• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Serum bilirubin

Bilirubin adalah suatu pigmen kuning dengan struktur tetrapirol yang tidak larut dalam air, berasal dari destruksi sel darah merah (75%), katabolisma protein hem (22%) dan inaktivasi eritropoesis sum-sum tulang (3%). Bilirubin yang tidak terkonyugasi, di hati akan mengalami konyugasi dengan enzim glukoronil transferase. Selanjutnya bilirubin terkonyugasi akan dikonversi menjadi urobilinogen di colon dan sebagian direabsorpsi dan diekskresikan ginjal dalam bentuk urobilinogen dan dikeluarkan bersama dengan feses sebagai sterkobilin.

Pemeriksaan bilirubin ini dapat dengan menggunakan metode van den Bergh assay, dimana dapat ditentukan tingkat bilirubin total dalam serum dan jumlah bilirubin terkonyugasi ataupun tak terkonyugasi. Pada sirosis hati akan dijumpai peningkatan produksi bilirubin.1,28

2.4 Serum albumin

Albumin merupakan protein plasma terbanyak dalam tubuh manusia. Kadarnya berkisar antara 3,5-5,5 g/dL dan merupakan 60% dari seluruh protein plasma. Kadar

albumin darah merupakan hasil kecepatan sintesis hati dikurangi kecepatan degradasi dan distribusi albumin kedalam ruang intra dan ekstra vaskuler.

Sintesa albumin terutama dihati yaitu sebanyak 9-12 g/hari pada orang dewasa normal dan merupakan 25% dari total protein yang hati setiap hari. Katabolisma albumin terjadi di sel hati, dimana sebanyak ± 15% albumin yang sudah tua usianya akan diurai kembali menjadi berbagai komponen asam amino yang kemudian siap digunakan untuk berbagai sintesis protein yang dibutuhkan tubuh. Sisanya sebanyak 40-60% di sel otot dan kulit. Distribusi albumin terjadi di dalam pembuluh darah maupun di luar pembuluh darah (cairan intertitial). Pada sirosis hati akan dijumpai rendahnya produksi albumin.1,29

2.5 Waktu protrombin

Protrombin (faktor II), faktor VII, IX dan X merupakan faktor koagulasi yang dihasilkan oleh hati dimana dalam pembentukannya memerlukan vitamin K. Vitamin K ini pun dihasilkan di hati. Adapun peranan vitamin K pada tahap karboksilasi gugus gamma glutamil.

Waktu protrombin pertama kali diperkenalkan oleh Quick tahun 1935 dimana prinsip pemeriksaan ini, mengukur lamanya waktu yang dibutuhkan dalam detik untuk pembentukan fibrin dari plasma sitrat, setelah penambahan tromboplastin jaringan dan ion kalsium dalam jumlah optimal. Hasil pemeriksaan waktu protrombin tergantung dari beberapa hal seperti pengambilan bahan, penanganan bahan pemeriksaan, macam reagen yang dipakai dan teknik pemeriksaan. Waktu protrombin merupakan ukuran sintesis sel hati dan pada sirosis hati akan dijumpai pemanjangan waktu protrombin. 1,2

2.6 Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Pada tahun 1960, TTGO termasuk salah satu pemeriksaan rutin dalam membantu menegakkan diagnosa DM. Tetapi kemudian Marvin dkk (1975), menyebutkan bahwa TTGO bukan merupakan rutin karena panjangnya langkah menegakkan diagnosa DM dan ini menjadi kontroversi selama 35 tahun saat itu. Dan akhirnya tahun 1997, American Diabetes Association (ADA) mengeluarkan TTGO dari pemeriksaan rutin untuk penegakkan diagnosa DM.

Tetapi kemudian timbul pertanyaan, kadar glukosa darah berapa dapat memprediksikan peningkatan resiko terjadinya diabetes. Kemudian Qiano dkk, mempublikasikan kembali pemeriksaan TTGO untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dan WHO pada tahun 1999, kemudian merekomendasikan kembali TTGO sebagai pemeriksaan skreening untuk intoleransi glukosa dengan meminum 75 gram glukosa dengan 250 ml air dan kemudian dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah vena puasa, ½ jam, 1 jam, 1½ jam dan 2 jam beban glukosa.

Tetapi tahun 2002, World Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa pada TTGO merupakan pemeriksaan kadar glukosa darah cukup hanya dengan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah beban glukosa.11,12 Schianca dkk (2003), menyatakan bahwa pada TTGO, kadar glukosa darah puasa menggambarkan sensitivitas insulin dan kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa menggambarkan sekresi insulin.30 Sampel darah dapat menggunakan darah dari vena atau kapiler. Bila menggunakan darah kapiler maka kadar glukosa darah dapat diperiksa dengan glucometer.31,32

Penggunaan glucometer dengan sampel darah kapiler telah banyak dilakukan karena mudah melakukan, tidak menyakitkan bagi penderita dan biayanya lebih murah dibandingkan plasma vena serta memiliki keakuratan yang cukup baik. Rolka dkk (2001), mendapatkan bahwa kadar glukosa darah kapiler yang diukur dengan alat glucometer ternyata memiliki sensitivitas 70% dan spesifisitas 90% untuk menegakkan kriteria sesuai kriteria WHO 2002.33

Beberapa studi telah mencoba membandingkan antara hasil kadar glukosa kapiler dengan plasma vena (tabel 2). Hasil kadar glukosa darah dapat dinyatakan dengan mg/dl atau mmol/l. Konversi mmol/l ke mg/dl dikalikan 18 dan konversi mg/dl ke mmol/l dibagi 18 atau kali 0,055.31,32

Tabel 2. Nilai TTGO dari plasma vena atau kapiler dikutip dari 31

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Plasma vena Kapiler mmol/l mg/dl mmol/l mg/dl KGD puasa

- DM ≥7,0 ≥126 ≥7,0 ≥126 - Glukosa Darah Puasa Terganggu ≥6,0 ≥110 ≥6,0 ≥110

(GDPT)

KGD 2 jam beban glukosa

- DM ≥11,0 ≥200 ≥12,2 ≥220 - Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) ≥7,8 ≥140 ≥8,9 ≥160

2.7 Glucometer

Glucometer merupakan alat untuk melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah kapiler (gambar 6). Alat ini pertama kali diperkenalkan tahun 1980 di Amerika Utara dimana saat itu ada 2 jenis yakni glucometer (Bayer) dan Accu-Chek meter (Roche).

Pembacaan nilai kadar glukosa darah dilakukan dari perubahan warna yang terjadi pada strip. Kemudian seiring perkembangan teknologi ditemukan berbagai alat yang semakin kecil, pembacaan nilai kadar glukosa darah secara digital dan harga yang semakin murah untuk strip yang digunakan.31,32

Gambar 6. Glucometer dikutip dari 32

Volume darah yang dibutuhkan ± 0,3-10 µl dari ujung jari, dengan pembacaan dalam satuan mg/dl atau mmol/l tergantung alat yang digunakan.

Glucometer ini menggunakan metode electrochemical dimana pada strip terdapat elektroda enzim mengandung glucose oxidase. Elektroda ini akan mengukur kadar konsentrasi glukosa darah yang melaluinya.

Beberapa penelitian telah menilai keakuratan pemeriksaan kadar glukosa darah kapiler dengan menggunakan glucometer. Pemeriksaan ini ternyata cukup baik dengan sensitivitas 70% dan spesifisitas 90%.32 Weitgasser dkk (2007), mendapatkan bahwa glucometer memiliki keakuratan yang cukup baik, dimana pada analisa error grid berada pada zona A (gambar 7). Pada zona A merupakan daerah klinis yang akurat, zona B ada deviasi > 20%, zone C tidak diperlukan kemungkinan over koreksi, zone D daerah gagal untuk deteksi dan pengobatan dan zone E pengobatan yang salah.34

Gambar 7. Analisa Error grid glucometer dikutip dari 34

Dan beberapa studi telah menggunakan glucometer untuk pemeriksaan kadar glukosa darah sebagai salah satu cara pemeriksaan kadar glukosa darah. Shah dkk (2005), menggunakan glucometer untuk monitoring kadar glukosa darah pada penderita DM yang menerima transplantasi ginjal.35 Gupta dkk (2006), melakukan skrening DM gestational untuk grup resiko tinggi dengan pemeriksaan kadar glukosa darah kapiler.36 Vinita dkk (2006), menggunakan glucometer untuk skrening DM gestational.37

2.8 Retinopati diabetik

Retinopati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik mikroangiopati dari DM tipe 2 yang sering mengganggu arteri kapiler retina, arteriole dan vena. Kerusakan pada barier inner blood retina dan oklusi mikrovaskuler.

Retinopati diabetik merupakan penyebab utama kebutaan. Lamanya penderita menderita DM meningkatkan angka kejadian retinopati diabetik. Di negara berkembang,

12% kasus ini timbul setiap tahunnya. Pada penderita DM tipe 1, kurang lebih dalam 14 tahun akan terjadi sekitar 12,7% gangguan penglihatan dan 2,4% menjadi buta.38,39

Pada hepatogenous diabetes kejadian retinopati diabetik dapat juga terjadi tetapi lebih jarang dibandingkan pada DM tipe 2. Fujiwara dkk (2005), mendapatkan bahwa kejadian komplikasi retinopati diabetik dan kardiovaskuler lebih rendah pada hepatogenous diabetes dibandingkan DM tipe 2 (p<0,05 dan p<0,01).40

Makular edema diabetik merupakan salah satu manifestasi retinopati diabetik dan berperan penyebab kebutaan pada DM tipe 2. Terjadinya makular edema diabetik biasanya lebih dari 10 tahun semenjak DM terjadi.

Hiperglikemia kronik memegang peranan patogenesis terjadinya retinopati diabetik disertai adanya hipertensi dan hiperlipidemia. Dijumpainya perubahan komposisi struktur dan seluler mikrovaskular dengan peningkatkan permeabilitas vaskular dan selanjutnya barier blood retina akan rusak dan mengakibatkan akumulasi cairan ekstraseluler di makula. Perisit yang merupakan komposisi seluler esensial yang berperanan pada perfusi kapiler retina akan rusak sehingga mengganggu hemodinamik retina termasuk autoregulasi aliran darah retina dan akhirnya menimbulkan pembentukan formasi mikroaneurisma. Dan selanjutnya terjadi penebalan membran basalis kapiler dan peningkatan deposisi komponen matrik ekstraseluler. Darah dari vena baru akan masuk ke vitreous.38,39 Adapun gambaran funduskopinya dapat kita lihat pada gambar 839

retinopati diabetik nonproliferatif retinopati diabetik proliferatif

Gambar 8. Retinopati diabetik nonproliferatif dan proliferatif dikutip dari 39

Stadium retinopati diabetik dibedakan atas beberapa stadium no apparent retinopathy, mild, moderate dan severe nonproliferative diabetic retinopathy (tabel 3).38

Dokumen terkait