• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh media tanam dan panjang Stek daun terhadap inisiasi tunas Muda lidah mertua (sansevieria Trifasciata “lorentii”)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh media tanam dan panjang Stek daun terhadap inisiasi tunas Muda lidah mertua (sansevieria Trifasciata “lorentii”)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENG

TER

DE

GARUH M

RHADAP

(

S

EPARTEM

IN

MEDIA TA

INISIAS

Sansevier

AH

MEN AGR

FAKU

NSTITUT

ANAM D

SI TUNAS

ria trifasci

HMAD SO

A24060

RONOMI

ULTAS PE

T PERTA

2012

DAN PAN

S MUDA

iata “

Lor

OBARI

0427

I DAN HO

ERTANIA

ANIAN BO

2

NJANG ST

LIDAH M

entii”)

ORTIKU

AN

OGOR

TEK DAU

MERTUA

(2)

PENG

TER

DE

GARUH M

RHADAP

(

S

EPARTEM

IN

MEDIA TA

INISIAS

Sansevier

AH

MEN AGR

FAKU

NSTITUT

ANAM D

SI TUNAS

ria trifasci

HMAD S

A24060

RONOMI

ULTAS PE

T PERTA

2012

DAN PAN

S MUDA

iata

“Lor

OBARI

0427

I DAN HO

ERTANIA

ANIAN BO

2

NJANG ST

LIDAH M

entii”)

ORTIKU

AN

OGOR

TEK DAU

MERTUA

(3)

RINGKASAN

AHMAD SOBARI. Pengaruh Media Tanam dan Panjang Stek Daun

terhadap Inisiasi Tunas Muda Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata

“Lorentii”). Dibimbing oleh TATIEK KARTIKASUHARSI.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh media tanam dan

panjang stek daun terhadap inisiasi tunas muda lidah mertua (Sansevieria

trifasciata ‘Lorentii’) yang dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB

Dramaga pada bulan November 2010 sampai Februari 2011.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok

Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama

adalah media tanam terdiri atas campuran tanah dan pupuk kandang kambing,

arang sekam dan serbuk kayu. Faktor kedua adalah panjang stek daun lidah

mertua yang terdiri atas 5 cm, 10 cm, dan 15 cm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase stek hidup, persentase

stek berakar, persentase stek bertunas, panjang akar, jumlah tunas, bobot basah

dan bobot kering tunas tertinggi ditunjukkan oleh stek dengan panjang 15 cm

yang ditanam di media campuran tanah dan pupuk kandang kambing. Media

terbaik untuk memicu inisiasi tunas muda Sansevieria adalah media campuran

tanah dan pupuk kandang kambing. Panjang stek Sansevieria terbaik untuk

perakaran adalah 10 dan 15 cm, sedangkan panjang stek terbaik untuk inisiasi

tunas muda Sansevieria adalah panjang stek 15 cm. Stek Sansevieria dengan

panjang 15 cm yang ditanam pada media campuran tanah dan pupuk kandang

(4)

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PANJANG STEK DAUN

TERHADAP INISIASI TUNAS MUDA LIDAH MERTUA

(

Sansevieria trifasciata “

Lorentii”)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

AHMAD SOBARI

A24060427

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul :

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PANJANG

STEK DAUN TERHADAP INISIASI TUNAS

MUDA LIDAH MERTUA (

Sansevieria

trifasciata

“Lorentii”)

Nama

:

AHMAD SOBARI

NIM

:

A24060427

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Dra. TatiekKartikaSuharsi, MS. NIP. 19550324 98203 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP : 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Mei 1987 dari bapak Hanapiah

(alm.) dan ibu Enah. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

pada program mayor minor. Penulis memilih Mayor Agronomi dan Hortikultura

Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah

Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2008-2010, serta pernah menjadi

asisten mata kuliah Dasar-dasar Hortikultura dan mata kuliah Ilmu Tanaman

Perkebunan pada tahun ajaran 2009/2010. Penulis juga aktif dalam organisasi

kemahasiswaan maupun non-kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan yang

pernah diikuti penulis yaitu menjadi Kepala Departemen Minat dan Bakat Badan

Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB) pada tahun

2006/2007, menjadi staf dan Wakil Ketua BEM Fakultas Pertanian pada tahun

2007-2009, dan menjadi Ketua Islamic Student Center (ISC) LDK Al Hurriyyah

IPB pada tahun 2009/2010. Organisasi non-kemahasiswaan yang penulis ikuti

yaitu Forum Untuk Semua (For US), BNC, KSPM, dan Syakaa EO.

Selama mengikuti perkuliahan penulis juga pernah mendapatkan dana

Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) dari DIKTI pada tahun 2010 dan

Beasiswa prestasi maupun non-prestasi diantaranya Beasiswa SPP++, BBM, PPA,

Karya Salemba Empat (KSE), dan PPSDMS-NF . Pada periode bulan Juli sampai

Agustus tahun 2009 penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di desa

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah

melimpahkan karunia-Nya, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada

Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan orang-orang yang berjuang

menegakkan ajaran agama-Nya.

Penelitian yang dilakukan berjudul pengaruh media tanam dan panjang stek

daun terhadap inisiasi tunas muda lidah mertua (Sansevieria trifasciata

“Lorentii”). Laporan karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil percobaan yang

dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo Departemen Agronomi dan

Hortikultura, IPB Dramaga, Bogor pada bulan November 2010 sampai dengan

Februari 2011.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. H. Hanafiah (alm.) dan Hj. Enah yaitu orang tua yang telah mendidik saya.

2. Dr. Dra. Tatiek Kartika Suharsi, MS. selaku pembimbing skripsi.

3. Ir. Megayani Sri Rahayu, MS sebagai pembimbing akademik.

4. Dr. Ani Kurniawati dan Dr. Ketty Suketi sebagai penguji skripsi.

5. Istriku tercinta (Sri Asih, S.Si) yang selalu memotivasi dan memberikan

semangat kepada saya.

6. Kepada teman-temanku; Noni Husnayati, Dhiauzikrillah, Nur Izzatil Hasanah,

Oyok Sopian, Kustiana, Silvia Herawati, Febby Ariawiyana, dan teman-teman

di AGH43, ISC Al-Hurriyyah, PPSDMS-NF atas motivasi dan dukungannya.

7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmah ini.

Semoga karya tulis ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun semua

pihak yang membutuhkannya demi perkembangan dan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Bogor, Oktober 2012

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Sansevieria ... 3

Media Tanam untuk Stek ... 6

Zat Pengatur Tumbuh ... 8

BAHAN DAN METODE ... 10

Waktu dan Tempat Percobaan ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Rancangan Percobaan ... 10

Pelaksanaan Percobaan ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Kondisi Umum ... 15

Pengaruh Media Tanam dan Panjang Stek Daun terhadap Inisiasi Tunas Muda Sansevieria ... 18

Pengaruh Interaksi antara Media Tanam dan Panjang Stek terhadap Bobot Basah dan Bobot Kering Tunas ... 20

Pertumbuhan Akar ... 21

Persentase Stek Berakar ... 22

Panjang Akar ... 23

Pertumbuhan Tunas ... 24

Persentase Stek Bertunas ... 25

Jumlah Tunas ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 28

Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh media tanam dan

panjang stek daun terhadap inisiasi tunas muda mertua ... 18

2. Pengaruh interaksi antara media tanam dan panjang stek

terhadap bobot basah dan bobot kering tunas ... 20

3. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap persentase

stek berakar ... 22

4. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap panjang akar .. 23

5. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap persentase

stek bertunas ... 25

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Morfologi Sansevieria; (a) akar dan batang, (b) daun dan (c)

bunga ... 3

2. Bahan tanam; (a) daun Sansevieria utuh, (b) stek daun dengan panjang 5, 10 dan 15 cm ... 11

3. Media tanam; (a) tanah dan pupuk kandang kambing, (b) arang sekam dan (c) serbuk kayu ... 12

4. Cara aplikasi ZPT pada stek daun Sansevieria ... 12

5. Tahapan penanaman ... 13

6. (a) Kerusakan stek akibat kekurangan air (b) Kerusakan stek akibat kelebihan air ... 15

7. Rayap yang menyerang tanaman dengan media serbuk kayu... 16

8. Stek yang mengalami kebusukan akibat serangan cendawan ... 17

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Tata letak penelitian ... 32

2. Lokasi penelitian ... 33

3. Stek bertunas dengan kombinasi perlakuan media tanam dan panjang stek umur 12 MST ... 34

4. Sidik ragam stek hidup ... 35

5. Sidik ragam stek berakar ... 35

6. Sidik ragam stek bertunas ... 35

7. Sidik ragam panjang akar ... 35

8. Sidik ragam jumlah tunas ... 36

9. Sidik ragam bobot basah tunas ... 36

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lidah mertua (Sansevieria trifasciata “Lorentii”) adalah tanaman sukulen

berserat yang seluruh bagian tanaman mampu menyimpan air dalam jumlah

banyak. Habitat asli Sansevieria adalah daerah tropis yang kering dan mempunyai

iklim gurun yang panas. Sansevieria juga tumbuh di pegunungan yang tandus dan

gurun pasir yang gersang. Keadaan ini menunjukkan Sansevieria dapat bertahan

di lingkungan yang sangat ekstrim kering selama beberapa tahun, seperti di

beberapa kepulauan Afrika yang memiliki curah hujan sangat rendah dan bulan

hujan sangat pendek. Selain itu, Sansevieria tahan terhadap suhu dan pencahayaan

rendah.

Sansevieria dikenali dengan melihat karakter daunnya yang tebal, sukulen

dan tumbuh tegak. Sansevieria di Indonesia mendapat julukan lidah mertua

(Mother in Lauws Tongue). Beberapa kultivar Sansevieria memiliki daun bercorak

seperti ular, sehingga orang mudah mengenal dan menamakannya tanaman

ular-ularan (Snake Plant) (Purwanto, 2006). Daun Sansevieria mempunyai bentuk,

ukuran, warna dan tekstur yang bervariasi antar spesiesnya. Warna daun

Sansevieria beragam, yaitu hijau tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak dan warna

kombinasi putih kuning atau hijau kuning. Motif alur atau garis-garis yang

terdapat pada helai daun juga bervariasi, yaitu mengikuti serat daun, tidak

beraturan dan zig-zag. Keunikan berbagai sub spesies dan kultivar Sansevieria ini

menjadikannya banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias.

Sansevieria memiliki keunggulan yang jarang ditemui pada tanaman lain,

diantaranya sangat resisten terhadap polutan dan bahkan mampu menyerap

polutan tersebut. Hal itu karena Sansevieria mengandung bahan aktif pregnane

glikosid yang mampu mereduksi polutan menjadi asam organik, gula dan

beberapa senyawa asam amino (Purwanto, 2006). Badan Antariksa Amerika

Serikat (NASA) menyatakan bahwa tanaman Sansevieria mampu menyerap

beragam unsur polutan berbahaya di udara, termasuk karbon monoksida (CO),

timbal (Pb), asap nikotin, gas asam sulfida (H2S) dan menyerap senyawa kimia

(13)

(Redaksi PS, 2007). Sulianta dan Yonathan (2009) menyatakan bahwa

Sansevieria trifasciata “Lorentii” mampu mendekomposisi formaldehid, benzena

hingga 53% dan trikloroetilen hingga 13% dalam waktu 24 jam. Oleh karena itu,

Sansevieria sangat baik diletakkan di dalam ruangan, maupun digunakan sebagai

tanaman hias di jalan-jalan yang lalu lintasnya padat sebagai antipolutan.

Menurut Sulianta dan Yonathan (2009) beberapa jenis Sansevieria

dimanfaatkan untuk diambil seratnya sebagai bahan baku tekstil, terutama di

negara Cina dan New Zealand. Sementara di Afrika, Sansevieria dimanfaatkan

getahnya sebagai anti racun ular dan serangga.

Lidah mertua merupakan tanaman hias popular, namun penyediaan

tanaman Sansevieria memiliki kendala dalam budidaya. Kendala utamanya adalah

penyediaan bibit dalam jumlah banyak dengan waktu singkat sulit dilakukan,

karena pertumbuhannya yang lambat. Salah satu cara penyediaan bibit adalah

dengan perkembangbiakan vegetatif yaitu stek daun dengan bantuan pemberian

zat pengatur tumbuh (ZPT) (Ramadiana, 2008). Selain itu, faktor lain yang diduga

mempengaruhi inisiasi tunas baru pada stek adalah penggunaan media tanam dan

panjang stek yang tepat, sehingga dapat diperoleh bibit baru dalam waktu singkat

dan biaya yang relatif lebih murah. Banyaknya manfaat Sansevieria dan

diperlukannya metode yang tepat untuk budidaya Sansevieria mendasari peneliti

melakukan penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh media tanam dan panjang

stek daun terhadap inisiasi tunas muda lidah mertua.

Hipotesis

1. Terdapat satu jenis media tanam yang paling tepat untuk inisiasi tunas muda

Sansevieria.

2. Diperoleh panjang stek yang paling efektif untuk inisiasi tunas muda

Sansevieria.

3. Terdapat interaksi antara media tanam dan panjang stek yang paling tepat

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Sansevieria

Morfologi

Sansevieria berakar serabut, berwarna putih dan menampilkan perakaran

yang banyak pada Sansevieria yang sehat. Akar tumbuh pada rhizome atau

rimpang yang merupakan modifikasi dari batang (Triharyanto dan Sutrisno, 2007)

Batang Sansevieria berada di bawah permukaan tanah, pendek dan beruas

disebut dengan rhizome atau rimpang. Terdapat beberapa macam rimpang pada

Sansevieria, yaitu rimpang tebal menyerupai batang atau akar tunjang tanaman

berkayu, rimpang yang tebal berserat, liat dan pendek, rimpang yang merayap di

permukaan tanah dan dangkal.

Daun Sansevieria mempunyai bentuk, ukuran, warna dan tekstur yang

bervariasi antar varietasnya. Daun Sansevieria tersusun roset. Warna daun

Sansevieria beragam, yaitu hijau tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak dan warna

kombinasi putih kuning atau hijau kuning. Motif alur atau garis-garis yang

terdapat pada helai daun juga bervariasi, diantaranya mengikuti arah serat daun,

tidak beraturan dan ada juga yang zig-zag.

Lingga (2005) menyatakan bahwa mahkota bunga jantan dan betina

Sansevieria berwarna putih kekuningan. Bunga Sansevieria adalah bunga

majemuk bertipe malai, dalam satu malai terdapat puluhan bunga yang

berkedudukan simetris mengelilingi tangkai bunga. Purwanto (2006)

mengemukakan bahwa bunga Sansevieria termasuk bunga uniseksual, yaitu

memiliki bunga betina dan jantan dalam satu pohon. Morfologi akar, batang, daun

dan bunga Sansevieria dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b) (c)

(15)

Faktor Tumbuh

Sansevieria pada prinsipnya dapat hidup pada kondisi marginal, meskipun

pada tempat yang mengandung polusi udara maupun tempat yang miskin cahaya

dan air. Tanaman Sansevieria membutuhkan air minimal sebanyak 26

ml/tanaman/minggu. Suhu optimal untuk pertumbuhan Sansevieria yaitu pada

malam hari 15 – 21o C dan pada siang hari 21 – 27o C (Saraswati, 2006). Namun

menurut Triharyanto dan Sutrisno (2007), suhu optimal untuk pertumbuhan

Sansevieria pada malam hari 18 - 21o C dan siang hari 24 - 29o C. Perbedaan suhu

antara siang dan malam hari yang mencolok justru memberi dampak pertumbuhan

yang baik.

Tanaman Sansevieria akan tumbuh ideal dengan pencahayaan penuh atau

pada ruang terbuka. Namun, Sansevieria tetap dapat tumbuh pada pencahayaan

kurang atau pada ruang ternaungi. Ruang penanaman dengan intensitas cahaya

rendah dapat menyebabkan warna daun Sansevieria terlihat pudar.

Perkembangbiakan

Menurut Purwanto (2006) Sansevieria dapat dibiakkan secara generatif

maupun vegetatif. Pembiakan Sansevieria secara generatif menggunakan biji hasil

fertilisasi. Fertilisasi terjadi bila serbuk sari jatuh di atas kepala putik Sansevieria,

maka akan terbentuk biji. Biji Sansevieria akan masak setelah berumur 2 – 5

bulan, tergantung varietasnya. Biji Sansevieria mengandung dua embrio, sehingga

terdapat kemungkinan dihasilkan dua jenis tanaman baru yang berbeda.

Setiap jenis Sansevieria mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda

dalam membentuk biji. Ukuran biji Sansevieria bervariasi, yaitu antara 300 biji/g

sampai dengan 25 biji/g. Triharyanto dan Sutrisno (2007) menyatakan bahwa

setiap jenis Sansevieria memerlukan waktu yang berbeda – beda untuk kemasakan

bijinya. Sansevieria berdaun tebal memerlukan waktu hingga empat bulan sejak

penyerbukan, sedangkan Sansevieria berdaun tipis memerlukan waktu kurang

lebih dua bulan. Oleh karena lamanya waktu yang diperlukan untuk melakukan

perkembangbiakan secara generatif ini, maka masyarakat menggunakan metode

perkembangbiakan lain yang relatif lebih cepat, yaitu dengan perkembangbiakan

(16)

Metode pembiakan secara vegetatif yang mudah dan paling sesuai untuk

Sansevieria adalah dengan stek daun. Syarat tanaman induk untuk pembiakan

Sansevieria secara stek daun adalah tanaman yang sudah cukup dewasa, minimal

berumur 12 bulan, sehat dan tumbuh subur. Jenis Sansevieria berdaun panjang,

yaitu berukuran 40 – 50 cm, dapat dipotong menjadi beberapa bahan stek. Stek

daun Sansevieria berukuran pendek, yaitu 5 – 10 cm, hanya dapat dijadikan satu

bahan stek. Stek daun yang terlalu panjang merupakan pemborosan dan dapat

menyebabkan stek peka terhadap penyakit (Lingga, 2005). Bahkan daun

Sansevieria tipe birdnest atau tipe sarang burung juga bisa digunakan sebagai

bahan stek (Purwanto, 2006).

Faktor penting dalam perbanyakan melalui stek daun adalah pembentukan

akar dan tunas. Pembentukan akar terjadi karena adanya translokasi auksin dan

karbohidrat ke bagian dasar stek untuk menstimulir pembentukan kalus yang

kemudian akan membentuk akar adventif (Rochiman dan Harjadi, 1973). Pada

pembiakan vegetatif, terutama stek, pembentukan akar merupakan hal terpenting.

Akar yang terbentuk pada stek mampu menyerap hara dan air dari media sehingga

tidak hanya tergantung pada cadangan makanan dan air yang ada dalam stek. Stek

yang telah membentuk akar akan segera membentuk tunas.

Umumnya perbanyakan tanaman dengan metode stek dapat menghasilkan

keturunan yang identik dengan induknya, akan tetapi hasil anakan Sansevieria

trifasciata melalui stek tidak demikian. Keturunan yang diperoleh dari stek daun

Sansevieria trifasciata menghasilkan keturunan yang berbeda dengan induknya.

Sansevieria trifasciata mengalami perubahan sifat yang disebut mutasi. Purwanto

(2006) menyatakan bahwa mutasi yang terjadi pada bagian tertentu dari sel dan

berlangsung dalam waktu singkat disebut kimera.

Kimera menyebabkan banyak sekali variasi pada warna, guratan, dan bentuk

daun Sansevieria. Menurut Purwanto (2006) contoh Sansevieria yang mengalami

mutasi yaitu Sansevieria trifasciata ‘Futura’ yang memiliki warna kuning di

pinggir daun lebih tegas berubah menjadi Sansevieria trifasciata ‘Robusta’ warna

kuning di pinggir daun hilang dan seluruh daun berwana hijau. Sansevieria

trifasciata ‘Golden Hahnii’ pinggir daun berwarna kuning dengan kombinasi abu

(17)

nama Sansevieria trifasciata ‘Hahnii’. Hasil penelitian Lestari (2007)

membuktikan bahwa stek Sansevieria trifasciata ‘Lilian True’ yang sebelumnya

memiliki pinggir daun berwarna kuning berubah menjadi hijau seluruhnya.

Media Tanam untuk Stek

Media tanam merupakan syarat tumbuh yang sangat penting bagi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Karakteristik media tanam yang baik

memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik sehingga mampu menopang fisik

tanaman dan mampu menyuplai kebutuhan hara tanaman. Menurut Hartman dan

Kester (1990) media tumbuh yang ideal untuk tanaman secara umum adalah

memiliki struktur yang gembur, aerasi dan drainase yang baik, kelembaban cukup,

bebas organism pengganngu, cukup hara mineral dan bobotnya ringan.

Syarat media perbanyakan untuk stek adalah media yang mampu

memberikan kelembaban pada stek dan memungkinkan penetrasi udara ke dasar

media. Media tanam harus steril dari hama, penyakit, dan benih gulma. Media

tanam yang digunakan untuk pembiakan Sansevieria pada penelitian ini adalah

tanah, pupuk kandang kambing, arang sekam dan serbuk kayu.

Tanah

Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling berkaitan satu dengan

yang lainnya, seperti mineral anorganik, mineral organik, organisme tanah, udara

dan air. Tekstur tanah adalah perbandingan relatif fraksi-fraksi penyusun tanah

yang terdiri dari pasir, debu dan liat. Struktur tanah sangat penting dalam

pertanian karena menentukan aerasi tanah, pergerakan air tanah dan penetrasi akar

tanaman (Ashari, 2006).

Tanah adalah media yang lazim digunakan untuk tanaman hias. Tanah

yang digunakan sebagai media taman untuk Sansevieria, sebaiknya bukan jenis

tanah liat, karena porositasnya kecil. Tanah yang baik untuk media tanam

Sansevieria adalah tanah yang berporositas tinggi seperti tanah merah (latosol).

Keuntungan lain dari penggunaan tanah sebagai media tanam Sansevieria adalah

dapat menyediakan beberapa unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman

(18)

kegagalan stek akibat serangan penyakit karena media tanah biasanya

mengandung propagul penyakit.

Pupuk kandang kambing

Pupuk kandang digunakan sebagai sumber hara tanaman, baik hara makro

maupun hara mikro yang berasal dari bahan organik. Pupuk kandang yang

digunakan harus sudah terdekomposisi dengan sempurna. Pupuk kandang yang

belum terdekomposisi dengan sempurna dapat menghambat proses perakaran

tanaman. Hal ini karena media tanam menjadi panas akibat proses fermentasi

pupuk kandang yang masih berlangsung. Beberapa kandungan hara penting pada

pupuk kandang kambing adalah N 4%; P2O5 61% dan K2O 2,8 % (Purwanto,

2006). Selain sebagai penyedia unsur hara makro maupun mikro pada tanaman,

bahan organik yang dimiliki pupuk kandang kambing juga berfungsi sebagai

perbaikan struktur media tanah.

Arang Sekam

Menurut Harjadi (1996) penggunaan limbah pertanian seperti sisa jerami,

arang sekam, tongkol jagung dan kulit biji kapas dapat digunakan untuk media

tanam. Wuryaningsih dan Darliah (1994) menyatakan bahwa arang sekam dapat

digunakan sebagai medi karena memiliki sifat ringan (berat jenis = 0.2 kg/l), kasar

(banyak pori) sehingga sirkulasi udara tinggi, berwarna hitam sehingga dapat

mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif serta dapat mengurangi pengaruh

penyakit khususnya bakteri.

Sekam padi berasal dari kulit biji padi yang digiling. Media tanam ini

dikenal sebagai media yang mampu menyimpan kelembaban dengan baik dan

dapat mengalirkan air dengan baik. Sekam padi yang biasa digunakan berupa

sekam mentah (belum dibakar) maupun arang sekam. Arang sekam adalah media

tanam inert (tidak mengandung unsur hara) yang dihasilkan dari pembakaran

sekam padi yang tidak sempurna. Pembakaran sekam dihentikan sebelum menjadi

abu dengan cara disiram air. Arang sekam dapat digunakan tanpa melalui tahap

sterilisasi karena mikroba patogen telah mati selama proses pembakaran. Sekam

(19)

Menurut Purwanto (2006) arang sekam mudah mengikat air, tidak mudah

lapuk, tidak cepat menggumpal, tidak mudah ditumbuhi fungi dan bakteri, serta

dapat menyerap senyawa toksik (racun) dan mampu melepaskannya kembali pada

saat penyiraman. Arang sekam juga berperan sebagai sumber kalium bagi

tanaman. Pada media sekam padi akar terjamin kebersihannya dan bebas jasad

renik yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

Serbuk Kayu

Serbuk kayu merupakan materi yang berasal dari hasil samping tanaman

yang telah dipanen atau biasa disebut wood residue. Materi ini digunakan sebagai

pengganti komponen organik seperti kokopit (serbuk sabut kelapa), bila harga

kokopit terlalu mahal (Ashari, 2006).

Serbuk kayu adalah media taman yang memiliki bobot yang ringan.

Penggunaan media serbuk kayu harus memperhatikan kematangannya. Selain

memiliki porositas yang tinggi, serbuk kayu juga memilki rasio C/N yang cukup

tinggi (Redaksi PS, 2007). Media serbuk kayu dapat menyerap air lebih banyak

daripada media arang sekam. Hal tersebut baik untuk pertumbahan tanaman yang

membutuhkan kadar air tinggi. Namun pada tanaman xerofit, seperti Sansevieria,

kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan fungi sehingga

dapat menyebabkan kematian stek.

Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa alami maupun sintetik yang

dalam konsentrasi rendah dapat mengatur, merangsang atau menghambat

pertumbuhan dan perkembangan sel tanaman. ZPT yang dihasilkan oleh tanaman

disebut fitohormon sedangkan yang berasal dari luar tanaman secara buatan

disebut ZPT sintetik (Wattimena, 1988).

ZPT dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, sitokinin,

giberelin, etilen dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan

terhadap proses fisiologi. Auksin adalah senyawa yang dicirikan oleh kemampuan

dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucuk. Sedangkan yang

(20)

untuk menstimulasi pembelahan sel, perpanjangan sel atau keduanya. ZPT

sitokonin adalah senyawa yang mempunyai bentuk dasar adenin (6-amino purin)

yang mendukung terjadinya pembelahan sel. Senyawa Etilen terdiri dari 2 atom

karbon dan 4 atom hidrogen, dalam keadaan normal ZPT ini akan berbentuk gas.

Etilen mempunyai peranan dalam proses pematangan buah dalam fase

klimakterik. ZPT terakhir adalah inhibitor yang berperan menghambat proses

biokimia dan proses fisiologi bagi aktivitas keempat ZPT tersebut (Maspary,

2011).

Abidin (1982) menyatakan bahwa perkembangan sel tanpa pemberian

auksin memperlihatkan pertumbuhan yang sangat kecil dibandingkan dengan

pemberian auksin. Penggunaan ZPT untuk merangsang pertumbuhan akar dan

tunas pada berbagai stek (batang, daun dan pucuk) dan berbagai jenis tanaman

konsentrasinya sangat bervariasi. Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada

spesies tumbuhan, kondisi ZPT pada tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan

dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pada umumnya keseimbangan

konsentrasi dari beberapa ZPT yang akan mengontrol pertumbuhan dan

(21)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan

Februari 2011 di Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan

Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB Dramaga, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan stek dari daun

Sansevieria trifasciata “Lorentii”, ZPT, fungisida dan media tanaman yang terdiri

atas campuran tanah dengan pupuk kandang kambing, arang sekam dan serbuk

kayu.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau kater, mistar, polibag

berukuran 25 x 30 cm, paranet 65%, handsprayer, timbangan digital dan alat

penunjang lainnya.

Rancangan Percobaan

Percobaan ini merupakan percobaan faktorial yang menggunakan

Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor

pertama adalah media tanam yang terdiri atas tiga taraf, yaitu campuran tanah

dengan pupuk kandang kambing, arang sekam dan serbuk kayu. Faktor kedua

yaitu panjang stek daun Sansevieria yang terdiri atas tiga taraf, yaitu 5 cm, 10 cm

dan 15 cm. Percobaan terdiri atas 9 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3

kali, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdiri dari 9

polibag dan setiap polibag terdapat 2 stek, sehingga diperlukan 486 stek daun

Sansevieria trifasciata “Lorentii”.

Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y ijk = µ + σi + αj + βk + (αβ)jk + ε ijk

Keterangan:

Y ijk = nilai pengamatan dari ulangan ke-i kombinasi media ke-j dan panjang stek ke-k

(22)

σi = pengaruh ulangan ke-i

αj = pengaruh media ke-j

βk = pengaruh panjang stek ke-k

(αβ)jk = pengaruh interaksi kombinasi media ke-j dan panjang stek ke-k

ε ijk = pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-i, kombinasi media ke-j,

panjang stek ke-k

i = 1, 2, 3

j = 1, 2, 3

k = 1, 2, 3, 4

Analisis ragam dilakukan menggunakan Uji F, yaitu untuk mengetahui

pengaruh setiap perlakuan terhadap peubah yang diamati. Apabila menunjukkan

adanya pengaruh dari faktor yang diberikan terhadap peubah maka dilanjutkan

dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Gomez

dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Percobaan

Persiapan Bahan Tanaman

Bahan tanam yang digunakan adalah tanaman induk Sansevieria

trifasciata “Lorentii” yang berasal dari toko tanaman di Bogor. Bahan stek yang

digunakan memiliki kriteria dengan tinggi daun sekitar 40 – 50 cm, sehat dan

tumbuh subur. Panjang stek yang digunakan yaitu 5 cm, 10 cm dan 15 cm. Bahan

taman stek daun Sansevieria ditunjukan pada Gambar 2.

Gambar 2. Bahan tanam; (a) daun Sansevieria utuh, (b) stek daun dengan panjang 5, 10 dan 15 cm.

Persiapan Media

Media tanam yang digunakan yaitu tanah, pupuk kandang kambing, sebuk

kayu dan arang sekam. Media tanah dan pupuk kandang kambing dicampur

dengan perbandingan volume 1:1, arang sekam dan serbuk kayu. Kemudian media

(23)

dimasukkan dalam polibag dengan ukuran 25 x 30 cm, setiap polibag diisi media

hingga ¾ bagian. Polibag yang berisi media disiram air hingga jenuh. Jenis media

yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Media tanam; (a) tanah dan pupuk kandang kambing, (b) arang sekam dan (c) serbuk kayu

Zat Pengatur Tumbuh yang Digunakan dan Cara Aplikasinya

Daun dari tanaman induk Sansevieria trifasciata “Lorentii” yang sudah

dipotong sesuai ukuran, selanjutnya diberikan ZPT sebanyak 1 g/stek dalam

bentuk pasta. ZPT diberikan dengan cara dioleskan pada bagian bawah potongan

bahan stek yang akan ditanam. Adapun komposisi ZPT yang digunakan yaitu

Naphtalene acetic acid (NAA) 0,067%, metil 1 Naphthalene acetamida (m-NAD)

0.013 %. Metil 1 Napthalene Acetic Acid (MNAA) 0.003%, Indol Butyric Acid

(IBA) 0,057% dan thyram 4 %. Cara aplikasi ZPT dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Cara aplikasi ZPT pada stek daun Sansevieria

Penanaman Stek

Bahan stek yang telah diberi ZPT ditanam dalam polibag yang berisi

media tanam dengan kedalaman sekitar 2 – 3 cm. Media tidak ditekan untuk

memadatkan. Pemadatan media dilakukan oleh siraman air agar kandungan

(24)

oksigen di

dapat dilih

Ste

rancangan

tanah di b

Pemeliha

Pe

sekali, bil

media aga berada da Pengendal menyempr Pengama Pe a. Persen P ada ba Pengam b. Persen P panjan

i dalam me

hat pada Ga

ek yang sud

n percobaan

awah naung

raan

emeliharaan

la tidak ter

ar media ti

alam poliba

lian penya

rotkan fung

tan

eubah yang d

ntase stek hi

Persentase st

agian stek y

matan stek

Persentase

ntase stek be

Persentase s

ng ≥ 0.3 cm

dia lebih ba

ambar 5.

Gamba

dah ditanam

n yang suda

gan paranet n dilakukan rjadi hujan idak terlalu ag dikendal akit yang gisida berm diamati pad idup

tek hidup d

yang masih h

hidup diam

e stek hidup

erakar

stek berakar

. Pengamata

anyak. Taha

ar 5. Tahapa

m dalam pol

ah ditentuk

dengan inte

dengan m

n. Hal itu b

u lembab d

ikan secara

disebabkan

merek dagan

da penelitian

dilihat dari p

hijau dan m

mati pada mi

p = Jum Seluruh

r ditandai d

an stek bera

apan penana

an penanam

ibag lalu di

kan, lalu dil

ensitas caha

melakukan p

bertujuan u

dan tidak te

a manual, y

n fungi d

g dithane M

n meliputi:

penampakan

memungkink

inggu ke-12

mlah stek hi h stek yang

dengan mun

akar dilakuk

aman stek d

man isusun sesua letakkan di aya 65%. penyiraman untuk menja erlalu kerin yaitu denga dikendalikan M-45.

n stek daun

kan terbentu

2.

idup x ditanam

nculnya aka

kan pada mi

daun Sansev

ai tata letak

atas permu setiap dua aga kelemb ng. Gulma an mencabu n dengan

n yang sehat

uknya perak

100%

ar yang mem

(25)

Persentase stek berakar = Jumlah stek berakar x 100% Seluruh stek yang ditanam

c. Persentase stek bertunas

Persentase stek bertunas ditandai dengan munculnya tunas yang memiliki

panjang ≥ 0.5 cm. Pengamatan stek bertunas dilakukan pada minggu ke-12.

Persentase stek bertunas = Jumlah stek bertunas x 100%

Seluruh stek yang ditanam

d. Panjang akar

Panjang akar diukur dari pangkal hingga ujung akar pada akar yang

terpanjang. Pengamatan panjang akar dilakukan pada minggu ke-12.

e. Jumlah tunas

Tunas yang diamati adalah tunas yang memiliki panjang ≥ 0.5 cm.

Pengamatan jumlah tunas dilakukan pada minggu ke-12.

f. Bobot basah tunas

Tunas yang sudah dipotong dari stek daun kemudian dibersihkan dari

media tanam kemudian ditimbang dengan timbangan analitik empat digit pada

minggu ke-12.

g. Bobot kering tunas

Tunas yang telah diukur bobot basahnya kemudian dioven dengan suhu

60o C selama 3 x 24 jam, lalu berat kering ditimbang dengan timbangan

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat

dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat

pencahayaan di area penanaman stek. Curah hujan saat percobaan berkisar antara

100-500 mm/bulan. Pada kondisi curah hujan seperti ini, perkembangan stek

menunjukkan kondisi yang cukup baik. Menurut Febriana (2009) suplai air sangat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan stek. Abidin (1982) menyatakan

bahwa kekurangan air dapat menyebabkan kematian sel dan jaringan akibat

penurunan difusi CO2 serta penurunan aktifitas fotosintesis. Namun, kelebihan air

juga dapat menyebabkan bahan stek mengalami cekaman aerasi sehingga rentan

terhadap serangan penyakit dan dapat menyebabkan kebusukan akibat kondisi

anerobik. Kondisi stek akibat kekurangan dan kelebihan air dapat dilihat pada

Gambar 6.

(a) (b)

Gambar 6. (a) Kerusakan stek akibat kekurangan air

(b) Kerusakan stek akibat kelebihan air

Suhu rata-rata selama percobaan sekitar 26˚C. Menurut Saraswati (2006)

suhu optimum untuk pertumbuhan Sansevieria yaitu 21 – 27o C, sedangkan

Triharyanto dan Sutrisno (2007) menyatakan suhu optimum pertumbuhan

Sansevieria adalah 24 - 29o C. Suhu dan pencahayaan yang tinggi dapat

meningkatkan transpirasi pada stek, apabila tingkat transpirasi terlalu tinggi dapat

menyebabkan kematian pada stek. Menurut Agrios (1996) umumnya tumbuhan

(27)

dari suhu maksimum untuk pertumbuhannya dibandingkan apabila suhu lebih

rendah dari suhu minimum.

Percobaan ini menggunakan naungan paranet dengan intensitas cahaya

yang masuk sebesar 65% dan hormon eksogen utama yang diberikan adalah NAA

(Naphtalene Acetic Acid). Cahaya merupakan salah satu unsur iklim yang

memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan

tanaman. Cahaya juga berperan sebagai sumber energi primer bagi tumbuhan

dalam proses fotosintesis. Namun, cahaya juga mempengaruhi kerja hormon

pertumbuhan, khususnya hormon yang menstimulasi pembentukan sistem

perakaran. Rochiman dan Harjadi (1973) menyatakan bahwa intensitas cahaya

yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya degradasi hormon, baik hormon

eksogen maupun hormon endogen, yaitu hormon pembentuk perakaran, seperti

auksin endogen yang terdapat pada stek. Menurut Smith dan Yasman (1987),

intensitas cahaya yang baik bagi stek adalah 50-70%. Stek yang diberi naungan

akan berakar lebih banyak dibandingkan stek yang menerima cahaya matahari

langsung.

Perkembangan tanaman pada awal penanaman stek menunjukan kondisi

yang cukup baik. Hal ini dikarenakan kondisi lahan yang mendukung, meskipun

pada 6 MST terdapat serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang pada

saat penyetekan adalah rayap tanah (Macrotermus gulvus). Rayap tanah hanya

menyerang media serbuk kayu. Rayap menyerang pada bagian bawah media

serbuk kayu (Gambar 7), sehingga media menjadi menyusut. Serangan rayap

disebabkan oleh tingkat curah hujan yang tinggi, yang membuat rayap tanah naik

ke permukaan. Serangan tersebut terjadi pada bulan pertama penanaman.

(28)

Serangan rayap ditanggulangi dengan memberikan lapisan plastik pada

bagian bawah polibag yang berfungsi agar media dalam polibag tidak bersentuhan

langsung dengan tanah. Penggunaan lapisan plastik sebagai alas agar polibag

tidak bersentuhan langsung dengan tanah memberikan dampak positif dan cukup

efektif. Hal tersebut terbukti dengan tidak ada lagi serangan rayap pada media

sebuk kayu.

Penyakit yang menyerang pada saat penyetekan yaitu cendawan dari

family Moniliales (Gambar 8). Gejala serangan cendawan dapat dilihat pada stek

yang terserang, yaitu banyak terdapat spora dan tubuh buah berwarna putih.

Serangan cendawan kemungkinan disebabkan oleh banyaknya propagul yang

terbawa bahan stek, kelembaban yang tinggi dan aerasi yang kurang pada media

tanam. Serangan cendawan meliputi area di sekitar pangkal stek dan ujung stek

yang menyebabkan kematian jaringan pada bagian yang diserang.

Gambar 8. Stek yang mengalami kebusukan akibat serangan cendawan

Serangan cendawan ini ditanggulangi dengan menyemprotkan fungisida

dengan konsentrasi 10 g/l air. Penyemprotan dilakukan sekali pada area

penanaman. Pengendalian penyakit selanjutnya dilakukan dengan mengontrol

kelembaban dan aerasi media tanam. Upaya tersebut cukup efektif, hal itu

dibuktikan dengan tidak muncul dan menyebarnya cendawan pada stek yang

(29)

Pengaruh Media Tanam dan Panjang Stek Daun terhadap Inisiasi Tunas Muda Lidah Mertua

Setelah dilakukan analisis ragam pada hasil pengamatan 12 MST (minggu

setelah tanam) pada pengaruh media dan panjang stek terhadap inisiasi tunas

muda lidah mertua, diperoleh bahwa tidak semua peubah yang diamati

dipengaruhi oleh perlakuan. Hasil analisis ragam pengaruh media tanam dan

panjang stek terhadap peubah yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 4 sampai

10. Rekapitulasi hasil analisis ragam dicantumkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh media tanam dan panjang stek daun terhadap inisiasi tunas muda lidah mertua

Tolak Ukur Uji F

Media Panjang Stek Media# Panjang Stek KK (%)

Persentase stek hidup tn tn tn 2.13

Persentase stek berakar tn * tn 13.21

Persentase stek bertunas ** ** tn 9.56^

Panjang akar (cm) ** ** tn 20.04

Jumlah tunas ** ** tn 15.56^

Bobot basah tunas (g) ** ** * 28.87^

Bobot kering tunas (g) ** ** * 11.46^

Ket : tn=tidak nyata, *=nyata pada taraf 5 %, **=nyata pada taraf 1 %, KK = koefisien keragaman, ^ = hasil transformasi

Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 1, diketahui bahwa tolak ukur

bobot basah tunas dan bobot kering tunas dipengaruhi oleh interaksi media tanam

dan panjang stek. Panjang stek mempengaruhi persentase stek berakar, persentase

stek bertunas, panjang akar, jumlah tunas, bobot basah tunas, dan bobot kering

tunas. Media tanam berpengaruh terhadap persentase stek bertunas, panjang akar,

jumlah tunas, bobot basah tunas, dan bobot kering tunas.

Perlakuan media tanam dan panjang stek tidak berpengaruh terhadap

persentase stek hidup karena Sansevieria mampu bertahan dalam kondisi ekstrim

hingga beberapa tahun (Purwanto, 2006). Oleh karena itu, meskipun Sansevieria

berada pada kondisi yang tidak cocok dengan habitat idealnya, Sansevieria

mampu bertahan dan menunjukkan ciri-ciri hidup sampai akhir pengamatan.

Tolak ukur stek hidup dilihat dari penampakan stek daun yang sehat atau

(30)

Kondisi ini menunjukkan adanya proses metabolisme sel yang tetap berlangsung

selama masa pengamatan.

Hasil pengamatan pada 12 MST menunjukkan bahwa persentase stek

hidup berkisar antara 96% sampai 100%. Persentase stek hidup terendah, yaitu

96% terdapat pada stek dengan panjang 5 cm yang ditanam pada media campuran

tanah dan pupuk kandang kambing. Kematian stek tersebut terjadi karena kering,

busuk akibat terlalu banyak air dan busuk karena serangan cendawan. Sedangkan

perlakuan lainnya memiliki persentase stek hidup sebesar 100%.

Nilai tengah persentase stek hidup pada perlakuan media campuran tanah

dan pupuk kandang kambing lebih rendah dibandingkan media lain, yaitu sebesar

99%. Pada dasarnya, Sansevieria mampu bertahan pada kondisi ekstrim selama

beberapa tahun (Purwanto 2006), sehingga kematian stek karena kekurangan

nutrisi yang terkandung dalam media relatif tidak terjadi. Kematian stek yang

terjadi pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing karena

kebusukan stek yang diakibatkan oleh cendawan. Hal tersebut diduga karena

media campuran tanah dan pupuk kandang kambing banyak membawa propagul

penyakit tanaman. Selain itu, media campuran tanah dan pupuk kandang kambing

memiliki porositas yang rendah dibandingkan media arang sekam dan media

serbuk kayu, sehingga terjadi kondisi anaerobik akibat kelembaban tinggi yang

memicu pertumbuhan cendawan dan menyebabkan kebusukan stek.

Persentase stek hidup juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan panjang stek.

Namun, terjadi kematian pada stek dengan panjang 5 cm dengan persentase stek

hidup sebesar 99%. Stek dengan panjang 5 cm memiliki persentase stek hidup

lebih kecil dibandingkan panjang stek lainnya. Hal tersebut diduga karena

cadangan makanan pada stek dengan panjang 5 cm lebih sedikit untuk menunjang

keberlangsungan proses metabolisme stek dibandingkan cadangan makanan pada

stek dengan panjang 10 cm maupun 15 cm, sehingga ancaman kematian stek

dengan panjang 5 cm lebih besar.

Perlakuan media tanam juga tidak berpengaruh terhadap stek berakar. Hal

ini diduga karena seluruh media memenuhi syarat minimal untuk memicu

perakaran, sehingga pertumbuhan akar pada semua perlakuan media tidak berbeda

(31)

Pengaruh Interaksi antara Media Tanam dan Panjang Stek terhadap Bobot Basah dan Bobot Kering Tunas

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi media tanam dan

panjang stek nyata berpengaruh terhadap bobot basah dan bobot kering tunas

(Tabel 1). Oleh karena itu dilakukan uji lanjut pada kedua peubah tersebut. Nilai

tengah bobot basah dan kering tunas semua kombinasi perlakuan dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh interaksi antara media tanam dan panjang stek terhadap bobot basah dan bobot kering tunas

Media Panjang Stek

5 cm 10 cm 15 cm

--- bobot basah tunas (g) --- Tanah dan pupuk kandang kambing 0.91c 13.01b 36.08a

Arang sekam 0.00c 0.00c 1.02c

Serbuk kayu 0.00c 0.45c 6.09b

--- bobot kering tunas (g) --- Ttanah dan pupuk kandang kambing 0.08c 1.06b 2.47a

Arang sekam 0.00c 0.00c 0.14c

Serbuk kayu 0.00c 0.05c 0.63bc

Ket : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

Interaksi perlakuan media tanam dan panjang stek nyata terhadap tolak

ukur bobot basah dan bobot kering tunas. Perlakuan stek dengan panjang 15 cm

yang ditanam pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing

menghasilkan bobot basah dan kering tunas nyata lebih tinggi dibandingkan

dengan perlakuan lainnya, yaitu bobot basah tunas sebesar 36.08 g dan bobot

kering tunas sebesar 2.47 g. Perlakuan media arang sekam dengan tiga macam

panjang stek menghasilkan bobot basah dan kering tunas terendah dan tidak

berbeda nyata diantara perlakuan tersebut. Bobot basah dan kering tunas dari stek

dengan panjang 10 cm pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing

dan stek dengan panjang 15 cm pada media serbuk kayu cukup tinggi dan tidak

berbeda nyata antara kedua perlakuan tersebut.

Media tanah dan pupuk kandang kambing merupakan media yang paling

bagus diantara ketiga media yang digunakan, karena media tanah dan pupuk

(32)

dalam proses pembentukan tunas. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sulianti

(1999) yang menunjukkan bahwa tanaman daun dewa yang dipupuk dengan

pupuk kandang kambing memiliki ukuran daun terbesar, produktivitas tunas

tertinggi dan jumlah daun terbanyak. Menurut Kusumawardana (2008)

penggunaan media campuran tanah dan pupuk kandang kambing pada stek panili

menghasilkan nilai yang tinggi pada panjang tunas, jumlah daun dan berpengaruh

nyata terhadap bobot basah dan bobot kering tanaman.

Panjang stek terbaik untuk menstimulasi pertumbuhan tunas muda

Sansevieria adalah 15 cm dan 10 cm. Hal ini diduga berkaitan dengan

ketersediaan cadangan makanan, air dan hormon dalam stek untuk memicu

pertumbuhan tunas muda. Perlakuan yang baik untuk stimulasi tunas muda adalah

media tanah dan pupuk kandang kambing dengan panjang stek 15 cm, media

tanah dan pupuk kandang kambing dengan panjang stek 10 cm dan media serbuk

kayu dengan panjang stek 15 cm.

Media arang sekam pada tiga panjang stek yang berbeda memiliki bobot

basah dan kering tunas terendah. Hal ini diduga karena sedikitnya kandungan hara

serta tingkat drainase yang tinggi dalam media arang sekam, sehingga tidak

mampu menginisiasi pembentukan tunas dengan optimal. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian Husniati (2010) bahwa media arang sekam pada stek daun

mahkota tanaman nenas memberikan nilai rataan terendah pada tolak ukur

persentase stek hidup, persentase stek berakar, persentase stek bertunas, panjang

akar, tinggi tunas, lebar daun, jumlan daun dan panjang akar.

Pertumbuhan Akar

Munculnya akar pada stek merupakan penentu tingkat keberhasilan pada

proses penyetekan. Hal ini karena akar merupakan suatu organ tanaman yang

memiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup tanaman. Akar

berfungsi sebagai penyerap air dan mineral terlarut, pengokoh batang, konduksi

(penghubung jaringan dengan tanah) dan penyimpan cadangan makanan.

Berdasarkan fisiologinya, pertumbuhan akar dipengaruhi oleh

keseimbangan zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam tanaman, yaitu

(33)

berpengaruh pada pertumbuhan akar adalah kofaktor perakaran yang berasal dari

daun dan tunas (Hartman dan Kester, 1983).

Akar yang tumbuh pada proses penyetekan adalah akar yang terbentuk

akibat aktivitas kalus yang terinduksi dari adanya hormon tanaman, baik hormon

endogen yang terdapat pada bahan stek maupun hormon eksogen yang diberikan.

Hormon eksogen yang mempengaruhi perakaran adalah hormon auksin. Menurut

Gunawan (1992) auksin digunakan dalam kultur jaringan untuk merangsang

pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ. Contoh hormon kelompok

auksin adalah 2,4 Dichloro Fenoxyacetic (2,4-D), Indol Acetic Acid (IAA) dan

Naphtalene Acetic Acid (NAA), atau Indol Butyric Acid (IBA). Hormon yang

digunakan pada penelitian ini adalah ZPT yang mengandung Naphtalene acetic

acid (NAA) 0,067%, metil 1 Naphthalene acetamida (m-NAD) 0.013 %. Metil 1

Napthalene Acetic Acid (MNAA) 0.003%, Indol Butyric Acid (IBA) 0,057% dan

thyram 4 %.

Persentase Stek Berakar

Akar merupakan syarat awal pertumbuhan stek sebagai tanaman baru.

Menurut Meilawati (2008) Sansevieria dapat membentuk akar tanpa tergantung

kepada tunas, perakaran pada stek Sansevieria akan tumbuh terlebih dahulu

dibanding tunas. Persentase stek berakar diamati berdasarkan panjang akar yang

tumbuh minimal 0.3 cm. Persentase perakaran dari semua kombinasi perlakuan

[image:33.595.113.512.580.689.2]

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap persentase stek berakar

Media Panjang Stek Rata-rata

5 cm 10 cm 15 cm

--- persentase stek berakar

(%)---Tanah dan pupuk kandang kambing 77 98 87 87

Arang sekam 74 68 91 78

Serbuk kayu 75 83 98 85

Rata-rata 75b 83ab 92a

(34)

Media tanam tidak berpengaruh pada persentase stek berakar. Tabel 3

menunjukkan bahwa persentase stek berakar pada ketiga media tanam tidak

berbeda nyata, namun persentase stek berakar terbanyak cenderung terjadi pada

media campuran tanah dan pupuk kandang kambing. Hal ini diduga karena

seluruh media memenuhi syarat minimal untuk memicu perakaran. Namun, pada

media campuran tanah dan pupuk kandang kambing memenuhi syarat optimum

untuk memicu perakaran.

Berdasarkan data Tabel 3, diketahui bahwa panjang stek memberikan

pengaruh nyata terhadap persentase stek berakar pada taraf 5%. Persentase stek

berakar pada stek 15 cm berbeda nyata terhadap panjang stek 5 cm, namun tidak

berbeda nyata terhadap panjang stek 10 cm. Berdasarkan variasi panjang stek,

panjang stek 15 cm memiliki persentase stek berakar paling besar, yaitu sebesar

92% dan panjang stek 5 cm memiliki persentase stek berakar paling rendah, yaitu

sebesar 75%. Hal ini menunjukkan bahwa panjang stek 10 cm dan 15 cm

merupakan panjang stek yang efektif dalam proses inisiasi akar.

Panjang Akar

Pertumbuhan akar diawali dengan pembentukan kalus yang terdiferesiasi.

Akar memanjang bila kondisi tanaman membutuhkan air untuk metabolismenya.

Pemanjangan akar dipengaruhi oleh kondisi media tanam, yaitu tingkat porositas

dan tersedianya unsur hara dalam media tersebut. Nilai tengah panjang akar dari

semua kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap panjang akar

Media Panjang Stek Rata-rata

5 cm 10 cm 15 cm

--- (cm) --- Ttanah dan pupuk kandang kambing 3.81 8.39 7.84 6.68a

Arang sekam 3.33 4.35 6.67 4.78b

Serbuk kayu 4.79 8.24 9.73 7.59a

Rata-rata 3.98b 6.99a 8.08a

Ket : angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

Berdasarkan Tabel 4, ditunjukkan bahwa panjang akar dari media arang

(35)

campuran tanah dan pupuk kandang kambing dan media serbuk kayu. Akar

terpanjang dihasilkan media serbuk kayu dengan panjang akar rata-rata adalah

7.59 cm dan tidak berbeda nyata dengan panjang akar dari media campuran tanah

dan pupuk kandang kambing, yaitu 6.68 cm. Hal ini diduga karena kandungan

hara dalam media campuran tanah dan pupuk kandang kambing dan media serbuk

kayu memicu akar untuk terus tumbuh dan menyerap hara. Berbeda dengan

persentase stek berakar, pertumbuhan atau pemanjangan akar tidak hanya

dipengaruhi oleh hara, namun juga dipengaruhi oleh porositas media, air dan

oksigen. Hartman dan Kester (1983) menyatakan bahwa aerasi air dan udara atau

oksigen yang cukup dapat menghasilkan perakaran yang sangat baik. Serbuk kayu

memiliki akar yang lebih panjang karena porositasnya yang lebih baik

dibandingkan tanah, sehingga memudahkan akar baru untuk menembus media dan

mendapatkan aerasi yang cukup. Akar terpendek dihasilkan oleh media arang

sekam, yaitu 4.78 cm akibat sedikitnya kandungan hara dalam media tersebut.

Tabel 4 menunjukkan bahwa stek dengan panjang 15 cm memiliki

panjang akar dengan rataan terpanjang, yaitu sebesar 8.08 cm dan berbeda nyata

terhadap stek dengan panjang 5 cm, namun tidak berbeda nyata dengan panjang

stek 10 cm. Kecukupan cadangan makanan dalam stek diduga tidak hanya

berpengaruh pada proses awal pembentukan akar saja, namun juga pada proses

pemanjangan akar sebagai upaya tumbuhan untuk menyerap hara dari media

tanam. Selain itu, pertumbuhan akar dipengaruhi oleh keseimbangan zat pengatur

tumbuh yang terkandung dalam tanaman, yaitu auksin, sitokinin, giberelin, etilen

dan zat penghambat. Faktor lain yang berpengaruh pada pertumbuhan akar adalah

kofaktor perakaran yang berasal dari daun dan tunas (Hartman dan Kester, 1983).

Hal ini menunjukkan bahwa stek dengan panjang 10 cm dan 15 cm merupakan

panjang stek yang efektif dalam proses inisiasi akar, berkaitan dengan kecukupan

cadangan makanan dan air yang mendukung untuk pembentukan sel-sel baru serta

keseimbangan hormon dalam stek.

Pertumbuhan Tunas

Tunas terbentuk akibat adanya proses morfogenesis yang menyangkut

(36)

terbentukn perbanyak Pe primordia sebagai te pada pang

tumbuh b

bergaris. H

terdapat p Persentas Tu memperta sehingga tunas baru tumbuh le dapat dilih Tabel 5. Tanah dan Arang sek Serbuk ka Rata-rata

Ket : angka uji DM

nya organ.

kan sansevie

embentukan

l daun yang

empat terjad

gkal stek d

berwarna pu

Hal itu men

ada Gamba

Gambar 9

se Stek Ber

umbuhan m

ahankan jeni

dalam peng

u. Stek dik

ebih dari 0

hat pada Tab

Pengaruh bertunas

Media

n pupuk kand kam

ayu

rata-rata yang MRT pada tara

Tunas adal

eria yang ba

n tunas sang

g merupaka dinya proses daun yang utih, seiring nggambarka ar 9.

9. Tahapan p

rtunas

menghasilka

isnya. Kece

gamatan pa

katakan bert

0.5 cm. Per

bel 5.

media tana

a

dang kambin

g diikuti oleh af 5 %.

lah ciri mu

anyak melal

gatlah pent

an organ tan

s fotosintesi

tertutup m

g perkemb

an tingkat p

perkembang

an tunas se

epatan stek

ada 12 MS

tunas apabil

rsentase ste

am dan pa

5 cm

---ng 34

0 0 11b

huruf yang s

unculnya ind

lui perkemb

ting sebaga

naman deng

is. Tunas pa

media tanam

angannya w

perkembang

gan tunas m

ebagai pro

dalam men

T tidak sem

la saat peng

ek bertunas

anjang stek

Panjang S

m 10 cm

---4 ---48 0 19 b 22b ama menunju dividu baru bangbiakan

ai tahap aw

gan jumlah

ada stek San

m. Warna t

warna tuna

gan jaringa

muda Sansev

ses regene

nghasilkan tu

mua stek b

gamatan per

s dari komb

k terhadap

Stek

m 15 cm -- (%)

73 2

35 b 43a

ukkan tidak be

u, terutama vegetatif. wal pembent klorofil ter nsevieria mu tunas yang as menjadi an tanaman vieria erasi agar

unas tidak s

berakar mem rtumbuhan binasi perla persentase Rata-ra m ---52a 7b 18b

(37)

Berdasarkan data Tabel 5, pengaruh media tanam terhadap stek bertunas

menunjukan bahwa perlakuan media campuran tanah dan pupuk kandang

kambing berbeda nyata terhadap media arang sekam dan media serbuk kayu

dengan rata-rata stek bertunas sebesar 52%. Hal ini diduga karena media

campuran tanah dan pupuk kandang kambing memiliki kandungan hara yang

lebih baik dibandingkan media arang sekam dan media serbuk kayu. Media

campuran tanah dan pupuk kandang kambing mengandung unsur nitrogen, fosfat

dan kalium yang diperlukan dalam proses pembentukan tunas. Hasil percobaan

yang dilakukan, rata-rata jumlah tunas yang muncul dari stek daun Sansevieria

adalah 2-3 tunas.

Panjang stek juga memberikan pengaruh nyata terhadap persentase stek

bertunas. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa persentase stek bertunas dari stek

dengan panjang 15 cm berbeda nyata dengan stek 5 cm dan 10 cm. Stek dengan

panjang 15 cm memiliki persentase bertunas paling besar, yaitu sebesar 43%.

Hartman dan Kester (1983) menyatakan bahwa stek yang lebih panjang memiliki

cadangan makanan yang lebih banyak (karbohidrat dan nitrogen) untuk memacu

pertumbuhan tunas. Oleh karena itu, stek dengan panjang 15 cm memiliki

kecukupan nutrisi dalam memacu pertumbuhan tunas dibandingkan stek dengan

panjang 10 cm dan 5 cm.

Jumlah Tunas

Jumlah tunas dari setiap stek bervariasi bergantung pada kecepatan

diferensiasi kalus. Nilai tengah jumlah tunas dari semua kombinasi perlakuan

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap jumlah tunas

Media Panjang Stek Rata-rata

5 cm 10 cm 15 cm

--- (tunas) ---

Tanah dan pupuk kandang kambing 0.29 0.96 1.68 0.98a

Arang sekam 0.00 0.00 0.26 0.09b

Serbuk kayu 0.00 0.23 0.43 0.22b

Rata-rata 0.09b 0.039b 0.79a

(38)

Media tanam berpengaruh terhadap jumlah tunas yang dihasilkan stek.

Pada Tabel 6 ditunjukkan bahwa perlakuan media campuran tanah dan pupuk

kandang kambing berbeda nyata terhadap media arang sekam dan media serbuk

kayu dalam jumlah tunasyang dihasilkan. Media campuran tanah dan pupuk

kandang kambing memiliki nilai tengan jumlah tunas terbanyak, yaitu sebesar

0.98 tunas. Hal ini disebabkan kecukupan unsur hara yang dimiliki oleh media

campuran tanah dan pupuk kandang kambing, sehingga mendukung pertumbuhan

tunas dalam jumlah banyak. Sedangkan media yang menghasilkan jumlah tunas

paling sedikit adalah arang sekam, yaitu sebanyak 0.09 tunas. Disimpulkan bahwa

dalam memicu pertumbuhan tunas muda Sansesieria dibutuhkan media yang kaya

hara untuk mencukupi kebutuhan stek agar menghasilkan individu baru, dengan

memperhatikan porositas media.

Kecukupan cadangan makanan dalam stek juga berpengaruh pada jumlah

tunas yang dihasilkan. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 6 bahwa stek dengan

panjang 15 cm mampu menghasilkan jumlah tunas terbanyak, yaitu 0.79. Jumlah

tunas ini berbeda nyata dengan jumlah tunas dari stek dengan panjang 5 cm dan

10 cm. Diduga, karena kecukupan cadangan makanannya untuk diferensiasi kalus

membentuk tunas baru, panjang stek 15 cm merupakan panjang stek yang paling

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Media terbaik untuk memicu inisiasi tunas muda Sansevieria adalah media

campuran tanah dan pupuk kandang kambing. Panjang stek Sansevieria terbaik

untuk perakaran adalah 10 dan 15 cm, sedangkan panjang stek terbaik untuk

inisiasi tunas muda Sansevieria adalah panjang stek 15 cm. Stek Sansevieria

dengan panjang 15 cm yang ditanam pada media tanah dan pupuk kandang

kambing merupakan perlakuan terbaik untuk inisiasi tunas muda Sansevieria.

Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai karakter perubahan Fenotif anakan

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1982. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung. 84 hal.

Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Ketiga. Terjemahan dari : Plant Pathology Third Edition. Penerjemah : M. Busnia dan T. Martoredjo. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 713 hal.

Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta. 490 hal.

Duniaflora. 2010. Penanaman Sansevieria. www.duniaflora.com. [8 agustus2010].

Febriana, S. 2009. Pengaruh Konsentasi Zat Pengatur Tumbuh dan Panjang Stek

Pembentuk Akar dan Tunas pada Stek Apokad (Persea americana Mill.).

Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 53 hal.

Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. E. Sjamsudin dan J.E. Baharsjah (Penerjemah).

UI-Press. Jakarta. 698 hal. Terjemahan dari: Statistic Prosedures for

Agricultural Research.

Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Harjadi, S.S. 1996. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 197 hal.

Hartman, H.T. and D.E. Kester. 1983. Plant Propagation, Principles and Practices. Fourth Edition. Prentice Hall International Inc. New Jersey. 647p.

_________________________. 1990. Plant Propagation, Principles and Practices. Fifth Edition. Prentice Hall International Inc. New Jersey. 647p.

Husniati, K. 2010. Pengaruh Media Tanam dan Konsentrasi Auksin terhadap

Pertumbuhan Stek Basal Daun Mahkota Tanaman Nenas (Ananas comosus

L. Merr) cv. Queen. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 58 hal.

Kusumawardana, A. 2008. Pengaruh Konsentrasi Rootone-F dan Jenis Media

Tanam terhadap Pertumbuhan Stek Panili (Vanilla planifolia ANDREWS).

Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 43 hal.

Lestari, P. 2007. Penggunaan Beberapa Filter Cahaya dan Perbanyakan Vegetatif

untuk Memperbaiki Kualitas Fenotipe Bibit Sansevieria trifasciata

‘Laurenti’ dan ‘Lilian True’. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 63 hal.

(41)

Maspary. 2011. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. www.gerbangpertanian.com. [12 Desember 2011]

Meilawati, N. L. W. 2008. Pengaruh Bahan Stek dan Konsentrasi Zat Pengatur

Tumbuh Hormonik terhadap Keberhasilan Stek Sansevieria trifasciata

‘Tiger Stripe’. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 38 hal.

Purwanto, A.W. 2006. Sansevieria Flora Cantik Penyerap Racun. Kanisius. Yogyakarta. 68 hal.

Ramadiana, S. 2008. Respon Pertumbuhan Stek Lidah Mertua (Sansevieria

Trifasciata Var. Lorentii) Pada Pemberian Berbagai Konsentrasi IBA dan

Asal Bahan Tanam. Prosiding Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas Negeri Lampung. Vol. 1:224-229.

Redaksi PS. 2007. Pesona Tanaman Hias Favorit. Penebar Swadaya. Jakarta. 114 hal.

__________. 2007. Media Tanam untuk Tanaman Hias. Penebar Swadaya. Depok. 91 hal.

Rochiman, K. dan S.S. Harjadi. 1973. Pembiakan Vegetatif. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 34 hal.

Saraswati, D. 2006. Merawat Sansevieria. Penebar Swadaya. Jakarta. 59 hal.

Smith, W. T. M. dan I. Yasman. 1987. Pedoman Sistem Cabutan Bibit Dipterocarpaceae. Tenaga Ahli Departemen Kehutanan. Agricultural University Wageningen. Penerbit Asosiasi Panel Kayu Indonesia. 12 hal.

Sulianta F. dan R. Yonathan. 2009. Tanaman Indoor Anti Polutan. Lily publisher. Yogyakarta. 34 hal.

Sulianti S.B. 1999. Pengaruh berbagai media tanam terhadap pertumbuhan

vegetative serta produksi umbi pada Gynura pseudochina (L.) DC. Laporan

teknis. Proyek Penelitian, Pengembangan, dan Pendayagunaan Biota Darat. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi-LIPI. Bogor. Hal 96-100.

Triharyanto, E. dan J. Sutrisno. 2007. Sansevieria. Serial Tanam. 64 hal.

Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas dan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. Bogor. 145 hal.

Wuryaningsih, S. dan Darliah. 1994. Pengaruh media sekam padi terhadap

pertumbuhan tanaman hias pot Spathiphyllum. Buletin Penelitian Tanaman

(42)
(43)

Lampiran 1. Tata letak penelitian

Keterangan:

M1 : campuran tanah dengan pupuk kandang P1 : stek 5 cm

M2 : arang sekam P2 : stek 10 cm

M3 : serbuk gergaji P3 : stek 15 cm

M2P3 M2P3 M2P3 M2P1 M2P1 M2P1 M3P1 M3P1 M3P1

M2P3 M2P3 M2P3 M2P1 M2P1 M2P1 M3P1 M3P1 M3P1

M2P3 M2P3 M2P3 M2P1 M2P1 M2P1 M3P1 M3P1 M3P1

M3P3 M3P3 M3P3 M1P1 M1P1 M1P1 M1P3 M1P3 M1P3

M3P3 M3P3 M3P3 M1P1 M1P1 M1P1 M1P3 M1P3 M1P3

M3P3 M3P3 M3P3 M1P1 M1P1 M1P1 M1P3 M1P3 M1P3

M2P2 M2P2 M2P2 M3P2 M3P2 M3P2 M1P2 M1P2 M1P2

M2P2 M2P2 M2P2 M3P2 M3P2 M3P2 M1P2 M1P2 M1P2

M2P2 M2P2 M2P2 M3P2 M3P2 M3P2 M1P2 M1P2 M1P2

M3P3 M3P3 M3P3 M2P3 M2P3 M2P3 M1P2 M1P2 M1P2

M3P3 M3P3 M3P3 M2P3 M2P3 M2P3 M1P2 M1P2 M1P2

M3P3 M3P3 M3P3 M2P3 M2P3 M2P3 M1P2 M1P2 M1P2

M3P1 M3P1 M3P1 M1P3 M1P3 M1P3 M2P2 M2P2 M2P2

M3P1 M3P1 M3P1 M1P3 M1P3 M1P3 M2P2 M2P2 M2P2

M3P1 M3P1 M3P1 M1P3 M1P3 M1P3 M2P2 M2P2 M2P2

M1P1 M1P1 M1P1 M2P1 M2P1 M2P1 M3P2 M3P2 M3P2

M1P1 M1P1 M1P1 M2P1 M2P1 M2P1 M3P2 M3P2 M3P2

M1P1 M1P1 M1P1 M2P1 M2P1 M2P1 M3P2 M3P2 M3P2

M2P2 M2P2 M2P2 M1P1 M1P1 M1P1 M2P3 M2P3 M2P3

M2P2 M2P2 M2P2 M1P1 M1P1 M1P1 M2P3 M2P3 M2P3

M2P2 M2P2 M2P2 M1P1 M1P1 M1P1 M2P3 M2P3 M2P3

M2P1 M2P1 M2P1 M3P3 M3P3 M3P3 M1P2 M1P2 M1P2

M2P1 M2P1 M2P1 M3P3 M3P3 M3P3 M1P2 M1P2 M1P2

M2P1 M2P1 M2P1 M3P3 M3P3 M3P3 M1P2 M1P2 M1P2

M1P3 M1P3 M1P3 M3P1 M3P1 M3P1 M3P2 M3P2 M3P2

M1P3 M1P3 M1P3 M3P1 M3P1 M3P1 M3P2 M3P2 M3P2

M1P3 M1P3 M1P3 M3P1 M3P1 M3P1 M3P2 M3P2 M3P2

(44)
(45)

Lampiran 3. Stek bertunas dengan kombinasi perlakuan media tanam dan panjang stek umur 12 MST

Stek pada media campuran tanah dan pupuk kandang

Stek pada media arang sekam

(46)

Lampiran 4. Sidik ragam stek hidup

Sumber DB JK KT Nilai F Pr>F

Media tanam 2 0.00089 0.00045 1 0.3897

Panjang stek 2 0.00089 0.00045 1 0.3897

Ulangan 2 0.00089 0.00045 1 0.3897

Media tanam*Panjang stek 4 0.00179 0.00045 1 0.4362

GALAT 16 0.00717 0.00045

TOTAL 26 0.01165

KK = 2.13

Lampiran 5. Sidik ragam stek berakar

Sumber DB JK KT Nilai F Pr>F

Media tanam 2 0.048 0.024 1.98 0.171

Panjang stek 2 0.123 0.062 5.08 0.019

Ulangan 2 0.065 0.033 2.7 0.098

Media tanam*Panjang stek 4 0.106 0.026 2.18 0.117

GALAT 16 0.194 0.012

TOTAL 26 0.537

KK = 13.21

Lampiran 6. Sidik ragam stek bertunas

Sumber DB JK KT Nilai F Pr>F

Media tanam 2 0.988 0.494 22.4 <.0001

Panjang stek 2 0.456 0.229 10.38 0.0013

Ulangan 2 0.033 0.017 0.48 0.4828

Media tanam*Panjang stek 4 0.043 0.011 0.76 0.7473

GALAT 16 0.353 0.022

TOTAL 26 1.874

KK = 58.18

Lampiran 7. Sidik ragam panjang akar

Sumber DB JK KT Nilai F Pr>F

Media tanam 2 36.904 18.452 11.4 0.0008

Panjang stek 2 81.507 40.753 25.17 <.0001

Ulangan 2 3.207 1.603 1.89 0.393

Media tanam*Panjang stek 4 12.271 3.068 0.99 0.1605

GALAT 16 25.905 1.619

TOTAL 26 159.793

(47)

Lampiran 8. Sidik ragam jumlah tunas

Sumber DB JK KT Nilai F Pr>F

Media tanam 2 4.140 2.070 21.46 <.0001

Panjang stek 2 2.176 1.088 11.28 0.0009

Ulangan 2 0.279 0.139 1.45 0.2643

Media tanam*Panjang stek 4 1.136 0.284 2.94 0.0533

GALAT 16 1.544 0.096

TOTAL 26 9.275

KK = 72.74

Lampiran 9. Sidik ragam bobot basah tunas

Sumber DB JK KT Nilai F Pr>F

Media tanam 2 1439.750 719.877 10.44 0.0013 Panjang stek 2 942.908 471.454 6.84 0.0072

Ulangan 2 75.313 37.656 0.55 0.5897

Media tanam*Panjang stek 4 1043.970 260.992 3.78 0.0238

GALAT 16 1103.580 68.974

TOTAL 26 4605.530

KK = 129.86

Lampiran 10. Sidik ragam bobot kering tunas

Sumber DB JK KT Nilai F Pr>F

Media tanam 2 7.00094 3.50047 11.23 0.0009 Panjang stek 2 5.21800 2.60900 8.37 0.0033

Ulangan 2 0.21923 0.10961 0.35 0.7088

Media tanam*Panjang stek 4 4.22757 1.05689 3.39 0.0344

GALAT 16 4.98690 0.31168

TOTAL 26 21.6527

(48)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lidah mertua (Sansevieria trifasciata “Lorentii”) adalah tanaman sukulen

berserat yang seluruh bagian tanaman mampu menyimpan air dalam jumlah

banyak. Habitat asli Sansevieria adalah daerah tropis yang kering dan mempunyai

iklim gurun yang panas. Sansevieria juga tumbuh di pegunungan yang tandus dan

gurun pasir yang gersang. Keadaan ini menunjukkan Sansevieria dapat bertahan

di lingkungan yang sangat ekstrim kering selama beberapa tahun, seperti di

beberapa kepulauan Afrika yang memiliki curah hujan sangat rendah dan bulan

huja

Gambar

Gambar 2. Bahan tanam; (a) daun Sansevieria utuh, (b) stek daun dengan
Gambar 3. Media tanam; (a) tanah dan pupuk kandang kambing, (b) arang
Tabel 3. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap persentase stek berakar
Gambar 2. Bahan tanam; (a) daun Sansevieria utuh, (b) stek daun dengan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Usaha yang dilakukan oleh pemerintah kelurahan Air Molek I untuk dapat menciptakan good government adalah meningkatkan akuntabilitas kelurahan Air Molek I, memberikan

Yayasan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan dalam berbagai macam bentuk dan tujuan. Yayasan tersebut secara khusus berada pada bidang kerja yang

Kegiatan pelatihan In Service Training 2 (IN-2) program keahlian ganda ini diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan tenaga Kependidikan Bidang

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan melalui observasi dan wawancara secara langsung serta berdasarkan data-data yang telah diperoleh dari

Peneliti menyarankan penelitian selanjutnya untuk memperbaiki model penelitian dengan menambah variabel struktur kepemilikan/mekanisme corporate governance yang lain yang

1) Pengetahuan (C1), adanya peningkatan pada pengetahuan siswa terhadap materi yang disampaikan guru melalui model proyek respon kreatif. 2) Pemahaman (C2), melalui

Berdasarkan hasil pengamatan RPP yang dilakukan oleh tiga kolaborator, penyusunan RPP siklus I memperoleh nilai 63 dengan kategori baik. Sedangkan penilaian proses

hasil yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan. yang