• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kitab ini adalah karangan Ibnul Qayyim dan ditulisnya setelah berhubungan dengan Ibnu Taimiyyah. Yang menguatkan pendapat ini adalah bahwa Ibnul Qayyim telah menyebutkan kitab ini dalam kitabnya at-Tibyan. Ibnul Qayyim juga telah menyebutkan gurunya, Ibnu Taimiyyah kurang lebih sepuluh kali dalam kitab ar-Ruh dengan mengutip pendapat-pendapatnya serta menyebutkan pendapat yang dipilihnya.

Di samping itu, ditemukan ada sekelompok tokoh autobiografer Ibnul Qayyim telah menyebutkan kitab ini dalam buku-buku karangan mereka. Mereka itu seperti al-Hafizh Ibnu Hajar dalam ad-Durar al-Kâminah (IV/23), as-Suyuthi dalam Baghayah al-Wu’at (1/63), Ibnu al-’Ammad dalam asy-Syadzarat (VI/170), asy-Syaukani dalam al-Badr at-Thali’ (11/144), Haji Khalifah dalam

Kasyfazh-Zunun (11/1421), al-Baghdadi dalam Hadiyah al-’Ãrifin (11/158) dan

al-Alusi dalam Jala’u al-’Ainain .

Ilmu yang diberikan oleh Allah kepada manusia amat sedikit. Apalagi yang berkaitan dengan masalah roh. Maka ketika banyak orang yang bertanya-tanya tentang roh, Allah Memerintahkan Rasul-Nya masuk untuk menjawab, “Roh itu adalah urusan Rabb-ku. Ilmu manusia yang dangkal, lalu muncul penasaran mereka tentang roh, diterangkan Allah dalam satu rangkaian ayat, yaitu Al-Isra’ : 85.

Boleh jadi para sahabat tidak menuntut jawaban yang lebih detail dari Rasulullah berkenaan dengan masalah roh, karena satu dua alasan, seperti corak-corak kehidupan saat itu yang belum terlalu komplek. Maka ketika kehidupan

manusia semakin berkembang, interaksi sosial semakin melebar, dan hingga kini seakan tidak ada lagi sekat yang memisahkan satu komunitas manusia dengan yang lain, maka tuntutan mereka pun semakin beragam, termasuk tuntutan untuk mengetahui lebih jauh fenomena roh.

Sebenarnya dari kehidupan Rasulullah dan para sahabat sendiri cukup banyak fenomena kehidupan rohani, dalam pengertian suatu alam tersendiri yang berbeda dengan kehidupan nyata ini. Dan inilah rupanya yang hendak diangkat Ibnul Qayyim, apalagi banyak masalah yang masih tersamar, sementara banyak orang yang ingin mendapat penjelasan. Atas dasar inilah Ibnul Qayyim menulis sebuah Kitab tentang Roh yang mengupas secara detail segala permasalahan yang ada walaupun tidak sedetail apa yang diharapkan.

Dalam Kitab Ibnul Qayyim, ar-Rȗh terdapat kontroversi dan perdebatan, karena topik permasalahannya sendiri cukup berat dan rentan sehinga banyak pihak yang setuju dan tidak setuju. Seperti pertanyaan yang berkenaan dengan sampai tidaknya pahala shadaqoh orang yang masih hidup, yang dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal. Dalam kitabnya ini ketika ditulis, Ibnul Qayyim belum banyak berkolaborasi dengan Syaikhnya, Ibnu Taimiyyah, pasangan guru dan murid yang menjadi symbol kelurusan aqdiyah, syar’iyyah dan akhlak Islam, yang sama-sama menyeru kepada Al-Qur’an dan As-sunnah, yang sama-sama memerangi bid’ah.3

2. Sistematika penulisan dan penyusunan kitab ar-Rȗh karangan Ibnul Qayyim al-Jauziyah

3

Kathur Suhardi, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Roh, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,1999) hal 15

Dalam penyusunan dan penulisan kitabnya terkandung berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan roh orang-orang yang sudah mati maupun yang masih hidup, disertai dalil-dalil dari Kitab, Sunnah, atsar dan pendapat para ulama yang pilihan. Terdapat 21 bab yang terdapat dalam kitabnya itu yang berkenaan dengan masalah roh, antara lain :

1. Apakah orang yang sudah meninggal dunia mengetahui ziarah Orang yang hidup?

2. Apakah roh orang-orang yang meninggal dunia bisa saling bertemu, berkunjung dan mengingat?

3. Apakah roh orang yang hidup bisa bertemu dengan roh orang yang sudah meninggal?

4. Roh atau badankah yang mati?

5. Apakah setelah Roh berpisah dengan badan, ia membentuk rupa tertentu sesuai dengan gambarannya, atau bagaimana dengan keadaan yang pasti? 6. Apakah Roh dikembalikan ke mayat di dalam kubur saat mendapat

pertanyaan?

7. Apa jawaban kita dalam menghadapi orang-orang yang mengingkari kenikmatan dan siksaan kubur?

8. Mengapa siksa kubur tidak disebutkan dalam al-Qur’an? Apa hikmahnya?

9. Apa sebab-sebab yang mendatangkan siksa bagi penghuni kubur? 10.Apa yang bisa menyelamatkan dari siksa kubur?

11.Apakah pertanyaan kubur, ditunjukkan kepada semua manusia, orang muslim, munafik dan kafir, ataukah hanya kepada sebagian di antara

mereka saja?

12.Apakah pertanyaan Munkar dan Nakir hanya ditunjukkan kepeda umat ini atau juga ditunjukkan kepada umat-umat yang lain?

13.Apakah anak-anak juga mendapat pertanyaan di dalam kubur? 14.Apakah siksa kubur terus menerus ataukah terputus?

15.Dimana keberadaan roh antara saat meninggal hingga hari kiamat?

16. Apakah roh yang sudah meninggal dapat mengambil manfaat dari usaha orang yang masih hidup?

17.Apakah roh itu lama ataukah baru dan makhluk?

18.Manakah yang lebih dahulu diciptakan, roh ataukah badan? 19.Apakah hakikat jiwa itu?

20.Apakah jiwa dan roh itu sesuatu yang satu ataukah dua Sesuatu yang saling berubah-ubah?

21.Apakah jiwa itu satu ataukah tiga?4

3. Pandangan Para Tokoh terhadap Ibnul Qayyim al-Jauziyah

Disiplin ilmu yang didalami dan dikuasainya hampir meliputi semua ilmu syariat dan ilmu alat. Ibnu Rajab, muridnya, mengatakan, “Dia pakar dalam tafsir dan tak tertandingi, ahli dalam bidang ushuluddin dan ilmu ini mencapai puncak di tangannya, ahli dalam fikih dan ushul fikih, ahli dalam bidang bahasa Arab dan memiliki kontribusi besar di dalamnya, ahli dalam bidang ilmu kalam, dan juga ahli dalam bidang tasawuf.

4

Dia berkata juga, “Saya tidak melihat ada orang yang lebih luas ilmunya dan yang lebih mengetahui makna Al-Qur’an, Sunnah dan hakekat iman daripada Ibnu Qayyim. Dia tidak makshum tapi memang saya tidak melihat ada orang yang menyamainya.

Ibnu Katsir berkata, “Dia mempelajari hadits dan sibuk dengan ilmu. Dia menguasai berbagai cabang ilmu, utamanya ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu ushuluddin, dan ushul fikih. Beliau adalah termasuk orang yang berakhalak baik, tidak suka menghasud dan membenci, serta orang yang rajin ibadahnya.

Adz-Dzahabi berkata, “Dia mendalami hadits, matan dan perawinya. Dia menggeluti dan menganalisa ilmu fikih. Dia juga menggeluti dan memperkaya khasanah ilmu nahwu, ilmu ushuluddin, dan ushul fikih.

Ibnu Hajar berkata, “Dia berhati teguh dan berilmu luas. Dia menguasai perbedaan pendapat para ulama dan mazhab-mazhab salaf.5

As-Suyuthi berkata, “Dia telah mengarang, berdebat, berijtihad dan menjadi salah satu ulama besar dalam bidang tafsir, hadits, fikih, ushuluddin, ushul fikih, dan bahasa Arab.

Ibnu Tughri Burdi berkata, “Dia menguasai beberapa cabang ilmu, di antaranya tafsir, fikih, sastra dan tata bahasa Arab, hadits, ilmu-ilmu ushul dan furu’. Dia telah mendampingi Syaikh Ibnu Taimiyyah setelah kembali dari Kairo tahun 712 H dan menyerap darinya banyak ilmu. Karena itu, dia menjadi salah satu tokoh zamannya dan memberikan manfaat kepada umat manusia.6

5

Ibnul Qayyim al-Jauziyah, ar-Ruh, hal 7

6

BAB III

Dokumen terkait