• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Sebelumnya Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dikenal sebagai Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Syariah (SWBI), menurut Wirdyaningsih (2005:149) Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) merupakan isntrumen kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip syariah.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia N0. 2/9/PBI/2000, yang dimaksud dengan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah Sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah (Pasal 1 Ayat 4). Sedangkan

32 yang dimaksud dengan wadiah disini adalah perjanjian penitipan dana anara pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercayakan untuk menjaga dana tersebut (Pasal 1 Ayat 3).

Selanjutnya perubahan perundangan-undangan tentang pencabutan Sertifikat Wadia Bank Indonesia (SWBI) menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), berdasarkan PBI Nomoe 10/11/PBI/2008, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) diterbitkan sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan akad ju’alah (Peraturan Bank Indonesia 2008).

Ju’alah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas atau pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama (Arifin, 2009:36). Instrumen ini menjadi masukan yang positif bagi perbankan syariah. Pasalnya sebelum diterbitkannya Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ini sebelumnya menggunakan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dimana jika dibandingkan dengan SBI konvensional memiliki perbedaan bonus atau return yang sangat berbeda. Untuk itu Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai ganti Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) setelah

33 mendapat izin dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Dalam peraturan Bank Indonesia SBI Syariah diterbitkan melalui mekanime lelang. Pihak yang berhak mengikuti lelang adalah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) baru dapat mengikuti lelang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) jika memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana terdapat pada Pasal 7 Ayat (1): Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) dapat memiliki Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) melalui penjualan pembelian SBIS secara langsung atau melalui perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing.

 Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia Syariah

 Menggunakan akad Ju’alah

 Satuan unit sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah)

 Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan

 Diterbitkan tanpa warkat

 Dapat digunakan pada Bank Indonesia, dan

 Tidak dapat diperdagangkan dipasar sekunder.

1. Mekanisme dan Penyelesaian Transaksi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Dalam transaki SBIS yang menggunakan akad Ju’alah terdapat mekanime-mekanime yang harus diikuti dan dipatuhi oleh Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) didalam

34 menjalankan mekanime lelang SBIS, adapun mekanisme yang harus dijalankan sebagai berikut:

a. Mekanisme Lelang SBIS

1. Bank Indonesia (BI) mengumumkan rencana lelang SBIS paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang SBIS, antara lain meliputi:

(a) BUS dan UUS yang dapat mengikuti lelang SBIS (FDR > 80% dan tidak sedang dikenakan sanki pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS);

(b) Jangka waktu SBIS;

(c) Tingkat imbal, yang mengacu kepada tingkat diskonto hasil lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka waktu sama yang diterbitkan bersama dengan penerbitan SBIS dengan ketentuan sebagai berikut:

 Dalam hal lelang SBIS menggunakan metode fixed rate tender, maka imbalan SBIS ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang tingkat diskonto hasil lelang SBI.

 Dalam hal lelang SBI menggunakan metode variabel rate tender, maka imbalan SBIS ditetapkan sama dengan rata- rata tertimbang tingkat diskonto hasil lelang SBI.

(d) Tanggal transaki, dan (e) Tanggal setelmen.

35 b. Pada hari pelaksanaan lelang SBIS (hari Rabu pukul 10.00 –

12.00), BUS, UUS, Pialang mengajukan penawaran kuantitas SBIS yang dibeli kepada Bank Indonesia cq Derektorat Pengawasan Moneter kepada Biro Operasional Moneter (BI cq. DPM – BopM) melalui BI-SSSS.

c. BI cq DPM-BopM mengumumkan hasil lelang SBIS setelah window time SBIS ditutup pada hari pelasanaan lelang, secara individual kepada pemegang lelang melalui BI-SSSS dan secara keseluruhan memalui BI-SSSS dan sistem Laporan Harian Bank Umum (LHBU).

d. BI menetapkan kualitas pemegang lelang SBIS berdasarkan jumlah penawaran kualitas yang diterima atau berdasarkan jumlah penawaran kualitas yang diterima atau berdasarkan perhitungan kualitas secara proporsional.

e. BI cq. DPM-PTPM melakukan penyelesaian hasil lelang SBIS pada hari kerja yang sama dengan hari pelaksanaan lelang SBIS, dengan cara sebagai berikut:

(a) Mendebet rekening giro pemegang lelang dalam rangka penyelesaian dana; dan

(b) Mengkredit rekening surat berharga pemenang lelang dalam rangka penyelesaian surat berharga; masing-masing sebesar hasil nominal SBIS yang dimenangkan.

36 f. Dalam hal BUS dan UUS tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi untuk menutup seluruh kewajiban penyelesaian dana sebagaimana dimaksud pada butir 1.a sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, maka hasil lelang SBIS yang dimenangkan BUS atau UUS yang bersangkutan dinyatakan batal.

g. BI juga dapat membatalkan hasil lelang SBIS antara lain dalam hal penawaran yang masuk dinilai berada di luar kewajaran dari pemikiran potensi likuiditas. Pembatalan tersebut diumumkan oleh BI setelah window time ditutup pada hari pelaksanaan lelang melalui BI-SSSS dan secara keseuruhan melalui BI-SSSS dan sisten LHBU.

Adapun pengertian BI-SSSS adalah Bank Indonesia-Scripless Scurities Settlement Sistem yaitu sistem yang menghubungkan secara langsung secara elektronik antara peserta, penyelengara dan sistem Bank Indonesia, sedangkan BI-RTGS adalah Real Time Gross Settlement menurut PBI Nomor 10/6/PBI/2008 tentang RTGS ialah suatu sistem transfer dana elektronik antara peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika pertransaksi secara individu.

2.Sanksi

Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) akan dikenakan sanksi jika transaksi Sertifikat Bank Indonesia Syariah

37 (SBIS) oleh BUS atau UUS dinyatakan batal karena dua hal. Pertama, tidak memiliki saldo rekening giro yang cukup unruk memenuhi kewajiban penyelesaian transaksi pembelian SBIS. Yang kedua, tidak memiliki rekening surat berharga dan saldo rekening giro yang cukup untuk menyelesaikan transaksi pembelian SBIS. Sanksi yang akan dikenakan adalah sebagai berikut:

a. Terdapat pembatalan hasil lelang SBIS karena saldo rekening giro yang tidak mencukupi, BUS dan UUS dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar 1/1000 (satu per seribu) dari nominal SBIS yang dibatalkan atau paling banyak sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliyar rupiah) untuk setiap pembatalan.

b. Apabila dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, BUS dan UUS telah mendapatkan teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali, maka selain mendapatkan sanksi terguran tertulis dan kewajiban membayar, BUS dan UUS juga dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS sampai dengan lelang minggu berikutnya dan larangan mengajukan Repo SBIS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut (Peraturan Bank Indonesia, 2008)

3.Mekanisme Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Selain mekanisme lelang SBIS juga terdapat mekanisme Repo SBIS dimana BUS dan UUS dapat merepokan SBIS miliknya kepada Bank Indonesia dengan terlebih dahulu menandatangani perjanjian

38 penggunaan SBIS dalam rangka Repo SBIS. Terdapat Repo SBIS, Bank Indonesia akan mengenakan biaya kepada BUS atau UUS. Adapun mekanisme Repo SBIS adalah sebagai berikut:

a. Bank Indonesia (BI) cq. DPM-Bop mengumumkan biata Repo SBIS dan jangka waktu Repo.

b. BUS dan UUS yang sebelumnya telah menandatangani Perjanjian Penggunaan SBIS dalam jangka Repo dan tidak sedang dalam pengenaan sanksi.

c. Terhadap Repo SBIS, dikenakan biaya Repo SBIS.

d. BI cq. DPM-PTPM melakukan penyelesaian Surat Berharga dan penyelesaian dalam rangka Repo SBIS yaitu pada waktu pelaksanaannya (Bank Indonesia, 2008).

4.Perbedaan Antara Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Sebagaimana peraturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) mengantikan kebijakan peraturan sebelumnya yaitu peraturan Bank Indonesia No. 6/7/PBI/2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Dengan keluarnya peraturan baru ini maka Peraturan Bank Indonesia No. 6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang SWBI dicabut dan telah dinyatakan tidak berlaku (Bank Indonesia, 2008).

39 Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang dalam prekteknya menggunakan akad Ju’alah yaitu mekanismenya dalam bentuk lelang dan lelang tersebut akan dimenangkan oleh salah satu BUS dan UUS yang mengikuti lelang dan ridak sedang kena sanksi. Sedangkan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia memakai akad wadiah yang berarti titipan yang bonusnya ditetapkan oleh Bank Indonesia (Bank Indonesia, 2008).

Dokumen terkait