• Tidak ada hasil yang ditemukan

Senyawa logam-logam berat sisa pembuangan kegiatan praktikum

HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

5.2 Senyawa logam-logam berat sisa pembuangan kegiatan praktikum

Identifikasi cemaran logam pada masing-masing laboratorium dipilih berdasarkan bahaya yang ditimbulkan dan jumlah yang ditimbulkan. Telah dilakukan analisis dengan menggunakan spektroskopi serapan atom dan voltametri terhadap beberapa logam yang terdapat di masing-masing laboratorium, diantaranya adalah : a. Logam tembaga (Cu)

Tembaga banyak digunakan sebagai bahan pada kegiatan praktikum di laboratorium kimia analitik, kimia fisik, kimia analitik dan juga kimia organik. Hasil

analisis tembaga ditampilkan pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.1. Perhitungan didasarkan pada persamaan garis yan diperoleh dari kurva standar pada Lampiran 1dan perhitungan selengkapnya di Lampiran 2.

Tabel 5.1 Hasil analisis logam Cu

No. Laboratorium Konsentrasi Cu (ppm)

1. Kimia Analitik 1,078

2. Kimia Fisik 0,378

3. Kimia Anorganik 13,589

4. Kimia Organik 7122,533

5. Biokimia 160,56

Gambar 5.1 Hasil analisis pembuangan logam Cu di laboratorium kimia

Pembuangan logam Cu sisa kegiatan praktikum terlihat cukup besar terutama di laboratorium kimia organik yang mencapai jumlah lebih dari tujuh ribu ppm. Angka tersebut adalah adalah limbah dari 1 kelas yang melakukan kegiatan praktikum. Praktikum kimia organik dilaksanakan oleh 5 kelas setiap angkatan, sehingga diperkirakan lebih dari tigapuluh lima ribu ppm logam tembaga yang terbuang atau sekitar 35 g/L setiap praktikum. Jumlah tersebut cukup tinggi dikarenakan bahan yang digunakan banyak sekali menggunakan logam tembaga pada reagennya seperti pada percobaan penentuan karbohidrat, reaksi aldehid – keton maupun uji protein. Di

laboratorium biokimia dan kimia anorganik jumlah tembaga yang terbuang juga cukup tinggi masing-masing yaitu 160,6 dan 67,9 ppm setiap praktikum.

Logam Cu termasuk logam berat essensial, jadi meskipun beracun tetapi sangat dibutuhkan manusia dalam jumlah yang kecil. Logam Cu yang masuk ke dalam tatanan lingkungan perairan dapat terjadi secara alamiah maupun sebagai efek samping dari kegiatan manusia. Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm akan menyebabkan kematian bagi fitoplankton. Menurut Widowati (2008) paparan tembaga dalam waktu yang lama pada manusia akan menyebabkan terjadinya akumulasi bahan-bahan kimia dalam tubuh manusia yang dalam periode waktu tertentu akan menyebabkan munculnya efek yang merugikan kesehatan penduduk. Gejala yang timbul pada manusia yang keracunan Cu akut adalah mual, muntah, sakit perut, hemolisis, netrofisis, kejang, dan akhirnya mati. Pada keracunan kronis, Cu yang tertimbun di dalam hati dan menyebabkan hemolisis dikarenakan tertimbunnya H2O2 dalam sel darah merah sehingga terjadi oksidasi dari lapisan sel yang mengakibatkan sel menjadi pecah (Darmono, 2005).

Jumlah buangan tembaga yang terakumulasi tersebut dalam satu semester tentu akan menyebabkan buangan tembaga yang sangat tinggi. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan dampak yang membahayakan bagi lingkungan disekitarnya.

b. Logam timbal (Pb)

Penggunaan timbal pada kegiatan praktikum di laboratorium kimia juga cukup tinggi (Tabel 5.2). Di laboratorium kimia organik senyawa timbal yang dibuang setelah digunakan pada kegiatan praktikum ternyata cukup tinggi yaitu lebih dari 291 ppm atau sekitar 1200 ppm untuk 5 kelas setiap semester.

Tabel 5.2 Hasil analisis logam Pb

No. Laboratorium Konsentrasi Pb (ppm)

1. Kimia Analitik 12,333

2. Kimia Fisik 1,333

3. Kimia Organik 291,333

Keberadaan logam Pb jauh lebih banyak digunakan di laboratorium organik dibandingkan di laboratorium kimia fisik dan analitik. Timbal digunakan sebagai bahan reagen Pb – asetat pada percobaan uji protein

Gambar 5.2 Hasil analisis pembuangan logam Pb di laboratorium kimia

Timbal merupakan logam yang sangat bercun seperti halnya merkuri dan sering ditemukan sebagai campuran dengan cairan lain yang bersifat korosif seperti asam sulfat. Timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan mutasi, terurai dalam jangka waktu lama dan toksisistasnya tidak berubah (Brass & Strauss, 1981). Pb dapat mencemari udara, air, tanah, tumbuhan, hewan, bahkan manusia. Masuknya Pb ke tubuh manusia dapat melalui makanan dari tumbuhan yang biasa dikonsumsi manusia seperti padi, teh dan sayur-sayuran. Underwood dan Shuttle (1999) mencantumkan batas ambang untuk ternak unggas dalam pakannya, yaitu: batas ambang normal sebesar 1 – 10 ppm, batas ambang tinggi sebesar 20 – 200 ppm dan batas ambang toksik sebesar lebih dari 200 ppm. Timbal (Pb) menurut Lu (1995) dapat diserap dari usus dengan sistem transport aktif.

Dari banyaknya efek timbal yang ada, dapat disimpulkan bahwa efek timbal dibagi ke dalam 3 kelompok, diantaranya : (i) Efek Timbal Pada Reproduksi ; Paparan timbal berdampak pada reproduksi pria dan juga wanita. Pada jaman dahulu timbal pernah dipakai untuk menggugurkan kandungan. Wanita hamil yang terpapar timbal saat kehamilannya, bisa meningkatkan resiko keguguran, bayi lahir prematur, bayi meninggal di dalam kandungan. Sedangkan dampak terpaparnya timbal pada pria adalah dapat menurunkan jumlah dari sperma. (ii) Efek Timbal Pada Sistem Saraf

dan Kecerdasan ; Gejala terpaparnya logam timbal ini diantaranya dapat mengurangi nafsu makan (nafsu makan hilang), pelupa, kelelahan, pusing, depresi, menurunnya kecepatan dalam reaksi dan konduksi saraf. Sementara menurut penelitian, efek yang ditimbulkan timbal terhadap anak-anak yaitu dapat menurunkan kecerdasan atau IQ. (iii) Efek Sistemik ; Timbal di sini dapat memicu peningkatan tekanan darah, anoreksia, muntah, kram, mual, turunnya berat badan, sakit perut, dan konstipasi.

c. Logam perak (Ag)

Limbah yang mengandung perak sangat berbahaya bila langsung dibuang ke lingkungan. Perak selain termasuk logam berat, juga merupakan logam beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia. Urutan toksisitas Ag adalah sebagai berikut : Hg2+> Cd2+> Ag+> Ni2+> Pb2+> As3+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn2+ (Darmono, 2001). Keberadaan Ag di laboratorium kimia organik yang dibuang setelah digunakan pada kegiatan praktikum ternyata cukup tinggi yaitu lebih dari 44 ppm atau lebih dari 220 ppm untuk 5 kelas setiap semester.

Tabel 5.3 Hasil analisis logam Ag

No. Laboratorium Konsentrasi Ag (ppm)

1. Kimia Analitik 2,112

2. Kimia Fisik 0,001

3. Kimia Organik 44,467

4. Biokimia 1,556

Pencemaran lingkungan oleh ion Ag(I) menyebabkannya masuk ke dalam rantai makanan, kemudian apabila manusia mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi ion Ag(I) maka akan terjadi akumulasi Ag dalam tubuh. Akumulasi perak pada tubuh manusia dapat mengakibatkan pigmentis yang disebut Argyria. Mengingat bahaya yang ditimbulkanya maka batas maksimum untuk perak yang diperbolehkan dalam air limbah sangat kecil. Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No.45 tahun 2006 tentang baku mutu TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Prosedure) pencemar dalam limbah untuk

penentuan karakteristik sifat racun, kandungan perak (Ag) yang diperbolehkan sebesar 5,0 mg/L (Anonim, 2006).

Gambar 5.3 Hasil analisis pembuangan logam Ag di laboratorium kimia

d. Logam besi (Fe) dan kadmium (Cd)

Keberadaan logam besi dan kadmium tidak banyak digunakan pada kegiatan praktikum. Logam besi hanya ditemukan di laboratorium anorganik dan biokimia (Gambar 5.4) sedangkan logam kadmium ditemukan di laboratorium kimia analitik dan biokimia (pada Gambar 5.5)

Kadmium (Cd) merupakan logam yang bersifat kronis dan pada manusia biasanya terakumulasi dalam ginjal. Keracunan Cd dalam waktu yang lama membahayakan kesehatan paru-paru, tulang, hati, kelenjar reproduksi dan ginjal. Logam ini juga bersifat neurotoksin yang menimbulkan dampak rusaknya indera penciuman (Anwar,1996). Standart baku mutu logam berat untuk biota konsumsi berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 03725/B/SK/1989 adalah 1 ppm.

Gambar 5.5 Hasil analisis pembuangan logam Cd di laboratorium kimia

e. Logam krom (Cr)

Logam kromium juga banyak digunakan sebagai reagen (dalam bentuk kalium dikromat ataupun kromium (III) klorida) dalam kegiatan praktikum. Logam tersebut ditemukan pada laboratorium kimia analitik dan anorganik (Gambar 5.6), khususnya pada praktikum kimia anorganik III dan kimia kualitatif. Logam krom dalam hal ini K2Cr2O4 banyak digunakan di laboratorium kimia analitik untuk praktikum analisis kation dan anion pada praktikum DDKA (Dasar-dasar Kimia analitik). Jumlah krom yang dapat terdeteksi di laboratorium kimia analitik cukup banyak yaitu sekitar 6,1 ppm sedangkan di laboratorium kimia anorganik hanya sekitar 0,01 ppm.

Kromium termasuk dalam jenis logam berat yang sangat toksik. Sehingga keberadaan senyawa kromium dilingkungan harus mendapat perhatian yang serius. Kromium merupakan ion logam yang bersifat racun baik bagi manusia maupun bagi kehidupan mahluk hidup lainnya (ikan).

Gambar 5.6 Hasil analisis pembuangan logam kromium di laboratorium kimia

Senyawa Cr (VI) dapat menyebabkan terjadinya mutagen yang pada akhirnya berpengaruh langsung pada asam deoksiribo nukleat (DNA) sehingga sel mahluk hidup akan berubah (Sukenjah, 2006). Hasil penelitian Jalius (2008) menunjukkan terjadi perbedaan metabolisme ion Cr3+ dan Cr6+. Perbedaan tersebut tergantung pada jenis atau spesies hewan yang dimasuki oleh ion-ion logam tersebut. Tingkat keracunan lebih kuat ion-ion Cr6+ dibandingkan dengan ion-ion Cr3+. Logam Cr yang masuk ke dalam tubuh akan ikut dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh. Logam Cr akan berintraksi dengan bermacam-macam unsur biologis yang terdapat dalam tubuh. Interaksi yang terjadi antara Cr dengan unsur-unsur biologis tubuh, dapat menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi tertentu yang bekerja dalam proses metabolisme tubuh. Senyawa-senyawa yang mempunyai berat molekul rendah, seperti yang terdapat dalam sel darah rendah dapat melarutkan Cr dan seterusnya ikut terbawa ke seluruh tubuh bersama peredaran darah. Senyawa-senyawa ligan penting yang terdapat dalam tubuh juga mengubah Cr menjadi bentuk yang mudah terdifusi sehingga dapat masuk ke dalam jaringan.

Dalam dosis 20 - 50 µg per 100 g bobot badan, kromium memiliki fungsi yang baik dalam metabolisme karbohidrat, metabolisme lipid, sintesis protein dan metabolisme asam nukleat (Mertz, 1987 dalam Bramandita, 2009). Hasil studi menunjukkan bahwa paparan kromium sebesar 20 µg/m3 dapat menyebabkan keruskan pada ginjal. Pada paparan yang lebih tinggi dapat mengakibatkan matinya sel ginjal. Berdasarkan kondisi tersebut menunjukkan bahwa kromium termasuk

dalam jenis logam berat yang sangat toksik, sehingga keberadaan senyawa kromium dilingkungan harus mendapat perhatian yang serius.

f. Logam kobalt (Co)

Logam kobalt ternyata juga ditemukan dalam konsentrasi yang cukup tinggi sebagai buangan kegiatan praktikum di laboratorium kimia anorganik dan analitik seperti pada Gambar 5.7. Logam kobalt digunakan dalam kegiatan praktikum penentuan anion dan kation di laboratorium kimia analitik sebagai reagen Co(NO3)2

sedangkan di laboratorium kimia anorganik kobalt digunakan sebagai reagen CoCl2

pada praktikum kimia anorganik III.

Gambar 5.7 Hasil analisis pembuangan logam Co di laboratorium kimia

Menurut Kementrian negara kependudukan dan lingkungan hidup, logam kobalt digolongkan sebagai logam berat dengan sifat toksik sedang. Logam kobalt termasuk kedaam logam transisi yang terdapat pada golongan VIII B. Logam kobalt yan memiliki bilangan oksidasi +2 dan +3 mudah larut ke dalam asam-asam mineral encer, tetapi pada bilangan oksidasi +2 logam kobalt didapatkan relatif secara stabil (Cotton dan Wilkinson,1988). Dalam larutan air, logam kobalt dikenal sebagai ion [Co(H2O)6]2+ dan [Co(H2O)6]3+, akan tetapi kobalt (III) bersifat oksidator dalam larutan air. Hal ini terjadi kecuali logam kobalt berada pada lingkungan asam, dimana logam kobalt tersebut dapat terurai dengan cepat karena Co (III) mengoksidasi air dengan cara membebaskan gas di oksigen. Ketersedian unsur kimia kobalt terdapat dalam banyak formulasi seperti kertas perak, dan kawat. Keberadaan unsur kobalt di alam terdapat dalam bentuk senyawa seperti mineral kobalt glans (CoAsS), Linalit

(Co3S4), Smaltit (CoAs2) dan eritrit. Logam kobalt banyak terdapat berikatan dengan nikel, perak, timbal, tembaga dan biji besi, dimana didapatkan dari hasil samping produksi. Logam kobalt juga dapat dijumpai pada meteroit. Logam kobalt banyak digunakan dalam industri sebagai bahan campuran pada pembuatan mesin pesawat, magnet, alat pemotong atau penggiling, pewarna kaca, keramik dan cat.

Kobalt termasuk kedalam unsur renik yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan reproduksi pada tumbuhan dan hewan. Bersama dengan ion logam lainnya, (misalnya tembaga, seng, besi dan magnesium), kobalt dibutuhkan oleh enzim sebagai koenzim yang berfungsi untuk mengikat molekul substrat (Effendi, 2003). Akan tetapi ion logam ini dapat menggantikan ion logam tertentu yang berfungsi sebagai kofaktor dari suatu enzim, sehingga dapat menurunkan fungsi enzim tersebut bagi tubuh (Darmono, 2001). Batas-batas konsentrasi kobalt yang membahayakan bagi kesehatan manusia yang telah ditetapkan oleh pemerintah federal sebagai berikut (ATSDR, 2004) : a). EPA (Environmental Protection Agency) menetapkan batas maksimal konsentrasi kobalt dalam air minum adalah 0,2 mg/L. b). OSHA (The Occupational Health and Safety Administration) menetapkan batas maksimal bagi pekerja yang terpapar dengan kobalt secara langsung adalah 0,1 mg/m3 selama 8 jam kerja sehari dan 40 jam kerja selama 1 minggu. c). The Nuclear Regulatory Commission menetapkan batas maksimal konsentrasi kobalt radioaktif di ruang kerja adalah sebesar 7 x 10-8 µCi/mL untuk 60Co .

g. Logam magnesium (Mg)

Keberadaan magnesium sebagai bahan pembuatan reagen yang digunakan untuk kegiatan praktikum cukup beragam ditemukan pada hampir semua laboratorium (Gambar 5.8). Magnesium dikatakan sebagai salah satu mineral yang cukup berlimpah di alam. Di dalam tubuh merupakan salah satu mineral yang diperlukan untuk mendukung aktivitas enzim dan bekerjasam dengan vitamin serta nutrisi lainnya untuk membangun fungsi tubuh dengan baik. Magnesium banyak ditemukan di dalam tulang, yaitu sekitar 50 % serta dalam darah meskipun hanya 1 %. Beberapa fungsi magnesium adalah dapat membantu mengontrol tekanan darah, membentuk kolagen, menjaga kesehatan, kekuatan dan kepadatan tulang, menjaga kesehatan otot serta menurunkan resiko pencernakan.

Magnesium sangat mudah terbakar terutama apabila berbentuk serbuk atau dalam bentuk strip tipis dan akan bereaksi dengan air menimbulkan ledakan. Dengan

adanya logam lainnya seperti besi, nikel, tembaga dan kobalt sangat mengaktifkan proses korosi. Magnesium dan logam alkali lainnya bertanggungjawab terhadap kesadahan air. Kelebihan magnesium dapat menyebabkan muntah dan diare, tetapi tidak ada bukti toksisitas magnesium secara ilmiah.

Gambar 5.8 Hasil analisis pembuangan logam Mg di laboratorium kimia

h. Logam merkuri (Hg)

Merkuri merupakan logam yang mempunyai urutan toksisitas tertinggi dibandingkan logam-logam berbahaya yang lainnya. Hasil analisis dengan menggunakan voltameter menunjukkan bahwa buangan merkuri yang digunakan dalam kegiatan praktikum adalah cukup tinggi seperti pada Gambar 5.9. Logam merkuri tersebut hanya digunakan di laboratorium kimia anorganik khususnya pada praktikum kimia anorganik II. Logam merkuri digunakan sebagai reagen dalam bentuk raksa (II) klorida dan raksa (I) nitrat. Berdasarkan perhitungan dari kurva standar (Gambar 5.10) dengan persamaan garis Y = - 7,92.10-5X - 2,96.10-5 dengan regresi (R) = 0,999 sehingga diperoleh kandungan merkuri yang terbuang sekitar 14,771 ppm (perhitungan selengkapnya di Lampiran 2)

Gambar 5.9 Hasil analisis pembuangan logam Hg di laboratorium kimia

Menurut Widowati dkk (2008) merkuri sangat toksik sehingga penggunaan Hg dalam industri sebaiknya dikurangi, termasuk dalam industri farmasi, kedokteran gigi, pembuatan baterei dan pembuatan lampu flouresence. Logam merkuri dikelompokkan sebagai top six toxic threats bersama dengan timbal, kromium, arsen, pestisida dan radionuklida (Rouf and Raheim, 2017). Keberadaan logam merkuri yang terbuang dari hasil kegiatan di laboratorium tersebut cukup besar, yaitu 14,7 ppm. Menurut SNI 7387 (2009) menyatakan bahwa toksisitas merkuri adalah 0,005 mg/kg bb sebagai merkuri total atau 0,0016 mg/kg bb sebagai metil merkuri Darmono (2001).

Merkuri merupakan salah satu logam berat yang berbahaya dan dapat terjadi secara alamiah di lingkungan sebagai hasil dari perombakan mineral di alam melalui proses iklim dari angin dan air. Merkuri di alam berada dalam bentuk merkuri metalik, merkuri sulfida, merkuri klorida dan metil merkuri. Berdasarkan data dari Balai besar sumber daya lahan pertanian menunjukkan bahwa merkuri dapat ditemukan pada ikan laut atau kerang secara alamiah  0,1 mg/kg dan juga dalam beras 0,20 mg/kg. Merkuri dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui penyerapan udara yang mengandung bau atau uap metalik merkuri atau saat mengkonsumsi pangan yang tercemar merkuri. Apabila terjadi kontak dengan kulit maka dapat menyebabkan alergi, dimana reaksinya tergantung dari daya tahan tubuh seseorang.

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 -0.002 -0.001 0.000 0.001 0.002 0.003 A ru s ( konsentrasi (ppm)

Gambar 5.10 Kurva standar logam Hg yang ditentukan dengan voltameter

Dokumen terkait