• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2. Seni Ukir

a. Pengertian

“Ukir adalah cukilan berupa ornamen atau ragam hias hasil rangkaian yang indah, berelung-relung saling jalin-menjalin, berulang dan sambung-menyambung sehingga mewujudkan suatu hiasan” (Soepratno, 1983:9). Sedangkan Suyanto (1995:65) mengatakan bahwa “Ukir adalah elemen hias yang membentuk cembung dan cekung dan merupakan suatu cara untuk menambah indah suatu barang”.

Dari kedua pendapat tersebut diperjelas lagi oleh Syafi’i dan Tjetjep Rohendi Rohidi (1987:6) bahwa “Seni ukir adalah hasil suatu gambaran yang dibuat oleh manusia pada suatu permukaan yang dilaksanakan sedemikian rupa dengan alat-alat tertentu, sehingga permukaan yang asal mulanya rata menjadi tidak rata (kruwikan dan buledan)”.

Dari pendapat di atas tersebut dapat disimpulkan bahwa ukir adalah cukilan berupa ornamen atau ragam hias hasil rangkaian yang indah, berelung-relung saling jalin-menjalin, berulang dan sambung-menyambung yang membentuk cembung dan cekung dengan alat-alat tertentu yang dibuat oleh manusia untuk menambah indah suatu barang.

b. Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan ukiran memegang peran yang sangat penting karena dengan bahan yang baik akan diperoleh hasil yang baik pula. Hal ini sependapat dengan Suyanto, dkk (1996 : 33) bahwa

Bahan merupakan faktor utama dalam proses pembuatan barang, terutama barang-barang fungsional/mebel. Persiapan bahan perlu diusahakan setepat-tepatnya, karena ketepatan pemilihan bahan kemudian didukung dengan desain dan pengerjaan yang baik akan mempengaruhi pada pencapaian hasil yang baik pula.

Untuk mendapatkan jenis kayu supaya ukiran yang dihasilkan sesuai dengan keinginan pengukir, dibutuhkan suatu ketelitian dalam memilih. Selain itu “Penggunaan kayu yang tidak tepat dengan jenis dan sifatnya akan menyebabkan hasil ukiran tidak memuaskan” (Saiman Rais dkk, 1998:1). Suyanto (1995:36) berpendapat bahwa “Dalam pembuatan barang-barang kerajinan ukir kayu pada umumnya menggunakan kualitas kayu yang cukup baik, dalam arti tingkat kualitas, keuletan, kekerasan, maupun warna kulit kayu”. Diperjelas lagi oleh (Soepratno, 1983:89) bahwa “Kayu yang diukir maupun yang dibuat relief dan patung biasanya dipilih dari kayu yang berserat lurus, halus, liat dan tidak mudah retak atau pecah, bahkan kadang-kadang disukai yang berwarna gelap”.

Adapun jenis-jenis kayu yang biasa dipakai untuk pembuatan seni ukir adalah:

a) Kayu Sonokeling

Kayu ini berwarna merah tua atau ungu dengan garis-garis gelap hitam, berserat lurus dengan permukaan yang mengkilat dan licin. Daya kembang susutnya besar, sehingga termasuk kayu yang mudah retak. b) Kayu Jati

Kayu jati memiliki serat lurus dan daya kembang susutnya kecil. Kayu ini termasuk yang mudah dikerjakan. Sifat kayu ini kuat menahan beban dan tidak lekas lapuk.

c) Kayu Mahoni

Kayu mahoni memiliki warna coklat merah dengan daya kembang susut sedang dan mudah dikerjakan. Kayu ini termasuk kayu yang tidak awet dan mudah patah.

d) Kayu Jelatung

Warna kayu jelatung ini adalah putih kekuning-kuningan atau putih. Kayu ini mempunyai serta lurus serta halus dan mempunyai kekerasan yang sedang serta kembang susutnya rendah.

e) Kayu Cendana

Kayu cendana ini memiliki warna kuning belerang sampai coklat tua dengan susunan serta lurus dan halus. Kayu ini memiliki daya kembang susut yang sedang dan mudah dikerjakan untuk pembuatan barang kerajinan.

f) Kayu Nangka

Kayu nangka ini memiliki warna kuning dan memiliki daya kembang susut yang sedang.

2. Alat

Peralatan yang memadai akan mempermudah dalam pelaksanaan pembuatan karya ukir. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyanto, dkk (1996:37) bahwa “Untuk memproduksi suatu barang mebel harus didukung dengan peralatan yang cukup memadai, sebab dengan peralatan tersebut akan membantu kelancaran di dalam proses pengerjaannya”. Peralatan yang digunakan untuk mengukir dapat digolongkan menjadi dua, yaitu peralatan pokok dan peralatan bantu.

a. Peralatan Pokok

Peralatan pokok ukir kayu merupakan alat utama untuk mengerjakan pekerjaan ukir kayu yang meliputi :

1) Pahat ukir kayu

Satu set pahat kayu berjumlah 30 atau 32 biji. Satu set tersebut terdiri dari empat macam pahat ukir, yaitu :

a) Pahat Penguku

Satu set pahat penguku berjumlah 20 biji. Tebal tipisnya pahat ini kurang lebih 3 mm dan mempunyai panjang 23 atau 24 cm. Lebar pahat penguku berturut dari yang paling kecil sampai yang paling besar berukuran 1,5 mm; 2 mm; 3 mm; 4 mm; dan seterusnya hingga 4 cm. sedangkan selisih lebar dari masing-masing pahat penguku kurang lebih 1 mm, kecuali pahat yang paling kecil dan yang kedua hanya berselisih 0,5 mm. Pahat penguku ini berguna untuk mengukir garis-garis atau bentuk-bentuk lengkung yang sesuai dengan bentuk aslinya.

Gambar 1. Pahat Penguku (Sumber : Soepratno, 1986:94)

b) Pahat Pengilap

Satu set pahat ini berjumlah 10 biji. Tebal pahat ini kurang lebih 3 mm dan panjang 23 atau 24 cm. lebar pahat pengilap yang paling kecil 1,5 mm, berturut-turut sampai yang paling besar berukuran 4 cm. pahat ini berfungsi untuk memahat bagian-bagian atau garis-garis yang rata dan datar.

Gambar 2. Pahat Pengilap (Sumber : Soepratno, 1986:94)

c) Pahat Pengot

pahat ini berjumlah satu atau dua saja. Pahat pengot berfungsi untuk memahat atau membersihkan sudut-sudut dasar dari suatu ukiran, apabila pahat pengilap sudah tidak bisa lagi menjangkau bagian-bagian yang sudutnya lancip atau runcing. Lebar pahat pengot ini kurang lebih 1 cm.

Gambar 3. Pahat Pengot (Sumber : Soepratno, 1986:94)

d) Pahat Kol

Lebar bagian ujung dari pahat kol ini kurang lebih 2 cm atau 3 cm. bentuk dari bagian ujung pahat ini melengkung, sedangkan mata pahatnya cekung seperti pahat penguku. Pahat kol ini berfungsi untuk membuat ukiran yang berbentuk cekung yang dalam.

Gambar 4. Pahat Kol (Sumber : Soepratno, 1986:94)

e) Pahat Coret

Pahat coret ini memiliki bentuk V. Fungsi pahat coret untuk membuat pahatan/ukiran isian/hiasan.

Gambar 5. Pahat Coret (Foto : Marjuki, 2008)

2) Martil Ukir

Alat ini terbuat dari kayu yang keras dan kuat. Martil ukir ini berfungsi sebagai alat untuk memukul pahat ukir.

Gambar 6. Martil Ukir (Sumber : Soepratno, 1986:94)

3) Batu Asah

Batu asah ini diperlukan untuk menajamkan kembali setiap pahat yang menurun ketajamannya akibat sering digunakan.

Gambar 7. Batu Asah (Sumber : Soepratno, 1986:94)

4) Sikat Ukir

Sikat ukir diperlukan untuk membersihkan ukiran yang selesai dipahat atau sedang dikerjakan dari kotoran tatal kecil-kecil

Gambar 8. Sikat Ukir (Sumber : Soepratno, 1986:94)

b. Peralatan Bantu

Peralatan bantu berfungsi sebagai pendukung penggunaan peralatan pokok. Peralatan ini sangat diperlukan untuk membentuk kayu sesuai desain yang diajukan. Adapun peralatan bantu terdiri atas:

1) Gergaj i

Gergaj i memiliki dua fungsi, yaitu untuk memotong dan membelah. Gergaj i untuk memotong memiliki mata gergaji yang sumbunya membentuk sudut 900 terhadap ujung mata gergaji. Sedangkan gergaji pembelah mempunyai mata gergaji yang sumbunya membentuk sudut 450 terhadap ujung mata gergaji.

Gambar 9. Gergaji (Sumber : Soepratno, 1986:103)

2) Ketam

Ketam ini berfungsi sebagai penghalus permukaan kayu.

Gambar 10. Ketam (Sumber : Soepratno, 1986:103)

3) Pukul Besi atau Martil

Martil berguna untuk menancapkan paku.

Gambar 11. Martil (Sumber : Soepratno, 1986:94)

4) Bor

Bor berfungsi untuk melubangi kayu bahan ukiran sesuai dengan desain yang akan dibuat.

Gambar 12. Bor (Sumber : Soepratno, 1986:104)

5) Meteran

Meteran ini dipakai untuk mengukur sesuatu yang akan diukir. Meteran ada dua macam yaitu meteran potong atau pita dan meteran gulung.

Gambar 13. Meteran (Sumber : Soepratno, 1986:102)

6) Pengukur Sudut atau Siku

Gambar 14. Siku (Sumber : Soepratno, 1986:104)

7) Jangka

Jangka berguna untuk membuat lingkaran pada kayu.

Gambar 15. Jangka (Sumber : Soepratno, 1986:102)

c. Motif Ukiran

Motif adalah desain yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis atau elemen-elemen, yang terkadang begitu kuat dipengaruhi oleh bentuk-bentuk stilasi dan benda, dengan gaya dan ciri khas tersendiri (Hery Suherman, 2005:13). Bentuk-bentuk stilasi dan benda ini seperti bentuk stilasi dari motif bunga, motif buah, motif binatang. Hal ini diperkuat lagi oleh Saiman Rais dan Suhirman (1998:49) bahwa motif hias juga meliputi hasil daya kreasi manusia yang berbentuk garis atau bermotif hias garis, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, khayalan dan benda-benda mati.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motif ukiran merupakan desain hasil daya kreasi manusia yang berbentuk garis atau bermotif hias garis,

tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, khayalan dan benda-benda mati yang berbentuk stilasi dengan gaya dan ciri khas tersendiri.

Adapun jenis-jenis motif tersebut adalah: 1. Motif Geometris

Motif geometris ini berbentuk garis lurus, garis patah, garis sejajar, garis lengkung dan lingkaran.

Contoh motif geometris:

a) Garis gelombang dan lingkaran

Gambar 16. Motif Garis Gelombang dan Lingkaran (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:50)

b) Ikal

Gambar 17. Motif Ikal

c) Swastika

Gambar 18. Motif Swastika

(Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:50)

d) Meander

Gambar 19. Motif Meander (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:50)

e) Guirlande

Gambar 20. Motif Guirlande

f) Tumpal

Gambar 21. Motif Tumpal (Dokumentasi : Marjuki, 2009)

2. Motif Naturalis

Motif naturalis ini berupa tumbuh-tumbuhan dan hewan. Contoh motif naturalis:

a) Daun

Gambar 22. Motif Daun

(Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:51)

b) Bunga

Gambar 23. Motif Bunga (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:52)

c) Buah

Gambar 24. Motif Buah (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:52)

d) Binatang

Gambar 25. Motif Binatang (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:52)

d. Gaya Ukiran

Gaya merupakan sesuatu yang menjadi ciri khas dari sebuah karya. Sedangkan motif gaya merupakan desain hasil daya kreasi manusia yang berbentuk garis atau bermotif hias garis, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, khayalan dan benda-benda mati yang dipengaruhi oleh bentuk-bentuk stilasi yang memiliki ciri khas sendiri.

Di setiap daerah memiliki motif gaya yang berbeda-beda dan memiliki ciri khas tersendiri sesuai dengan daerahnya. Adapun contoh gaya ukiran:

1. Motif gaya Yogyakarta

Motif gaya Yogyakarta mengambil gubahan sulur-sulur yang berbentuk pilin tegar.

· Bentuk pokok diambil dari gubahan sulur yang berbentuk pilin yang tegar dan bertangkai bulat.

· Daun berbentuk mengikal berlawanan, bulat yang mempunyai tepi membalik ke atas sebagian sehingga tampak timbul.

· Pecahan terdapat pada tangkai dan daun.

· Angkup seringkali terdapat pada tangkai sulur yang searah dengan tegarnya tangkai (Enget dkk, 2008:319).

Adapun contoh motif gaya Yogyakarta dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 26. Motif Gaya Yogyakarta (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:53)

2. Motif gaya Mataram

Menurut Enget dkk (2008:313) menyebutkan bahwa : Ciri-ciri motif gaya Mataram adalah :

· Bentuk pokok krawingan atau cekung, bagian muka dan atas memakai ulir atau polos dan ada pula daun yang menelungkup.

· Daun motif Mataram ini sifatnya menyerupai daun alam (bentuk digubah).

· Benangannya mempunyai bentuk timbul dan cawen melingkar menuju ulir muka.

· Trubusan dari motif ini mempunyai bentuk sehelai daun kagok, bengkok tumbuh di bagian muka benangan dan berhenti di bawah ulir.

· Pecahan motif gaya Mataram ini bentuknya menyobek sehelai daun memakai irama berbelok-belok.

Gambar 27. Motif Gaya Mataram (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:53)

3. Motif gaya Pajajaran

Motif gaya Pejajaran berbentuk ukel dari daun pakis dan bentuknya serba bulat.

Ciri-ciri motif gaya Pajajaran adalah :

· Bentuk pokoknya : Cembung. Semua daun atau bunga besar maupun kecil, dibuat cembung (bulat).

· Angkup : Mempunyai beberapa angkup antara lain angkup besar, angkup tanggung, angkup kecil.

· Cula : melengkung menghadap ke depan. · Benangan: berbentuk timbul.

· Pecahan : pecahan garis menjalar pada daun pokok dan pecahan cawen terletak pada dauyn patran serta pecahan pada ukiran daun yang lain (Enget dkk, 2008:310).

Adapun contoh motif gaya Pajajaran dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 28. Motif Gaya Pajajaran (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:53)

4. Motif gaya Surakarta

Motif gaya Surakarta mengambil gubahan ukel pakis yang sedang menjalar dengan bebas, berbentuk cembung dan cekung, yang dilengkapi dengan buah dan bunga.

Ciri-ciri motif gaya Surakarta adalah :

· Bentuk pokok : berbentuk cembung dan cekung serta runcing dan bulat.

· Angkup : digubah dari daun pakis.

· Benangan dan pecahan : membentuk garis yang pada ujung melingkar (Enget dkk, 2008:318).

Adapun contoh motif gaya Surakarta dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 29. Motif Gaya Surakarta (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:54)

5. Motif gaya Majapahit

Motif gaya Majapahit berbentuk bulatan dan krawingan (cekung) dan terdiri dari ujung ukel dan daun-daun waru maupun pakis.

Ciri-ciri motif gaya Majapahit adalah :

· Bagian pokok: bentuk ukiran mnerupakan campuran cekung dan cembung,

· Angkup: mempunyai dua angkup, yang berbentuk cembung dan cekung memakai ulir menelungkup pada sehelai daun pokok.

· Jambul: mempunyai jambul susun dan jambul satu. · Trubusan: berbentuk bulat atau cekung (krawing).

· Benangan: memiliki benangan rangkap. Yang dipakai pada daun yang besar dan benangan satu pada daun yang tanggung.

· Pecahan : membentuk garis yang pada ujung melingkar (Enget dkk, 2008:311).

Adapun contoh motif gaya Majapahit dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 30. Motif Gaya Majapahit (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:54)

6. Motif gaya Jepara

Pada umumnya bentuk ukiran daunya berbentuk segitiga dan miring.

Ciri-ciri motif gaya Jepara adalah :

· Pokok: Dari motif ini garis besarnya berbentuk prisma segi tiga yang melingkar-lingkar dan dari penghabisan lingkaran berpecah-pecah menjadi beberapa helai daun, menuju ke lingkaran gagang atau pokok dan bercawenan seirama dengan ragam tersebut.

· Buah: berbentuk bulatan kecil-kecil bersusun seperti buah wuni.

· Pecahan: berbentuk sinar dari sehelai daun.

· Lemahan: krawang atau tembus (Enget dkk, 2008:314). Adapun contoh motif gaya Jepara dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 31. Motif Gaya Jepara (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:54)

7. Motif gaya Cirebon

Motif Gaya Cirebon ini memiliki 3 bagian yaitu ragam hias awan, bukit batu karang dan motif tumbuh-tumbuhan.

Ciri-ciri motif gaya Cirebon adalah :

· Bentuk pokok: berbentuk cembung bercampur cekung (bulat dan krawing), merupakan komposisi besar kecil yang berbuah dan berbunga.

· Angkup: Menelungkup pada bagian daun pokok melingkari ragam pokok (Enget dkk, 2008:316).

Adapun contoh motif gaya Cirebon dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 32. Motif Gaya Cirebon (Sumber : Enget dkk, 2008:316)

8. Motif gaya Pekalongan

Menurut Enget dkk (2008:317) menyebutkan bahwa: Ciri-ciri motif gaya Pekalongan adalah : · Bentuk pokok : berbentuk cembung dan dan cekung. · Angkup : tumbuh melingkari ragam pokok dengan angkup

yang bersusun.

· Benangan : berbentuk timbul menghubungkan ulir yang satu dengan yang lain.

· Pecahan : hanya terdapat pada lingkaran besar dan daun-daun.

Adapun contoh motif gaya Pekalongan dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 33. Motif Gaya Pekalongan (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:55)

9. Motif gaya Madura

Menurut Enget dkk (2008:315) mengatakan bahwa : Ciri-ciri motif gaya Madura adalah :

· Bentuk pokok: mengubah patran yang diselingi dengan isian bunga, buah, daunnya melengkung membentuk tanda tanya dan bentuk daunnya cekung (krawing).

· Pecahan: Tiga baris panjang pendek dari benangan menuju ujung daun motif.

· Benangan: Timbul dari pangkal daun menuju ke ulir daun tersebut.

Gambar 34. Motif Gaya Madura (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:55)

10. Motif gaya Bali

Menurut Enget dkk (2008:312) mengatakan bahwa : Ciri-ciri motif gaya Bali adalah :

· Bagian Pokok: Campuran cekung dan cembung.

· Angkup: Sehelai daun yang menutup daun pokok dari pangkal hingga sampai pada ujungnya dan pada ujung daun berulir.

· Benangan: Berbentuk cekung melingkar di bagian muka ulir dan tidak berimpitan dengan garis-garis yang lain dan ujungnya berulir.

· Sunggar: Sehelai daun yang tumbuh membalik di muka berbentuk krawingan, yang pokoknya tumbuh dari ulir bagian benang.

Adapun contoh motif gaya Bali dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 35. Motif Gaya Bali (Sumber : Saiman Rais dan Suhirman, 1998:55)

11. Motif gaya Kalimantan

Moh. Charis Jaelani (2004:45) menyebutkan bahwa : “Ciri-cirinya :

· Daun pokok merupakan stilasi dari tumbuh-tumbuhan berduri.

· Biasanya dipergunakan sebagai hiasan perisai panjang.” Adapun contoh motif gaya Kalimantan dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 36. Motif Gaya Kalimantan (Sumber : Moh. Charis Jaelani, 2004:45)

12. Motif gaya Asmat

Moh. Charis Jaelani (2004:46) mengatakan bahwa : “Ciri-cirinya:

· Daun pokoknya merupakan stilasi dari manusia.

· Motif asmat sering digunakan sebagai aneka ragam hiasan dinding, misalnya perahu layar, jam dinding, topeng, dan lain sebagainya.

· Umumnya teknik dalam mengukir (memahat) yang digunakan adalah teknik “krausangan” dan rendahan, juga terkesan kasar.”

Adapun contoh motif gaya Asmat dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 37. Motif Gaya Asmat (Sumber : Moh. Charis Jaelani, 2004:46)

e. Jenis Ukiran

Dalam proses perwujudan ukir kayu ada berbagai macam cara atau teknik serta alat yang digunakan, sehingga memungkinkan adanya berbagai macam jenis ukiran yang masing-masing memiliki sifat dan karakter yang berlainan, antara lain:

1. Ukiran Datar

Menurut Suyanto (1995:11) menyebutkan bahwa “Ukiran datar adalah bentuk ukiran yang hanya dirancap atau digetah(Jawa) dan di pahat miring(cawen), sehingga membentuk suatu garis”. Ukiran ini dibuat hanya pada garis-garis gambar saja, sehingga bentuk ukiran tersebut masih nampak datar. Dijelaskan lagi oleh Suyanto (1995:12) bahwa “Ukiran datar ini tidak memerlukan pembentukan pada bagian motif atau polanya”.

Gambar 38. Ukiran Datar (Dokumentasi : Marjuki, 2009)

2. Ukiran Rendah

Ukiran rendah diperoleh akibat pengurangan kayu yang menjorok ke dalam bidang, dengan cara memahat suatu bidang datar masuk ke dalam di bawah permukaan bidang, hingga membuat cekung dan cembung atau datar. Dijelaskan oleh Suyanto (1995:12) bahwa “Ukiran rendah merupakan bentuk-bentuk ukiran berada di bawah permukaan bidang datar”.

Gambar 39. Ukiran Rendah (Sumber : Suyanto, 1995:13)

3. Ukiran Timbul

Suyanto (1995:13) mengatakan bahwa “…ukiran timbul dalam perwujudannya justru menonjol keluar dari permukaan bidang datar atau menonjol dari bidang dasaran, menghilangkan bagian tepi ukiran, sehingga ukiran kelihatan seperti menempel di atas permukaan suatu bidang datar”.

Gambar 40. Ukiran Timbul (Sumber : Suyanto, 1995:14)

4. Ukiran Tembus/ Krawang

Ukiran tembus adalah jenis ukiran yang pada bagian dasar dihilangkan (dilubangi) sehingga tembus sesuai pada garis-garis batas ornamen. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyanto (1995:14) bahwa “…jenis

ukiran tembus semua bagian dasaran dihilangkan (dilubangi) atau tembus sesuai pada garis-garis batas ornament”.

Gambar 41. Ukiran Tembus/ Krawang

(Sumber : Suyanto, 1995:15)

5. Ukiran Bolak-balik

Pada ukiran bolak-balik ini memiliki dua permukaan atau dua sudut pandang yang berbeda yaitu dapat dilihat dari muka dan belakang.

Suyanto (1995:15) mengatakan bahwa “…pada prinsipnya bahwa jenis ukiran ini mempunyai dua permukaan atau dua arah pandang, yaitu dapat dipandang dari muka dan belakang yang dari masing-masing permukaan dapat diukir dengan bentuk ornamen atau gambar yang sama bahkan dapat juga berbeda”.

Gambar 42. Ukiran Bolak-balik (Sumber : Suyanto, 1995:16)

Tampak Depan

Tampak Depan

6. Ukiran Susun

Suyanto (1995:15) mengatakan bahwa “Ukiran susun adalah suatu bentuk ukiran yang terdiri dari beberapa lapisan atau susun”. Lapisan atau susunan tersebut terdiri dari dua sampai lima yang saling menyusup atau melilit pada bagian elemen ornamen yang satu ke ornamen yang lain dan merupakan satu kesatuan yang utuh.

Gambar 43. Ukiran Susun (Sumber : Suyanto, 1995:17)

Dalam dokumen STUDI TENTANG PROSES PEMBUATAN KARYA UKIR (Halaman 25-50)

Dokumen terkait