2. TINJAUAN PUSTAKA
2.8. Sensor
Sensor merupakan suatu perangkat yang mengubah fenomena fisik menjadi sinyal elektronik (Kenny, 2005). Sensor dapat menerima suatu rangsangan dan meresponnya dengan perubahan sinyal listrik. Sensor tidak dapat melakukan aksi kerja secara individu, biasanya sensor merupakan bagian dari satu sistem yang lebih besar yang memiliki rangkaian pengkondisi sinyal dan bermacam-macam pemrosesan sinyal analog atau digital.
Berdasarkan rangkaian pengkondisi sinyal, sensor dapat dibagi menjadi dua, yaitu pasif dan aktif. Sensor aktif memerlukan pemicu eksternal yang berupa rangkaian penyangga sensor, sehingga selalu ada arus yang akan melewati sensor. Contoh sensor aktif adalah termistor, RTD (Resistance Temperature Detector), dan strain gages. Sensor pasif dapat menghasilkan sinyal keluaran sendiri tanpa memerlukan rangkaian dan arus tambahan. Sebagai contoh dari sensor pasif adalah thermocouple yang menghasilkan tegangan thermoelectric dan fotodioda yang dapat menghasilkan photocurrent.
Setiap sensor memiliki karakteristik tertentu, dimana karakter tersebut bisa menentukan baik buruknya sebuah sensor pada aplikasi tertentu. Karakter ini pula menentukan rangkaian yang digunakan sebagai penyangga sensor. Ada beberapa karakter penting yang perlu diperhatikan di dalam sensor tersebut, yaitu :
(1) Transferfunction
Hubungan fungsi antara sinyal masukan fisik dan sinyal keluaran elektris. Biasanya untuk hubungan ini digambarkan sebagai grafik antara sinyal masukan dan keluaran.
(2) Sensitivitas
Merupakan nilai rasio antara perubahan kecil dalam sinyal elektris terhadap perubahan kecil pada sinyal fisik, dan diekspresikan pula sebagai fungsi turunan TransferFunction terhadap sinyal fisik. Satuan ukur yang biasa digunakan adalah volt/Kelvin, milivolt/kilopascal, dsb. Sebagai contoh bila sebuah alat termometer akan memiliki sensitivitas tinggi apabila perubahan nilai suhu di lingkungan dan mengakibatkan perubahan tegangan yang
tinggi. Karena perubahan tegangan yang signifikan memudahkan dalam pengamatan terhadap bentuk sinyal elektris.
(3) Span atau Dynamic Range
Rentang masukan sinyal fisik yang bisa dikonversi ke dalam bentuk sinyal elektris. Sinyal fisik diluar rentang ini diperkirakan memiliki akurasi yang sangat rendah. Satuan yang digunakan yaitu kelvin, pascal, newton, dsb. (4) Accuracy atau Uncertainty
Merupakan perkiraan kesalahan terbesar antara sinyal keluaran sebenarnya dan sinyal keluaran ideal. Accuracy merupakan istilah kualitatif, berbeda dengan uncertainty yang bersifat kuantitatif. Sebagai contoh, sebuah sensor bisa memiliki akurasi yang lebih tinggi ketika uncertainty sebesar 1% dibandingkan dengan nilai uncertainty 3%.
(5) Hysteresis
Beberapa sensor tidak kembali ke nilai semula ketika terjadi ada rangsangan naik atau turun. Besarnya kesalahan yang diperkirakan dalam kuantitas pengukur merupakan Hysteresis.
(6) Nonlinearity
Nonlinearity merupakan penyimpangan maksimum dari TransferFunction linear terhadap Dynamic Range.
(7) Noise
Beberapa sensor menghasilkan noise, bersamaan dengan sinyal keluaran. Beberapa kasus menunjukan noise pada sensor lebih kecil dibandingkan dengan noise pada rangkaian elektronik selanjutnya.
2.8.1. Pengembangan sensor kelembaban
Pada awalnya pengukuran kelembaban dapat dilakukan dengan mengukur perubahan kelembaban pada kain sutera, rambut manusia dan kemudian nilon serta bahan sintetis. Pengembangan sensor semikonduktor yang sangat pesat menghasilkan sensor kelembaban yang berbasis polimer. Sensor semikonduktor ini memiliki akurasi tinggi, tahan lama dan efektif dari segi biaya. Ada tiga jenis sensor RH yang banyak di produksi diantaranya: sensor RH kapasitif, sensor RH resistif, serta sensor RH konduktivitas panas.
Sensor RH kapasitif ialah suatu sensor yang apabila terjadi perubahan nilai RH pada lingkungan, maka terjadi perubahan nilai kapasitansi. Pada sensor ini memiliki kemampuan rentang pengukuran RH dari 0% hingga 100%, berbeda dengan sensor berbasis resistansi yang tidak mampu mengukur RH dibawah 20%. Karena pengaruh suhu tidak dominan, sensor ini mampu digunakan pada rentang suhu yang lebar tanpa kompensasi suhu aktif. Perubahan konstanta di elektrik hampir proporsional terhadap RH pada lingkungan. Umumnya terjadi perubahan kapasitansi 0,2-0,5pF untuk setiap perubahan 1% RH.
Pada tipe sensor RH kapasitif juga mampu pulih secara penuh dari efek kondensasi dan tahan terhadap debu yang menempel di permukaan sensor RH. Karena kelebihan - kelebihan tersebut sensor ini banyak digunakan dalam uji tes pengukuran atmosferik. Salah satu bahan yang digunakan oleh sensor kapasitif adalah polimer termoset. Sensor langsung mendeteksi perubahan RH lingkungan sebagai perubahan kapasitansi sensor dengan respon yang cepat, linearitas tinggi, hysteresis rendah, serta stabilitas jangka panjang yang baik. Pada Gambar 2, telah menunjukan bahwa sensor RH kapasitif dengan tiga buah lapisan permukaan.
Pada lapisan kapasitor di elektrik aktif dari bahan elektroda platinum dapat menyeimbangkan diri dengan gas disekitarnya, sedangkan untuk Porous platinum yaitu mencegah terjadinya respon di elektrik akibat pengaruh eksternal sementara lapisan polimer diatasnya melindungi dari kontaminan seperti debu, minyak, dan kotoran. Jika dari lapisan kontaminan atas terpengaruh maka akan menyebabkan lambatnya waktu untuk merespon dari kinerja sensor.
(Sumber : Fontes, 2005)
Gambar 2. Konstruksi sensor kelembaban kapasitif dengan 3 lapisan.
Sensor RH resistif merupakan sensor yang apabila terjadi suatu perubahan nilai RH di lingkungan, maka terjadi perubahan impedansi. Biasanya hubungan antara RH dan impedansi bersifat eksponensial terbalik seperti yang ditunjukan pada Gambar 3. Pada umumnya bahan pada lapisan sensor menggunakan bahan polimer konduktif dan garam, serta dikembangkan menjadi berbahan keramik.
(Sumber : Roveti, 2001)
Sensor kelembaban konduktivitas panas atau biasa disebut dengan sensor kelembaban absolut. Sensor ini mengukur perbedaan konduktivitas panas dari udara kering ke udara yang memiliki uap air. Sensor ini terdiri dari dua termistor NTC (Negative Temperature Coefficient) pada rangkaian jembatan DC. Bahan di kedua buah termistor dibungkus oleh nitrogen kering, untuk letak kedua termistor jelas berbeda, di dalam sensor sedangkan satunya lagi berada permukaan sensor. 2.8.2. Sensor kelembaban relatif Sensorion SHT11
Modul SHT11 merupakan modul sensor kelembaban relatif dan suhu dari Sensirion serta memiliki keluaran data digital. Modul ini yang akan digunakan sebagai alat pengindra suhu dan kelembaban dalam aplikasi pengendali suhu dan kelembaban ruangan maupun aplikasi pemantau suhu dan kelembaban relatif pada ruangan. Prinsip kerja yang digunakan pada modul SHT11 adalah sensor berbasis kapasitif. Sensor ini sudah terkalibrasi dan memiliki rangkaian pengondisi sinyal serta 14-bit ADC yang terintegrasi. Data suhu yang diperoleh dapat digunakan juga sebagai parameter kompensasi RH serta menentukan titik embun (dewpoint). Modul SHT11 terdapat pula pemanas internal untuk mengkalibrasi sensor RH dan pemulihan sensor ketika RH mencapai 100%, yang berarti terbentuk dari adanya butiran-butiran embun pada permukaan sensor.
Jenis komunikasi sensor RH ini menggunakan antarmuka two-wire serial, ukuran dimensi kecil dan konsumsi daya rendah menjadikan sensor RH ini pilihan yang tepat untuk digunakan pada sistem kompak. Pada Gambar 4, menunjukan blok diagram dari sensor RH Sensirion SHT11. Nilai koefisien pengkalibrasi dari sensor RH telah diprogramkan kedalam OTP memory. Koefisien tersebut akan digunakan untuk mengkalibrasi keluaran dari sensor selama proses pengukuran.
(Sumber : Sensirion, 2007)
Gambar 4. Blok diagram kelembaban relatif Sensirion SHT11.
Ada 4 pin yang digunakan pada sensor RH Sensirion SHT11, yaitu : VDD, GND, DATA, SCK. VDD dan GND merupakan pin catu daya pada sensor RH. Catu daya yang dapat digunakan 2,4 V hingga 5,5V. Pin SCK dan DATA adalah untuk antarmuka dengan perangkat lain. Komunikasi pada jalur SCK sebagai sumber clock. Pada Gambar 5, menunjukan skematik antarmuka dari sensor RH dengan mikrokontroler.
(Sumber : Sensirion, 2007)
Gambar 5. Skema antarmuka sensor SHT11 dan Mikrokontroler.
Sistem sensor ini mempunyai 1 jalur data yang digunakan untuk perintah pengalamatan dan pembacaan data. Ketika memulai transmisi dilakukan suatu pengalamatan data dengan membuat LOW di jalur DATA ketika SCK di kondisi HIGH, lalu membuat jalur DATA menjadi HIGH ketika SCK tetap HIGH. Pada Gambar 6, merupakan gambaran sinyal sensor yang ditunjukan dengan urutan sinyal DATA dan SCK ketika memulai transmisi.
(Sumber : Sensirion, 2007)
Gambar 6. Urutan sinyal untuk memulai transmisi.
Setelah memulai transmisi dilanjutkan kembali dengan mengirimkan data atau perintah menuju sensor RH. Terdapat 3 (tiga) bit pengalamatan dan 5 (lima) bit untuk pengintruksian. Dimana ketiga bit pengalamatan yang bisa digunakan hanya ‘000’, berikut ini lima bit perintah yang ditunjukan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perintah pada Sensirion SHT11
Perintah Kode
Mengukur Suhu 00011
Mengukur Kelembaban 00101
Membaca Register Status 00111
Menulis Register Status 00110
Soft Reset, me-reset antarmuka,
mengembalikan nilai status register ke awal 11110 (Sumber: Sensirion, 2007)
Setelah mengirimkan perintah mengukur suhu dan kelembaban, maka unit mikrokontroler harus menunggu hasil pengukuran. Waktu maksimum yang dibutuhkan adalah sebesar 20/80/320ms untuk pengukuran 8/12/14bit. Kaki serial Data yang terhubung dengan mikrokontroler memberikan perintah pengalamatan pada pin Data SHT11 “00000101” untuk mengukur kelembaban dan “00000011” untuk pengukuran suhu. Urutan sinyal saat mengukur RH tanpa ada kompensasi suhu dapat dicontohkan pada Gambar 7.
(Sumber : Sensirion, 2007)
Gambar 7. Urutan sinyal untuk mengukur kelembaban relatif.
Urutan sinyal diatas menunjukan bahwa hasil dari pengukuran yang di dapatkan nilai digital kelembaban sebebesar “1001’0011’0001”. Nilai digital ini dikonversi menjadi bilangan desimal. Ketika mengonversi nilai desimal sensor RH menjadi besaran fisik diperlukan persamaan :
RHlinear = C1 + (C2 x SORH) + (C3 x SORH2) …….(3) dimana :
RHLINEAR : Kelembaban relatif tanpa kompensasi suhu.
SORH : Sensor Output, nilai desimal dari sensor yang didapat. C1 = -4 ; C2= 0,0405 ; C3=-2,8*10-6
Hasil dari RHLINEAR ini harus di kompensasi terhadap suhu agar hasilnya lebih akurat. Kompensasi suhu dikenal dengan sebutan Automatic Temperature Compensation (ATC). Fungsi dari ATC ini adalah agar sensor dapat mengukur kelembaban relatif (RH) lebih akurat pada rentang suhu yang lebar.
Dalam mengkonversi nilai desimal sensor RH dengan kompensasi nilai suhu menjadi besaran fisik diperoleh dengan persamaan:
RHtrue = (Tc – 25) x (t1 + t2 x SORH) + RH LINEAR ...(4) dimana :
RHTrue : Nilai RH terkompensasi suhu RHLINEAR : Nilai RH tanpa dikompensasi suhu Tc : Suhu lingkungan dalam derajat Celsius
t1 = 0,01 ; t2 = 0,00008.