunung Sinabung yang saat ini sedang dalam status level awas oleh pemerintah masih sering terjadi erupsi, dan masyarakat Desa khawatir jika mereka menanam tanaman yang masa panennya lama seperti jeruk akan beresiko besar untuk mengalami kerugian yang besar.

Berikut tabel dari mata pencaharian yang peneliti dapatkan dari Desa Sukandebi berdasarkan data laporan sensus dan pemerintah Desa Sukandebi pada bulan maret tahun 2016 :

Tabel 2.4

(35)

Sumber mata pencaharian masyarakat di Desa Sukandebi

Petani PNS/Swasta Pedagang/Wiraswasta

515 Jiwa 34 Jiwa 28 Jiwa

Data statistik dari Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo mengenai Produksi Pertanian dapat kita lihat pada tabel di bawah:

Tabel 2.5

Produksi Pertanian

No Komoditas Produksi/Tahun

1. Tanaman Pangan

Padi 6 Ton

Jagung 14 Ton

Kacang Tanah -

Ubi Jalar 28 Ton

2. Buah-buahan

Jeruk 18 Ton

3. Perkebunan

Kopi 17,96 Ton

4. Hortikultura

Tomat 14 Ton

Kentang 46 Ton

Kubis 246 Ton

(36)

Brokoli 23 on

Selain sebagai Petani, PNS, Pegawai Swasta dan Pedagang, masyarakat di Desa Sukandebi ini juga ada yang berkegiatan sebagai penyadap pohon aren atau enau. Masyarakat menyadap pohon aren yang tumbuh secara liar atau alami dan tumbuh dengan sendirinya tanpa ada campur tangan masyarakat dalam pembudidayaan pohon aren tersebut. Dalam hal ini Ngeria dapat dilakukan jika pohon aren tersebut ada dan dapat diambil airnya.

2.4 Sistem Kepercayaan dan Religi

Agama asli pada masyarakat Karo sebelum diperkenalkan oleh para pendakwa Islam dan missionaris Kristen ke Tanah Karo adalah Kiniteken Sipemena22. Bagi kaum Muslim, Kinitekena Sipemena tidak lebih dari kafir, atau orang yang tidak percaya akan Allah, sedangkan bagi umat Kristen mereka disebut paganis atau juga penyembah berhala. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat Karo tergolong animisme atau menyembah roh-roh leluhur dan roh yang mendiami tempat mereka tinggal.

Dalam tradisi masyarakat Karo,mereka memiliki kepercayaan untuk menyembah roh-roh leluhur mereka dan dalam hal ini mereka disebut dengan Perbegu. Pengamatan penting mengenai agama asli Karo adalah bahwa agama itu tidak di ekspresikan dengan cara sistematis, tidak ada Kitab Suci dan tidak ada

(37)

ajaran teologis yang tersistematis bahkan tidak ada pemikiran atau dogma didalamnya (Leo Joosten Ginting & Kriswanto Ginting, 2014:10).

Didalam keseharian mereka, masyarakat Karo juga mempercayai adanya Dibata23. Dan menurut J.H Neumann (Etnolog dan Pendeta Protestan di Karo), Dibata di daerah Karo jumlahnya banyak. Dalam masyarakat Karo juga ada sebutan Dibata untuk manusia atau biasa disebut dengan Dibata ni Idah, yaitu orang yang memiliki jabatan sebagai kalimbubu didalam sistem kekerabatan masyarakat Karo.

Sesuai dengan perkembangan zaman, maka pada masa sekarang masyarakat Karo menganut berbagai agama besar dunia, terutama agama-agama samawi24, yaitu: Kristen dan Islam. Antara umat beragama ini di dalam masyarakat Karo terjadi toleransi dan saling menghargai perbedaan-perbedaan yang hidup bersama di dalam satu wilayah budaya, yaitu di Desa Sukandebi dalam masyarakat Karo.

Masyarakat Desa Sukandebi dalam hal ini telah menganut Agama Islam dan Agama Kristen dapat kita lihat dari data statistik yang peneliti terima dari Sekretaris Kepala Desa di Kecamatan Naman Teran.

Tabel 2.5

Jumlah penduduk dan agama yang dipeluknya

23 Dibata dalam bahasa Sansekerta berarti deva, yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai Dewa, yaitu ‘’ segala sesuatu yang dipuji atau di sembah”,

24 Agama samawi adalah merujuk kepada tiga agama di dunia ini yaitu: Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketiga-tiga agama ini berinduk dari ajaran-ajaran Nabi Ibrahim Alaihissalam. Ketiganya memandang bahwa ajaran-ajaran yang sampai kepada mereka adalah berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut Yahweh di dalam agama Yahudi, Tuhan Bapa dalam Kristen, dan Allah Subhanahu Watala dalam Islam. Istilah samawi berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah langit. Dengan demikian istilah ini merujuk kepada agama yang diturunkan Tuhan melalui wahyu- Nya yang diturunkan kepada umat manusia melalui Nabi-nabi-Nya.

(38)

No. Nama Dusun

Jumlah Agama

Islam Protestan Katolik Hindu Budha

1. Dusun I 556 240 311 5 - -

2. Dusun II 586 281 305 - - -

2.5 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Karo sejak dulu mempunyai sistem marga (klan) atau dalam bahasa Karo disebut merga untuk laki-laki, dan beru untuk perempuan.

Merga/beru adalah identitas masyarakat Karo yang unik dan setiap orang Karo memiliki merga/beru. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah (1) Karo-Karo, (2) Tarigan, (3) Ginting, (4) Sembiring, dan (5) Perangin-angin. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang (misalnya : Agape Sinuhaji). Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing dan setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut.

Merga diperoleh secara otomatis dari ayah, merga dari ayah sama dengan merga untuk anaknya. Kalau laki-laki bermerga sama maka mereka disebut ersenina25 (bersaudara), sama halnya antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru yang sama. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang

25 Ersenina terdiri dari dua kata yaitu er dan senina, er yang dapat diartikan “ber” dan senina yang berarti “saudara”, jadi ersenina adalah bersaudara baik saudara sedarah maupun tidak.

(39)

bermerga sama, mereka disebut erturang26, sehingga pada umumnya dilarang melakukan perkawinan secara adat.

Sistem kekerabatan masyarakat Karo sering disebut sebagai Dalikan Si Telu atau (Daliken = batu tungku, Si = yang, Telu= tiga) Tiga tungku. Ketika sedang memasak di dapur, periuk haruslah ditempatkan di atas tungku yang berkaki tiga, kalau kaki tungku itu kurang dari tiga maka periuk itu jatuh dan pecah. Tiga tungku ini melambangkan tiga tonggak dalam masyarakat Karo itu tersebut dan ketiga tungku ini memiliki nama yang berbeda-beda dalam setiap kelompok, mereka juga melaksanakan fungsi antara satu dengan yang lainnya27. Untuk menjadi bagian dari ketiga hubungan ini, orang Karo menanggap bahwa sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) harus menjadi kelompok Karo yang terikat oleh loyalitas dan kewajiban-kewajiban dalam tatanan hubungan sosial secara keseluruhan.

Pada masyarakat Karo, segala hubungan kekerabatan baik berdasarkan pertalian darah maupun akibat hubungan pernikahan dapat dikelompokkan kedalam tiga garis besar jenis kekerabatan, yaitu: Kalimbubu, Sembuyak/Senina, dan Anak Beru. Setiap anggota masyarakat Karo dapat berlaku baik sebagai Kalimbubu, Sembuyak/Senina dan sebagai Anak Beru, pada situasi dan kondisi apapun dan dimanapun mereka berada.

Secara garis besarnya, Ketiga jenis kekerabatan diatas dapat diartikan sebagai berikut :

- Kalimbubu : Kalimbubu adalah kelompok pihak pemberi wanita atau pemberi dara dan sangat dihormati dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo.

26 Erturang memiliki pengertian yang sama dengan ersenina yaitu bersaudara, sebutan ini terjadi antara laki-laki dan perempuan yang bermerga/beru yang sama.

27 Lihat Tanah Karo Selayang Pandang “Mengenal Lebih Dekat Budaya Karo” hal 16.

(40)

Masyarakat Karo menyakini bahwa Kalimbubu adalah pembawa berkat sehingga Kalimbubu itu disebut juga dengan Dibata Ni Idah (Tuhan yang nampak). Sikap menentang, melawan dan menyakiti hati Kalimbubu sangat dicela.

- Sembuyak/Senina : Senina adalah hubungan bersaudara antara orang-orang yang berasal dari merga yang sama tetapi berbeda misalnya Ginting Suka dengan Ginting Sugihen. Sembuyak berarti saudara sekandung misalnya Ginting Suka dengan Ginting Suka lainnya.

- Anak Beru : Anakberu adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak gadis untuk diperistri. Kedudukan Anak beru sebagai kelompok yang bertugas membawa kerukunan dan kedamaian pada keluarga Kalimbubu. Pada pesta- pesta adat Karo, anak berulah menjadi modal penggerak kesuksesan sebuah pesta dari Kalimbubunya. Hal ini tampak dari hal-hal yang kecil seperti anak beru bertugas membentangkan tikar, memasak nasi beserta lauk pauk, menyediakan sirih pinang serta rokok bagi Kalimbubu. Tugas anak beru dapat dibilang berat, karena anak beru harus meyakinkan Kalimbubunya bahwa pesta dan hal lainnya berjalan dengan baik.

2.6 Bahasa

Pada umumnya bahasa yang digunakan di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran adalah bahasa Karo, karena mayoritas penduduknya atau masyarakatnya disana adalah suku Karo.

Bahasa Karo merupakan bahasa utama dari masyarakat Karo yang menetap disana, khususnya di Desa Sukandebi. Hampir seluruh masyarakat Karo

(41)

menggunakan bahasa Karo sebagai media komunikasi dalam percakapan formal maupun percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sebagian penduduk yang tidak bersuku Karo pun mengerti dan fasih menggunakan bahasa ini, karena bahasa Karo lebih sering digunakan jika dibandingkan dengan bahasa nasional (bahasa indonesia). Hal ini mengharuskan mereka untuk beradaptasi dengan penduduk asli yang dalam kesehariannya menggunakan bahasa Karo.

Masyarakat Karo juga memiliki aksara atau tulisan sendiri yang disebut dengan indung surat. Aksara Karo terdiri dari 21 huruf. Adapun bunyi huruf- huruf itu menurut Barus dan Sembiring dalam buku mereka ”Sejemput Adat Budaya Karo” adalah : ha, ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la, ca, nda, mba, i, u.

Gambar 2.3

Indung surat aksara Karo28

28 Sumber : Sejemput Adat Budaya Karo oleh U.C Barus dan Drs. Mberguh Sembiring S.H.

(42)

2.7 Kesenian

Kesenian pada suatu daerah sangat dapat memberikan gambaran terhadap daerah tersebut, seperti halnya di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran ini.

Masyarakat Karo di daerah ini mempunyai kesenian dan kerajinan-kerajinan tangan yang sama dengan masyarakat Karo pada umumnya.

2.7.1 Seni musik

Penyebutan musik dalam masyarakat Karo dikenal dengan istilah gendang. Bagi masyarakat Karo gendang bermakna jamak, setidaknya gendang mempunyai lima makna, yaitu : (1) gendang sebagai ensambel musik, misalnya gendang lima sedalanen, gendang telu sedalanen dan sebagainya; (2) gendang sebagai repertoar atau kumpulan beberapa buah komposisi tradisional, misalnya gendang perang-perang, gendang guru dan sebagainya; (3) gendang sebagai nama lagu atau judul lagu secara tradisional, misalnya gendang simalungen rayat, gendang odak-odak, gendang patam-patam (yang juga terkadang sebagai cak-cak atau style) dan sebagainya; (4) gendang sebagai instrument musik, misalnya

(43)

gendang indung, gendang anak; dan (5) gendang sebagai upacara, misalnya gendang guro-guro aron, dan sebagainya (Julianus P. Limbeng, http://xeanexiero.blogspot.com).

Ensambel musik yang umum dikenal pada masyarakat Karo adalah ensambel gendang lima sedalanen. Dikatakan lima sedalanen karena ensambel tersebut terdiri dari lima buah alat musik yang dimainkan oleh lima orang pemain.

Secara harafia lima sedalanen dapat diartikan dengan lima sejalan. Adapun kelima alat musik tersebut adalah sarune (aerophone), gendang indung/ singindungi (membranophone), gendang anak/ singanaki (membranophone), serta gung (idiophone) dan penganak (idiophone). Sedangkan kelima orang pemainnya disebut penarune (sebutan untuk orang yang memainkan sarune), penggual (sebutan untuk orang yang memainkan gendang indung maupun gendang anak), dan simalu gung (sebutan untuk orang yang memainkan penganak dan gong).

Ensamble gendang lima sedalanen ini sering digunakan untuk mengiringi kegiatan-kegiatan musikal pada masyarakat Karo, seperti acara menari dan menyanyi ataupun berbagai acara adat dan kegiatan ritual lainnya29.

Selain beberapa alat diatas masih ada alat lain yang dikenal oleh masyarakat Karo, yaitu kulcapi (kordophone), murbab (kordophone), surdam (aerophone), balobat (aerophone), dan keteng-keteng (kordo-idiophone). Beberapa alat diatas juga sering digunakan oleh masyarakat Karo dalam sebuah ensambel, seperti ensambel gendang telu sedalanen. Gendang telu sedalanen sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gendang kulcapi dan gendang belobat. Gendang telu sedalanen terdiri dari tiga buah alat musik, yaitu keteng-keteng, mangkuk

29 Dikutip dari skripsi Tety Silva Ginting 2012

(44)

meciho (berisi air), dan kulcapi/belobat. Perbedaan dari keduanya hanya terletak pada instrument pembawa melodinya saja, yaitu kulcapi dan belobat.

Seiring perkembangan jaman, pada masa sekarang ini kedudukan ensambel/instrument tradisional Karo telah mulai tergantikan oleh adanya teknologi baru dalam musik. Munculnya Keyboard atau Gendang Kibot dalam istilah orang Karo yang mampu menirukan semua bunyi dari alat musik tradisional Karo pada tahun 1990-an oleh seorang seniman Karo, Djasa Tarigan telah membuat keberadaan ensambel tradisional Karo tergeser kedudukannya.

2.7.2 Seni Tari

Dalam masyarakat Karo istilah tari dikenal dengan sebutan landek. Pola dasar dari tari Karo adalah posisi tubuh, gerakan tangan, gerakan naik turun lutut (endek) yang disesuaikan dengan tempo gendang dan gerak kaki. Pola dasar tarian itu ditambah dengan variasi tertentu sehingga tarian tersebut terlihat indah dan menarik.

Menurut Julianus P. Limbeng (http://xeanexiero.blogspot.com) ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam tari karo, yaitu endek (gerakan naik turun kaki), jole atau jemole, yaitu goyangan badan, dan tan lempir, yaitu tangan yang gemulai dan lembut. Gerakan dasar tarian Karo dibagi atas beberapa gaya yang dalam bahasa Karo disebut dengan cak-cak. Ada beberapa cak-cak yang dikenal pada masyarakat Karo, yang terkait dengan gaya dan tempo sekaligus, yaitu yang dimulai dari cak-cak yang sangat lambat sampai kepada cak-cak yang relatif cepat, yaitu antara lain: cak-cak simalungen rayat (dengan tempo lebih kurang 60- 66), cak-cak mari-mari yang merupakan cak-cak yang lebih cepat dari cak-cak simalungen rayat (dengan tempo lebih kurang 70-80), cak-cak odak-odak (dengan

(45)

tempo lebih kurang 90 – 98), cak-cak patam-patam (dengan tempo lebih kurang 98-105). Setiap cak-cak ini berhubungan dengan gerakan maupun endek kaki pada tarian Karo. Semakin cepat cak-cak yang dimainkan maka semakin cepat pula endek kaki atau pun gerakan tarian

tersebut.

Contoh-contoh tarian yang termasuk ke dalam tiga kategori tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

a. Konteks penyajian dalam adat istiadat

 tarian dalam kerja erdemu bayu (perkawinan); landek sukut, landek

kalimbubu, landek anak beru.

 tarian dalam acara merdang merdem atau kerja tahun (upacara pertanian/panen).

 tarian dalam upacara kematian yang disebut nurun-nurun.

 tarian dalam acara guro-guro aron (tarian muda-mudi)

 tarian dalam acara ersimbu (upacara memanggil hujan), yang biasa juga disebut dengan dogal-dogal.

 tarian dalam acara mengket rumah mbaru (meresmikan rumah baru)

 tarian dalam upacara ngukal tulan-tulan (menggali tulang) b. Konteks penyajian dalam religi

 gendang guru (tarian yang dilakukan oleh seorang dukun)

 seluk (trance atau kesurupan)

 perumah begu (memanggil roh)

 erpangir ku lau (keramas ritual atau bathing ceremony)

(46)

 tari tungkat (tarian untuk mengusir roh-roh jahat dengan menggunakan sebuah tongkat sebagai propertinya)

 tari baka (tarian untuk menyembuhkan orang sakit).

c. Konteks penyajian untuk hiburan

 Mayan atau Ndikkar (seni bela diri khas Karo)

 Tari Kuda-Kuda (Simalungun: Hoda-Hoda)

 Gundala-gundala (Tembut-tembut Seberaya)

 Beberapa tarian kreasi baru seperti tari roti manis, tari terang bulan, tari lima serangke, tari telu serangke, tari uis gara, dan sebagainya.

Gambar 2.11

Topeng Gundala-Gundala yang biasa dipakai untuk menari oleh masyarakat Karo.

2.7.3 Seni suara

(47)

Masyarakat Karo baru mengenal seni suara/ vokal diperkirakan sekitar tahun 1800-an, kemudian dalam perkembangannya muncullah lagu-lagu yang dibawakan seseorang sebagai ‘perende-rende’ (penyanyi)30. Masyarakat Karo mengenal konsep rende untuk penyebutan istilah bernyanyi. Sedangkan reportoar yang dinyanyikan disebut ende-enden, dan orang yang menyanyikannya disebut perende-rende.

Seni suara dalam masyarakat Karo dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Nyanyian Gembira, yang biasa disebut dengan nyanyian perkolong- kolong. Nyanyian yang dinyanyikan oleh perkolong-kolong biasa dinyanyikan dalam upacara adat pernikahan, guro-guro aron, atau memasuki rumah baru.

2. Nyanyian Mantra (Tabas), nyanyian ini biasa dinyanyikan oleh Guru Sibaso31. Nyanyian ini digunakan saat melaksanakan ritual-ritual seperti, erpangir ku lau, ndilo wari udan, perumah begu, Ngeria dan lainnya.

3. Nyanyian Cerita, yakni nyanyian yang berisikan tentang sebuah cerita.

Contoh : nyanyian Turi-Turin si Barusjahe, Sitera Jile-Jile, dan lainnya.

4. Nyanyian ratapan atau Tangisan, adalah lagu yang dinyanyikan pada saat upacara orang yang sudah meninggal untuk menyatakan kesedihan yang mendalam.32

30 http://www.karoweb.or.id/kedudukan-kebudayaan-karo-ditinjau-dari-aspek-keseniannya/

31 Guru dalam masyarakat Karo dapat diartikan sebagai orang pintar atau dukun.

32 Dikutip dari buku Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem karya Sarjani Tarigan,MSP

(48)

Ada beberapa jenis nyanyian diatas yang bukan ende-enden namun cara penyampaiannya dinyanyikan, seperti tangis-tangis (nyanyian ungkapan kesedihan/ keluh kesah), mang-mang (nyanyian yang berisi doadoa), tabas (nyanyian yang berisi mantra pada saat seorang guru melakukan pengobatan), nendong (nyanyian yang bertujuan untuk mendekatkan seorang guru dengan jinujungnya), turi-turin (nyanyian yang berisikan sebuah cerita), katoneng- katoneng (nyanyian yang berisikan pengharapan), didong doah (nyanyian yang berisi nasehat); didong doah anak (nyanyian menidurkan anak), didong doah maba anak ku lau (nyanyian memandikan anak ke sungai), dan didong doah bibi si rembah ku lau (nyanyian nasehat pada saat upacara perkawinan).

Semua nyanyian diatas dapat dikatakan sebagai musik vokal yang bersifat individu, yaitu nyanyian yang dinyanyikan secara pribadi dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan seseorang. Dalam hal menggarap melodi maupun teksnya, bergantung pada yang menyanyikannya dan konteks acaranya33.

(49)

BAB III

DESKRIPSI KEGIATAN NGERIA

Dalam Bab III ini, peneliti akan mendeskripsikan tentang bagaimana penyajian nyanyian Ngeria yang terdapat pada masyarakat Karo, di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran,, Kabupaten Karo ini, dimana Ngeria ini termasuk kebudayaan yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia, khususnya pada masyarakat Karo dan termasuk kedalam jenis folklor, yang merupakan sastra lisan yang dipercayai oleh masyarakat secara turun-temurun.

3.1 Pengertian Ngeria

(50)

Ngeria adalah kegiatan menyadap Nira yang berasal dari pohon Aren atau dalam bahasa Karo disebut sebagai Batang Pola. Ngeria sendiri merupakan salah satu tradisi yang berasal dari suku Karo yang mengandung unsur-unsur musikal.

Selain itu Ngeria dilakukan masyarakat Karo sebagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan dahulu diketahui bahwa dahulu masyarakat Karo juga ada yang bergantung pada pohon aren ini, baik pada batang, daun, ijuk, dan paling utama Niranya34.

Teks nyanyian Ngeria berupa kalimat yang berisikan permohonan dan sebuah pengharapan yang diucapkan atau dilantunkan oleh penyadap pohon aren (perpola) tersebut. Ngeria ini biasanya disajikan oleh seseorang dalam hal ini sedang meminta kepada jelmaan pohon Aren agar memberikan Nira nya agar dapat di olah untuk dapat melunasi hutang-piutang dan juga dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya35.

3.2 Deskripsi Legenda Asal Mula Pohon Aren di Desa Sukandebi

Sebelum membahas mengenai legenda atau cerita rakyat dari pohon Aren dan kegiatan Ngeria yang menjadi objek penelitian, maka terlebih dahulu peneliti akan mendeskripsikan tentang folklore (cerita rakyat) dari Pohon Aren dan kegiatan Ngeria ini terlebih dahulu.

Folklore berasal dari bahasa inggris yang terdiri atas dua kata dasar, folk dan lore, folk yang artinya kolektif atau bisa disebut dengan kelompok.

Sedangkan lore adalah budaya atau kebudayaan, jadi yang dimaksud dengan folklor menurut Dundes (dalam Dananjaya 1991:1). Lebih lanjut Danandjaya

34 Wawancara dengan Bapak Ramli Sebayang (Pelaku Ngeria diDesa Sarimunthe)

(51)

(1991:2) menjelaskan folklor secara keseluruhan. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan isyarat atau alat pembantu penggiat.

Folklor menjadi khas karena mempunyai beberapa ciri-ciri.Pengenalan folklor yang pada umunya dapat dirumuskan. Menurut Danandjaya (1991: 3-5).

o Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara lisan.

o Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatip atau dalam bentuk standar.

o Folklor ada (exsit) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.

o Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak di ketahui orang lain.

o Folklor biasanya mempunya bentuk perumus atau berpola.

o Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif.

o Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.

o Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu.

Peneliti dalam hal ini ingin memberikan gambaran asal mula dari pohon aren (Batang Pola) ini, cerita ini di peroleh oleh peneliti dari Bapak Kukuh Sitepu selaku informan peneliti.

Dahulu kala, di dalam suatu desa hidup seorang Pengulu (Kepala suku) yang memiliki tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Seorang dari

(52)

anak laki-laki pengulu tersebut sangat gemar berjudi, sedangkan saudara laki- lakinya yang lain tidak suka berjudi. Adapun anak perempuan dari si Pengulu memiliki rambut yang keriting dan kasar. Dikarenakan keadaan rambutnya yang seperti itu, maka masyarakat memanggil dia dengan sebutan Beru Sibo.

Saudara laki-laki Beru Sibo yang sangat gemar berjudi telah membuat masalah dalam keluarga. Dia selalu kalah berjudi dan menyebabkan dia memiliki banyak utang terhadap banyak masyarakat desa. Karena perilaku abangnya, Beru Sibo merasa sangat malu dan sedih.

Pada suatu malam, ketika Beru Sibo sedang tidur dia bermimpi ada yang mendatangi dia dalam mimpinya dan berkata, “Ercibal Belo kam, Belo na belo cawir ras Belo si siwah sepuluh sada. Totoken man Dibata sinjadiken kam jadi manusia. Tapi ertoto la banci I rumah. Kam lawes ku kerangen, ku tepi embang entah pe ibas rebe-reben. Adi lawes kam rumah nari, ola nai kari begindu sora manuk tekuak, ngadi kam bas kerangen e. Cibalken belo e, inganna bulung galuh ujungna.” (Berdoalah kamu dengan memakai daun sirih, daun sirih Cawir dan daun sirih sisiwah sepuluh sada. Berdoalah kepada Tuhan yang telah menjadikan kamu menjadi manusia. Tetapi kamu tidak boleh berdoa dirumah. Kamu harus pergi ke hutan, ke tepi sungai ataupun ke dalam belantara. Kalau nanti kamu pergi dari rumah, jangan sampai kamu mendengar suara ayam berkokok, berhenti kamu di hutan itu. Persembahkan sirih itu, buat tempatnya dengan daun pisang ujungnya.).

Maka berdoa lah beru Sibo kepada Tuhannya seperti apa yang telah di sarankan oleh mimpinya tempo hari, “O Tuhan Dibata, kam si njadiken aku jadi manusia. Mela kel kuakap perbahanken mbue kel utang turangku perban erjudi

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis jamur pelarut fosfat (JPF) hasil isolasi dari tanah Andisol di kecamatan Naman Teran kabupaten Karo yang terkena dampak erupsi

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis jamur pelarut fosfat (JPF) hasil isolasi dari tanah Andisol di kecamatan Naman Teran kabupaten Karo yang terkena dampak erupsi

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak ketebalan abu vulkanik pada erupsi Gunung Sinabung terhadap sifat biologi tanah di Kecamatan Naman Teran,

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis jamur pelarut fosfat hasil isolasi dari tanah Andisol di kecamatan Naman Teran kabupaten Karo yang terkena dampak erupsi gunung

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak ketebalan abu vulkanik pada erupsi Gunung Sinabung terhadap sifat biologi tanah di Kecamatan Naman Teran,

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis jamur pelarut fosfat (JPF) hasil isolasi dari tanah Andisol di kecamatan Naman Teran kabupaten Karo yang terkena dampak erupsi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dampak bencana pasca meletusnya Gunung Sinabung terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman

Kinerja rantai pasok Kubis di Kecamatan Naman Teran dari sisi sistem pemasaran yang paling efesien adalah saluran ke empat.. Sistem pemasaran kubis di Kecamatan Naman Teran terdapat