• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber DB JK KT Nilai F Pr>F

Media tanam 2 7.00094 3.50047 11.23 0.0009 Panjang stek 2 5.21800 2.60900 8.37 0.0033

Ulangan 2 0.21923 0.10961 0.35 0.7088

Media tanam*Panjang stek 4 4.22757 1.05689 3.39 0.0344

GALAT 16 4.98690 0.31168

TOTAL 26 21.6527

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lidah mertua (Sansevieria trifasciata “Lorentii”) adalah tanaman sukulen

berserat yang seluruh bagian tanaman mampu menyimpan air dalam jumlah banyak. Habitat asli Sansevieria adalah daerah tropis yang kering dan mempunyai iklim gurun yang panas. Sansevieria juga tumbuh di pegunungan yang tandus dan gurun pasir yang gersang. Keadaan ini menunjukkan Sansevieria dapat bertahan di lingkungan yang sangat ekstrim kering selama beberapa tahun, seperti di beberapa kepulauan Afrika yang memiliki curah hujan sangat rendah dan bulan hujan sangat pendek. Selain itu, Sansevieria tahan terhadap suhu dan pencahayaan rendah.

Sansevieria dikenali dengan melihat karakter daunnya yang tebal, sukulen dan tumbuh tegak. Sansevieria di Indonesia mendapat julukan lidah mertua

(Mother in Lauws Tongue). Beberapa kultivar Sansevieria memiliki daun bercorak

seperti ular, sehingga orang mudah mengenal dan menamakannya tanaman ular-

ularan (Snake Plant) (Purwanto, 2006). Daun Sansevieria mempunyai bentuk,

ukuran, warna dan tekstur yang bervariasi antar spesiesnya. Warna daun Sansevieria beragam, yaitu hijau tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak dan warna kombinasi putih kuning atau hijau kuning. Motif alur atau garis-garis yang terdapat pada helai daun juga bervariasi, yaitu mengikuti serat daun, tidak beraturan dan zig-zag. Keunikan berbagai sub spesies dan kultivar Sansevieria ini menjadikannya banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias.

Sansevieria memiliki keunggulan yang jarang ditemui pada tanaman lain, diantaranya sangat resisten terhadap polutan dan bahkan mampu menyerap

polutan tersebut. Hal itu karena Sansevieria mengandung bahan aktif pregnane

glikosid yang mampu mereduksi polutan menjadi asam organik, gula dan

beberapa senyawa asam amino (Purwanto, 2006). Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyatakan bahwa tanaman Sansevieria mampu menyerap beragam unsur polutan berbahaya di udara, termasuk karbon monoksida (CO),

timbal (Pb), asap nikotin, gas asam sulfida (H2S) dan menyerap senyawa kimia

(Redaksi PS, 2007). Sulianta dan Yonathan (2009) menyatakan bahwa

Sansevieria trifasciata “Lorentii” mampu mendekomposisi formaldehid, benzena

hingga 53% dan trikloroetilen hingga 13% dalam waktu 24 jam. Oleh karena itu, Sansevieria sangat baik diletakkan di dalam ruangan, maupun digunakan sebagai tanaman hias di jalan-jalan yang lalu lintasnya padat sebagai antipolutan.

Menurut Sulianta dan Yonathan (2009) beberapa jenis Sansevieria dimanfaatkan untuk diambil seratnya sebagai bahan baku tekstil, terutama di negara Cina dan New Zealand. Sementara di Afrika, Sansevieria dimanfaatkan getahnya sebagai anti racun ular dan serangga.

Lidah mertua merupakan tanaman hias popular, namun penyediaan tanaman Sansevieria memiliki kendala dalam budidaya. Kendala utamanya adalah penyediaan bibit dalam jumlah banyak dengan waktu singkat sulit dilakukan, karena pertumbuhannya yang lambat. Salah satu cara penyediaan bibit adalah dengan perkembangbiakan vegetatif yaitu stek daun dengan bantuan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) (Ramadiana, 2008). Selain itu, faktor lain yang diduga mempengaruhi inisiasi tunas baru pada stek adalah penggunaan media tanam dan panjang stek yang tepat, sehingga dapat diperoleh bibit baru dalam waktu singkat dan biaya yang relatif lebih murah. Banyaknya manfaat Sansevieria dan diperlukannya metode yang tepat untuk budidaya Sansevieria mendasari peneliti melakukan penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh media tanam dan panjang stek daun terhadap inisiasi tunas muda lidah mertua.

Hipotesis

1. Terdapat satu jenis media tanam yang paling tepat untuk inisiasi tunas muda

Sansevieria.

2. Diperoleh panjang stek yang paling efektif untuk inisiasi tunas muda

Sansevieria.

3. Terdapat interaksi antara media tanam dan panjang stek yang paling tepat

TINJAUAN PUSTAKA Sansevieria Morfologi

Sansevieria berakar serabut, berwarna putih dan menampilkan perakaran

yang banyak pada Sansevieria yang sehat. Akar tumbuh pada rhizome atau

rimpang yang merupakan modifikasi dari batang (Triharyanto dan Sutrisno, 2007) Batang Sansevieria berada di bawah permukaan tanah, pendek dan beruas

disebut dengan rhizome atau rimpang. Terdapat beberapa macam rimpang pada

Sansevieria, yaitu rimpang tebal menyerupai batang atau akar tunjang tanaman berkayu, rimpang yang tebal berserat, liat dan pendek, rimpang yang merayap di permukaan tanah dan dangkal.

Daun Sansevieria mempunyai bentuk, ukuran, warna dan tekstur yang bervariasi antar varietasnya. Daun Sansevieria tersusun roset. Warna daun Sansevieria beragam, yaitu hijau tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak dan warna kombinasi putih kuning atau hijau kuning. Motif alur atau garis-garis yang terdapat pada helai daun juga bervariasi, diantaranya mengikuti arah serat daun, tidak beraturan dan ada juga yang zig-zag.

Lingga (2005) menyatakan bahwa mahkota bunga jantan dan betina Sansevieria berwarna putih kekuningan. Bunga Sansevieria adalah bunga majemuk bertipe malai, dalam satu malai terdapat puluhan bunga yang berkedudukan simetris mengelilingi tangkai bunga. Purwanto (2006) mengemukakan bahwa bunga Sansevieria termasuk bunga uniseksual, yaitu memiliki bunga betina dan jantan dalam satu pohon. Morfologi akar, batang, daun dan bunga Sansevieria dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b) (c)

Faktor Tumbuh

Sansevieria pada prinsipnya dapat hidup pada kondisi marginal, meskipun pada tempat yang mengandung polusi udara maupun tempat yang miskin cahaya dan air. Tanaman Sansevieria membutuhkan air minimal sebanyak 26 ml/tanaman/minggu. Suhu optimal untuk pertumbuhan Sansevieria yaitu pada

malam hari 15 – 21o C dan pada siang hari 21 – 27o C (Saraswati, 2006). Namun

menurut Triharyanto dan Sutrisno (2007), suhu optimal untuk pertumbuhan

Sansevieria pada malam hari 18 - 21o C dan siang hari 24 - 29o C. Perbedaan suhu

antara siang dan malam hari yang mencolok justru memberi dampak pertumbuhan yang baik.

Tanaman Sansevieria akan tumbuh ideal dengan pencahayaan penuh atau pada ruang terbuka. Namun, Sansevieria tetap dapat tumbuh pada pencahayaan kurang atau pada ruang ternaungi. Ruang penanaman dengan intensitas cahaya rendah dapat menyebabkan warna daun Sansevieria terlihat pudar.

Perkembangbiakan

Menurut Purwanto (2006) Sansevieria dapat dibiakkan secara generatif maupun vegetatif. Pembiakan Sansevieria secara generatif menggunakan biji hasil fertilisasi. Fertilisasi terjadi bila serbuk sari jatuh di atas kepala putik Sansevieria, maka akan terbentuk biji. Biji Sansevieria akan masak setelah berumur 2 – 5 bulan, tergantung varietasnya. Biji Sansevieria mengandung dua embrio, sehingga terdapat kemungkinan dihasilkan dua jenis tanaman baru yang berbeda.

Setiap jenis Sansevieria mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda dalam membentuk biji. Ukuran biji Sansevieria bervariasi, yaitu antara 300 biji/g sampai dengan 25 biji/g. Triharyanto dan Sutrisno (2007) menyatakan bahwa setiap jenis Sansevieria memerlukan waktu yang berbeda – beda untuk kemasakan bijinya. Sansevieria berdaun tebal memerlukan waktu hingga empat bulan sejak penyerbukan, sedangkan Sansevieria berdaun tipis memerlukan waktu kurang lebih dua bulan. Oleh karena lamanya waktu yang diperlukan untuk melakukan perkembangbiakan secara generatif ini, maka masyarakat menggunakan metode perkembangbiakan lain yang relatif lebih cepat, yaitu dengan perkembangbiakan vegetatif.

Metode pembiakan secara vegetatif yang mudah dan paling sesuai untuk Sansevieria adalah dengan stek daun. Syarat tanaman induk untuk pembiakan Sansevieria secara stek daun adalah tanaman yang sudah cukup dewasa, minimal berumur 12 bulan, sehat dan tumbuh subur. Jenis Sansevieria berdaun panjang, yaitu berukuran 40 – 50 cm, dapat dipotong menjadi beberapa bahan stek. Stek daun Sansevieria berukuran pendek, yaitu 5 – 10 cm, hanya dapat dijadikan satu bahan stek. Stek daun yang terlalu panjang merupakan pemborosan dan dapat menyebabkan stek peka terhadap penyakit (Lingga, 2005). Bahkan daun

Sansevieria tipe birdnest atau tipe sarang burung juga bisa digunakan sebagai

bahan stek (Purwanto, 2006).

Faktor penting dalam perbanyakan melalui stek daun adalah pembentukan akar dan tunas. Pembentukan akar terjadi karena adanya translokasi auksin dan karbohidrat ke bagian dasar stek untuk menstimulir pembentukan kalus yang kemudian akan membentuk akar adventif (Rochiman dan Harjadi, 1973). Pada pembiakan vegetatif, terutama stek, pembentukan akar merupakan hal terpenting. Akar yang terbentuk pada stek mampu menyerap hara dan air dari media sehingga tidak hanya tergantung pada cadangan makanan dan air yang ada dalam stek. Stek yang telah membentuk akar akan segera membentuk tunas.

Umumnya perbanyakan tanaman dengan metode stek dapat menghasilkan

keturunan yang identik dengan induknya, akan tetapi hasil anakan Sansevieria

trifasciata melalui stek tidak demikian. Keturunan yang diperoleh dari stek daun

Sansevieria trifasciata menghasilkan keturunan yang berbeda dengan induknya.

Sansevieria trifasciata mengalami perubahan sifat yang disebut mutasi. Purwanto

(2006) menyatakan bahwa mutasi yang terjadi pada bagian tertentu dari sel dan berlangsung dalam waktu singkat disebut kimera.

Kimera menyebabkan banyak sekali variasi pada warna, guratan, dan bentuk daun Sansevieria. Menurut Purwanto (2006) contoh Sansevieria yang mengalami

mutasi yaitu Sansevieria trifasciata ‘Futura’ yang memiliki warna kuning di

pinggir daun lebih tegas berubah menjadi Sansevieria trifasciata ‘Robusta’ warna

kuning di pinggir daun hilang dan seluruh daun berwana hijau. Sansevieria

trifasciata ‘Golden Hahnii’ pinggir daun berwarna kuning dengan kombinasi abu

nama Sansevieria trifasciata ‘Hahnii’. Hasil penelitian Lestari (2007)

membuktikan bahwa stek Sansevieria trifasciata ‘Lilian True’ yang sebelumnya

memiliki pinggir daun berwarna kuning berubah menjadi hijau seluruhnya.

Media Tanam untuk Stek

Media tanam merupakan syarat tumbuh yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Karakteristik media tanam yang baik memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik sehingga mampu menopang fisik tanaman dan mampu menyuplai kebutuhan hara tanaman. Menurut Hartman dan Kester (1990) media tumbuh yang ideal untuk tanaman secara umum adalah memiliki struktur yang gembur, aerasi dan drainase yang baik, kelembaban cukup, bebas organism pengganngu, cukup hara mineral dan bobotnya ringan.

Syarat media perbanyakan untuk stek adalah media yang mampu memberikan kelembaban pada stek dan memungkinkan penetrasi udara ke dasar media. Media tanam harus steril dari hama, penyakit, dan benih gulma. Media tanam yang digunakan untuk pembiakan Sansevieria pada penelitian ini adalah tanah, pupuk kandang kambing, arang sekam dan serbuk kayu.

Tanah

Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, seperti mineral anorganik, mineral organik, organisme tanah, udara dan air. Tekstur tanah adalah perbandingan relatif fraksi-fraksi penyusun tanah yang terdiri dari pasir, debu dan liat. Struktur tanah sangat penting dalam pertanian karena menentukan aerasi tanah, pergerakan air tanah dan penetrasi akar tanaman (Ashari, 2006).

Tanah adalah media yang lazim digunakan untuk tanaman hias. Tanah yang digunakan sebagai media taman untuk Sansevieria, sebaiknya bukan jenis tanah liat, karena porositasnya kecil. Tanah yang baik untuk media tanam Sansevieria adalah tanah yang berporositas tinggi seperti tanah merah (latosol). Keuntungan lain dari penggunaan tanah sebagai media tanam Sansevieria adalah dapat menyediakan beberapa unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman (Duniaflora, 2010). Namun, penggunaan media tanah dapat menyebabkan

kegagalan stek akibat serangan penyakit karena media tanah biasanya mengandung propagul penyakit.

Pupuk kandang kambing

Pupuk kandang digunakan sebagai sumber hara tanaman, baik hara makro maupun hara mikro yang berasal dari bahan organik. Pupuk kandang yang digunakan harus sudah terdekomposisi dengan sempurna. Pupuk kandang yang belum terdekomposisi dengan sempurna dapat menghambat proses perakaran tanaman. Hal ini karena media tanam menjadi panas akibat proses fermentasi pupuk kandang yang masih berlangsung. Beberapa kandungan hara penting pada

pupuk kandang kambing adalah N 4%; P2O5 61% dan K2O 2,8 % (Purwanto,

2006). Selain sebagai penyedia unsur hara makro maupun mikro pada tanaman, bahan organik yang dimiliki pupuk kandang kambing juga berfungsi sebagai perbaikan struktur media tanah.

Arang Sekam

Menurut Harjadi (1996) penggunaan limbah pertanian seperti sisa jerami, arang sekam, tongkol jagung dan kulit biji kapas dapat digunakan untuk media tanam. Wuryaningsih dan Darliah (1994) menyatakan bahwa arang sekam dapat digunakan sebagai medi karena memiliki sifat ringan (berat jenis = 0.2 kg/l), kasar (banyak pori) sehingga sirkulasi udara tinggi, berwarna hitam sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif serta dapat mengurangi pengaruh penyakit khususnya bakteri.

Sekam padi berasal dari kulit biji padi yang digiling. Media tanam ini dikenal sebagai media yang mampu menyimpan kelembaban dengan baik dan dapat mengalirkan air dengan baik. Sekam padi yang biasa digunakan berupa sekam mentah (belum dibakar) maupun arang sekam. Arang sekam adalah media tanam inert (tidak mengandung unsur hara) yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi yang tidak sempurna. Pembakaran sekam dihentikan sebelum menjadi abu dengan cara disiram air. Arang sekam dapat digunakan tanpa melalui tahap sterilisasi karena mikroba patogen telah mati selama proses pembakaran. Sekam bakar memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi.

Menurut Purwanto (2006) arang sekam mudah mengikat air, tidak mudah lapuk, tidak cepat menggumpal, tidak mudah ditumbuhi fungi dan bakteri, serta dapat menyerap senyawa toksik (racun) dan mampu melepaskannya kembali pada saat penyiraman. Arang sekam juga berperan sebagai sumber kalium bagi tanaman. Pada media sekam padi akar terjamin kebersihannya dan bebas jasad renik yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

Serbuk Kayu

Serbuk kayu merupakan materi yang berasal dari hasil samping tanaman

yang telah dipanen atau biasa disebut wood residue. Materi ini digunakan sebagai

pengganti komponen organik seperti kokopit (serbuk sabut kelapa), bila harga kokopit terlalu mahal (Ashari, 2006).

Serbuk kayu adalah media taman yang memiliki bobot yang ringan. Penggunaan media serbuk kayu harus memperhatikan kematangannya. Selain memiliki porositas yang tinggi, serbuk kayu juga memilki rasio C/N yang cukup tinggi (Redaksi PS, 2007). Media serbuk kayu dapat menyerap air lebih banyak daripada media arang sekam. Hal tersebut baik untuk pertumbahan tanaman yang membutuhkan kadar air tinggi. Namun pada tanaman xerofit, seperti Sansevieria, kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan fungi sehingga dapat menyebabkan kematian stek.

Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa alami maupun sintetik yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur, merangsang atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel tanaman. ZPT yang dihasilkan oleh tanaman disebut fitohormon sedangkan yang berasal dari luar tanaman secara buatan disebut ZPT sintetik (Wattimena, 1988).

ZPT dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, sitokinin, giberelin, etilen dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologi. Auksin adalah senyawa yang dicirikan oleh kemampuan dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucuk. Sedangkan yang

untuk menstimulasi pembelahan sel, perpanjangan sel atau keduanya. ZPT sitokonin adalah senyawa yang mempunyai bentuk dasar adenin (6-amino purin) yang mendukung terjadinya pembelahan sel. Senyawa Etilen terdiri dari 2 atom karbon dan 4 atom hidrogen, dalam keadaan normal ZPT ini akan berbentuk gas. Etilen mempunyai peranan dalam proses pematangan buah dalam fase klimakterik. ZPT terakhir adalah inhibitor yang berperan menghambat proses biokimia dan proses fisiologi bagi aktivitas keempat ZPT tersebut (Maspary, 2011).

Abidin (1982) menyatakan bahwa perkembangan sel tanpa pemberian auksin memperlihatkan pertumbuhan yang sangat kecil dibandingkan dengan pemberian auksin. Penggunaan ZPT untuk merangsang pertumbuhan akar dan tunas pada berbagai stek (batang, daun dan pucuk) dan berbagai jenis tanaman konsentrasinya sangat bervariasi. Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, kondisi ZPT pada tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan Februari 2011 di Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB Dramaga, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan stek dari daun

Sansevieria trifasciata “Lorentii”, ZPT, fungisida dan media tanaman yang terdiri

atas campuran tanah dengan pupuk kandang kambing, arang sekam dan serbuk kayu.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau kater, mistar, polibag

berukuran 25 x 30 cm, paranet 65%, handsprayer, timbangan digital dan alat

penunjang lainnya.

Rancangan Percobaan

Percobaan ini merupakan percobaan faktorial yang menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah media tanam yang terdiri atas tiga taraf, yaitu campuran tanah dengan pupuk kandang kambing, arang sekam dan serbuk kayu. Faktor kedua yaitu panjang stek daun Sansevieria yang terdiri atas tiga taraf, yaitu 5 cm, 10 cm dan 15 cm. Percobaan terdiri atas 9 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdiri dari 9 polibag dan setiap polibag terdapat 2 stek, sehingga diperlukan 486 stek daun

Sansevieria trifasciata “Lorentii”.

Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y ijk = µ + σi + αj + βk + (αβ)jk + ε ijk

Keterangan:

Y ijk = nilai pengamatan dari ulangan ke-i kombinasi media ke-j dan panjang stek ke-k

σi = pengaruh ulangan ke-i

αj = pengaruh media ke-j

βk = pengaruh panjang stek ke-k

(αβ)jk = pengaruh interaksi kombinasi media ke-j dan panjang stek ke-k

ε ijk = pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-i, kombinasi media ke-j,

panjang stek ke-k

i = 1, 2, 3

j = 1, 2, 3

k = 1, 2, 3, 4

Analisis ragam dilakukan menggunakan Uji F, yaitu untuk mengetahui pengaruh setiap perlakuan terhadap peubah yang diamati. Apabila menunjukkan adanya pengaruh dari faktor yang diberikan terhadap peubah maka dilanjutkan

dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Gomez

dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Percobaan

Persiapan Bahan Tanaman

Bahan tanam yang digunakan adalah tanaman induk Sansevieria

trifasciata “Lorentii” yang berasal dari toko tanaman di Bogor. Bahan stek yang

digunakan memiliki kriteria dengan tinggi daun sekitar 40 – 50 cm, sehat dan tumbuh subur. Panjang stek yang digunakan yaitu 5 cm, 10 cm dan 15 cm. Bahan taman stek daun Sansevieria ditunjukan pada Gambar 2.

Gambar 2. Bahan tanam; (a) daun Sansevieria utuh, (b) stek daun dengan panjang 5, 10 dan 15 cm.

Persiapan Media

Media tanam yang digunakan yaitu tanah, pupuk kandang kambing, sebuk kayu dan arang sekam. Media tanah dan pupuk kandang kambing dicampur dengan perbandingan volume 1:1, arang sekam dan serbuk kayu. Kemudian media

dimasukkan dalam polibag dengan ukuran 25 x 30 cm, setiap polibag diisi media hingga ¾ bagian. Polibag yang berisi media disiram air hingga jenuh. Jenis media yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Media tanam; (a) tanah dan pupuk kandang kambing, (b) arang sekam dan (c) serbuk kayu

Zat Pengatur Tumbuh yang Digunakan dan Cara Aplikasinya

Daun dari tanaman induk Sansevieria trifasciata “Lorentii” yang sudah

dipotong sesuai ukuran, selanjutnya diberikan ZPT sebanyak 1 g/stek dalam bentuk pasta. ZPT diberikan dengan cara dioleskan pada bagian bawah potongan bahan stek yang akan ditanam. Adapun komposisi ZPT yang digunakan yaitu

Naphtalene acetic acid (NAA) 0,067%, metil 1 Naphthalene acetamida (m-NAD)

0.013 %. Metil 1 Napthalene Acetic Acid (MNAA) 0.003%, Indol Butyric Acid

(IBA) 0,057% dan thyram 4 %. Cara aplikasi ZPT dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Cara aplikasi ZPT pada stek daun Sansevieria

Penanaman Stek

Bahan stek yang telah diberi ZPT ditanam dalam polibag yang berisi media tanam dengan kedalaman sekitar 2 – 3 cm. Media tidak ditekan untuk memadatkan. Pemadatan media dilakukan oleh siraman air agar kandungan

oksigen di dapat dilih Ste rancangan tanah di b Pemeliha Pe sekali, bil media aga berada da Pengendal menyempr Pengama Pe a. Persen P ada ba Pengam b. Persen P panjan i dalam me hat pada Ga ek yang sud n percobaan awah naung raan emeliharaan la tidak ter ar media ti alam poliba lian penya rotkan fung tan eubah yang d ntase stek hi Persentase st agian stek y matan stek Persentase ntase stek be Persentase s ng ≥ 0.3 cm dia lebih ba ambar 5. Gamba dah ditanam n yang suda gan paranet n dilakukan rjadi hujan idak terlalu ag dikendal akit yang gisida berm diamati pad idup tek hidup d yang masih h hidup diam e stek hidup erakar stek berakar . Pengamata anyak. Taha ar 5. Tahapa m dalam pol ah ditentuk dengan inte dengan m n. Hal itu b u lembab d ikan secara disebabkan merek dagan da penelitian dilihat dari p hijau dan m mati pada mi p = Jum Seluruh r ditandai d an stek bera apan penana an penanam ibag lalu di kan, lalu dil ensitas caha melakukan p bertujuan u dan tidak te a manual, y n fungi d g dithane M n meliputi: penampakan memungkink inggu ke-12 mlah stek hi h stek yang dengan mun akar dilakuk aman stek d man isusun sesua letakkan di aya 65%. penyiraman untuk menja erlalu kerin yaitu denga dikendalikan M-45. n stek daun kan terbentu 2. idup x ditanam nculnya aka kan pada mi daun Sansev ai tata letak atas permu setiap dua aga kelemb ng. Gulma an mencabu n dengan n yang sehat uknya perak 100% ar yang mem inggu ke-12 vieria k pada ukaan a hari baban yang utnya. cara t atau karan. miliki 2.

Persentase stek berakar = Jumlah stek berakar x 100% Seluruh stek yang ditanam

c. Persentase stek bertunas

Persentase stek bertunas ditandai dengan munculnya tunas yang memiliki

panjang ≥ 0.5 cm. Pengamatan stek bertunas dilakukan pada minggu ke-12.

Persentase stek bertunas = Jumlah stek bertunas x 100%

Seluruh stek yang ditanam

d. Panjang akar

Panjang akar diukur dari pangkal hingga ujung akar pada akar yang terpanjang. Pengamatan panjang akar dilakukan pada minggu ke-12.

Dokumen terkait