• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. PENELITIAN UTAMA

2. Serat

polisakarida penyusun dinding sel sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Komponen utama penyusun serat pangan Komponen

Tidak larut air Larut air Selulosa Galaktomannan Xilan Xiloglucan Lignin Pektin Arabinogalaktan Arabinoxilan β-glucan

Sumber : Johnson (1993) di dalam Meuser (1993).

Yuliani (2004), melakukan hidrolisis asam dan basa terhadap tepung serat mengkudu dengan tujuan memperbaiki sifat serat pangan dari mengkudu terutama sifat kelarutan serat. Rendemen serat mengkudu yang didapatkan sebesar 58,55 – 89,07 % dengan nilai kelarutan dalam air sekitar 0,5628 – 4,2677 %. Hidrolisis asam dan hidrolisis basa dilakukan karena membutuhkan biaya yang relatif murah dibanding hidrolisis enzim.

O CH2OH H OH H OH H H OH H OH O CH2OH H H OH OH H H OH H OH O CH2OH H H OH OH H OH H H OH O H H H OH OH H H OH H OH OH OH H H H OH HOH2C H O O H CH3 H OH H OH OH H H OH O H CH3 OH H H OH H OH H OH O COOH H OH H OH H H OH H OH O COOH H H OHOH H H OH H OH O COOH H H MeO OH H H OH H OH Arabinosa Xilosa

Galaktosa Glukosa Mannosa

Fukosa Rhamnosa

Asam galakturonat Asam glukuronat 4-O-Me-Asam glukoronat

Gambar 4. Komponen utama penyusun polisakarida dietary fiber (Birch dan Parker, 1983).

E. HIDROLISIS

Hidrolisis adalah pemecahan kimiawi suatu molekul karena pengikatan air sehingga menghasilkan molekul-molekul yang lebih kecil (Gaman dan Sherrington, 1981). Reaksi hidrolisis dapat dipercepat dengan penambahan asam ataupun enzim sebagai katalis.

X -Y + H2O HX + YOH

Hidrolisis berarti pembelahan suatu molekul oleh air, jika molekul terbelah, maka hidrogen dari air akan melekat pada salah satu produk, sedangkan gugus –OH akan melekat pada produk lainnya [Wilbraham & Matta (1992) di dalam Yuliani (2004)].

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah singkong varietas lokal berumur + 9 bulan yang diperoleh dari petani di daerah Darmaga, Bogor. Bahan kimia yang digunakan adalah asam klorida teknis konsentrasi 37 % food grade, NaOH, H2SO4, Fenol, DNS dan bahan kimia lainnya yang digunakan untuk analisis.

Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu Erlenmeyer 2000 ml, penangas air, otoklaf, labu Erlenmeyer vakum, pompa vakum, oven, disk mill yaitu alat untuk memperkecil ukuran, Kett Whiteness Meter yaitu alat untuk mengukur tingkat derajat putih serat, spektrofotometer serta beberapa peralatan gelas dan peralatan laboratorium lainnya yang digunakan untuk analisis.

B. METODE

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap penelitian utama.

1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan adalah analisa proksimat yaitu menentukan komposisi kimia singkong.

2. Penelitian utama.

Penelitian utama adalah proses hidrolisis asam klorida dan mengkaji pengaruh penambahan asam klorida terhadap produk hasil hidrolisis berupa hidrolisat pati dan serat.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan percobaan acak lengkap faktor tunggal. Rumus rancangan percobaan sebagai berikut :

Y

ij

= µ + α

i

+ Є

ij

Y

ij

=

Nilai pengamatan (parameter) yang dipengaruhi perlakuan penambahan asam klorida

µ =

Nilai rataan umum

α

i = Pengaruh perlakuan perbedaan penambahan asam klorida

Є

ij

=

Galat

Analisis dilakukan terhadap hasil hidrolisis asam klorida berupa hidrolisat pati dan serat pangan.

Untuk hidrolisat pati diuji tingkat kejernihan, gula pereduksi dan total gula, dari hasil analisis gula pereduksi dan total gula didapat nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Degree of Polymerization (DP).

Analisis untuk serat pangan yaitu uji sifat fisik terdiri dari rendemen dan derajat putih. Uji fungsional serat pangan yang terdiri dari uji daya serap air dan kelarutan serat dalam air serta analisis komposisi serat yang terdiri dari kadar serat pangan larut, kadar serat pangan tidak larut dan kadar total serat pangan, prosedur analisis dapat dilihat dalam Lampiran 1.

C. TATA LAKSANA

1. Persiapan bahan

Singkong yang digunakan terlebih dahulu dikupas kulit luarnya, dicuci dengan air dan dipotong untuk memperkecil ukurannya agar mempermudah pemarutan. Hasil parutan singkong digunakan untuk uji proksimat bahan dan proses hidrolisis.

2. Analisis proksimat bahan

Analisis proksimat terhadap bahan singkong dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia secara umum yang terdiri dari kadar air, abu, lemak, protein dan kandungan karbohidrat.

3. Penelitian utama.

Sejumlah kecil asam klorida ditambahkan kedalam singkong yang sudah ditambahkan air sampai dengan pH 2,3. Kondisi hidrolisis dan bahan dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Bahan pra hidrolisis Perla-kuan [HCl] Jumlah Singkong Parut (g) Volume Air (ml) Volume HCl (ml) Konsentrasi larutan HCl (% b/b) Konsentrasi substrat (% b/v) I 4 % 500 550 60 0,214 81,97 II 6 % 500 550 40 0,219 84,75 III 8 % 500 550 30 0,221 86,20

Gelatinisasi pati disertai pengadukan secara merata di atas penangas air pada suhu 65 – 70 oC dilakukan selama + 15 – 20 menit sampai dengan singkong tergelatinisasi seluruhnya.

Hidrolisis dilakukan dalam otoklaf selama 60 menit pada suhu 121

o

C. Hasil hidrolisis didinginkan dan disaring dengan kain saring dan dibantu dengan sistem vakum menggunakan labu Erlenmeyer vakum, cawan Buchner dan pompa vakum untuk membantu mempercepat penyaringan.

Setelah disaring, serat hasil penyaringan dicuci atau dibilas dengan air hangat atau air panas sekitar 70 – 100 oC sebanyak + 1000 ml. Hasil hidrolisat pati dianalisis sebelum dinetralkan.

Serat dikeringkan dalam oven suhu 55 oC selama + 2 – 3 hari sampai dengan bobot konstan, kemudian serat dihaluskan sampai dengan ukuran 40 mesh, setelah dihaluskan serat dianalisis. Diagram alir proses penelitian utama dapat diilihat pada Gambar 5.

Gelatinisasi pati T= 60 – 70 oC dengan pengadukan merata 500 g singkong parut + 550 ml air + HCl Hidrolisat pati NaOH Air + 1000 ml Serat basah

Air cucian serat

Serat

Serat Slurry singkong

dalam Erlenmeyer 2000 ml

Hidrolisis asam dalam

otoklaf T= 121oC t = 1 jam Filtrasi dg bantuan pompa vakum Analisa hidrolisat pati Penetralan Hidrolisat pati netral Pencucian serat Dikeringkan dalam oven T = 55 oC Penghalusan dg disk mill 40 mesh Analisa serat

IV. PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Pada penelitian pendahuluan dan penelitian utama digunakan daging umbi singkong. Dari umbi singkong utuh sekitar 1 kg, setelah dikupas dan dibersihkan didapat sekitar 730 g daging umbi, 260 g kulit singkong dan sisanya potongan kecil sekitar 10 g.

Gambar 6. Umbi singkong

Dalam penelitian pendahuluan, penentuan komposisi kimia singkong (proximate), meliputi kadar air, karbohidrat, protein, lemak dan abu. Data tersebut tersaji dalam Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Analisis proksimat singkong

Komposisi Parameter (% bk) (% bb) Balagopalan (1988) (% bb) Tjokroadikoesoemo (1986) (% bb) Kadar air 149,25 59,88 59,40 62,50 Kadar karbohidrat* 94,14 37,77 38,10 34,7 Kadar lemak 0,85 0,34 0,20 0,3 Kadar protein 3,69 1,48 0,70 1,2 Kadar abu 1,32 0,53 1,0 - * by difference

Kandungan air merupakan parameter penting untuk produk pertanian, Perbedaan kandungan air dalam bahan pertanian dapat dipengaruhi oleh varietas, umur tanam, unsur hara tanah dan iklim. Menurut Winarno (1995) kandungan air terutama dalam bahan hasil pertanian menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan tersebut. Batas kadar air minimum dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15 %. Berdasarkan hasil penelitian kadar air dari bahan baku singkong yang digunakan mengandung kadar air sekitar 59,88 %. Menurut Balagopalan (1988), nilai kadar air singkong adalah 59,40 % sedangkan menurut Tjokroadikoesoemo (1986) kadar air singkong mencapai 62,50 %.

Kadar karbohidrat bahan baku singkong yang digunakan sekitar 37,77 %, hasil ini merujuk pada pustaka Balagopalan (1988) bahwa kadar karbohidrat singkong adalah 38,10 %, sedangkan menurut Tjokroadikoesoemo (1986), kadar karbohidrat singkong sekitar 34,7 %. Di dalam karbohidrat terdapat kandungan pati dan serat, kedua bahan ini merupakan bagian penting untuk menghasilkan gula (hidrolisat pati) dan serat yang dihasilkan dari hidrolisis singkong secara langsung oleh asam klorida.

Selain analisis kadar air dan karbohidrat yang merupakan parameter penting dalam penelitian ini, terdapat kadar lemak dan protein dalam bahan baku singkong. Kadar lemak dan protein masing-masing menunjukkan hasil yang relatif kecil, tetapi kandungan lemak dalam bahan yang mengandung pati dapat mengganggu proses gelatinisasi karena lemak mampu membentuk kompleks dengan amilosa sehingga menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Sedangkan kadar protein dapat menyebabkan viskositas pati menurun.

Kadar abu pada suatu bahan menunjukkan kandungan mineral anorganik sisa pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550 °C. (Apriyantono et al., 1988). Berdasarkan hasil pengamatan, kadar abu yang diperoleh adalah 0,53 %. Menurut Balagopalan (1988), kadar abu singkong dapat mencapai 1,0 %.

Hasil analisis komposisi karbohidrat singkong menunjukkan angka sebesar 37,77 %, dibandingkan kadar lemak dan protein yang menunjukkan

angka yang relatif kecil. Komponen karbohidrat yang tinggi, menjadikan singkong dapat digunakan sebagai makanan pokok. (Tjokroadikoesoemo,1986).

Karakteristik kimia penyusun singkong dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti varietas, umur tanam, kondisi tanah, iklim, dan sebagainya. Semakin lama umur tanam, kandungan air, pati, dan serat singkong akan semakin menurun sementara kadar gula meningkat (Balagopalan, 1988).

B. PENELITIAN UTAMA.

Penelitian utama adalah proses hidrolisis singkong dengan penambahan asam klorida. Produk yang dihasilkan dari proses hidrolisis ini adalah hidrolisat pati dan serat pangan. Bahan singkong parut ditambahkan sejumlah air serta ditambahkan sejumlah kecil asam klorida sampai dengan pH 2,3. Kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan dihirolisis dengan otoklaf selama 1 jam dengan suhu 121 oC. Penambahan asam klorida dalam penelitian ini merupakan faktor tunggal dalam proses hidrolisis.

1. Hidrolisat pati

Kandungan pati merupakan komponen penting untuk menghasilkan produk hidrolisat pati. Menurut Gaman dan Sherrington (1992), hidrolisis pati dapat dilakukan oleh asam atau enzim. Molekul pati mula-mula pecah menjadi unit-unit rantaian glukosa yang lebih pendek yang disebut dekstrin. Dekstrin dipecah lagi menjadi maltosa kemudian terurai menjadi glukosa.

Pada proses hidrolisis pati, air akan bereaksi antara ikatan dua unit glukosa membentuk gugus hidroksil baru. Reaksi ini dapat dipercepat dengan peningkatan suhu. Bila reaksi dihentikan sebelum sempurna sejumlah fraksi akan terbentuk yaitu dekstrin dan malto-oligosakarida [Tegge (1984) di dalam Dziedzik dan Kearsley (1984)].

Asam akan merusak pati secara acak dan sebagian besar akan membentuk gula-gula pereduksi. Tingkat konversi pati dapat diukur berdasarkan kandungan gula pereduksi. Dimana konversi pati secara sempurna akan menghasilkan 100 % dekstrosa [Palmer (1970) di dalam Birch, Green, dan Coulson (1970)].

Gambar 7. Mekanisme hidrolisis pati oleh asam [diadaptasi dari Schoch (1991) di dalam Pomeranz (1991)].

Dalam penelitian ini, hidrolisis dilakukan terhadap bahan singkong parut, sehingga bukan hanya pati yang terdapat pada bahan tersebut, melainkan terdapat bahan polisakarida lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan lain-lain, tetapi proses hidrolisis asam akan merusak pati yang mempunyai struktur lebih fleksible (ikatan α-(1–4)-D-glukosa) terlebih dahulu, selanjutnya proses hidrolisis asam akan merusak struktur amorf terlebih dahulu sebagaimana menurut Murphy (2000) di dalam Phillips dan William (2000), bahwa pada hidrolisis asam, asam akan merusak dan memutus ikatan polimer terutama bagian amorf.

Berdasarkan parameter umum yang digunakan untuk menghitung kandungan hidrolisat pati, dianalisis kandungan gula pereduksi dan total gula, nilai DE dan DP serta nilai kejernihan hidrolisat pati. Hasil analisis hidrolisat pati dapat dilihat pada Tabel 7.

Hidrolisis Asam

Panas + Air + Asam

Tabel 7. Hasil analisis hidrolisat pati PERLAKUAN ANALISIS I II III Total Gula (mg/ml) 23,45 23,87 24,17 Gula Pereduksi (mg/ml) 11,97 13,30 14,85 Dextrose Equivalent (DE) 51,43 56,02 61,49 Degree of Polymerization (DP) 1,96 1,80 1,63 ejernihan (% T) 97,39 96,57 96,28

a. Gula Pereduksi dan Total Gula

Hasil pengukuran gula pereduksi menunjukkan nilai yang berbeda antara ketiga perlakuan. Nilai gula pereduksi berkisar antara 11,97 mg/ml - 14,85 mg/ml. Nilai gula pereduksi yang tertinggi sebesar 14,85 mg/ml didapatkan dari perlakuan III. Nilai total gula juga menunjukkan nilai yang berbeda antara ketiga perlakuan, kisarannya yaitu 23,45 mg/ml – 24,17 mg/ml. Nilai total gula yang tertinggi sebesar 23,45 mg/ml didapatkan dari perlakuan III Histogram nilai gula pereduksi dan total gula dapat dilihat pada Gambar 8 dibawah ini.

Gambar 8. Histogram nilai gula pereduksi

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji lanjut Duncan

0 2 4 6 8 10 12 14 16 I II III Perlakuan m g /m l

a b

c

Hasil analisis keragaman terhadap gula pereduksi menunjukkan perbedaan perlakuan dalam hidrolisis singkong secara langsung, berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%, menunjukkan perbedaan yang nyata antara ketiganya yaitu gula pereduksi hasil hidrolisis perlakuan I, II dan III. Analisis keragaman terhadap total gula menunjukkan perbedaan perlakuan dalam hidrolisis singkong secara langsung, tidak berpengaruh nyata. Data hasil gula pereduksi dan total gula serta hasil analisis keragamannya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Asam klorida sebagai katalis dalam proses hidrolisis, akan memotong ikatan polisakarida khususnya pati dengan ikatan (14) menjadi gula sederhana. Menurut Tjokroadikoesoemo (1986) gula-gula sederhana tersebut adalah maltosa, maltotriosa, α-limit dekstrin dan oligosakarida. Oligosakarida seperti maltosa, maltotriosa, maltotetrosa, maltopentosa, dan maltoheksosa, bersifat reduktif (Winarno, 1997).

Menurut Tjokroadikoesoemo (1986), hidrolisis asam sepenuhnya terlaksana secara acak, dan sebagian gula yang dihasilkannya berupa gula pereduksi, maka pengukuran gula pereduksi tersebut dapat dijadikan alat pengontrol kualitas hasil.

Pada hasil analisis menunjukkan nilai total gula lebih besar dari gula pereduksi, hal ini menunjukkan bahwa dalam hidrolisis menggunakan asam klorida, kemungkinan degradasi polisakarida pati maupun non pati seperti selulosa dan hemiselulosa sangat besar, sehingga seluruh sakarida hasil hidrolisis teranalisa oleh metode fenol sulfat sebagai jumlah total gula. Total gula menunjukkan jumlah karbohidrat yang terkandung dalam hidrolisat, baik senyawa reduktif maupun non-reduktif.

b. Dextrose Equivalent (DE) dan Degree of Polymerization (DP)

Nilai DE dan DP didapat dari perhitungan gula pereduksi dan total gula. Nilia DE didapat dari gula pereduksi dibagi total gula dikali 100, sedangkan nilai DP didapat dari total gula dibagi gula pereduksi. Pada penelitian ini nilai DE dan DP menunjukkan nilai yang berbeda antara ketiga perlakuan. Nilai DE berkisar antara 51,43 – 61,49 sedangkan nilai DP berkisar antara 1,96 – 1,63. Nilai DE yang tertinggi sebesar 61,49 didapatkan oleh hidrolisis perlakuan III, sedangkan nilai DP tertinggi sebesar 1,96 didapatkan oleh hidrolisis perlakuan I.

Hasil analisis keragaman terhadap DE dan DP hidrolisat pati menunjukkan perbedaan perlakuan dalam hidrolisis singkong secara langsung, tidak berpengaruh nyata. Data nilai DE dan DP dan hasil analisis keragaman DE dan DP dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pada hidrolisis sempurna, pati seluruhnya dikonversi menjadi dekstrosa, derajat konversi tersebut dinyatakan dengan Dextrose Equivalent (DE), dari larutan tersebut diberi indeks 100. (Tjokroadikoesoemo,1986).

Menurut Wurzburg (1989), DE (Dextrose Equivalent) atau angka pereduksi menunjukkan jumlah gula pereduksi dari pati atau turunannya yang dihitung sebagai nilai dekstrosa pada bobot kering, sedangkan DP (Degree of Polimerization) menunjukkan rata-rata jumlah unit monomer yang terkandung dalam molekul. Dalam hal ini DP mengindikasikan rata-rata jumlah unit glukosa.

Menurut Tjokroadikoesoemo (1986), meskipun sesungguhnya nilai DE hanya memberikan sedikit gambaran tentang kandungan gula pereduksi di dalam larutan, namun besaran ini dapat dipakai secara tidak langsung untuk mengukur jenis dan kuantitas gula-gula yang ada didalam larutan (spektrum gula).

Dari hasil penelitian nilai DE hidrolisat pati nilainya naik dari 51,43 – 61,49 seiring dengan perbedaan perlakuan asam dalam hidrolisis. Menurut Tjokroadikoesoemo (1986), konversi asam

umumnya terbatas sampai DE 55, konversi diatas 55, DE akan menghasilkan banyak zat warna dan timbulnya rasa pahit. Menurut Tegge (1984) di dalam Dziedzik dan Kearsley (1984), zat warna dan zat berasa pahit tersebut kemungkinan besar adalah 5-hidroksimetil furfural yang dapat terdekomposisi kemudian menjadi levulinat dan asam format.

Nilai DP menurun dari 1,96 – 1,63, seiring dengan perbedaan perlakuan yang digunakan dalam hidrolisis. Hal ini disebabkan oleh perbedaan konsentrasi asam klorida dalam perlakuan, sehingga asam klorida yang lebih kuat akan lebih kuat mendegradasi polisakarida dalam bahan, sehingga nilai DP yang menunjukkan angka rata-rata unit monomer dalam suatu molekul akan menurun.

Hasil hidrolisat pati seperti diatas dengan nilai DE sekitar 51 sampai dengan 61, berdasarkan Tabel 8 komposisi gula (Jackson et al, 1979), produk hidrolisis tersebut sebagian besar terdiri dari komponen dekstrosa dan maltosa. Sehingga produk ini bisa diaplikasikan sebagai gula cair dalam berbagai industri pangan seperti industri minuman, industri permen (sweets dan hard candies), selai dan pengalengan

buah-buahan (Tjokroadikoesoemo,1986). Menurut McDonald (1984) di dalam

Kearsley dan Dziedzic (1984), sirup glukosa dapat diaplikasikan di berbagai industri makanan seperti industri confectionary misalnya pembuatan karamel, fondan, cream, gum, jellies dan lain-lain. Sirup glukosa dapat digunakan dalam industri fermentasi yang menghasilkan asam laktat, asam sitrat, etanol dan lain-lain [Wood dan O’rourke (1995) di dalam Kearsley dan Dziedzic (1995)]. Perkembangan penggunaan hidrolisat pati dari singkong di Indonesia, belakangan ini bisa digunakan sebagai substitusi gula merah dalam memproduksi kecap.

Tabel 8. Komposisi gula dalam sirup glukosa hasil hidrolisis asam Dextrose Equivalent Sirup glukosa 30 34-36 42-43 55 Dekstrosa Maltosa Maltotriosa Maltotetrosa Maltopentosa Maltoheksosa Maltoheptosa Higher sugars 10,0 9,0 10,0 8,0 7,0 6,0 5,0 45,0 13,5 11,5 10,0 9,0 8,0 6,0 5,5 36,5 19,0 14,0 12,0 10,0 8,0 7,0 5,0 25,0 31,0 18,0 13,0 10,0 7,0 5,0 4,0 12,0 Sumber : Jackson et al. (1979).

c. Kejernihan

Pengukuran kejernihan dilakukan terhadap hidrolisat pati hasil hidrolisis. Hidrolisat pati diukur dengan spektrofotometer pada absorbansi 660 nm. Pada penelitian ini nilai kejernihan menunjukkan nilai yang berbeda antara ketiga perlakuan dalam hidrolisis. Nilai kejernihannya berkisar antara 97,39 %T – 96,28 % T. Nilai kejernihan tertinggi didapat oleh perlakuan I dengan nilai 97,39 %T.

Hasil analisis keragaman terhadap kejernihan hidrolisat pati menunjukkan perbedaan perlakuan dalam hidrolisis singkong secara langsung, tidak berpengaruh nyata. Data hasil kejernihan hidrolisat pati dan hasil analisis keragaman terhadap nilai kejernihan hidrolisat pati dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pada hidrolisis singkong, peningkatan konsentrasi Asam klorida dalam ketiga perlakuan akan mengakibatkan meningkatnya degradasi polisakarida dalam komponen singkong. Komponen polisakarida seperti pati, selulosa, hemiselulosa, lignin, dan yang lainnya akan terhidrolisis menjadi unit-unit molekul sakarida yang lebih kecil. Selain itu partikel-pertikel terlarut akan semakin banyak yang menyebabkan tingkat kejernihan menurun.

Kejernihan hidrolisat pati berkaitan dengan kandungan partikel yang larut. Warna coklat pada hidrolisat dapat disebabkan oleh reaksi antara gula pereduksi dengan senyawa nitrogen (reaksi Maillard). Hasil

reaksi Maillard gula pentosa menghasilkan furfural dan gula heksosa menghasilkan hidroksimetil furfural yang warna coklat (Winarno, 1995).

Reaksi hidrolisis pati dengan katalis asam juga disertai sejumlah reaksi samping yang menghasilkan produk yang lebih besar atau lebih kecil dari glukosa. Proses dehidrasi intramolekuler glukosa akan terjadi menghasilkan 5-hidroksimetil furfural yang dapat terdekomposisi kemudian menjadi levulinat dan asam format. Proses ini diikuti dengan reaksi kompleks yang menyebabkan warna coklat yang disebut melanoidin [Tegge (1984) di dalam Dziedzik dan Kearsley (1984)].

Menurut Tjokroadikoesoemo (1986), kejernihan dan kualitas warna dipengaruhi oleh kandungan ISSP (In Soluble Starch Particles) dalam pati. ISSP adalah partikel-partikel pati yang tersusun atas sebagian besar amilosa yang saling bergandengan membentuk rantai lurus (linear).

Gambar 9. Tingkat kejernihan hidrolisat pati pada beberapa perlakuan

2. Serat

Kandungan pati dalam singkong memegang peranan penting dalam menghasilkan produk hidrolisat pati, tetapi dalam hidrolisis singkong secara langsung menggunakan asam klorida, bukan hanya pati yang dihidrolisis melainkan semua komponen yang ada dalam singkong termasuk serat. Menurut Winarno (1997), serat merupakan polisakarida penguat tekstur yang umumnya tidak dapat dicerna oleh tubuh. Serat berasal dari dinding sel tanaman dan terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan non-karbohidrat seperti polimer lignin, gum, dan mucilage.

Southgate dan Englyst (1985) di dalam Trowell et al (1985) menambahkan bahwa komponen serat pangan berasal dari dinding sel tanaman yang dibangun atas struktur yang kompleks. Polisakarida bersama protein dan lignin membangun struktur dinding sel yang kokoh pada tanaman. Dinding tersebut tersusun dari struktur dasar berupa mikrofibril selulosa dan matriks polisakarida dimana antar bagiannya dipisahkan oleh senyawa pektin yang berbentuk amorf [Aman dan Westerlund (1996) di dalam Eliasson (1996)].

Menurut Radley (1976), asam akan menghidrolisis semua jenis polisakarida yang mampu terhidrolisis. Oleh karena itu, hidrolisis asam mampu mendegradasi komponen pati dan non-pati dalam suatu polisakarida. Dengan demikian hidrolisis asam akan mendegradasi komponen pati yang lebih amorf atau ikatan antar molekulnya lemah, disamping itu asam akan menyerang bagian lainnya dari kompleks polisakarida tanaman yang lebih amorf seperti pektin, gum, hemiselulosa dan selulosa, secara bertingkat sesuai kekuatan strukturnya masing-masing. Berikut Gambar 10 menunjukkan struktur dari dinding sel tanaman.

Gambar 10. Diagram struktur dinding sel tanaman [Selvendran (1983)

di dalam Birch dan Parker (1983)].

Serat yang dihasilkan dari pemisahan hasil hidrolisis singkong, dihitung dan dianalisis berdasarkan sifat fisik, kimia dan fungsionalnya. Tabel 9 di bawah ini menyajikan hasil analisis serat yang dihasilkan.

Tabel 9. Hasil analisis serat

PERLAKUAN ANALISIS

I II II Rendemen (% bk) 3,66 3,57 3,40 Derajat Putih (%) 39,50 36,50 35,75 Daya Serap Air (% bk) 678,60 677,18 672,56 Kelarutan (% bk) 2,36 3,26 4,90 Serat Pangan Tidak larut ( % bk) 80,99 80,40 79,14 Serat Pangan Larut ( % bk) 8,30 7,68 8,37 Total Serat Pangan ( % bk) 89,29 88,08 87,51

Xiloglukan Mikrofibril

(selulosa) ˜50 Ǻ

˜800Ǻ

Ruang antar fibril

Matriks Polisakarida Bagian kristal Bagian Amorf

Dinding sel utama Lamella tengah 0,5 – 2 µm

a. Rendemen

Nilai rendemen serat didapat dari berat kering bahan parutan singkong yang dihidrolisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah rendemen serat, akan berbeda antara ketiga perlakuan dalam menghidrolisis bahan singkong, nilai rendemen serat hasil hidrolisis langsung bahan singkong berkisar antara 3,66 % - 3,40 %. Nilai rendemen serat terbesar didapatkan dari perlakuan I sebesar 3,66 %.

Hasil analisis keragaman terhadap rendemen serat singkong menunjukkan perbedaan perlakuan dalam hidrolisis singkong secara langsung, tidak berpengaruh nyata. Data rendemen serat dan hasil analisis keragaman rendemen serat singkong dapat dilihat pada Lampiran 3.

Penurunan rendemen dari 3,66 % - 3,40 %, menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam klorida dalam ketiga perlakuan dalam hidrolisis, semakin kuat tingkat degradasi polisakarida dalam singkong. Polisakarida terhidrolisis menjadi oligosakarida, disakarida maupun monosakarida.yang mempunyai ukuran lebih kecil. Nilai rendemen yang berkisar antara 3,66 % - 3,40 % dari berat kering bahan awal parutan singkong sebanyak 500 g, menunjukkan bahwa selain pati, serat akan ikut terhidrolisis sehingga nilainya akan semakin kecil.

Nilai rendemen merupakan parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk. Pada bahan pangan, semakin tinggi rendemennya, semakin tinggi nilai ekonomis produk tersebut dan semakin rendah nilai rendemennya maka produk dinilai kurang ekonomis. (Yuliani, 2004).

b. Derajat Putih

Derajat putih serat diukur dengan alat Kett Whiteness Meter dengan perbandingan terhadap putihnya BaSO4 dengan nilai derajat

Dokumen terkait