• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

FITRI ASTUTI C3408

2.3 Senyawa Fitokimia

Fitokimia merupakan bagian ilmu pengetahuan alam yang menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia dalam tanaman, perbandingan struktur senyawa kimia tanaman dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman (Sirait 2007).

Analisis fitokimia adalah analisis yang mencakup aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya. Untuk melakukan hal-hal tersebut diperlukan metode pemisahan, pemurnian, dan identifikasi kandungan yang terdapat dalam tumbuhan. Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek bermanfaat yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi (Harborne 1987).

Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Alkaloid terbagi menjadi tiga bagian, yaitu elemen yang mengandung N terlibat pada pembentukan alkaloid, elemen tanpa N yang ditemukan dalam molekul alkaloid dan reaksi yang terjadi untuk pengikatan khas elemen-elemen pada alkaloid. Dengan adanya unsur N pada alkaloid, jelas ada hubungan dengan pembentukan asam-asam amino menjadi protein pada tanaman. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa alkaloid

terbentuk sebagai hasil sampingan dari pembentukan protein. Keterkaitan antara karbon dengan atom N memegang peranan penting (Sirait 2007):

a) Pembentukan asam amida, R C R C

(misalnya piperin, kapsaisin, galegin, kolkhisin)

b) Transminasi, R C C OH R CH C OH

(misalnya Aminbiogen, Efedrin)

c) Kondensasi menurut cara pembentukan basa Schiff R CH2 C R1 H2N R2

(misalnya Asam-pirolina-5-karbonat, piperidin) d) Kondensasi Mannich

R H + R1 CHO + R2 NH R CH N

Senayawa Aldehida Amina “Alkaloid” C-H-asida.

Pada umumnya alkaloid sebagai garam dapat larut dalam air dan sukar larut dalam pelarut organik. Bentuk bebas/basanya mudah larut dalam pelarut organik dan sukar larut dalam air. Alkaloid-alkaloid terdapat pada tanaman tidak dalam keadaan bebas, tetapi terikat sebagai garam dengan asam-asam organik tanaman, yaitu asam maleat, oralat, suksinat, dan taurat. Pereaksi yang digunakan untuk mengidentifikasi alkaloid-alkaloid, yaitu asam pikrat, Mayer K2 (HgI4),

Dragendorff K Bi I4, asam fosfo wolframat, kalium iodide dan platina klorida,

serta asam fosfomolibdat. Prinsipnya ialah mengendapkan alkaloid dengan logam- logam berat (Sirait 2007).

Pada proses fotosintesis dapat dihasilkan alkaloid. Selain pada daun, alkaloid juga didapati pada kuncup muda, akar (Conium, Ephedra), dan juga pada

R1 R3 NH–R2 N–R2 O CO2 NH2 O O O O OH O NH3 NH2 R CH2 NH2 R CH2 C R1 CH C R1

getah yang diproduksi di tabung-tabung getah dalam epidermis dari daun opium atau tanaman candu Papaver somniferum (Sirait 2007). Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan, misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloid yang terkenal dan mempunyai efek fisiologis dan psikologis. Menurut Sudirman (2011), daun kangkung air mengandung senyawa alkaloid yang berpotensi sebagai antioksidan. Alkaloid tidak mempunyai tata nama sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloid dinyatakan dengan nama trivial yang beakhiran–in atau–ina (Lenny 2006).

Gambar 2 Struktur kimia jenis alkaloid(Sumber: Robinson 1995).

Triterpenoid dan steroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid merupakan senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. Triterpenoid digolongkan menjadi empat golongan, yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung (Harborne 1987).

Biosintesis triterpen dan steroid berasal dari senyawa farnesil-PP. dua molekul farnesil-PP akan berkondensasi ekor-ekor membentuk senyawa yang masih asiklik, yaitu preskualen dan skualen (C30). Setelah mengalami oksidasi

menjadi 2-3-epoksida dan kemudian pemutusan menjadi 3 hidroksi-skualen kation, maka secara spontan akan membentuk sistem cincin -4 atau cincin-5 dengan gugus-OH pada C3.

Steroid adalah molekul kompleks yang larut di dalam lemak dengan empat cincin yang saling bergabung. Steroid yang paling banyak adalah sterol yang

N

N

N CH2CH2CH3

Nikotina Koniina

merupakan steroid alkohol. Kolesterol merupakan sterol utama pada jaringan hewan. Kolesterol dan senyawa turunan esternya, dengan lemaknya yang berantai panjang merupakan komponen penting dari plasma lipoprotein dan dari membran sel sebelah luar. Membran sel tumbuhan mengandung jenis sterol lain terutama stigmasterol yang berbeda dari kolesterol hanya dalam ikatan ganda di antara karbon 22 dan 23 (Lehninger 1982). Rantai samping delapan-karbon yang terdapat dalam lanosterol juga terdapat dalam steroid terutama dari sumber hewan, namun kebanyakan steroid tumbuhan mempunyai satu atau dua atom karbon tambahan. Menurut Santalova et al. (2004), sterol yang diisolasi dari spons Rhizochalina incrustatamemiliki aktivitas sebagai sitotoksik dan hemolisis.

Gambar 3 Struktur kimia jenis senyawa triterpenoid/steroid (Sumber: Sirait 2007).

Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6. Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Kegunaan flavonoid bagi tumbuhan adalah untuk menarik serangga yang membantu proses penyerbukan dan untuk menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji. Bagi manusia, flavonoid dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulan pada jantung dan pembuluh darah kapiler (Sirait 2007). Menurut Gavin dan Durako (2012), biota laut

R

Sitosterol HO

HO

A

C B

misalnya lamun Halophila johnsonii yang telah diisolasi memiliki senyawa aktif sitosolik flavonoid yang dapat berfungsi sebagai antioksidan.

Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula-mula didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Terdapat sekitar sepuluh kelas flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon. Senyawa flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, oleh karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak (Harborne 1987).

Gambar 4 Struktur kimia dasar flavonoid(Sumber: Harborne 1987).

Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Glikon bersifat mudah larut dalam air dan glikosida-glikosida mempunyai tegangan permukaan yang kuat. Banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum adalah asam glukuronat. Adanya saponin dalam tumbuhan ditunjukkan dengan pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak (Harborne 1987).

Gambar 5 Struktur kimia jenis saponin(Sumber: Sirait 2007).

CH3 H O HO O Sarsapogenin

Saponin dapat menyebabkan hidrolisis pada sel darah. Saponin yang paling penting adalah hesogenin. Hesogenin mempunyai gugus keton pada C12 yang dapat ditransportasikan ke C11 membentuk 11-keto tigogenin yang dapat diubah menjadi kortison. Saponin jauh lebih polar daripada sapogenin karena ikatan glikosidanya dan lebih mudah dipisahkan dengan kromatografi kertas atau kromatografi lapis tipis selulosa (Suradikusumah 1989). Hasil penelitian Anwariyah (2011) menunjukkan bahwa lamun Cymodocea rodundata terdeteksi adanya saponin pada semua jenis pelarut.

Fenol hidrokuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar. Kuinon untuk tujuan identifikasi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon (kuinon yang kromofor terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon), naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapatin vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol tanpa warna, kadang-kadang juga bentuk dimer. Dengan demikian diperlukan hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon bebasnya (Harborne 1987).

Gambar 6 Struktur kimia jenis kuinon(Sumber: Harborne 1987). Kuinon disintesis tumbuhan dari berbagai prekursor dan berbagai jalur, yaitu jalur asetat-polimalonat, jalur asam amino, jalur sikimat, dan melanovat. Jalur asetat-polimalonat merupakan jalur yang paling umum. Suatu senyawa poliketometilen dianggap sebagai intermediet antara ester CoA dengan fenol atau kuinon (Suradikusumah 1989). Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida mungkin larut sedikit dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam

O O O OMe MeO 2,6-Dimetoksibenzokuinon

lemak dan akan terdeteksi dari tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Reaksi yang khas adalah reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. Reduksi dapat dilakukan menggunakan natrium borohidrida dan oksidasi ulang dapat terjadi hanya dengan mengocok larutan tersebut di udara (Harborne 1987). Hasil penelitian Prajitno (2006) diacu dalam Wiyanto (2010), menunjukkan bahwa rumput laut Halimeda opuntia yang telah diisolasi mempunyai kandungan fenol yang memiliki zat antibakteri.

Tanin

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh dan memiliki batang sejati. Secara kimia terdapat dua jenis tanin, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi hampir terdapat disemua tumbuhan paku- pakuan dan gymnospermae (tumbuhan berbiji tertutup), serta tersebar luas dalam angiospermae terutama pada tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis, penyebarannya terbatas hanya pada tumbuhan berkeping dua. Tetapi kedua jenis tanin ini banyak dijumpai bersamaan dalam tumbuhan yang sama. Sebagian besar tumbuhan yang banyak mengandung tanin akan dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang pahit. Salah satu fungsi tanin pada tumbuhan adalah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan. Tanin terkondensasi atau disebut flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan 4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan mempunyai 2 sampai 20 satuan flavon. Nama lain untuk tanin terkondensasi adalah proantosianidin karena bila direaksikan denga asam panas, beberapa ikatan karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin. Tanin terhidrolisis dibagi menjadi dua kelas, yang paling sederhana depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat, di sini pun berikatan dengan glukosa (Harborne 1987).

Tanin terletak terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dibentuk oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataannya, sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Oleh karena itu fungsi tanin pada tumbuhan adalah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (Harborne 1987). Salah satu tanaman air yang mengandung tanin adalah enceng gondok (Eichhornia crassipes) (Rorong et al. 2010). Tanaman bakau juga diketahui mengandung senyawa tanin, misalnya Bruguiera sexangula(Sudrajatet al.2008) danRhizopora mucronata(Danartoet al.(2011).

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan konstituen yang paling banyak jumlahnya dibandingkan dengan kandungan kimia lainnya yang terdapat dalam tanaman atau hewan. Karbohidrat dibentuk melalui proses fotosintesis pada tanaman. Zat tersebut dapat diubah menjadi senyawa kimia organik lain yang diperlukan tanaman. Karbohidrat atau gula berguna sebagai storing energy misalnya pati, dapat pula sebagai transport of energy misalnya sukrosa, dan sebagai penyusun dinding sel misalnya selulosa. Kegunaan gula pada tanaman antara lain untuk membantu penyerbukan, melindungi luka, dan mencegah terjadinya infeksi serta detoksifikasi dari bahan lain (Sirait 2007). Fungsi karbohidrat sebagai zat bioaktif yang baik untuk kesehatan, misalnya karbohidrat jenis fruktosa yang baik untuk penderita diabetes, besi (II) glukonat digunakan untuk mengobati anemia, dan kalsium levulinat untuk penderita kekurangan kalsium.

Gula pereduksi

Gula pereduksi merupakan kelompok gula atau karbohidrat yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi. Monosakarida akan segera mereduksi senyawa- senyawa pengoksidasi antara lain ferisianida, hidrogen peroksida atau ion kupri (Cu2+). Gula dioksidasi pada gugus karbonil dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi pada reaksi ini. Senyawa pereduksi adalah pemberi elektron dan senyawa pengoksidasi adalah penerima elektron. Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisis gula, dengan mengukur jumlah dari senyawa pengoksidasi yang

tereduksi oleh suatu larutan gula tertentu, dapat dilakukan pendugaan konsentrasi gula. Prinsip tersebut berguna dalam menganalisa kandungan gula dalam darah dan air seni untuk diagnosa diabetes mellitus (Lehninger 1988).

Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor satu (anomerik), sedangkan pada fruktosa (ketosa) hidroksil reaktifnya terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya. Akibatnya, laktosa bersifat pereduksi sedangkan sukrosa bersifat non pereduksi (Winarno 2008).

Peptida

Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam amino melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan peptida dibentuk dengan menarik unsur H2O dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino

dari molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat. Tiga asam amino dapat disatukan oleh dua ikatan peptida dengan cara yang sama untuk membentuk suatu tripeptida, tetrapeptida dan pentapeptida. Jika terdapat banyak asam amino yang bergabung dengan cara demikian, struktur yang dihasilkan dinamakan polipeptida. Peptida dengan panjang yang bermacam-macam dibentuk oleh hidrolisis sebagian dari rantai polipeptida yang panjang dari protein, yang dapat mengandung ratusan asam amino (Lehninger 1988).

Pengikatan asam amino dengan ikatan peptida berlangsung dalam bermacam-macam urutan dengan perbandingan molekul dan struktur ruang yang berbeda-beda (lipatan dari rantai, cincin makro, dan lain-lain) (Sirait 2007). Pembentukan ikatan peptida memerlukan banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi. Reaksi keseimbangan ini cenderung untuk berjalan ke arah hidrolisis daripada sintesis (Winarno 2008). Menurut Qasim (1991), rumput laut Sargassum boveanum, Padina pavonica, Lyengada stellellata, Stockeyia indica, dan Spathoglassum variable mengandung asam amino dengan komposisi yang berbeda-beda.

Dokumen terkait