• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

B. Kanker

4. Senyawa Antikanker

Antikanker merupakan obat yang indeks terapinya sempit. Sebagian besar dapat menimbulkan efek toksik yang berat, yang mungkin sampai menyebabkan kematian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Antikanker diharapkan memiliki toksisitas selektif, artinya menghancurkan sel kanker tanpa merusak jaringan normal. Karena antikanker umumnya bekerja menekan proliferasi sel yang sedang aktif, maka efek sampingnya terutama mengenai jaringan atau sel normal dengan proliferasi tinggi, yaitu sumsum tulang, epitel germinativum, sistem hemopoetik, folikel rambut dan jaringan limfosit. Terapi hanya dapat dikatakan berhasil baik, bila dosis yang digunakan dapat mematikan sel tumor yang ganas dan tidak terlalu mengganggu sel normal yang berproliferasi (Ganiswara,1995).

C. Protein

Protein merupakan suatu makromolekul yang terdiri dari asam-asam amino yang tersusun dalam suatu rantai linear dan tergabung dalam ikatan peptida (Anonim, 2006d). Protein dalam tumbuhan terbagi menjadi dua yaitu protein biji dan protein daun. Beberapa protein biji memiliki sifat sebagai protein racun. Sebagian di

antaranya mungkin berperan dalam melindungi tumbuhan dari serangan mikroba. Protein beracun lain memberikan harapan sebagai antikanker dan penyakit lain yang disebabkan oleh virus (Robinson, 1991).

Dalam tumbuhan, protein dapat dilarutkan dengan melumatkan jaringan tumbuhan dengan larutan garam dan kemudian diendapkan dengan mengubah pH ekstrak (Harborne, 1987). Pengendapan protein dengan fraksinasi dimaksudkan untuk memperoleh protein murni dalam fraksi tertentu. Protein yang tidak diinginkan dalam suatu larutan campuran protein dapat dihilangkan dengan metode salting out jika kelarutan protein dalam berbagai konsentrasi larutan garam diketahui (Anonim, 2006d). Fraksinasi protein dengan jalan pengendapan dapat dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat dalam konsentrasi tertentu (Poedjiadi, 1994). Yang pertama kali mengendap adalah globulin dan dapat dipisahkan dengan pemusingan atau filtrasi, albumin akan mengendap bila larutan sudah jenuh dengan amonium sulfat (Sadikit, 1993). Hasil pengendapan didialisis untuk menghilangkan amonium sulfat yang digunakan untuk mengendapkan protein. Proses dialisis didasarkan pada perbedaan konsentrasi antara dua permukaan membran dialisis. Kecepatan dari dialisis dapat ditingkatkan dengan meningkatkan gradien konsentrasi dari larutan internal dan eksternal. Molekul kecil, dalam hal ini adalah amonium sulfat, akan keluar dari kantong dialisis dan protein yang mempunyai bobot molekul besar akan tetap tertinggal di dalam kantong dialisis. Hal ini dapat terjadi karena membran dialisis bersifat semipermeabel. Proses dialisis akan berhenti setelah tercapai keadaan setimbang (Scopes 1994 cit Darsini, 2003).

Amonium sulfat merupakan garam yang umum digunakan untuk tujuan pengendapan protein karena sifatnya yang mudah larut dalam buffer dingin (Anonim,2006e). Amonium sulfat banyak digunakan karena daya larutnya yang tinggi, tidak toksik pada banyak enzim, murah, dan dapat menstabilkan protein, inert, dan dapat mencegah aktivitas enzim proteolitik.

D. Kultur Sel

Kultur sel merupakan proses dimana sel, baik prokariotik maupun eukariotik ditumbuhkan dalam suatu kondisi yang dikendalikan. Dalam prakteknya, istilah kultur sel digunakan untuk menyebut hasil kultur sel yang diturunkan dari sel eukariotik multiseluler, khususnya sel hewan (Anonim,2006f). Pemilihan sel dalam suatu uji tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Umumnya dipilih sel yang cepat tumbuh dan mudah penanganannya.

1. Sel HeLa

HeLa cell line diturunkan dari sel epitel kanker leher rahim (cerviks) manusia yang merupakan sel epitel leher rahim yang telah diubah oleh human papilloma virus 18 (HPV 18) sehingga berbeda dengan sel leher rahim normal. Sel ini diisolasi pada tahun 1951 dari seorang wanita penderita kanker leher rahim bernama Henrietta Lacks, berusia 31 tahun berasal dari Baltimore, USA (Anonim, 2006g). HeLa cell line ini cukup aman dan umum digunakan untuk kepentingan kultur sel.

Medium RPMI 1640 yang digunakan untuk menumbuhkan sel HeLa merupakan medium kompleks yang mengandung garam-garam, asam-amino, dan

vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan sel. Medium ini ada yang dilengkapi dengan glutamin maupun tidak, serta phenol red sebagai pH indikator. RPMI yang mengandung glutamin biasanya hanya pada yang berbentuk serbuk karena bersifat tidak stabil dalam cairan, tetapi diperlukan untuk pertumbuhan sel, sehingga sering ditambahkan pada medium sesaat sebelum digunakan (Mahardika, 2004).

2. Sel Vero

Sel Vero ditemukan pertama pada tahun 1962 oleh Yasumura dan Kawakita di Universitas Chiba di Chiba, Jepang. Sel Vero diambil dari ginjal kera dewasa (jenis African Green Monkey) yang sehat. Selain sering digunakan dalam produksi vaksin, sel Vero juga sering digunakan untuk mendeteksi Verotoksin (Anonim, 2006h).

E. Uji Sitotoksisitas

Pengembangan obat baru untuk identifikasi agen kemoterapetik baru bagi penyakit kanker meliputi evaluasi pra-klinik yang luas dengan melibatkan banyak senyawa kimia untuk mendeteksi aktivitas anti-neoplastic (Freshney, 1986). Uji sitotoksisitas merupakan perangkat yang cepat dan cost-effective untuk menguji senyawa sebelum mengalami proses pengembangan yang mahal dan membantu memilih kandidat senyawa yang optimal (Anonim,2006i).

Uji sitotoksisitas merupakan uji toksisitas secara in vitro pada suatu kultur sel. Metode in vitro mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan metode in vivo, yakni metode in vitro lebih ekonomis, lebih mudah dan ditinjau dari segi kemanusiaan atau moralitas percobaan, metode in vitro lebih manusiawi daripada in

vivo. Namun kerugian in vitro adalah kadang-kadang tidak memberikan efek senyawa uji yang sama dengan bila diberikan secara in vivo (Freshney, 1986).

Uji MTT pertama kali dideskripsikan oleh Mosmann pada 1983. Uji ini didasarkan pada aktivitas enzim mitochondrial dehydrogenase dari sel hidup (Anonim, 2006j). Pada uji MTT, garam tetrazolium (3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)2,5- dipheniltetrazolium bromid) secara aktif diabsorbsi ke dalam sel hidup dan direduksi dalam mitokondrial membentuk suatu produk formazan berwarna ungu. Produk tersebut terakumulasi di dalam sel karena tidak bisa keluar menembus membran sel (Barille, 1997).

(Anonim, 2006k) Gambar 1. Struktur molekul dari MTT dan hasil reduksinya

Uji MTT merupakan sistem uji kolorimetri yang mengukur reduksi komponen tetrazolium (MTT) oleh mitokondria sel hidup menjadi produk formazon yang tidak larut. Setelah inkubasi sel dengan reagen MTT kurang lebih 2 – 4 jam, larutan detergen ditambahkan untuk melisiskan sel dan melarutkan kristal warna yang terbentuk. Sampel kemudian dibaca menggunakan ELISA plate reader pada panjang gelombang 570 nm. Jumlah warna yang dihasilkan sebanding dengan jumlah sel yang hidup (Anonim, 2006j).

NH N N N S N CH3 CH3 Formazan NADH NAD+ N N N N S N CH3 H3C MTT

Menurut National Cancer Institute, senyawa baru yang akan dikembangkan sebagai antikanker harus mempunyai nilai LC50 kurang dari 20 µg/ml (Suffness cit, Candra, 2006).

F. Keterangan Empiris

Penelitian ini bersifat trial dan error untuk mengetahui hubungan empiris antara pengaruh pemberian fraksi protein umbi rumput teki FP20, FP40, FP60, dan FP80 terhadap kultur sel HeLa dan sel Vero.

Dokumen terkait