• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIANTAN HULU PONTIANAK UTARA Fathiah1 dan Rusmali2

1,2Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Pontianak

ABSTRAK

Hasil survey mengenai angka kerusakan gigi pada murid kelas IV SDN 17 Siantan Hulu Pontianak Utara tahun 2014 masih sangat tinggi, angka DMF-T mencapai 3,1 dan angka def-t 4,4, dan kalau dijumlah angka kerusakan gigi mencapai 7,5 artinya dalam mulut satu murid SD umur 10 tahun dengan jumlah gigi bercampur sejumlah 24 gigi sudah terdapat gigi yang rusak sebanyak 7 lebih. Hal ini karena berbagai faktor yang berperanan, selain faktor dalam juga faktor luar.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor luar apa saja yang berperanan pada tingginya angka kerusakan gigi pada murid SDN 17 Pontianak Utara.

Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan teknik survey dasar. Penelitian ini berdasarkan data sekunder mengenai angka kerusakan gigi pada gigi susu maupun pada gigi tetap dan data primer mengenai angka kerusakan gigi yang terbaru pada objek yang sama dan wawancara langsung untuk mengetahui faktor-faktor luar yang berperanan.

Faktor luar yang berperanan terhadap tingginya angka kerusakan gigi saling berkaitan dan mempengaruhi, 88 % tak pernah periksa gigi, 72 % diobati sendiri, 97 % pendidikan orang tua SMA kebawah, 88 % pekerjaan orang tua buruh dan pedagang kecil, 59 % minum air hujan, 91 % menyatakan petugas kesehatan sudah lama tak datang, 56 % orang tua tak pernah bawa anak ke puskesmas untuk periksa gigi.

Kata kunci: Angka DMF-T ,def-t, faktor-faktor luar.

PENDAHULUAN

Karies gigi masih merupakan masalah utama dari sekian banyak masalah kesehatan gigi dan mulut di dunia, baik di negara-negara industri maupun di negara-negara berkembang. Di Indonesia, penyakit gigi dan mulut terutama penyakit karies banyak diderita baik oleh orang dewasa maupun oleh anak-anak. Data Departemen Kesehatan 2010 menunjukkan prevalensi karies di Indonesia mencapai 60 – 80 % dari populasi serta menempati peringkat ke-6 sebagai penyakit yang paling banyak diderita.1

Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013) prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut sebesar 25,9% dan 14 provinsi mempunyai angka diatas angka nasional. Dari

25,9% yang bermasalah kesehatan gigi dan mulut ternyata hanya 31,1% yang mendapatkan perawatan. Di Kalimantan Barat angka prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut adalah 20,6 % .2

Angka prevalensi karies penduduk Indonesia mencapai 90% dengan angka DMF-T perorangan adalah 6,44. Sedangkan pada anak usia 12 tahun prevalensi karies mencapai 76% dengan angka DMF-T perorangan 2.21.

Sedangkan angka prevalensi karies di Provinsi Kalimantan Barat mencapai 99% pada tahun 2002 dengan angka DMF-T perorangan mencapai 6.11 pada anak usia 14 tahun.3 Ini berarti pada setiap mulut anak umur 14 tahun dengan gigi berjumlah 28 buah, terdapat lebih dari enam gigi yang mempunyai pengalaman

Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk.

Insidental Vol 3, No. 1, April 2016 28

kerusakan gigi (Karies), dicabut atau ditambal akibat kerusakan tersebut.

Masalah kesehatan gigi di Kota Pontianak masih jauh dari harapan, dari data survei dasar status kesehatan gigi dan mulut pada 5 kelompok umur menurut WHO di Kota Pontianak tahun 2002 menunjukkan prevalensi bebas karies pada kelompok umur 5-6 tahun mencapai 20,985. Hal ini berarti 79,025 anak kelompok umur tersebut yang mengalami karies . Begitu pula pada usia remaja (18 tahun) hampir separuh (48,5%) pernah mencabutkan giginya. Dengan demikian hanya 51,15% remaja yang memiliki gigi lengkap 28 gigi.3

Dari hasil penelitian penulis tahun 2014 mengenai “Tingginya Angka Karies Gigi Pada SD Binaan Pelayanan Asuhan Di Wilayah Kota Pontianak tahun 2013” pada siswa kelas 4 SD umur 8 sd 10 tahun diperoleh angka DMF-T 2,7 dan angka def-t 3,5, dan angka kerusakan apabila dijumlah sebesar 6,2. Artinya pada anak umur 8 sd 10 tahun terdapat 6 gigi yang rusak dari 20 gigi yang sudah ada didalam rongga mulut. Hal ini menggambarkan tidak ada penurunan angka kerusakan gigi sejak tahun 2002 yang angka kerusakan giginya adalah 6,11, walaupun telah dilakukan upaya – upaya peningkatan kesehatan gigi melalui program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang dilaksanakan oleh Puskesmas dan Sekolah maupun melalui kegiatan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi yang dilaksanakan oleh Jurusan Keperawatan Gigi.

Salah satu Sekolah Binaan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut adalah SD Negeri 17 Siantan Hulu Pontianak Utara dan telah bekerjasama dalam kegiatan Pelayanan Asuhan sejak 9 tahun yang lalu. Hasil survey mengenai angka kerusakan gigi pada siswa Kelas IV B kegiatan pelayanan Asuhan tahun 2014 didapat angka karies yang masih sangat tinggi, dimana angka DMF-T mencapai 3,1 dan angka def-t 4,4, sehingga kalau dijumlahkan angka kerusakan gigi susu dan gigi tetap menjadi 7,5, ini artinya dalam setiap mulut siswa kelas IV SDN 17 Siantan Hulu yang baru

berusia 10 tahun dengan jumlah gigi 24 terdapat lebih dari 7 gigi yang rusak dan angka ini sangat jauh dari angka yang diperbolehkan WHO yaitu angka DMF-T anak umur 12 tahun < dari 3.4

Tingginya angka karies yang dialami oleh anak-anak usia sekolah disebabkan oleh banyak faktor yang berinteraksi satu sama lain. Oleh Newburn (1977) faktor tersebut digolongkan menjadi tiga faktor utama yaitu: gigi dan saliva, mikroorganisme, substrat serta satu faktor tambahan yaitu waktu. Selain faktor didalam mulut yang disebut faktor dalam atau faktor internal, terjadinya karies gigi juga sangat dipengaruhi faktor luar sebagai faktor predisposisi timbulnya karies.5

SUBJEK DAN METODE

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survey, untuk mengetahui faktor-faktor luar yang mana saja yang sangat berperan terhadap tingginya angka kerusakan gigi pada murid SDN 17 Siantan Hulu Pontianak Utara tahun 2015. Penelitian ini dilaksanakan di sekolah yang menjadi binaan Pelayanan Asuhan Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Pontianak yaitu SDN 17 Siantan Hulu Pontianak Utara.

Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VB SDN 17 Siantan Hulu Pontianak Utara yang berjumlah 32 orang yang telah dilakukan pemeriksaan DMF-T dan def-t pada saat sampel penelitian berada pada kelas IV SD.

Data primer dilakukan dengan wawancara langsung responden melalui kuesioner untuk mengetahui faktor- faktor luar apa saja yang sangat mempengaruhi tingginya angka kerusakan gigi pada responden. Hal ini diperlukan sebagai bahan masukan agar permasalahan mengenai tingginya angka kerusakan gigi pada anak dapat diketahui.

Sedangkan data sekunder diambil dari pihak Sekolah mengenai data- data siswa yang diperlukan yaitu jumlah siswa, jenis kelamin siswa, fasilitas sekolah,data kegiatan UKGS dll yang diperlukan.

Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk.

Insidental Vol 3, No. 1, April 2016 29

Selain itu data didapat dari menelaah laporan Praktek Kerja Lapangan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut tahun 2014 mengenai angka kerusakan gigi susu dan gigi tetap dalam bentuk angka DMF-T dan angka def-t.sebagai acuan dasar dilakukannya penelitian, dan untuk mengetahui apakah terjadi penurunan atau peningkatan angka kerusakan gigi dari tahun sebelumnya pada murid yang sama.

HASIL

Tabel 1 Angka DMF-T Siswa Kelas V B di SDN 17 Siantan Hulu Tahun 2015

Jumlah Siswa Score DMF-T Jumlah DMF-T D M F 32 Orang 102 5 10 117 Angka DMF-T 3,7

Berdasarkan tabel diatas rata-rata angka DMF-T pada murid kelas V SD tahun 2015 adalah 3,7, berarti hampir 4 gigi tetap yang rusak , ditambal atau dicabut akibat kerusakan/ karies gigi dari 16 gigi tetap yang sdh ada pada mulut siswa SD kelas V.

Tabel 2 Angka def-t Pada Siswa Kelas V B di SDN 17 Siantan Hulu Tahun 2015

Jumlah Siswa

Score def-t Jumlah def-t

d e f

32 Orang 78 16 1 140

Angka def-t 3

Pada tabel diatas rata- rata angka def-t kelas V SD adalah 3 berarti ada 3 lebih gigi sulung yang rusak atau hilang akibat karies dari 8 gigi sulung yang masih tersisa pada siswa kelas V SD.

Tabel 3.Gambaran Perbandingan Angka DMF-T dan Angka def-t Pada Tahun 2014 dan 2015 Dengan Responden Yang Sama

DMF-T 2014 DMF-T 2015

DMF-T

def-t 2014 def-t 2015 def-t

Decay 99 102 Decay 106 78

Missing 1 5 Extraksi 34 16

Filling 0 10 Filling 0 1

Jumlah 100 3,1 117 3,7 140 4,4 95 3

Terdapat kenaikan kerusakan gigi tetap sebesar 3 gigi pada saat siswa SD kelas V, pencabutan 4 dan ada 10 gigi yang sudah ditambal, sedangkan pada gigi sulung terjadi

penurunan angka kerusakan dan pencabutan gigi .

Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk.

Insidental Vol 3, No. 1, April 2016 30

Tabel 4. Persetujuan Orang Tua Siswa Kelas IV B Terhadap Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut .

No Tindakan Setuju Tidak Setuju Total

1 Sikat Gigi 32 - 32

2 Pengolesan Fluor 18 14 32

3 Scalling 16 16 32

4 Penumpatan ART 5 27 32

5 Pencabutan 2 30 32

Berdasarkan tabel diatas terlihat hanya 5 orang tua siswa yang setuju terhadap tumpatan tanpa bur (ART) dan hanya dua orang tua siswa yang setuju dilakukan pencabutan gigi goyang / sederhana.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa Kelas V B di SDN 17 Siantan Hulu

No Jenis Kelamin Frekuensi PersenTase

(%)

1 Perempuan 14 44

2 Laki-Laki 18 56

Jumlah 32 100

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Faktor Perilaku Terhadap Angka Kerusakan Gigi

No Pertanyaan Jawaban Persentase %

1 Apakah Adik Pernah sakit gigi?

a.

Pernah 29 91

b.

Tidak Pernah 3 9

2 Kalau sakit gigi diapakan?

a.

Diberi obat oleh mama 23 72

b.

Ke puskesmas/Dokter 8 25

c.

Dibiarkan 1 3 3 Apa yang menyebabkan gigi sakit?

a.

Kuman 15 47

b.

Dimakan ulat 5 15

c.

Permen / cokelat 8 25

d.

Tak tahu 4 13

4 Kalau gigi adek lubang diapakan?

a.

Di tambal 18 56

Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk.

Insidental Vol 3, No. 1, April 2016 31

No Pertanyaan Jawaban Persentase %

c.

Diperiksa 5 16

5 Apakah selama adik dikelas V ada periksa gigi?

a.

tidak pernah 28 88

b.

pernah 4 12

6 Berapa kali adik sikat gigi dalam sehari?

a.

4 x 2 6

b.

3 x 13 41

c.

2 x 17 53

7 Sikat gigi atas kemauan sendiri atau disuruh?

a.

Mau sendiri 18 56

b.

Di suruh ibu / bapak

14 44

8 Kalau sekolah apakah bawa bekal dari rumah atau jajan?

a.

Jajan 26 81

b.

Bekal 6 19

9 Kalau jajan apa yang adik beli?

a.

Snack/coklat 21 66

b.

Nasi 11 34

10 Apakah adik suka makan sayur/buah buahan

a.

Suka 22 69

b.

Tak suka 10 31

Berdasarkan tabel diatas sebanyak 91 % siswa pernah sakit gigi, 72 % diobati oleh ibunya, 56 % sdh mengatakan ditambal bila lubang, sebanyak 88 % sudah lama tak periksa

gigi, 81 % jajan disekolah , 66 % jajan berupa snack/ coklat dan 69 % ternyata suka buah dan sayur.

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Faktor Keturunan dan Sikap Orang Tua Terhadap tingginya angka kerusakan gigi

No Pertanyaan Jawaban Persentase %

1 Apakah gigi Bapak/Ibu ada yang lubang?

a.

Ada 15 4 7

b.

Tidak 6 1 9

c.

Tidak tahu 11 3 4 2 Apakah gigi bapak/ibu

ada yang ompong?

a.

Ya 12 3 8

b.

Tidak 11 3 4

c.

Tidak Tahu 9 2 8 3 Apakah gigi Bapak/Ibu

ada yang

a.

Ada 5 1

Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk.

Insidental Vol 3, No. 1, April 2016 32

No Pertanyaan Jawaban Persentase %

berjejal/berlapis?

b.

tidak ada 13 4

1

c.

tidak tau 14 4

4 4 Apakah Bapak/Ibu ada

pakai gigi palsu?

a.

Ada 6 1 9

b.

Tidak ada 9 2 8

c.

Tidak tahu 17 5 3 5 Apakah Bapak/Ibu

sering menyuruh sikat gigi?

a.

Ya 21 6 6

b.

Tidak 11 3 4 6 Pernahkan Bapak/Ibu melihat atau

memeriksa gigi adik?

a.

Ya 19 5

9

b.

Tidak 13 4

1 7 Pernahkan Bapak/Ibu

membawa adik periksa gigi ke Puskesmas?

a.

Ya 11 3

4

b.

Tidak 21 5

6 Dari tabel tergambar 47% dari bapak/ ibu

giginya berlubang, 38 % gigi orang tua ompong, hanya 15 % gigi orangtuanya yang berjejal, 53 % tak tahu apakah orangtuanya pakai gigi palsu,

66% orang tua menyuruh sikat gigi , 59 % orang tua pernah melihat / memeriksa gigi responden, dan hanya 11 orang (34 %)pernah dibawa orangtuanya ke puskesmas periksa gigi

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Faktor Lingkungan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi

No Pertanyaan Jawaban Persentase %

1.

Apakah Pekerjaan Orang Tua Adik?

a.

Buruh Bangunan, buruh Pabrik 18 56

b.

Swasta 5 16

c.

Pedagang 5 16

d.

PNS, Polri, Tentara 4 12

2.

Bapak/Ibu Lulusan Sekolah apa?

a.

Sarjana 1 3

b.

SMA 12 38

c.

SMP 13 41

d.

SD 6 18

3.

Dirumah adik minum air apa?

a.

Air hujan 19 59

Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk.

Insidental Vol 3, No. 1, April 2016 33

No Pertanyaan Jawaban Persentase %

4.

Kalau mandi atau cuci pakai air apa?

a.

Air parit / kolam

b.

Air PDAM

23 9

72 28

Dari tabel diatas terlihat sebanyak 56 % berprofesi sebagai buruh dengan lulusan terbanyak 41 % SMP, sebanyak 59 % minum air

hujan , dan untuk MCK dengan air parit/ air kolam sebanyak 72 % .

Tabel 9. Distribusi Frekuensi faktor Pelayanan Kesehatan terhadap tingginya angka kerusakan Gigi

No Pertanyaan Jawaban Persentase %

1 Apakah adik tahu apa itu Puskesmas?

a.

Tahu 21 66

b.

Tidak Tahu 11 34

2 Apakah adik pernah ke Puskesmas?

a.

Pernah 23 72

b.

Tidak Pernah 9 28

3 Kalau pernah, adik sakit apa?

a.

Sakit gigi 10 43

b.

Demam 13 57

4 Siapa yang mengantar adik ke Puskesmas?

a.

Mama/bapak 18 78

b.

Abang/kakak 5 22 5 Apakah petugas Puskesmas sering datang ke sekolah

a.

Sering 3 9

b.

Pernah/sudah lama 21 66

c.

Tidak pernah 8 25 6. Apakah petugas Puskesmas pernah memberi penyuluhan kesehatan gigi?

a.

Pernah (sudah lama) 12 43

b.

Tidak pernah 20 57 7 Pernahkah adik di periksa gigi oleh petugas Puskesmas

a.

Pernah (sudah lama)

9 28

b.

Tidak pernah 23 72

Dari tabel masih terdapat 34 % yang tak mengetahui apa itu puskesmas, 72 % pernah ke Puskesmas, tetapi lebih banyak datang ke puskesmas karena demam ( 57 %), 66 % mengatakan petugas puskesmas sudah lama tak datang, 57 % menjawab tak pernah diberi penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan 72 % menjawab tak pernah diperiksa giginya oleh petugas puskesmas.

PEMBAHASAN

Berdasarkan pemeriksaan terhadap siswa kelas VB SDN 17 Siantan Hulu terdapat angka

kerusakan gigi tetap yang cukup tinggi yang digambarkan dengan angka DMF-T mencapai 3,7. Artinya dalam setiap mulut siswa Kelas V SD dengan asumsi terdapat 16 gigi tetap yang sudah tumbuh ternyata sudah terdapat hampir 4 gigi yang mengalami kerusakan gigi akibat bakteri / karies. Angka kerusakan gigi / DMF-T pada siswa kls V ini ternyata mengalami peningkatan dari angka DMF-T pada saat responden berada pada kelas IV yang DMF-T nya hanya sebesar 3,1. Berarti terjadi peningkatan kerusakan gigi sebesar 0,6 dalam waktu 1 Tahun . Peningkatan angka DMF-T

Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk.

Insidental Vol 3, No. 1, April 2016 34

tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor , selain faktor internal dan terjadi pergantian gigi sulung ke gigi tetap juga faktor eksternal / luar.

Angka kerusakan gigi sulung( def-t) pada responden sebesar 3, angka ini mengalami penurunan dibandingkan pada saat responden berada pada kelas IV dengan angka def-t sebesar 4,4, hal ini dapat dimengerti karena telah terjadi pergantian gigi sulung ke gigi tetap. Walaupun terjadi penurunan pada def-t, tetapi kalau dijumlahkan angka kerusakan gigi menjadi 6,7 yang artinya dari 24 gigi yang ada pada rongga mulut , hampir 7 gigi yang mengalami kerusakan. Angka kerusakan gigi tersebut sangat jauh dari angka kerusakan gigi yang diperbolehkan oleh WHO, dimana angka DMF-T pada umur 12 tahun yaitu < 3.4

Terjadi peningkatan angka Filling atau penambalan 10 gigi dalam waktu satu tahun ternyata pada saat wawancara para responden menjadi pasien dari mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi, walaupun pada saat mahasiswa melaksanakan program pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut di sekolah tersebut tidak banyak tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kerusakan gigi pada siswa kelas V SDN 17 tersebut, dan terdapat 5 gigi tetap yang dilakukan pencabutan, karena responden tidak melakukan pengobatan sejak dini, sehingga kerusakan semakin parah.

Banyaknya orang tua yang tidak setuju gigi anaknya dilakukan penambalan, dari 32 orang tua siswa kelas IV B ternyata hanya 5 orang yang memberikan persetujuan dilakukan penambalan pada gigi anaknya apabila ada kerusakan gigi/ karies dan hanya 2 orang yang setuju gigi anaknya dilakukan pencabutan sederhana (gigi goyang ).

Persetujuan orang tua yang kurang terhadap tindakan penambalan gigi bisa disebabkan kurangnya sosialisasi mengenai kegiatan pelaksanaan pelayanan asuhan dan tindakan – tindakan apa saja yang dilakukan pada siswa selama pelayanan asuhan tersebut, sehingga orang tua tidak mendapat informasi yang cukup mengenai istilah atau nama

tindakan yang akan diberikan pada anaknya, akibatnya pada saat diberikan informed consent banyak orang tua tidak setuju. Kurangnya tingkat pedidikan orang tua juga dapat mempengaruhi pemahaman orang tua dalam memberikan persetujuan tindakan, karena sebagian besar (97 %) tingkat pendidikan orangtua SMA kebawah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa pendidikan, pengalaman dan informasi yang didapat orang tua akan mempengaruhi orang tua dalam mendukung atau tidak mendukung pemeliharaan gigi dan mulut anak.6

Kurangnya informasi juga dapat mengakibatkan akibat orang tua khawatir akan keselamatan tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa, padahal pada setiap kegiatan, mahasiswa selalu dibimbing dan diawasi oleh dosen pembimbing. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mujiarsih, 2013 yaitu alasan orang tua tidak memberikan persetujuan karena khawatir bahwa mahasiswa keperawatan gigi masih dalam proses belajar, sehingga mereka masih kurang percaya dan meragukan jika dilakukan suatu tindakan terhadap anaknya.

Hasil penelitian mengenai faktor perilaku ternyata hampir semua responden (91 %) pernah menderita sakit gigi, hal ini karena perilaku yang kurang baik dari responden terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, mereka jarang bahkan tidak pernah memeriksakan gigi ke puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan yang lain ( 88 %),mereka datang kepuskesmas apabila ada gigi yang sakit (57 %) akibatnya mereka tidak mengetahui apakah ada gigi yang rusak, kalaupun ada gigi rusak / sakit, sebanyak 23 orang ( 72 %) memilih mengobati sendiri penyakitnya dengan diberi obat oleh orangtuanya Perilaku yang tidak baik tersebut dapat diakibatkan karena kurangnya penyuluhan akan pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, hal ini terlihat dari kurangnya kunjungan petugas kesehatan yang khusus menangani kesehatan gigi dan mulut. Untuk mengubah suatu perilaku yang tidak baik

Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk.

Insidental Vol 3, No. 1, April 2016 35

menjadi perilaku yang baik harus dilakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan, peningkatan pengetahuan tersebut akan melahirkan suatu motivasi untuk mengubah suatu perilaku, dan untuk mencapai perubahan tersebut harus dilakukan secara terus menerus/ kontinu ( Notoatmodjo, 1990).

Penanganan gigi berlubang dari segi pengetahuan sudah cukup baik yaitu harus ditambal (56 %) tapi mereka tidak melakukan penambalan, dari penggalian pernyataan tidak dilakukan penambalan adalah karena tidak merasa sakit , tidak tahu kalau ada lubang dan tidak pernah diajak orang tua periksa gigi. Kerusakan gigi ini juga diperberat dengan perilaku menggosok gigi yang salah, walaupun frekuensi menggosok gigi sdh cukup yaitu 2 kali sehari (53 %), tetapi dari penggalian pernyataan sebagian besar mereka menyikat gigi pada saat mandi pagi dan sore di kolam atau parit (72 %) , sehingga pada saat akan tidur mereka tidak turun ke kolam atau parit untuk menggosok gigi. Hal ini sejalan dengan survey kesehatan dasar tahun 2007 yang mengungkapkan bahwa 90,7 % masyarakat Indonesia menggosok gigi pada pagi dan sore hari. Padahal menurut Manson,1971, penyikatan gigi idealnya dilakukan 2 kali sehari yaitu sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam, dan pendapat tersebut masih dianut dan dipercaya secara teoritis dalam mencegah gigi berlubang oleh sebagian besar ahli.

Terjadinya karies gigi dipengaruhi juga oleh perilaku jajan dan jenis makanan yang dimakan oleh responden, sebanyak 81 % responden tidak membawa bekal kesekolah dan sebanyak 66 % mengaku membeli snack / coklat/ permen / minuman manis pada jam istirahat. Hal ini sesuai dengan teori dari Miller (1980) yang membuktikan bahwa salah satu faktor utama terjadinya karies gigi adalah dari faktor makanan selain bakteri dan gigi itu sendiri, sedangkan menurut Suwelo (1992) makanan yang sangat merusak gigi adalah karbohidrat dari jenis sukrosa karena sangat mudah diuraikan oleh bakteri. Makanan yang

banyak mengandung karbohidrat jenis sukrosa adalah makanan yang bersifat manis dan melekat pada permukaan gigi.7

Faktor keturunan walaupun mempunyai peran yang sangat kecil terhadap terjadinya kerusakan pada gigi ( karies), tapi hal tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja karena pada beberapa anak bisa menjadi masalah yang utama. Anak yang mempunyai gigi yang berjejal biasanya bawaan dari orangtuanya dan hasil studi membuktikan gigi berjejal lebih mudah terkena karies. Pada orang tua responden hanya 15 % yang pasti menyatakan gigi orangtuanya berjejal, yang 44 % tidak tahu , berarti pada responden bukan faktor gigi berjejal yang berperanan terhadap angka kerusakan gigi. Sebanyak 47 % responden menyatakan gigi orangtuanya berlubang dan 38 % menyatakan gigi orangtuanya ompong, hal ini menggambarkan bagaimana sikap dan perilaku orangtua yang kurang memelihara kesehatan gigi dan mulutnya sendiri dan perilaku orangtua tersebut akhirnya berpengaruh pada kesehatan gigi dan mulut anak. Hasil ini sependapat dengan Davis (1984) yang menyatakan bahwa perilaku anak sangat dipengaruhi oleh orangtua.

Anak juga belajar dari apa yang mereka lihat, dengar dan dari pengalaman tentang suatu kejadian. Perilaku seseorang dibidang kesehatan dapat timbul berdasarkan atas kebiasaan-kebiasaan kesehatan, kebiasaan kesehatan terbentuk pada masa kanak-kanak di bawah pengaruh sikap dan tingkah laku orangtua sebelum anak mengalami makna yang sebenarnya dalam hubungan kesehatan dan keselamatan dirinya.8 Gambaran sikap orang tua terhadap kesehatan gigi anaknya sebenarnya cukup memadai, sebanyak 21 orangtua apakah bapak atau ibu sering menyuruh anak sikat gigi, sebanyak 19 orang tua sering melihat keadaan gigi anaknya. Walaupun demikian hal tersebut belumlah cukup, karena untuk melihat keadaan gigi geligi anak , orang tua harus mengerti bagaimana yang disebut gigi sudah bersih, apakah sudah diperiksa giginya sampai yang dibelakang, apakah orangtua mengerti

Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk.

Insidental Vol 3, No. 1, April 2016 36

perbedaan gigi susu dan gigi tetap, apakah orang tua memeriksa dengan memakai peralatan , apakah memeriksanya hanya sepintas.

Faktor lingkungan juga mempengaruhi tingginya angka kerusakan gigi pada responden, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi orang tua