• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) adalah enzim yang dihasilkan oleh hati. Enzim ALT reptil bersifat tidak spesifik terhadap organ tertentu karena aktivitas ALT juga tinggi pada ginjal reptil. Meskipun demikian, uji ALT pada reptil tidak sensitif untuk mendeteksi penyakit ginjal karena kebanyakan enzim ini terbuang di urin dan sedikit yang masuk ke darah. Uji ALT juga kurang sensitif untuk mendeteksi penyakit hepatoseluler dibandingkan AST. Umumnya, nilai normal ALT pada reptil berada di bawah 20 IU/L (Campbell 2006).

Urea

Urea pada darah adalah hasil metabolit hati yang dilepaskan ke darah untuk diekskresikan melalui ginjal (Rosenfeld & Dial 2010) sehingga uji terhadap urea dapat digunakan untuk memeriksa fungsi ginjal. Namun, fisiologi ginjal reptil berbeda dengan ginjal mamalia. Zat yang diekskresikan oleh ginjal reptil meliputi asam urat, urea, dan ammonia. Kebanyakan protein diubah oleh ginjal reptil menjadi asam urat namun yang menjadi urea sedikit. Oleh karena itu, uji urea untuk mendeteksi penyakit ginjal lebih baik menggunakan uji plasma urea nitrogen (PUN) daripada blood urea nitrogen (BUN). Nilai BUN tidak akan meningkat banyak pada reptil dengan penyakit ginjal. Nilai normal BUN pada kebanyakan reptil berada dibawah 10 mg/dL. Kadar urea normal pada reptil berada dibawah 15 mg/dL. Nilai PUN dapat mencapai 30-100 mg/dL pada spesies reptil yang tinggal di daerah kering. Hal ini merupakan mekanisme untuk mengurangi kehilangan cairan tubuh dengan meningkatkan osmolalitas plasma (Campbell 2006).

Kreatinin

Kreatinin adalah asam amino hasil metabolisme otot. Peningkatan kadar kreantinin disebabkan langsung oleh penurunan fungsi filtrasi glomerulus (Rosenfeld & Dial 2010) sehingga uji terhadap kreatinin dapat digunakan untuk memeriksa fungsi ginjal. Namun fisiologi ginjal reptil berbeda dengan ginjal mamalia sehingga uji ini tidak dapat menjadi indikator penyakit ginjal yang baik pada reptil. Hal ini karena kadar kreatinin yang dibentuk dalam tubuh reptil sangatlah sedikit yaitu dibawah 1 mg/dL (Campbell 2006). Kadar kreatinin berbeda-beda antar spesies reptil. Kreatinin pada reptil karnivora cenderung lebih tinggi (Reavill 2005).

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama bulan Desember 2010 sampai Agustus 2011 di Taman Margasatwa Ragunan dan Laboratorium Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor (RSH IPB). Sebanyak 18 ekor komodo (5 jantan dan 13 betina) dewasa berumur 5-18 tahun yang ditempatkan pada kandang terbuka digunakan dalam penelitian ini.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain adalah syringe dan needle, tabung penampung darah tanpa antikoagulan dan dengan antikoagulan EDTA, mesin automatic hemavet®, mesin biosystem®, gelas objek, mikroskop, kertas saring, kapas, dan tissue. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol, pewarna Giemsa, akuades, minyak imersi, dan alkohol 70%.

Besaran dan Cara Pengambilan Sampel Darah

Sebanyak 5 mL darah komodo diambil menggunakan syringe berukuran 5 mL dari vena coccygealis ventralis pada 1/3 kranial pangkal ekor. Sebanyak 2 mL darah ditampung dalam tabung dengan antikoagulan ethylenediamine tetra-acetic acid (EDTA) untuk pemeriksaan hematologi dan 3 mL lainnya dalam tabung tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan biokimia darah pada serum. Cara pengambilan darah pada vena coccygealis ventralis adalah yang paling mudah pada reptil. Vena ini terletak di ventral garis tengah ekor di antara vertebrae coccygealis. Bagian terbaik untuk mengambil darah adalah antara 1/4 sampai 1/2 bagian dari pangkal ekor (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006).

Pemeriksaan Sampel Darah

Pemeriksaan sampel darah terdiri dari pemeriksaan hematologi dan biokimia darah. Pemeriksaan hematologi terdiri dari total eritrosit, Hct, kadar Hb, MCV, MCH, MCHC, total leukosit, diferensial leukosit (limfosit, monosit,

heterofil, eosinofil, dan basofil), total trombosit, dan LED. Pemeriksaan biokimia darah terdiri dari total protein, albumin, globulin, AST/SGOT, ALT/SGPT, urea, dan kreatinin. Sampel yang diperoleh diperiksa menggunakan mesin automatic hemavet® untuk hematologi dan mesin biosystem® untuk biokimia darah. Pemeriksaan diferensial leukosit dilakukan dengan metode pembuatan sediaan ulas darah dan diamati menggunakan mikroskop. Pembuatan sediaan ulas dibuat dari darah tanpa antikoagulan, lalu difiksasi dengan metanol, dan diwarnai dengan pewarna Giemsa. Pengamatan dengan mikroskop dilakukan dengan perbesaran 10 × 100 lalu jenis-jenis leukosit yang tampak dihitung sampai didapat total 100 sel.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari setiap parameter disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku. Analisis dilakukan secara deskriptif dan dibandingkan dengan referensi yang ada.

Hematologi

Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan dengan kisaran referensi (Tabel 4) pada lampiran.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan hematologi komodo

Parameter Rataan±Simpangan Baku Rataan±Simpangan Baku Referensi* Eritrosit (× 106/mm3) 1,24±0,21 1,46 ±0,42 Hematokrit (%) 38,00±4,57 39,40±5,00 Hemoglobin (g/dL) 13,33±1,59 13,80±1,90 MCV (fL) 311,43±49,88 290,10±135,70 MCH (pg) 109,37±18,74 128,00±30,70 MCHC (g/dL) 35,09±1,22 37,50±7,90 Leukosit (× 103/mm3) 6,53±9,47 7,23±5,24 Heterofil (× 103/mm3) 3,48±4,97 3,19±2,73 Limfosit (× 103/mm3) 2,96±4,69 2,82±2,65 Monosit (× 103/mm3) 0,10±0,19 0,42±0,52 Eosinofil (× 103/mm3) 0,00±0,00 0,01±0,10 Basofil (× 103/mm3) 0,00±0,00 0,09±0,07 Trombosit (× 103/mm3) 3,11±1,60 - LED (mm/jam) 3,94±1,70 1,00±0,00

*Nilai fisiologis pada komodo dewasa berumur di atas 3 tahun (Teare 2002).

Hasil pemeriksaan total eritrosit menunjukkan nilai rataan 1,24±0,21 × 106/mm3. Nilai ini sedikit lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 1,46±0,42 × 106/mm3. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 0,85-1,77 × 106/mm3 dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 0,42-2,61 × 106/mm3 (Teare 2002). Hal ini menandakan tidak ada kelainan jumlah eritrosit. Kelainan jumlah eritrosit yang paling sering terjadi adalah penurunan

jumlah eritosit (anemia). Anemia pada reptil dapat disebabkan hemoragi, hemolisis, dan depresi. Anemia hemoragik dapat disebabkan oleh trauma, parasit penghisap darah, koagulopati, dan lesi ulseratif. Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh septisemia, parasitemia, dan toksemia. Anemia depresi dapat disebabkan oleh agen infeksius, penyakit hati dan ginjal kronis, zat kimia, dan hipotiroidismus (Campbell 2006). Anemia pada reptil juga dapat disebabkan infeksi kronis dan malnutrisi (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Kelainan jumlah eritrosit juga dapat berupa peningkatan (eritrositosis/polisitemia) yang dapat disebabkan dehidrasi, kontraksi limpa, hipertiroidismus, dan neoplasia (Stockham & Scott 2008).

Nilai rataan dari hasil pemeriksaan hematokrit adalah 38,00±4,57 %, nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 39,40±5,00 %. Kisaran nilai yang didapat dari seluruh komodo adalah 28,50-48,20 %, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 25,00-50,00 % (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 29,00-45,00 %, terdapat 1 ekor dengan nilai diatas kisaran yaitu 48,20 %. Komodo ini (nomor 8) diduga mengalami sedikit kekurangan cairan tubuh. Nilai hematokrit dapat menentukan tingkat hidrasi reptil (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Nilai hematokrit yang tinggi dapat menandakan polisitemia atau dehidrasi sedangkan nilai yang rendah menandakan anemia atau overhidrasi (Rastogi 2007).

Kadar hemoglobin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 13,33±1,59 g/dL.Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 13,80±1,90 g/dL. Kisaran nilai hemoglobin dari 16 ekor komodo adalah 11,70-16,20 g/dL, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 11,00-17,40 g/dL (Teare 2002). Dua ekor (nomor 1 dan 16) menunjukkan nilai yang sedikit lebih rendah dari kisaran yaitu sebesar 10,90 dan 10,10 g/dL. Penurunan ini tidak terlalu berarti sehingga masih dianggap normal. Namun jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 9,70-12,50 g/dL, hanya 5 ekor (nomor 1, 3, 7, 15, dan 16) yang menunjukkan nilai didalam kisaran yaitu antara 10,10-12,40 g/dL sedangkan 13 ekor lainnya menunjukkan nilai diatas kisaran yaitu antara 12,60-16,20 g/dL. Hal ini menandakan kondisi kadar hemoglobin

yang cukup baik. Kelainan Hb yang mungkin terjadi adalah penurunan kadar Hb. Nilai Hb yang rendah dapat menandakan anemia (Rastogi 2007).

Hasil pemeriksaan MCV menunjukkan nilai rataan 311,43±49,88 fL. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 290,00±135,70 fL. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 233,12-443,53 fL dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 134,10-952,40 fL (Teare 2002). Hal ini berarti tidak ada kelainan ukuran sel eritrosit. Kelainan nilai MCV dapat berupa penurunan ataupun peningkatan. Nilai MCV yang rendah menandakan ukuran eritrosit kecil (mikrositik), kelainan ini biasanya disebabkan defisiensi zat besi. Nilai MCV yang tinggi menandakan ukuran eritrosit besar (makrositik), kelainan ini dapat disebabkan defisiensi vitamin B12 atau asam folat (Rastogi 2007).

Nilai rataan dari hasil pemeriksaan MCH adalah 109,37±18,74 pg. Nilai ini sedikit lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 128,00±30,70 pg. Sebanyak 14 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 98,6-158,8 pg, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 94,0-174,4 pg (Teare 2002). Empat ekor (nomor 6, 7, 8, dan 16) menunjukkan nilai lebih rendah dari kisaran yaitu antara 83,44-93,52 pg, namun penurunan ini tidak terlalu berarti sehingga masih dianggap normal. Hal ini menandakan kondisi jumlah hemoglobin yang cukup baik pada setiap eritrosit. Nilai MCH sangat dipengaruhi kadar hemoglobin dan total eritrosit.

Hasil pemeriksaan MCHC menunjukkan nilai rataan 35,09±1,22 g/dL. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 37,50±7,90 g/dL. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 33,01-37,72 g/dLdan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 26,90-52,70 g/dL (Teare 2002). Hal ini menandakan kondisi konsentrasi Hb yang cukup baik dalam eritrosit. Kelainan yang sering terjadi adalah penurunan nilai MCHC. Nilai MCHC yang rendah menandakan eritrosit hipokromik (Rastogi 2007) yang biasanya disebabkan status nutrisi buruk (Reavill 2005).

Total leukosit dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 6,53±9,47 × 103/mm3. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 7,23±5,24 × 103/mm3. Sebanyak 17 ekor komodo

menunjukkan kisaran nilai antara 1,60-6,60 × 103/mm3, nilai ini berada dalam kisaran normal 1,00-24,00 × 103/mm3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu antara 3,00-10,90 × 103/mm3, sebanyak 3 ekor (nomor 2, 7, dan 12) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu antara 1,60-2,80 × 103/mm3. Nilai ini diduga normal karena penurunan yang terjadi tidak terlalu berarti. Kemungkinan lain adalah komodo ini hanya mengalami penurunan jumlah leukosit (leukopenia) ringan. Leukopenia dapat disebabkan stres, infeksi virus, septisemia, intoksikasi, penyakit imun, dan gangguan sumsum tulang (Mitchell & Tully 2009). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai 44,00 × 103/mm3, nilai ini jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) yang dipengaruhi oleh peningkatan heterofil (heterofilia) dan limfosit (limfositosis). Dengan demikian, komodo diduga kuat mengalami infeksi akut. Menurut Mitchell & Tully (2009), leukositosis dapat disebabkan infeksi akut, neoplasia, penyakit imun, trauma, dan gangguan endokrin.

Rataan nilai dari hasil pemeriksaan jumlah heterofil adalah 3,48±4,97 × 103/mm3. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 3,19±2,73 × 103/mm3. Sebanyak 17 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 0,25-4,46 × 103/mm3, nilai ini berada dalam kisaran normal 0,06-17,30 × 103/mm3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu antara 0,70-5,00 × 103/mm3, sebanyak 1 ekor (nomor 3) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu 0,25 × 103/mm3. Namun nilai ini diduga normal atau mungkin komodo ini hanya mengalami penurunan jumlah heterofil (heteropenia) ringan. Penyebab heteropenia cenderung sama dengan penyebab leukopenia antara lain stres, infeksi virus, septisemia, intoksikasi, penyakit imun, dan gangguan sumsum tulang (Mitchell & Tully 2009). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai 22,88 × 103/mm3, nilai ini cukup jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah heterofil (heterofilia) yang dapat disebabkan infeksi, peradangan, dan stres (Irizarry-Rovira 2010).

Hasil pemeriksaan jumlah limfosit menunjukkan nilai rataan 2,96±4,69 × 103/mm3. Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 2,82±2,65 × 103/mm3. Sebanyak 17 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 0,42-5,52 × 103/mm3, nilai ini berada dalam kisaran normal 0,13-16,60 × 103/mm3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 1,10-6,30 × 103/mm3, sebanyak 4 ekor (nomor 7, 10, 12, dan 16) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu antara 0,42-0,84 × 103/mm3. Namun, nilai ini masih dianggap normal karena penurunan yang terjadi tidak terlalu berarti. Kemungkinan lain adalah komodo ini hanya mengalami penurunan jumlah limfosit (limfopenia) ringan. Limfopenia dapat disebabkan peradangan akut, endotoksinemia, gangguan limfoid, atau obat imunosupresif (Stockham & Scott 2008). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai 21,12 × 103/mm3, nilai ini cukup jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah limfosit (limfositosis) yang dapat disebabkan adanya penyembuhan luka, infeksi virus, dan infestasi parasit tertentu (Irizarry-Rovira 2010).

Jumlah monosit dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 0,01±0,19 × 103/mm3. Rataan jumlah monosit menurut Teare (2002) adalah 0,42±0,52 × 103/mm3. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 0,00-0,54 × 103/mm3. Hanya 6 ekor dari keseluruhan komodo yang menunjukkan adanya monosit dengan kisaran antara 0,05-0,54 × 103/mm3, nilai iniberada dalam kisaran normal yaitu 0,02-2,40 × 103/mm3 (Teare 2002). Namun, tidak ditemukannya monosit pada 12 ekor komodo lainnya dapat dikatakan normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah monosit menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol. Selain itu, Gillespie et al. (2000) juga melaporkan kisaran jumlah monosit adalah 0,00-1,10 × 103/mm3. Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah monosit (monositosis) yang dapat disebabkan infeksi akut maupun kronis, hemolisis, trauma, dan stres (Stockham & Scott 2008).

Pemeriksaan pada seluruh komodo menunjukkan tidak ditemukannya eosinofil. Hal ini dianggap normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah eosinofil menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol yaitu 0,01±0,10 × 103/mm3 dan 0,04-0,37 × 103/mm3. Selain itu, Gillespie et al. (2000)

juga melaporkan tidak ditemukan eosinofil dalam pemeriksaan darah komodo. Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah eosinofil (eosinofilia) yang biasanya disebabkan reaksi hipersensitifitas terhadap parasit (Stockham & Scott 2008).

Pemeriksaan pada seluruh komodo menunjukkan tidak ditemukannya basofil. Hal ini dianggap normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah basofil menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol yaitu 0,09±0,07 × 103/mm3 dan 0,01-0,26 × 103/mm3. Selain itu, Gillespie et al. (2000) juga melaporkan kisaran jumlah basofil hanya 0,00-0,10 × 103/mm3. Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah basofil (basofilia) yang dapat disebabkan reaksi alergi dan infestasi parasit (Stockham & Scott 2008).

Hasil pemeriksaan jumlah trombosit menunjukkan nilai rataaan 3,11±1,60 × 103/mm3. Nilai yang didapat dari seluruh komodo berkisar antara 1,00-6,00 × 103/mm3. Tidak ada nilai referensi yang didapat sebagai perbandingan untuk parameter ini sehingga nilai yang didapat dianggap normal. Kelainan yang mungkin terjadi pada trombosit adalah penurunan jumlah (trombositopenia). Trombositopenia pada dapat disebabkan penggunaan yang berlebih pada darah perifer, penurunan produksi (Campbell 2006), dan hemoragi (Redrobe dan MacDonald 1999), splenomegali, dan endotoksemia (Stockham & Scott 2008).

Rataan nilai dari hasil pemeriksaan LED adalah 3,94±1,70 mm/jam dengan kisaran 2,00-8,00 mm/jam. Nilai LED dari seluruh komodo berada jauh diatas nilai normal LED menurut Teare (2002) yaitu 1,00 mm/jam. Namun nilai LED ini diduga normal karena tidak ada peningkatan jumlah sel darah yang sangat tinggi pada kebanyakan komodo. Peningkatan nilai LED dapat saja disebabkan infeksi akut maupun kronis atau kondisi rheumatoid (Rastogi 2007).

Biokimia darah

Hasil pemeriksaan biokimia darah disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 2). Hasil pemeriksaan biokimia darah individual (Tabel 6) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan dengan kisaran referensi (Tabel 4) pada lampiran.

Tabel 2 Hasil pemeriksaan biokimia darah komodo

Parameter Rataan±Simpangan Baku Rataan±Simpangan Baku Referensi* Total Protein (g/dL) 10,19±3,39 8,10±1,20 Albumin (g/dL) 2,51±0,39 2,90±0,60 Globulin (g/dL) 7,68±3,07 5,10±1,00 AST/SGOT (IU/L) 49,39±20,71 16,00±18,00 ALT/SGPT (IU/L) 45,39±27,88 18,00±14,00 Urea (mg/dL) 13,53±5,88 3,00±1,00 Kreatinin (mg/dL) 0,29±0,11 0,30±0,10

*Nilai fisiologis pada komodo dewasa berumur di atas 3 tahun (Teare 2002).

Hasil pemeriksaan total protein menunjukkan nilai rataan 10,19±3,39 g/dL. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 8,10±1,20 g/dL. Sebanyak 13 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 7,06-10,82 g/dL, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 5,30-11,40 g/dL (Teare 2002). Empat ekor (nomor 10, 12, 15, dan 17) menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dari kisaran yaitu 11,60-12,06, namun nilai ini masih dianggap normal karena peningkatannya tidak terlalu berarti dan nilai parameter lainnya dari keempat komodo tersebut tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan peningkatan total protein yang jauh lebih tinggi diatas kisaran (hiperproteinemia) yaitu 22,05 g/dL. Hiperproteinemia pada reptil dapat disebabkan dehidrasi, hiperglobulinemia, atau hiperalbuminemia (Campbell 2006). Hiperproteinemia pada komodo ini dipengaruhi oleh peningkatan globulin (hiperglobulinemia). Nilai kadar albumin pada komodo ini normal sehingga penyebab hiperproteinemia diyakini tidak dipengaruhi oleh hiperalbuminemia. Selain itu, dapat juga terjadi hipoproteinemia yang disebabkan malnutrisi kronis, malabsorbsi, maldigesti, penyakit usus (enteropati), parasitisme, kehilangan darah berlebih, dan penyakit hati atau ginjal kronis (Campbell 2006).

Total albumin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 2,51±0,39 g/dL. Nilai ini lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 2,90±0,60 g/dL. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 1,93-3,40 g/dL dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 1,90-4,80 g/dL (Teare 2002). Kelainan jumlah albumin dapat berupa peningkatan (hiperalbuminemia) ataupun

penurunan (hipoalbuminemia). Hiperalbuminemia dapat disebabkan dehidrasi atau folikulogenesis pada reptil betina karena kebutuhan protein yang tinggi untuk pembentukan telur. Kadar total proteinnya akan kembali normal setelah ovulasi (Campbell 2006). Hipoalbuminemia dapat disebabkan penurunan sintesis, kehilangan darah, penyakit hati dan ginjal, malabsorbsi, dan maldigesti (Stockham & Scott 2008).

Hasil pemeriksaan total globulin menunjukkan nilai rataan 7,68±3,07 g/dL. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 5,10±1,00 g/dL. Sebanyak 11 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 5,13-7,26 g/dL, nilai ini masih berada dalam kisaran normal 3,40-7,40 g/dL (Teare 2002). Enam ekor menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dari kisaran yaitu 7,47-9,47 g/dL. Namun nilai ini dianggap normal karena peningkatannya tidak terlalu berarti. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan nilai kadar globulin jauh diatas kisaran (hiperglobulinemia) yaitu 18,65 g/dL. Komodo ini adalah betina sehingga diduga hiperglobulinemia yang terjadi disebabkan aktifnya siklus reproduksinya. Menurut Campbell (2006), hiperglobulinemia pada reptil betina dapat disebabkan folikulogenesis karena peningkatan kebutuhan globulin untuk produksi kuning telur. Selain itu, hiperglobulinemia dapat juga disebabkan oleh peradangan kronis oleh agen infeksius. Namun kemungkinan ini tidak didukung oleh parameter leukosit yang cenderung normal pada komodo ini.

Rataan nilai dari hasil pemeriksaan AST adalah 49,39±20,71 IU/L. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 16,00±18,00 IU/L. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 16,00-108,00 IU/L dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 1,00-112,00 IU/L (Teare 2002). Namun jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 7,00-30,00 IU/L, hanya 1 ekor (nomor 14) yang menunjukkan nilai didalam kisaran yaitu 16,00 IU/L. Empat ekor (nomor 2, 10, 15, dan 16) menunjukkan nilai yang jauh diatas kisaran yaitu 55,00-76,00 IU/L. Hal ini kemungkinan besar disebabkan penyakit hati karena keempat komodo ini juga menunjukkan nilai ALT yang relatif tinggi. Dua ekor (nomor 8 dan 17) menunjukkan nilai 108,00 dan 75,00 IU/L dengan nilai ALT normal sehingga diduga komodo ini mengalami kerusakan otot. Menurut Campbell (2006), peningkatan AST dapat menandakan

penyakit hati atau otot. Selain itu kerusakan eritrosit juga dapat meningkatkan kadar AST (Rosenfeld & Dial 2010). Namun kemungkinan ini tidak didukung oleh eritrosit yang cenderung normal dari seluruh parameter maupun komodo yang diperiksa. Nilai AST dari 11 ekor lainnya juga menunjukkan nilai diatas kisaran yaitu 32,00-47,00, namun nilai ini diduga masih normal karena rataan yang didapat pada komodo yang diperiksa cenderung lebih tinggi dibandingkan nilai baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000).

Hasil pemeriksaan ALT menunjukkan nilai rataan 45,39±27,88 IU/L. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 18,00±14,00 IU/L. Sebanyak 13 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 18,00-44,00 IU/L, nilai ini berada dalam kisaran normal 2,00-62,00 IU/L (Teare 2002). Lima ekor (nomor 2, 10, 15, 16, dan 18) menunjukkan nilai diatas dari kisaran yaitu 73,00-102,00 IU/L. Komodo ini diduga mengalami penyakit hati seperti yang telah dijelaskan di atas karena peningkatan ALT pada kelima komodo ini juga disertai nilai AST yang cenderung tinggi. Menurut Rosenfeld & Dial (2010), peningkatan nilai ALT dapat menandakan penyakit hati.

Hasil pemeriksaan urea menunjukkan nilai rataan 13,53±5,88 mg/dL. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 3,00±1,00 mg/dL. Kisaran normal blood urea nitrogen (BUN) adalah 1,00-9,00 mg/dL (Teare 2002). Hanya sebanyak 4 ekor komodo (nomor 4, 5, 7, dan 8) menunjukkan nilai dalam kisaran normal 7,60-8,90 mg/dL. Sebanyak 13 ekor menunjukkan nilai lebih tinggi dari kisaran yaitu 9,40-18,70 mg/dL. Tingginya nilai urea ini kemungkinan besar karena pemeriksaan urea pada penelitian ini dilakukan pada serum sehingga memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan pemeriksaan BUN pada darah utuh. Oleh karena itu, nilai ini diduga masih normal. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan nilai yang sangat tinggi dibandingkan rataan yaitu 32,80 mg/dL. Tingginya kadar urea (azotemia) pada komodo ini kemungkinan besar dipengaruhi tingginya kadar protein dan globulin (hiperproteinemia dan hiperglobulinemia). Kemungkinan lain adalah adanya dapat disebabkan penyakit ginjal, pakan tinggi protein (Campbell 2006), peningkatan metabolisme protein (Stockham & Scott 2008), dehidrasi, dan puasa (Reavill

2005). Penurunan kadar urea juga dapat terjadi karena penyakit hati dan pakan rendah protein (Rosenfeld & Dial 2010).

Kadar kreatinin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataaan 0,29±0,11 mg/dL. Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 0,30±0,10 mg/dL. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 0,17-0,60 mg/dL dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 0,10-0,60 mg/dL (Teare 2002). Peningkatan kreatinin dapat terjadi saat dehidrasi (Reavill 2005). Sebagai inisiasi untuk data dasar komodo, data yang diperoleh dari penelitian ini ditentukan kisaran normalnya yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Dugaan kisaran normal hematologi dan biokimia darah komodo

Hematologi Biokimia Darah

Eritrosit (× 106/mm3) 0,85 -1,77 Total Protein (g/dL) 7,06 -12,06

Hematokrit (%) 28,50 -42,50 Albumin (g/dL) 1,93 -3,40 Hemoglobin (g/dL) 10,10 -16,20 Globulin (g/dL) 5,13 -9,47 MCV (fL) 233,12 -443,53 AST/SGOT (IU/L) 16,00 -47,00 MCH (pg) 83,44 -158,82 ALT/SGPT (IU/L) 18,00 -44,00 MCHC (g/dL) 33,01 -37,72 Urea (mg/dL) 7,60 -18,70 Leukosit (× 103/mm3) 2,60 -6,60 Kreatinin (mg/dL) 0,17 -0,60 Heterofil (× 103/mm3) 0,94 -3,96 Limfosit (× 103/mm3) 0,42 -5,52 Monosit (× 103/mm3) 0,00 -0,50 Eosinofil (× 103/mm3) 0,00 -0,00 Basofil (× 103/mm3) 0,00 -0,00 Trombosit (× 103/mm3) 1,00 -6,00 LED (mm/jam) 2,00 -8,00

Morfologi Sel Darah

Pemeriksaan terhadap ulas darah dan hematologi reptil cukup sulit. Hal ini karena perbedaan morfologi sel darah reptil dengan mamalia maupun antar spesies reptil, kurangnya teknologi penghitungan sel otomatis yang baik untuk reptil, dan pemahaman yang masih kurang baik terhadap fisiologi darah dan hematologi reptil. Pemeriksaan yang baik diperlukan untuk mendapatkan hasil yang baik (Calle et al. 1994; Gillespie et al. 2000). Oleh karena itu, morfologi

sel-sel darah dari hasil penelitian ini ditampilkan pada Gambar 5-10. Seluruh gambar yang ditampilkan difoto dari sediaan ulas darah komodo yang diwarnai Giemsa dan diamati dengan perbesaran mikroskop 10 × 100.

Gambar 10 Trombosit Gambar 9 Monosit

Gambar 8 Limfosit besar Gambar 7 Limfosit kecil

Gambar 6 Heterofil Gambar 5 Eritrosit

Simpulan

1. Hasil pemeriksaan hematologi dan biokimia darah komodo di Taman Margasatwa Ragunan rata-rata menunjukkan nilai yang cenderung normal. 2. Beberapa hasil pemeriksaan individual komodo menunjukkan adanya

kelainan nilai antara lain :

a. Satu dari 18 (5,56 %) ekor mengalami leukositosis, heterofilia, dan limfositosis

b. Satu dari 18 (5,56 %) ekor mengalami hiperproteinemia, hiperglobulinemia, dan peningkatan kadar urea (azotemia)

c. Dua dari 18 (11,1 %) ekor mengalami peningkatan AST

d. Lima dari 18 (27,8 %) ekor mengalami peningkatan nilai AST dan ALT

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fisiologi dan patologi klinik darah komodo (meliputi nilai normal, respon terhadap penyakit, pengaruh

Dokumen terkait