• Tidak ada hasil yang ditemukan

Padi Tipe Baru

Program peningkatan potensi hasil padi di Indonesia saat ini adalah dengan mengembangkan padi hibrida dan padi tipe baru (PTB) yang produksinya dapat mempunyai 10-20% lebih tinggi daripada padi varietas unggul yang biasa (Suhartatik, 2003). PTB memiliki sifat penting antara lain (a) jumlah anakan sedikit (7-12 batang) (b) malai lebih panjang dan lebat (c) batang besar dan kokoh (d) daun tegak, tebal, dan hijau tua (e) perakaran panjang dan lebat. Potensi hasil PTB lebih tinggi dibandingkan dengan varietas unggul yang ada saat ini (Las

et al., 2003)

Beberapa galur mempunyai potensi hasil riil lebih tinggi daripada varietas unggul baru (VUB) karena memiliki komponen hasil lebih baik. Persentase gabah hampa tinggi pada PTB dapat disebabkan oleh faktor genetik lingkungan. Faktor lingkungan seperti suhu (>300C) menyebabkan respirasi tinggi, sehingga berpengaruh terhadap pengisian bulir. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan galur-galur PTB yang sudah mempunyai sifat-sifat yang diinginkan, tetapi persentase gabah isinya masih rendah (<90%) (Abdullah, 2002).

Padi tipe baru (PTB) merupakan solusi lanjutan dari stagnasi revolusi hijau. Sejak tahun 1980-an, saat produktivitas padi sawah relatif tidak meningkat karena keragaman genetik yang sempit, maka dilakukan upaya pembentukan arsitektur tanaman yang memungkinkan peningkatan produktifitas tanaman. Padi yang dihasilkan kemudian dikenal dengan nama padi tipe baru (Susanto et al.,

2003)

Metode Pemuliaan Padi Tipe Baru

Pemuliaan tanaman merupakan suatu kegiatan yang merubah susunan genetik tanaman secara tetap sehingga memiliki sifat atau penampilan sesuai dengan tujuan yang diinginkan pelakunya. Kegiatan pemuliaan tanaman terdiri tas serangkaian kegiatan yang berkesinambungan, diawali dengan melakukan koleksi berbagai genotip tanaman sebagai sumber plasma nutfah, dilanjutkan dengan identifikasi dan karakterisasi plasma nutfah tersebut. Berdasarkan hasil

4

identifikasi dan karakterisasi, dipilih beberapa plasma nutfah sebagai tetua untuk bahan persilangan (hibridisasi) atau langsung diseleksi dengan menggunakan metode pemuliaan yang tepat. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi terhadap hasil pemuliaan tersebut sebelum kultivar dilepas (Phoelman, 1995).

Pemuliaan padi bertujuan untuk menghasilkan varietas-varietas baru yang lebih baik dari varietas-varietas standar yang banyak ditanam petani. Varietas tersebut lazimnya disebut varietas unggul yang memiliki kelebihan sifat dibanding varietas standar, misalnya tentang potensi hasil, umur, ketahanann terhadap hama dan penyakit utama, toleransi terhadap tekanan lingkungan, mutu beras dan rasa nasi . Menurut Susanto et al. (2003) upaya perakitan varietas padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil tinggi dan sesuai untuk kondisi ekosistem, sosial, budaya, serta minat masyarakat.

International Rice Research Institute (IRRI) telah mengemukakan ideotipe tanaman padi tipe baru (PTB) atau new plant type of rice (NPT) untuk meningkatkan potensi hasil padi. Pemuliaan padi tipe baru dimulai pada tahun 1989 di IRRI. Secara genetik, sifat PTB tidak berbeda dengan varietas inbrida yang sudah biasa ditanam oleh petani, tetapi potensi produksinya lebih unggul karena dirakit dengan mengkombinasikan sifat khusus yang mendukung fotosintesis, pertumbuhan dan produksi biji. Pada tahun 1993 dikembangkan PTB generasi pertama dengan menggunakan padi tropical japonica, tetapi PTB generasi pertama ini tidak memiliki hasil yang baik karena kurangnya produksi biomassa dan pengisian gabah yang kurang baik. PTB generasi pertama ini juga rentan terhadap hama dan penyakit serta mempunyai kualitas biji yang kurang baik sehingga galur-galur PTB generasi pertama ini tidak bisa dilepas sebagai kultivar, tetapi digunakan lagi sebagai bahan genetik pada program pemuliaan selanjutnya (Yang et al., 2007; Peng et al., 2008).

Jenis padi indica di Indonesia disebut “cere” atau “cempo”. Jenis padi

indica banyak ditanam di wilayah Asia, kecuali Korea dan Jepang, sedangkan padi jenis japonica banyak ditanam di Jepang, Korea, Australia, dan Amerika Utara dan Selatan. Jenis sub japonica merupakan jenis khas Indonesia yang

banyak dikenal petani sebagai padi “bulu”. Peneliti IRRI merakit varietas PTB banyak menggunakan padi jenis “bulu” sebagai tetuanya.

5

Pengembangan PTB generasi kedua dimulai pada tahun 1995 dengan menyilangkan galur PTB generasi pertama (tropical japonica) dengan tetua

indica. Tetua indica meningkatkan jumlah anakan, menurunkan ukuran malai (jumlah gabah per malai), meningkatkan kualitas biji dan meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit galur-galur PTB generasi kedua. Meskipun demikian, galur-galur PTB generasi kedua ini belum meningkatkan potensi hasil padi sawah pada musim kemarau di daerah tropis (Yang et al., 2007; Peng et al., 2008).

Pembentukan PTB di Indonesua dimulai sejak tahun 1995. Materi genetik yang digunakan sebagai tetua persilangan PTB adalah varietas introduksi IRRI, varietas lokal Indonesia dan padi liar. Penelitian pertama ini ditujukan terutama untuk membentuk padi yang mempunyai malai lebat sehingga dapat meningkatkan hasil (Abdullah et al 2008). Beberapa galur hasil penelitian PTB yang telah dilepas menjadi varietas antara lain Cimelati, Gilirang, Ciapus, dan fatmawati. Varietas pertama digolongkan sebagai varietas unggul semi tipe baru (VUSTB), sedang yang terakhir sebagai varietas unggul tipe baru (VUTB) (Suprihatono et al., 2006).

Uji Multi Lokasi

Pelepasan suatu varietas tidak dapat hanya dilakuakan berdasarkan satu kondisi lingkungan tertentu saja melainkan perlu diujicobakan pada kondisi dan musim yang berbeda. Apabila penentuan keunggulan suatu varietas hanya berdasarkan pengamatan pada suatu kondisi lingkungan tertentu maka tidak akan muncul potensi yang sebenarnya dari genotip tersebut. Hal ini disebabkan keunggulan genotip pada suatu daerah tidak menjamin jika dilakukan di daerah dengan kondisi lingkungan yang berbeda tetap unggul. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji multi lokasi dengan tingkat iklim dan kondisi tanah yang berbeda sebelum dikembangkan dan dipasarkan sebagai varietas baru (Gomez dan Gomez, 1995).

Suatu galur padi perlu dilakukan uji multi lokasi dengan tingkat iklim dan kondisi tanah yang berbeda sebelum dikembangkan dan dipasarkan sebagai varietas baru. Uji multi lokasi merupakan salah satu syarat untuk pelepasan suatu

6

varietas baru yang sebelumnya telah dilakukan uji daya hasil lanjutan (UDHL) (Phoelman, 1995)

Uji multi lokasi merupakan salah satu tahap akhir dari rangkaian program pemuliaan tanaman. Galur-galur yang diuji relatif sedikit yaitu sekitar 10-15 galur. Uji multi lokasi bertujuan untuk menguji stabilitas hasil galur-galur harapan dan mengetahui daya adaptasinya. Metode pengujian yang dilakukan sama dengan uji daya hasil lanjutan (UDHL) akan tetapi jumlah lokasi yang dibutuhkan lebih banyak.

Lokasi yang digunakan untuk uji multi lokasi harus mewakili seluruh daerah terutama daerah yang menjadi sentra produksi padi. Lokasi yang khusus untuk percobaan adaptasi teknologi dipilih yang menunjukan area geografis atau wilayah lingkungan yang merupakan adaptasi teknologi yang diteliti. Percobaan teknologi adaptasi pada beberapa lokasi umumnya mempunyai gugus perlakuan yang sama dan menggunakan rancangan percobaan yang sama (Gomez dan Gomez, 1995)

Dokumen terkait