• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT

D. Sifat dan Hakikat Akta Pernyataan Keputusan Rapat

Pada PT. Multi Megah Mandiri

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang berbunyi sebagai berikut :

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

Hubungan hukum yang berlaku dalam pendirian perseroan ini, dikuasai oleh hukum perjanjian yang terdapat dalam pengertian Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

76

Menurut Ratnawati Prasodjo,55 yang ditinjau dari prinsip hukum perjanjian, maka untuk mendirikan badan hukum perseroan harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Adanya 2 (dua) orang atau lebih untuk mendirikan perseroan (“orang”), dalam arti: orang perseorangan atau badan hukum), yang diatur dalam [Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas];

b. Ada pernyataan kehendak dari pendiri untuk persetujuan mendirikan perseroan;

c. Kewajiban setiap pendiri mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan, yang diatur dalam [Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas].

Pendapat Ratnawati Prasodjo tersebut di atas, maka dapat diartikan bahwa selain ketentuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata telah terpenuhi, dimana dalam pendirian suatu Perseroan Terbatas harus pula memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yang diatur pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: (1). Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, (2). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, (3). Suatu hal tertentu, dan (4). Suatu sebab yang halal. Hal ini dilakukan agar perjanjian pendirian perseroan tersebut mempunyai akibat hukum.

55Ratnawati Prasodjo, “Pokok-pokok Pembaharuan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Perbandingannya dengan KUHD.” (Makalah disampaikan pada Saresehan Menyonsong Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Jakarta, 17 Mei 1995), hal. 5.

Untuk syarat sahnya mendirikan suatu Perseroan Terbatas, maka para pendiri harus sepakat dalam arti terdapat kesesuaian kehendak dan adanya pernyataan dari masing-masing pendiri tanpa paksaan, tipuan, keliru, maupun penyalahgunaan keadaan dari pihak lain. Para pendiri harus cakap hukum untuk melakukan tindakan hukum tersebut, serta adanya suatu hal tertentu yaitu: tujuan dari pendirian Perseroan Terbatas itu yang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka Akta Pendirian Perseroan Terbatas ini dapat dikatakan cacat hukum karena tidak terpenuhinya syarat materiil pendirian Perseroan Terbatas.

Menurut Herlien Budiono, pernyataan keikutsertaan para pendiri dalam perseroan itu mempunyai tujuan yang bersifat searah, yaitu: suatu hubungan keanggotaan antara perseroan dan para pendiri yang menimbulkan hak sebagai pemegang saham dan kewajiban yang diberikan oleh perseroan kepada para pendirinya, dan bukan hak dan kewajiban di antara para pendiri yang bersangkutan.56 Hubungan perseroan dengan pemegang saham tersebut bukan suatu hubungan perjanjian atau kontraktual, namun demikian lepas dari penyimpangan tersebut, maka ketentuan umum dari hukum perjanjian, sekiranya telah sesuai dengan sifat perjanjian pendirian suatu Perseroan Terbatas. Hal yang sama adalah bahwa Perseroan Terbatas ini didirikan oleh lebih dari 1 (satu) orang yang menyatakan

56Herlien Budiono, “Pendirian Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995,”

(Makalah disampaikan pada Saresehan Menyongsong Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, diselenggarakan oleh Departemen Kehakiman Republik Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Notaris Indonesia, Jakarta, 17 Mei 1995), hal. 9.

78

sepakat untuk mendirikan suatu Perseroan Terbatas, dan dalam hal ini Undang-Undang Perseroan Terbatas telah mempertahankan prinsip bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, maka perseroan itu dibentuk berdasarkan perjanjian dan mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham.

Berkuasanya hukum perjanjian dalam pendirian suatu Perseroan Terbatas, maka pembuatan Akta Pendirian menjadi berbentuk partij akta atau akta pihak, di mana para pendiri datang bersama-sama atau diwakili oleh kuasanya yang menghadap kepada Notaris dan menyatakan maksudnya untuk mendirikan suatu Perseroan Terbatas.

Selama Perseroan Terbatas belum mendapat pengesahan dan berarti belum memperoleh status badan hukum, maka hubungan-hubungan hukum dalam Perseroan Terbatas masih dikuasai oleh hukum perjanjian. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah bahwa segala perubahan atas Anggaran Dasar itu harus memenuhi unsur-unsur dan syarat sahnya perjanjian. Perubahan demikian ini harus dilakukan dengan akta perjanjian biasa di antara para pendiri Perseroan Terbatas tersebut, sehingga dengan demikian, sama halnya dengan Akta Pendirian, maka akta perubahan tersebut dibuat dan merupakan partij akta atau akta pihak.

Setelah Perseroan Terbatas telah memperoleh status badan hukum, yang menurut Rudhi Prasetya, maka hubungan dalam Perseroan Terbatas tidak lagi dikuasai oleh hukum perjanjian, yang terdapat dalam pengertian yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, melainkan dikuasai oleh hukumnya sendiri (yaitu : hukum perseroan mengenai Perseroan Terbatas). Pandangan inilah yang dinamakan

“paham institusional”.57 Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas yang mengatur tentang hal tersebut, terdapat pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 beserta penjelasannya, yang menyatakan bahwa terhadap perseroan yang berlaku adalah Undang-Undang Perseroan Terbatas, Anggaran Dasar perseroan, dan peraturan perundang-undangan lainnya dalam pengertian peraturan yang berkaitan dengan keberadaan dan jalannya perseroan, termasuk ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata, sepanjang tidak dicabut atau ditentukan lain oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dalam hal suatu Perseroan Terbatas yang telah berstatus badan hukum, maka segala kebijakan yang diambil oleh Perseroan Terbatas tersebut harus diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham sebagai organ yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam Perseroan Terbatas yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas tersebut. Dengan demikian, dalam melakukan suatu perubahan terhadap Anggaran Dasar, maka prosedurnya harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Anggaran Dasar, baik tata cara penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, korum kehadiran, maupun korum keputusan dalam mengambil keputusan dalam suatu rapat, dan tidak lagi diperlukan adanya kata sepakat,

57Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas : Disertai dengan Ulasan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, Cetakan ke-2, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 165.

80

tetapi cukup melalui pemungutan suara (voting), yang memperlihatkan bahwa hubungan-hubungan hukum dalam Perseroan Terbatas yang telah menjadi badan hukum yang didasarkan atas dasar “institusi”.58

Dalam Rapat Umum Para Pemegang Saham Luar Biasa PT Multi Megah Mandiri, yang berkedudukan hukum di Jakarta Utara, ini yang dibuat di hadapan Zainal Abidin, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, telah diadakan Rapat Umum Para Pemegang Saham Luar Biasa, pada tanggal 15 (lima belas) Juli tahun 2010 (dua ribu sepuluh), pukul 16.00 WIB (enam belas Waktu Indonesia Barat), bertempat di Kantor Pusat Perseroan, di Jakarta Utara, yang dimana hal ini diatur pada Pasal 15 ayat (1) huruf (g) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang kemudian dituangkan ke dalam bentuk Akta Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 20, tertanggal 16 (enam belas) Juli 2010 (dua ribu sepuluh), tentang perubahan anggaran dasar PT. Multi Megah Mandiri, dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dengan Surat Keputusannya pada Nomor AHU-46458.AH.01.02 Tahun 2008 tertanggal 31 (tiga puluh satu) Juli 2008 (dua ribu delapan), dan terakhir diubah dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 54, tertanggal 15 (lima belas) Desember 2008 (dua ribu delapan) yang anggaran dasarnya terakhir ini telah disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang di dalam Akta Penyataaan Keputusan Rapat itu

58Ibid., hal. 122.

menerangkan adanya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris Perseroan, yang sebagaimana hal ini diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf (h) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Penyelenggaraan rapat umum pemegang saham itu membicarakan mengenai hal-hal yang terjadi dan diputuskan dengan suara bulat, dan semua keputusan yang diambil dalam rapat itu, tercantum dalam Notulen Berita Acara Rapat Umum Para Pemegang Saham Luar Biasa Perseroan, yang di dalam penyelenggaraan rapat ini telah disesuaikan dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tentang anggaran dasar perseroan, dan korum yang disyaratkan untuk Rapat tersebut telah terpenuhi dan Rapat tersebut adalah sah, serta berhak penuh untuk mengambil keputusan yang sah dan mengikat.

Kemudian, pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan bahwa perubahan Anggaran Dasar harus ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, di mana korum untuk keputusan Rapat Umum Pemegang Saham untuk mengubah Anggaran Dasar, terdapat pada Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang disebutkan bahwa adalah sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara tersebut.

82

Penyelenggaraan setiap Rapat Umum Pemegang Saham, yang diatur pada Pasal 90 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, yang mewajibkan untuk dibuatnya risalah (notulen rapat) yang dibubuhi tanda tangan oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta Rapat Umum Pemegang Saham. Demikian pula, halnya dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang akan mengadakan perubahan Anggaran Dasar perseroan, baik perubahan yang harus mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia maupun perubahan yang cukup dilaporkan, yang diatur sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

KE DALAM BENTUK AKTA

A. Kekuatan Pembuktian Dalam Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham

1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham

Setiap pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham, Notaris wajib dibuat Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, beserta hal-hal yang diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Isi dan bentuk dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham itu harus bisa menggambarkan jalannya acara pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham. Hal ini dikarenakan akta tersebut bersifat verbal akta atau yang dinamakan Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, yang merupakan jenis akta yang dibuat oleh Notaris, yang berisi gambaran mengenai kejadian yang disaksikan oleh Notaris.

Notaris yang dihadirkan di dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham ini dilakukan oleh pemegang saham, yang mempunyai tugas untuk membuat Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham dalam kedudukannya sebagai pejabat umum, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang disebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

84

Sebagai pejabat umum, maka dalam Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham itu harus mempunyai kekuatan pembuatan yang otentik. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan oleh para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya, sehinggan menjadi jelas isi akta notaris itu, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak dalam penandatanganan akta.

Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat Notaris itu mempunyai kekuatan pembuktian otentik dengan sendirinya, meski para pemegang saham yang hadir dalam rapat tidak menandatanganinya. Namun, hal itu tidak berarti bahwa para pemegang saham yang telah hadir dalam rapat itu, mutlak tidak perlu menandatangani Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat oleh Notaris, tetapi dalam penandatanganan untuk dalam Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham tetap diperlukan, kecuali kalau ada alasan-alasan tertentu yang menyebabkan para pemegang saham tidak dapat menandatangani Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham tersebut. Akan tetapi, alasan-alasan tersebut itu tetap harus dijelaskan oleh Notaris di dalam Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, dan hal itu tidak berarti mengurangi otentisitas Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham.

Arti akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, yang dapat pula ditentukan bahwa siapa pun terikat dengan akta tersebut, sepanjang tidak bisa dibuktikan dengan bukti, maka sebaliknya dapat dilakukan dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut. Baik alat bukti akta di bawah tangan maupun akta otentik, keduanya harus memenuhi rumusan mengenai sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, sebagai suatu perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak (pacta sunt servanda).

Akta-akta yang dibuat oleh Notaris merupakan akta otentik yang dapat digunakan sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

Sebagai akta otentik, apabila akta itu sah secara formalitas pada saat pembuatannya, maka juga sah bentuknya sesuai dengan yang ditetapkan oleh Undang-Undang, serta sah secara materiil isi dari akta tersebut. Jika tidak dipenuhinya, hal-hal tersebut, maka dapat menyebabkan suatu akta menjadi kehilangan otentisitasnya.

Pembuatan Akta Relaas ini tidak menjadi soal, apakah orang-orang yang hadir dalam rapat tersebut, menolak untuk menandatangai akta itu. Apabila misalnya pada pembuatan Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, yang dalam perseroan terbatas itu, orang-orang yang hadir itu telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani, maka Notaris cukup menerangkan di dalam akta yang dituangkannya, bahwa para pihak yang hadir itu telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta itu dan dalam hal ini, akta itu tetap merupakan akta otentik.

86

Pada akta relaas, tidak selalu terdapat kekuatan bukti materiil, yang artinya setiap orang dapat menyangkal kebenaran isi akta otentik itu asal dapat membuktikannya, sebab apa yang dilihat dan dilakukan oleh pejabat itu hanya berdasarkan pada apa yang dikehendaki oleh yang berkepentingan.

Kekuatan pembuktian akta otentik, yang demikian halnya merupakan akta notaris, adalah akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan, yang berarti bahwa harus ada akta-akta otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang dibebankan oleh Undang-Undang kepada Notaris.

Dalam pemberian tugas inilah, terletak pemberian kepercayaan kepada Notaris itu, dan pemberian kekuatan pembuktian pada akta-akta yang mereka buat. Sebab jika tidak demikian, untuk apa menegaskan kepada mereka untuk “memberi keterangan dari semua apa yang mereka saksikan di dalam menjalankan jabatan mereka”

atau untuk “merelatir secara otentik semua apa yang diterangkan oleh para penghadap kepada notaris, dengan permintaan agar keterangan-keterangan mereka itu dicantumkan dalam suatu akta” dan menugaskan para Notaris untuk membuat akta mengenai itu. Demikian halnya dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, yang menyatakan bahwa notaris berwenang dan wajib memeriksa notulen rapat umum pemegang saham, tentang kesesuaian tata cara dalam mengadakan rapat tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, apabila notulen rapat tersebut ternyata tidak memenuhi ketentuan dalam anggaran dasar perseroan

dan undang-undang, maka notaris berhak untuk menolak pembuatan berita acara rapat. Notaris bertanggung jawab sebatas tentang adanya notulen rapat dan penghadap yang memohon dibuat Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham tersebut.

Sedangkan, hasil keputusan rapat tersebut adalah tanggung jawab si penghadap sendiri.

Kekuatan pembuktian formal ini oleh akta otentik tersebut, dibuktikan bahwa Notaris yang bersangkutan telah menyatakan dalam tulisan ini, sebagaimana yang tercantum dalam akta itu dan selain dari itu, kebenaran dari apa yang diuraikan oleh Notaris dalam akta itu sebagai yang dilakukan dan disaksikannya di dalam menjalankan jabatannya. Dalam arti formal, sepanjang mengenai akta relaas, contohnya : pada Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, dikatakan bahwa akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yaitu : yang dilihat, didengar, dan juga dilakukan sendiri oleh Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya pada pembuatan Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, serta juga, dalam arti formal lainnya, dikatakan bahwa akta otentik perlu menjamin kebenaran : (a). Tanggal, (b). Tanda Tangan, (c). Komparan, dan (d). Tempat akta itu dibuat.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, mengatur secara rinci tentang jabatan umum, yang dijabat oleh Notaris, sehingga Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham sebagai akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris harus mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi para pemegang saham ataupun kepada pihak ketiga dari perseroan

88

terbatas tersebut. Karena kedudukan Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, sehingga apa yang dinyatakan dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat di hadapan Notaris tersebut harus diterima. Namun, Notaris harus bertanggung jawab dalam hal adanya pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya, yang secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan.

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang menyatakan dalam jabatannya, bahwa Notaris berkewajiban: bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.

Dari pembahasan di atas, dapat dipahami bahwa dalam setiap penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham harus dibuatkan berita acara rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta Rapat Umum Pemegang Saham, yang sebagaimana hal tersebut itu diatur dalam Pasal 77 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam prakteknya, Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat di hadapan Notaris, dimana penandatanganan oleh semua peserta Rapat Umum Pemegang Saham tidak menjadi mutlak, tetapi cukup ditandatangani oleh ketua atau salah seorang peserta rapat dan Notaris yang bersangkutan. Namun demikian, Notaris yang bersangkutan harus menerangkan bahwa para yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta itu.

Notaris dalam pembuatan Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham ini sesuai dengan pernyataan yang terdapat pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang disebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Sedangkan, kalau dilihat dari cara pembuatannya, maka akta otentik merupakan akta yang dibuat dalam bentuk yang diisyaratkan dan dibuat oleh pejabat-pejabat yang berwenang yang menurut atau berdasarkan pada Undang-Undang yang dibebani untuk menyatakan apa yang telah disaksikan atau dilakukannya.

Akta yang dibuat notaris harus mengandung syarat-syarat yang diperlukan agar tercapai sifat otentik dari akta itu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut :

“Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.”59

Akta notaris selain sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat akta-akta, yang sesuai dengan bunyi dari Pasal 1337 KUHPerdata jo Pasal 1338 KUHPerdata, juga merupakan salah satu alat bukti tertulis, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1866 KUHPerdata yang tertulis sebagai berikut :

“Alat-alat bukti terdiri atas: Bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, sumpah. Segala sesuatunya dengan mengindahkan aturan-aturan yang ditetapkan dalam bab-bab yang berikut.”

59Kitab Undang-undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio, Cetakan ke-40, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2009), pasal 1868.

90

Akta notaris adalah akta otentik yang memiliki kekuatan hukum dengan jaminan kepastian hukum sebagai alat bukti tulisan yang sempurna, sebab tidak memerlukan tambahan alat pembuktian lain, dan hakim terikat karenanya, serta dalam kekuatan pembuktiannya itu dikatakan bahwa kekuatan pembuktian pada Akta Otentik lebih kuat dibandingkan dengan Akta di bawah tangan karena mempunyai pembuktian formil, pembuktian mengikat dan pembuktian keluar. Namun, dalam grosse akta notaris itu, mempunyai kedudukan yang sama dengan vonis keputusan hakim yang tetap dan pasti, dan mempunyai kekuatan Eksekutorial. Kemudian, akta yang dibuat secara notariel itu menurut Undang-Undang yang mempunyai sifat, bahasa, bentuk, bagian, dan teknik pembuatan yang spesifik atau khusus.

Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna sebagaimana yang diatur pada Pasal 1870 KUHPerdata, ia memberikan diantara para pihak, termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat atau dinyatakan dalam akta ini, hal ini berarti mempunyai kekuatan bukti yang sedemikian rupa, karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri, sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi hakim itu merupakan

Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna sebagaimana yang diatur pada Pasal 1870 KUHPerdata, ia memberikan diantara para pihak, termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat atau dinyatakan dalam akta ini, hal ini berarti mempunyai kekuatan bukti yang sedemikian rupa, karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri, sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi hakim itu merupakan

Dokumen terkait