• Tidak ada hasil yang ditemukan

GARUT DENGAN PEMBERIAN PELLET YANG MENGANDUNG LIMBAH TAUGE DAN

SEPTIANA LILIAN ANGGRAINI D14096015

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

iv Judul : Tingkah Laku Harian dan Pola Makan pada Domba Garut dengan Pemberian Pellet yang Mengandung Limbah Tauge dan Legum Indigofera sp.

Nama : Septiana Lilian Anggraini

NIM : D14096015

Menyetujui, Pembimbing Utama

Dr. Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc. NIP. 1963028 198803 1 002

Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS NIP: 19611005 198503 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004

v RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kurnia, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung, Sumatera Barat pada tanggal 6 September 1988. Penulis merupakan anak dari Bapak Suratno dan Ibu Suharti.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 27 Kurnia Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung tahun 1994 dan berhasil menyelesaikan pendidikan dasar tersebut pada tahun 2000 selanjutnya Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Sitiung Kabupaten Dharmasraya dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Dharmasraya Kabupaten Dharmasraya dan lulus pada tahun 2006. Tahun 2006, Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak, Direktorat Program Diploma, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur PMDK (Penyaringan Minat dan Bakat). Tahun 2009 Penulis melanjutkan pendidikan kejenjang S1 di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah mengikuti Praktek Kerja Lapang pada dua tempat yang berbeda yaitu Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Perah (UPTD BPPT-SP) Cikole, Lembang-Bandung dan PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten. Penulis melakukan penelitian sebagai tugas akhir untuk gelar S1 dengan judul Tingkah Laku Harian dan Pola Makan pada Domba Garut dengan Pemberian Pellet yang Mengandung Limbah Tauge dan Legum

vi KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah me-limpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi berjudul “Tingkah Laku Harian dan Pola Makan pada Domba Garut dengan Pemberian Pellet yang Mengandung Limbah Tauge dan Legum

Indigofera sp.”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada peternakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Populasi domba di Indonesia saat ini mencapai 10.915.000 ekor (Statistik Peternakan, 2010). Domba lokal mempunyai beberapa keunggulan, antara lain mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan tropis, tidak mengenal musim kawin, bersifat prolifik, dan kebal terhadap beberapa macam penyakit serta parasit. Pemeliharaan domba secara baik dapat mempengaruhi tingkah laku domba. Skripsi ini merupakan hasil penelitian mengenai tingkah laku harian dan tingkah laku pola makan domba di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mendapatkan banyak bimbingan, arahan dan masukan dari Dr. Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc. selaku pembimbing utama dan Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. selaku pembimbing anggota. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan dan bermanfaat bagi pembaca pada umum-nya.

Bogor, September 2012

vii DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT ... ii RIWAYAT HIDUP ... v KATA PENGANTAR ... vi DAFTAR ISI ... vii DAFTAR TABEL ... viii DAFTAR GAMBAR ... ix PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Domba Lokal ... 3 Domba Garut ... 3 Tingkah Laku ... 4 Tingkah Laku Mencari Makan dan Minum ... 5 Tingkah Laku Ruminasi ... 6 Tingkah Laku Agonistik ... 7 Tingkah Laku Membuang Kotoran (Defekasi dan Urinasi) .... 7 Tingkah Laku Istirahat dan Tidur ... 8 Tingkah Laku Bersuara atau Vokalisasi ... 9 Tingkah Laku Merawat Diri ... 9 Pellet ... 9 Konsumsi Pakan ... 12 Kesejahteraan Hewan... 13 MATERI DAN METODE ... 15 Lokasi dan Waktu ... 15 Materi ... 15 Ternak ... 15 Bahan dan Peralatan ... 15 Pakan dan Minum ... 16 Prosedur ... 16 Persiapan ... 16 Pemeliharaan dan Pelaksanaan ... 17 Pengumpulan Data ... 17 Rancangan dan Analisis Data ... 18 Peubah ... 18 Analisis Data ... 20 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21 Suhu dan Kelembaban Lingkungan ... 21

viii Kondisi Lingkungan ... 21 Tingkah Laku Harian Domba pada Pemberian Jenis Pakan Pellet ... 22

Tingkah Laku Harian yang Berhubungan dengan Tingkah Laku Makan ... 22 Tingkah Laku Harian yang Berhubungan dengan Tingkah

Laku Sosial ... 27 Tingkah Laku Harian yang Berhubungan dengan Tingkah

Laku Ketidaknyamanan ... 31 Tingkah Laku Harian Domba pada Waktu yang Berbeda dengan

Pemberian Pellet Limbah Tauge ... 35 Tingkah Laku Harian yang Berhubungan dengan Tingkah

Laku Makan ... 36 Tingkah Laku Harian yang Berhubungan dengan Tingkah

Laku Sosial ... 38 Tingkah Laku Harian yang Berhubungan dengan Tingkah

Laku Ketidaknyamanan ... 39 Tingkah Laku Harian pada Waktu yang Berbeda dengan Pemberian

pellet Indigofera sp ... 40 Tingkah Laku Harian yang Berhubungan dengan Tingkah

Laku Makan ... 41 Tingkah Laku Harian yang Berhubungan dengan Tingkah

Laku Sosial ... 41 Tingkah Laku Harian yang Berhubungan dengan Tingkah

Laku Ketidaknyamanan ... 42 Tingkah Laku Pola Makan Domba pada Pemberian Jenis Pakan

yang Berbeda ... 43 Tingkah Laku Pola Makan pada Waktu yang Berbeda dengan

Pemberian Pellet Limbah Tauge ... 47 Tingkah Laku Pola Makan pada Waktu yang Berbeda dengan

Pemberian Pellet Indigofera sp ... 50 KESIMPULAN DAN SARAN ... 53 Kesimpulan... 53 Saran ... 53 UCAPAN TERIMAKASIH ... 54 DAFTAR PUSTAKA ... 55

viii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tingkah Laku Domba ... 5 2. Komposisi Pakan Ternak Penelitian Berdasarkan Uji Proksimat

(%) ... 16 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Harian Kandang Penelitian. ... 22 4. Rataan Hasil Tingkah Laku Harian pada Domba dengan

Pemberian Pakan yang Berbeda. ... 23 5. Tingkah Laku Harian Domba pada Waktu yang Berbeda dengan

Pemberian Pellet Limbah Tauge... 36 6. Tingkah Laku Harian Domba pada Waktu yang Berbeda dengan

Pemberian Pellet Indigofera sp. ... 40 7. Rataan Hasil Tingkah Laku Pola Makan pada Domba dengan

Pemberian Pakan yang Berbeda. ... 43 8. Tingkah Laku Pola Makan pada Waktu yang Berbeda dengan

Pemberian Pellet Limbah Tauge... 48 9. Tingkah Laku Pola Makan pada Waktu yang Berbeda dengan

ix DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.(a) Limbah Tauge Segar, (b) Limbah Tauge Kering Udara... 11 2. (a) Indigofera sp. Segar, (b) Indigofera sp. Kering Udara ... 11 3. Pellet Limbah Tauge dan Pellet Indigofera sp. .. ... 12 4. (a) Kandang, (b) Timbangan Pakan... 16 5. Thermohygrometer ... 19 6. Tingkah Laku Makan... 24 7. Tingkah Laku Minum ... 25 8. Tingkah Laku Defekasi ... 26 9. Tingkah Laku Sosial Domba... 27 10. (a) Tingkah Laku Istirahat, (b) Tingkah Laku Tidur ... 28 11. Tingkah Laku Merawat Diri... 30 12. Tingkah Laku Merawat Diri Antar Individu. ... 31 13. Tingkah Laku Menjilat ... 31 14. (a) Sebelum Penelitian, (b) Saat Penelitian. ... 32 15. Tingkah Laku Menanduk. ... 33 16. Tingkah Laku Vokalisasi. ... 34 17. Tingkah Laku Ruminasi. ... 49

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan ternak ruminansia yang memiliki potensi besar untuk dikembangbiakkan. Menurut Wiradarya (2004), usaha pada ternak domba bagi masyarakat petani masih cenderung bersifat usaha sampingan atau belum sepenuhnya berorientasi komersial, sehingga sistem usaha yang dilakukan tradisional dengan skala pemilikan usaha yang relatif sedikit. Usaha domba tersebut secara bertahap harus dijadikan usaha pokok sehingga dapat dijadikan sumber pendapatan utama bagi masyarakat petani atau peternak. Usaha ternak yang komersil tersebut harus menyertakan Good Farming Practice (GFP), salah satunya adalah faktor pakan yang berfungsi sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan dan reproduksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1999), yang mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produksi antara lain, pemberian pakan, kondisi ternak dan lingkungan serta sistem pemeliharaan.

Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktifitas peternakan di negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi khususnya selama musim kemarau. Melihat kandungan hijauan yang belum dapat mencukupi kebutuhan nutrisi domba dan sifat ketersediaannya yang sulit diperoleh pada musim kemarau, salah satu alternatif baru yaitu dengan memanfaatkan limbah pasar berupa limbah tauge dan penggunaan legume

Indigofera sp. yang kemudian diolah dalam bentuk pellet.

Limbah adalah produk sisa yang hampir tidak digunakan dari suatu kegiatan pertanian (Judoamidjojo, 1989). Limbah tauge merupakan sisa dari produksi pembuatan tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan tauge dan jika tidak dimanfaatkan akan dapat mencemari lingkungan serta tidak mempunyai nilai ekonomi. Potensi limbah tauge di kota Bogor berkisar antara 951-1426 kg/hari (Rahayu et al., 2010). Menurut Winarno (1981), limbah hasil pertanian dapat dirubah menjadi komoditi yang baru sehingga mempunyai nilai ekonomis, seperti bahan pangan, makanan ternak, energi, dan pupuk. Legum

2 kering sehingga dapat menjadi sumber pakan pada musim kemarau, genangan air dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al.,2007). Namun demikian, legume

Indigofera sp. memiliki sifat bulky dan mudah rusak sehingga hijauan tersebut akan diolah dalam bentuk pellet supaya dapat meningkatkan daya simpan.

Pellet yaitu bentuk dari bahan pakan atau ransum yang dibentuk dengan cara menekan dan memadatkan melalui lubang cetakan secara mekanis (Hartadi et al.,1990). Pellet mempunyai kelebihan antara lain mengurangi sifat keambaan pada pakan, meningkatkan nilai nutrisi pakan, dapat mengurangi ternak dalam memilih pakan dan mengurangi jumlah pakan yang terbuang, energi yang terbuang lebih rendah selama pengunyahan, dan meningkatkan palatabilitas.

Perubahan pakan dalam manajemen produksi dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku yang akan berdampak terhadap produktivitas ternak. Belum banyak penelitian yang dilakukan berkenaan dengan tingkah laku domba dengan pemberian pakan pellet, sebagai tahap awal perlu diketahui tingkah laku domba seperti tingkah laku harian yang meliputi aktivitas makan, minum, defekasi, urinasi, sosial, istirahat, merawat diri, menjilat dan menggigit benda lain,

agonistik, dan vokalisasi serta tingkah laku pola makan yang meliputi aktivitas memeriksa pakan, mengamati pakan, mengambil pakan, mengunyah pakan, ruminasi, dan remastikasi. Penelitian ini diharapkan dengan pemberian pellet limbah tauge dan legum Indigofera sp., produksi meningkat dan kesejahteraan hewan tidak terganggu. Menurut Moss (1992), parameter kesejahteraan hewan harus memenuhi tiga hal, yaitu tingkah laku yang diperlihatkan oleh ternak normal, ternak dapat berproduksi secara normal serta ternak tersebut sehat dan bebas dari luka.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tentang tingkah laku harian dan pola makan pada domba garut jantan dengan pemberian pakan limbah tauge dan legum Indigofera sp. dalam bentuk pellet.

3 TINJAUAN PUSTAKA

Domba Lokal

Domba termasuk ordo Actiodactyla, sub ordo Ruminantia, famili Bovidae, genus Ovis, dan species Ovis aries (Mason, 1984). Domba hidup secara berkelompok-kelompok. Tiap kelompok mempunyai pemimpin, biasanya yang menjadi pemimpin adalah yang tertua dari anggota kelompoknya (Hafez, 1984). Domba mempunyai celah pada bagian atas bibir yang memungkinkan dapat merumput rapat dengan tanah (Klem, 1984).

Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap pakan yang buruk dan iklim tropis serta beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki bentuk tubuh kecil, warna bulu yang seragam, ekor kecil, dan tidak terlalu panjang.

Domba Garut

Domba garut terdapat di Jawa Barat terutama di daerah Garut, Majalengka, Kuningan, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, Bandung, Sumedang, Indramayu, dan Purwakarta. Domba garut merupakan hasil persilangan antara beberapa bangsa domba yang berbeda. Persilangan merupakan salah satu cara untuk perbaikan mutu genetik ternak, yaitu dengan mengawinkan ternak dari bangsa yang berbeda. Kawin silang antar bangsa yang berbeda adalah sistem persilangan yang banyak dilakukan di negara-negara sedang berkembang, dilakukan dengan tujuan untuk mengambil keuntungan dari gejala heterosis dan kualitas-kualitas baik dari dua bangsa atau lebih yang mempunyai tipe yang jelas berbeda yang terdapat di dalam kombinasi yang saling melengkapi.

Domba garut telah berkembang sejak tahun 1864 dari persilangan domba merino dan domba cape (diperkirakan dari Afrika Selatan) dengan domba lokal yaitu domba ekor pendek (Devendra dan Mc ILroy, 1992). Hasil dari persilangan diharapkan performa generasi pertama akan melebihi rataan performa tetuanya, sehingga untuk mengevaluasi hasil persilangan secara sederhana dapat dilakukan dengan membandingkan performa ternak hasil persilangan dengan salah satu tetuanya.

4 Umur pubertas domba garut dicapai lebih awal, tidak memiliki sifat kawin musiman sehingga sangat menguntungkan untuk kondisi tropis dan dapat beranak sepanjang tahun. Domba jantan memiliki berat sekitar 60–80 kg sedangkan domba betina memiliki berat antara 30–50 kg. Ciri fisik pada domba garut jantan yaitu bertanduk, berleher besar dan kuat, dengan corak warna putih, hitam, cokelat atau campuran ketiganya. Ciri domba betina adalah dominan tidak bertanduk, kalaupun bertanduk namun kecil dengan corak warna yang serupa domba jantan. Domba garut adalah jenis domba tropis bersifat prolifik yaitu dapat beranak lebih dari dua ekor dalam satu siklus kelahiran dan dalam periode satu tahun domba garut dapat mengalami dua siklus kelahiran.

Tingkah Laku

Ethologi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku hewan, yang berasal dari kata ethos yang berarti karakter dan logos yang berarti ilmu. Mengamati dan mempelajari tingkah laku hewan berarti menentukan karakteristik dan respon hewan terhadap lingkungan. Menurut Gonyou (1991), selama ada interaksi ternak akan menimbulkan respon berupa tingkah laku terhadap lingkungan yang dihadapinya. Tingkah laku hewan dipengaruhi oleh dua faktor, antara lain faktor dalam dan faktor luar individu yang bersangkutan, faktor dalam antara lain hormon dan sistem syaraf sedangkan faktor luar antara lain cahaya, suhu dan kelembaban (Grier, 1984).

Tingkah laku hewan dapat diketahui berdasarkan komunikasi, keagresifan dan struktur sosial, irama biologis dan tidur, tingkah laku sexual, tingkah laku maternal (keibuan), dan tingkah laku makan dan minum (Houpt, 2005). Terjadinya tingkah laku makan, disebabkan karena adanya makanan yang merupakan rangsangan dari luar dan adanya rasa lapar yang merupakan rangsangan dari dalam. Menurut Hafez et al., (1969), tingkah laku domba secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 1.

5 Tabel 1. Tingkah Laku Domba

Tingkah Laku Gambaran Karakteristik

Ingestif Merumput, makan tunas-tunas, mengunyah, menjilat

garam, menyusui, dan mendorong dengan hidung.

Shelter-seeking

Bergerak ke bawah pohon, ke dalam kandang, berkumpul bersama untuk menjauhkan lalat, saling berdesakan pada keadaan iklim yang sangat dingin, dan membuat lubang di tanah serta berbaring.

Investigatory

(memeriksa lingkungan)

Mengangkat kepala, mengarahkan mata dan telinga serta hidung ke arah gangguan atau mencium domba lainnya.

Allelomimetik

(berkelompok)

Berjalan, berlari, merumput, tidur sama, dan menumbuk rintangan dengan kaki tegak secara bersamaan.

Agonistik

Mengkais, menanduk, mendorong dengan bahu, lari bersama, dan menerjang (menendang dan berkelahi, mela-rikan diri dan menanduk).

Eliminatif

(pengeluaran)

Posisi untuk urinasi, membungkukkan punggung dan membengkokkan kaki (anak domba jantan).

Care-giving

Menjilati serta menggigit membran plasenta pada anak, membungkukkan punggung untuk memberi kesempatan anak menyusu, mencium anak domba mulai dari ekor, dan mengembik/berteriak pada ternak dewasa bilamana dipi-sahkan dari kelompoknya.

Keterangan: Hafez, et al., (1969).

Tingkah Laku Mencari Makan dan Minum

Pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan tingkah laku makan pada ternak. Menurut Cambell (2003), aktivitas makan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidup, performa produksi dan reproduksi. Pakan yang memiliki tingkat palatabilitas yang tinggi maka konsumsi pakan akan tinggi begitu juga sebaliknya terhadap pakan yang memiliki palatabilitas rendah maka akan terjadi penurunan konsumsi pakan.

Menurut Hafez (1984), domba pada sistem pengembalaan kontinu mem-punyai sifat sangat selektif memilih hijauan, umumnya memilih hijauan yang pendek-pendek yang disukainya. Intensitas dan metode pengembalaan yang berbeda akan memberikan pengaruh terhadap produksi susu dan pertambahan bobot badan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku merumput pada

6 domba antara lain: 1) umur, keadaan fisiologis dan kebutuhan zat makan, 2) faktor tanaman yaitu jenis hijauan, palatabilitas dan tingkat ketinggian tanaman dan 3) faktor lingkungan yaitu hujan, temperatur dan kelembaban.

Menurut Leibholz (1985), pada temperatur yang tinggi maka waktu merumput akan lama, waktu ruminasi singkat dan waktu istirahat akan lama. Umumnya domba mempunyai dua periode merumput yang berhubungan dengan waktu matahari terbit dan matahari tenggelam. Periode merumput domba adalah 4-7 kali tiap 24 jam dengan total waktu merumput 9-11 jam (Dudzinski dan Arnold, 1979).

Tingkah laku makan pada pemberian pellet biasanya dimulai dari mencium, mengamati, memeriksa, mengambil, mengunyah, dan menelan pakan, sedangkan pada hijauan dengan cara memilih, merenggut dengan cara menarik dan mendorong mulut ke depan-atas atau belakang-bawah sambil mendengus, mengunyah, dan menelan. Aktivitas makan pada domba secara umum dilakukan dengan cara mengambil pakan langsung dengan menggunakan bibir atas dan bibir bawah kemudian dikunyah sebelum ditelan. Jika pakan dalam wadah tinggal sedikit, domba mengambil pakan menggunakan lidahnya, hal ini diperkirakan untuk mempermudah dalam pengambilan pakan.

Aktivitas minum merupakan total konsumsi air, termasuk air yang terkandung di dalam pakan hewan. Air digunakan untuk kebutuhan hidup domba, diantaranya untuk pencernaan, thermoregulator dan sebagai pelarut zat-zat makanan maupun senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam tubuh. Aktivitas minum pada domba dilakukan dengan cara mendekatkan mulutnya ke tempat air minum yang telah disediakan kemudian lidahnya dijulurkan ke dalam air secara berulang-berulang, ujung lidah digerakkan sehingga air dapat masuk ke dalam mulutnya.

Tingkah Laku Ruminasi

Ruminasi merupakan tingkah laku yang dominan pada ternak ruminansia. Tingkah laku ruminasi merupakan pengeluaran makanan dari rumen yang dimun-tahkan ke mulut yang ditandai dengan adanya bolus yang bergerak ke arah atas kerongkongan dari rumen. Hal ini sejalan dengan pendapat Dudzinski dan Arnold,

7 (1979), yang mengatakan bahwa ruminasi merupakan proses memakan kembali bolus setelah makanan masuk dalam rumen. Jika ternak dengan pemberian pakan pellet, kemungkinan ukuran bolus yang bergerak ke atas kerongkongan tidak sama dengan ternak yang diberikan pakan berupa hijauan. Domba membutuhkan sepertiga waktu dalam sehari untuk ruminasi. Menurut Afzalani et al.,(2006), pada ternak domba bahwa jumlah periode ruminasi 9–18 kali dan jumlah siklus ruminasi dalam satu periode ruminasi sebanyak 12–35 kali.

Tingkah Laku Agonistik

Tingkah laku agonistik merupakan interaksi sosial antara satwa yang dikategorikan dalam beberapa tingkat konflik, yaitu dalam memperoleh makanan, pasangan seksual dan perebutan wilayah istirahat dengan melakukan tindakan yang bersifat ancaman menyerang dan perilaku patuh (Hart,1985). Pada umumnya sebelum berkelahi domba akan mengendus-ngendus dan akan terus berkelahi sampai salah satu dari mereka menyerah dan berhenti. Menurut Tomaszewaska et al.,(1991), agonistik berasal dari kata latin yang berarti berjuang. Agonistik

merupakan suatu kegiatan mengkais, menanduk dan mendorong dengan bahu (Hafez et al., 1969).

Perilaku agonistik merupakan hal yang sangat penting dalam mem-pertahankan hubungan dominan dan subordinat antara tingkatan sosial spesies. Jika sistem pengembalaan di padang rumput dengan sumber makanan dan air yang banyak tersedia, keadaan perilaku dominan tidak jelas terlihat, tetapi ini akan terlihat nyata dalam keadaan berdesakan (Tomaszewaska et al., 1991). Menurut Campbell (2003), diantara variasi spesies domestik mamalia, jantan lebih banyak menyukai pertarungan daripada betina, tetapi betina melakukan hal yang sama pada kondisi melindungi anaknya. Tingkah laku agonistik pada domba jantan diperlihatkan pada saat berkelahi dengan mundur terlebih dahulu kemudian menyerang dengan cara menumbukkan kepala atau tanduknya pada kepala lawan (Ensminger, 2002).

Tingkah Laku Membuang Kotoran (Defekasi dan Urinasi)

Kotoran domba memiliki bentuk yang khas yaitu berbentuk bulat hitam sedangkan urin berbentuk cair berwarna kuning. Domba jantan pada saat

8 membuang kotoran cukup berdiri tegak serta menggoyangkan ekornya. Domba pada saat defekasi atau urinasi bisa disembarang tempat dan bukan pada tempat yang sama seperti khusus di sudut kandang. Tingkah laku membuang kotoran pada umumnya terjadi beberapa jam setelah makan maupun sedang makan. Menurut Hart (1985), tingkah laku membuang kotoran dipengaruhi oleh pakan yang dimakan serta karakter fisiologis dari tiap hewan tersebut.

Aktivitas defekasi pada domba dilakukan dengan cara mengangkat ekor baik dengan melengkung atau berdiri lurus kemudian menggoyang-goyangkannya atau menggerak-gerakkannya sampai keluarnya kotoran setelah itu ekor digerak-gerakkan kembali. Aktivitas membuang kotoran ini dapat dilakukan secara bersamaan dengan aktivitas makan, berdiri, bergerak, bermain, merawat diri, istirahat, dan makan.

Proses urinasi yang umum pada jantan yaitu air mengucur ke bawah dari bawah perut. Jumlah dan komposisi urin berubah-ubah, hal ini dipengaruhi oleh bahan makanan, berat badan, usia, jenis kelamin, dan kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, aktivitas tubuh, dan kondisi kesehatan. Posisi domba pada saat urinasi yaitu cukup dengan berdiri dan sedikit merenggangkan kedua kaki belakang.

Tingkah Laku Istirahat dan Tidur

Aplikasi tingkah laku istirahat pada hewan antara lain tidur, berbaring atau berdiri yang terkadang diselingi dengan merawat tubuh dan duduk. Menurut Fraser (1975), istirahat pada hewan adalah waktu yang digunakan oleh seekor hewan dengan tidak melakukan satu kegiatan apapun. Frekuensi istirahat yang tinggi terjadi pada hewan yang dipelihara secara intensif dengan pakan yang dikontrol oleh manusia.

Aktivitas istirahat penting dilakukan untuk memamah biak, mencerna makanan, memproduksi energi, dan memberikan kesempatan pada otot untuk mengendur-ngendurkan otot yang tegang akibat aktivitas yang telah dilakukan. Menurut Fraser (1990), tingkah laku istirahat dan tidur berfungsi untuk menghindari bahaya predator agar posisinya tidak mudah terlihat dan tidak mudah ditemukan oleh pemangsa, serta untuk menghemat energi yang digunakan oleh tubuh. Aktivitas istirahat pada domba dilakukan dengan cara mengawali dengan

9 menekuk pergelangan kedua kaki depan ke arah belakang diikuti menundukkan kepala kemudian dilanjutkan dengan menekuk pergelangan kedua kaki belakang

Dokumen terkait