• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.6 Senyawa Fitokimia

Senyawa bioaktif dapat diketahui dengan melakukan uji fitokimia. Uji fitokimia dilakukan terhadap ekstrak yang menunjukkan hasil terbaik pada uji aktivitas antibakeri. Berdasarkan pengujian tersebut, ekstrak etil asetat karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik dibandingkan dengan ekstrak yang lainnya. Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak etil asetat

Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi terpilih dapat dilihat

pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil identifikasi kandungan fitokimia karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi

Uji Fitokimia

Hasil uji (warna)

Standar (warna) Sarcophyton yang tidak difragmentasi Sarcophyton yang difragmentasi a. Alkaloid - Wagner - Meyer - Dragendorf b. Steroid/Triterpenoid c. Flavonoid

d. Saponin (uji busa) e. Fenol hidrokuinon f. Molisch g. Benedict h. Biuret i. Ninhidrin (-) (+) (-) (+++ ) (++++) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (++) (++) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Endapan coklat

Endapan putih kekuningan Endapan merah sampai jingga Merah → biru atau hijau Merah, kuning/jingga pada amil lapisan amil alkohol Terbentuk busa stabil selama 30 menit

Hijau / hijau biru Ungu

Hijau, kuning / merah bata Ungu Biru Keterangan : + + + + : Sangat kuat + + + : Kuat + + : Sedang + : Lemah - : Tidak ada

Hasil uji fitokimia (Tabel 11) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat

Sarcophyton sp. yang difragmentasi memiliki kandungan senyawa steroid/triterpenoid dan flavonoid, sedangkan ektrak etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi memiliki kandungan alkaloid, steroid/triterpenoid, dan flavonoid. Senyawa-senyawa tersebut dapat digunakan sebagai bahan dasar

pembuatan obat. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri serta efek farmakologi sebagai analgesik dan anaestetik. Mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa ini diduga dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson 1995).

Steroid/triterpenoid merupakan golongan senyawa triterpenoid. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badria et al. (1998) dan Swant et al. (2006) menunjukkan bahwa karang lunak Sarcophyton sp. banyak mengandung senyawa bioakif steroid dan terpenoid. Senyawa kimia aktif tersebut menunjukkan aktivitas antibakteri, antifungi, antitumor, neurotoksik, dan anti-inflamantori yang bermanfaat bagi industri farmasi. Menurut Cowan (1999), mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa steroid/trierpenoid diduga dengan cara merusak membran sel bakteri. Steroid dapat meningkatkan permeabilitas membran sel sehingga akan terjadi kebocoran sel yang diikuti dengan keluarnya materi intraseluler (Vickery dan Vickery 1981).

Senyawa aktif lain yang mendukung ekstrak etil asetat memiliki potensi sebagai antibakteri adalah senyawa flavonoid. Flavonoid berfungsi sebagai antimikroba dan antioksidan (Robinson 1995). Flavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas dan dapat mengurangi kekebalan pada organisme sasaran (Naidu 2002). Sifat antibakteri senyawa flavonoid adalah dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein di dalam sel. Adanya flavonoid dalam lingkungan sel bakteri menyebabkan gugus OH pada flavonoid berikatan dengan protein internal membran sel. Hal ini menyebabkan terbendungnya transfor aktif Na+- K+. Transfor aktif yang berhenti menyebabkan pemasukan ion Na+ yang tidak terkendali pada sel. Hal ini

menyebabkan pecahnya membran sel, sehingga bakteri mati atau lisis (Scheuer 1994).

Berdasarkan uji fitokimia secara kualitatif (Tabel 11) diketahui bahwa

kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak etil asetat

Sarcophyton sp. yang difragmentasi lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak

etil asetat Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi. Perbedaan kandungan senyawa bioaktif tersebut diduga disebabkan oleh pengaruh fragmentasi dan

perbedaan kondisi lingkungan sehingga mempengaruhi produksi senyawa bioaktif

karang lunak tersebut. Dugaan tersebur berdasarkan hasil laporan Coll dan Sammarco (1983); Sammarco dan Coll (1988) diacu dalam Fleury et al. (2004) menyatakan bahwa senyawa metabolit sekunder memiliki

peranan penting dalam adaptasi tingkah laku yang beraneka ragam serta interaksi ekologinya dengan sejumlah organisme laut lainnya.

Karang lunak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi hidup secara alami dan tersebar luas di kedalaman 6-7 m. Karang lunak tersebut hidup berdampingan dengan karang lunak atau organisme lain yang ada pada ekosistem terumbu karang. Keberadaan jumlah individu maupun spesies yang lebih tinggi di kedalaman 6-7 m mengindikasikan terjadinya kompetisi ruang dan makanan dengan tingkat yang lebih tinggi jika dibandingkan pada kedalaman 12 m. Hal ini memicu karang lunak Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi untuk memproduksi metabolit sekunder yang berperan sebagai allelopatic agent. Dugaan ini berdasarkan laporan Sammarco et al. (1983) yang menyatakan bahwa allelopatik adalah sifat penghambat secara langsung terhadap suatu jenis oleh jenis lainnya dengan menggunakan zat-zat kimia beracun atau berbisa. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Fleury et al. (2000) yang diketahui bahwa

produksi senyawa bioaktif sarcophytoxide dari karang lunak

Sarcophyton ehrenbergi semakin meningkat ketika didekatkan dengan karang Pacillopora darmicornis. Fleury et al. (2004) melaporkan bahwa karang lunak Sarcophyton ehrenbergi yang ditransplantasi dan dipindahkan pada lokasi tanpa

ada kompetitor mengalami penurunan produksi senyawa sarcophytoxide secara signifikan.

Karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi berasal dari kedalaman yang lebih dalam (12 m) dibandingkan Sarcophyton sp. yang tidak difragmentasi. Kedalaman perairan menyebabkan penurunan intensitas cahaya, perubahan kandungan nutrien sehingga menyebabkan penurunan kandungan simbion zoonxanthellae pada karang lunak tersebut. Penurunan jumlah zoonxanthellae diduga berdampak pada kandungan bioaktif yang terdapat pada karang lunak

Menurut Triyulianti (2009), seiring bertambahnya kedalaman secara eksponensial menyebabkan berkurangnya intensitas cahaya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tursch et al. (1978) diketahui bahwa hanya karang lunak yang bersimbiosis dengan zooxanthellae yang dapat menghasilkan senyawa terpen. Jenis- jenis hewan yang kurang atau tidak mengandung alga ini tidak dapat menghasilkan senyawa terpen. Contohnya adalah senyawa eunicellin ditemukan pada jenis gorgonia Eunicella stricta, tetapi tidak ditemukan pada jenis gorgonia E. stricta yang hidup di laut dalam. Hal ini disebabkan intensitas sinar matahari yang diperlukan zooxanthellae untuk fotosintesis sangat rendah.

Dokumen terkait