• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum Normatif. Langkah pertama yang dilakukan penelitian yuridis normatif dimana penelitian yuridis normatif membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum. Penelitian terhadap asas-asas hukum merupakan suatu penelitian hukum yang bertujuan untuk menemukan asas hukum positif yang berlaku.23

Penelitian ini memiliki sifat sebagai penelitian deskriptif, yang menyajikan, menggambarkan dan memaparkan mengenai gejala-gejala dan fakta-fakta yang terjadi di masyarakat. Menurut Soerjono Soekamto, penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau dalam kerangka penyusunan teori baru.24 2. Sumber Data

a. Data dapat diperoleh dari bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang mengikat dan terikat dengan

23Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 25.

24Soejono Soekamto, Op.Cit, hlm. 43.

obyek penelitian, yaitu dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Buku ketiga dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.

b. Bahan hukum sekunder yaitu adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terikat dengan obyek penelitian, penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat para sarjana, dan kasus-kasus yang berhubungan dengan pembahasan tesis ini.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum premier dan sekunder, seperti kamus hukum.

3. Alat Pengumpul Data

Sumber utama dalam penelitian ini adalah diperoleh dengan pengumpulan data primer dan data skunder. Berikut teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam menyelesaikan tesis ini studi kepustakaan (library research).

a. Studi kepustakaan dilakukan dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi bahan-bahan studi kepustakaan yang meliputi:

1) Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas25atau merupakan sumber-sumber hukum utama yang dijadikan landasan dalam penulisan ini meliputi Peraturan Perundang-undangan, Surat Keputusan Menteri yang terkait, dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan langsung dengan permasalahan yang dibahas.

25 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 142.

2) Bahan-bahan sekunder merupakan bahan yang melengkapi sumber-sumber utama dan masih memiliki hubungan/keterkaitan dengan masalah yang dibahas. Bahan-bahan tersebut meliputi buku-buku/makalah hasil seminar, jurnal-jurnal hukum, laporan ilmiah dan internet yang relevan dengan tulisan ini.

b. Penelitian Lapangan ( field research)

Suatu metode data yang dilakukan dengan cara penelitian langsung ke lapangan secara langsung, yaitu dengan mengadakan penelitian ke PPAT selaku pejabat yang berwenang untuk melakukan pemasangan Hak Tanggungan yang menggungakan akta APHT, dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dan memperoleh data-data yang langsung berhubungan dengan judul tesis.

4. Analisis Data

Analisis data dalam tesis ini adalah dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu suatu analisis data yang secara jelas diuraikan ke dalam bentuk kalimat sehingga dapat diperoleh gambaran dan maksud yang jelas yang berhubungan dengan tesis ini. Metode kualitatif ini akan menghasilkan data berupa pernyataan-pernyataan atau data yang dihasilkan berupa data deskriptif mengenai subjek yang diteliti.

Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti,

kesemuanya tidak dapat diukur dengan menggunakan angka.26 Analisis kualitatif sangat erat kaitannya dengan subjektifitas yang meneliti, bentuknya lebih fleksibel tergantung pada hal spesifik yang penting dipandang oleh yang meneliti.27

Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus, guna menjawab permasalah-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.28

26 Sulistyo Basuki, Metode Penelitian, Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 78.

27 Milles Dan Hubberman, Analisis Data Kualintatif, Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru, Universitas Indonesia, Jakarta, 1992, hlm. 15.

28 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum, Normative Dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 109.

KLAUSULA-KLAUSULA DI DALAM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN YANG DIBUAT OLEH PEJABAT

PEMBUAT AKTA TANAH

A. Hukum Jaminan Di Indonesia

Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten atau Cautie yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya, disamping pertanggungjawaban secara umum debitur terhadap barang-barangnya.29

1. Pengertian Jaminan

Menurut Undang Nomor 7 Tahun 1992 diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Arti dari jaminan yaitu keyakinan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan perjanjian. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, jaminan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan istilah agunan yang di atur dalam Pasal 1 ayat 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Agunan adalah Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

29Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 1.

Agunan dalam kontruksi ini merupakan jaminan tambahan (accesoir). Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada kreditur. Unsur-unsur agunan adalah:30

1. Jaminan tambahan;

2. Diserahkan oleh debitur kepada kreditur;

3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan.

Menurut Pasal 1131 KUHPerdata, segala harta kekayaan seorang debitur, baik yang berupa benda-benda bergerak maupun benda-benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan bagi semua perikatan hutangnya. Dengan berlakunya ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata itu, maka dengan sendirinya atau demi hukum terjadilah pemberian jaminan oleh seorang debitur kepada setiap krediturnya atas segala kekayaan debitur tersebut.

Jaminan kredit adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggulangi seseorang untuk pembayaran kembali suatu utang. Dapat disimpulkan bahwa jaminan itu suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditor sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain.

Hukum jaminan adalah perangkat hukum yang mengatur tentang jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau pelaksanaan suatu prestasi. Hukum jaminan dalam hukum perdata Indonesia

30 Salim H.S, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 22.

di atur secara umum dalam Pasal 1131 KUHPerdata dimana segala benda milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, akan menjadi tanggungan agunan untuk segala perikatan pengakuan atau perjanjian utang-piutangnya. Dengan demikian, berarti seluruh benda debitur jika tidak dapat memenuhi kewajiban utangnya kepada kreditur, maka kebendaan milik debitur tersebut akan dijual kepada umum dan hasil penjualan benda tersebut dibagi antara para kreditur, seimbang dengan besarnya piutang masing-masing sesuai dengan Pasal 1132 KUHPerdata.

2. Asas-Asas Hukum Jaminan

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 asas penting dalam hukum jaminan, yaitu:31

1. Asas publicitet

Bahwa semua hak tanggungan harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan didepan pejabat pendaftaran dan pencatat balik.

2. Asas specialitet

Yaitu bahwa Hak Tanggungan, hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu, harus jelas, terperinci dan detail.

31 Salim H.S, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Radjawali Perss, Jakarta 2014, hlm. 9.

3. Asas tidak dapat dibagi-bagi

Asas dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya Hak Tanggungan, hak fidusia, hipotek dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian (benda yang dijadikan jaminan harus menjadi suatau kesatuan dalam menjamin hutang).

4. Asas inbezittstelling

Yaitu barang jaminan harus berada ditangan penerima jaminan (pemegang jaminan).

5. Asas horizontal

Yaitu bangunan dan tanah tidak merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik.Bangunannya milik dari pemberi tanggungan,tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai dapat dijadikan jaminan, namun dalam praktek perbankan tidak mau menerima prinsip ini, karena akan mengalami kesulitan jika tejadi wanprestasi.

Mariam Darus Badrulzaman dalam buku Salim H.S, 2014

“mengemukakan asas-asas hukum jaminan. Asas-asas itu meliputi asas filosofi, asas konstitusional, asas poolitis, dan asas oprasional (konkrit) yang bersifat umum. Asas oprasional dibagi menjadi asas sistem tertutup, asas absolut, asas mengikuti benda, asas publisitas, asas spesialitet, asas totalitas, asas asas perlekatan, asas konsistensi, asas pemisahan horizontal, dan asas perlindungan hukum.”32

32Ibid, hlm. 10.

Pemaparan asas-asas hukum yang dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman tidak diberikan pengertian dan penjelasan yang lengkap, namun Salim H.S mencoba untuk menjelaskan dan mengartikan asas-asas yang berkaitan dengan asas filosofi, konstitusional, politis, dan oprasional. Penjelasan dari keempat asas tersebut sebagai berikut:33

1. Asas Filosofis

Asas dimana semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia harus didasarkan kepada falsafah yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

2. Asas Konsitusional

Asas dimana semua peraturan perundang-undangan dibuat dan disahkan oleh pembentuk undang-undang harus didasarkan oleh pada hukum dasar (konstitusi). Hukum dasar yang berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Apabila undang-undang yang dibuat dan disahkan tersebut bertentangan dengan konstitusi, undang-undang tersebut harus dicabut.

3. Asas Politis

Asas dimana segala kebijakan dan teknik dalam penyusunan peraturan perundang-undangan didasarkan pada Tap MPR.

4. Asas Oprasional

Asas yang bersifat umum merupakan asas yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembebanan jaminan.

33Ibid, hlm. 11.

3. Jenis-Jenis Jaminan

Apabila dilihat dari jenisnya, jaminan pada hukum jaminan dibedakan atas 2 (dua) macam yaitu:34

1. Jaminan Materiil ( Kebendaan) adalah Jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapa pun,selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat bahwa unsur-unsur yang tercantum dalam jaminan materiil ini ada 5 (lima), yaitu:35

a. Hak mutlak atas suatu benda;

b. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu;

c. Dapat dipertahankan terhadap siapapun;

d. Dapat dialihkan kepada pihak lain; dan e. Selalu mengikuti bendanya.

2. Jaminan Immateriil (Perorangan) adalah Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu,hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, tehadap kekayaan debitur umumnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat bahwa unsur-unsur yang tercantum dalam jaminan perorangan ini ada 3 (tiga), yaitu:36

a. Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu;

b. Hanya dapat dipertahankan kepada debitur tertentu; dan c. Terhadap harta kekayaan debitur umumnya.

34Ibid, hlm. 23.

35Ibid, hlm. 24.

36Ibid, hlm. 25.

4. Sifat Perjanjian Jaminan

Pada dasarnya perjanjian kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lebaga perbankan atau lembaga keuangan Nonbank. Rutten berpendapat bahwa perjanjian pokok adalah perjanjian-perjanjian yang untuk adanya mempuyai dasar yang mandiri (welke zelftanding een reden van bestaan recht).37 Contoh perjanjian pokok adalah perjanjian kredit bank.Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, mengatakan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.38

Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Contoh perjanjian accesoir ini adalah perjanjian pembebanan jaminan, seperti perjanjian gadai, tanggungan, dan fidusia. Jadi sifat perjanjian jaminan adalah perjanjian accesoir, yaitu bersifat mengikuti perjanjian pokok. Dengan demikian, Pasal 1132 KUHPerdata membagi lembaga jaminan atas dua sifat berdasarkan transaksi pemberian jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur yaitu sebagai berikut:

1. Jaminan yang bersifat konkuren, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur dan sifat jaminan tersebut tidak mempunyai hak saling

37Ibid, hlm. 29.

38Pasal 1 Ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

mendahului dalam pelunasan utang antara kreditur satu dengan kreditur lainnya.

2. Jaminan yang bersifat preferen, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada satu kreditur serta kreditur tersebut diberikan hak prioritas berupa hak untuk didahulukan dalam pelunasan utang terhadap kreditur lainnya.

Menurut sifatnya, jaminan dibagi menjadi dua. Pertama, jaminan bersifat umum yaitu jaminan yang diberikan bagi kepentingan kreditur dan menyangkut semua harta debitur seperti di atur dalam Pasal 1131 KUHPerdata. Kedua, jaminan yang bersifat khusus, merupakan jaminan dalam bentuk penunjukan atau

“penyerahan” barang tertentu secara khusus, sebagai jaminan atas pelunasan kewajiban atau utang debitur kepada kreditur tertentu dan hanya berlaku untuk kreditur tertentu tersebut baik Secara kebendaan maupun perorangan.39

B. Hak Tanggungan

Istilah Hak Tanggungan diambil dari istilah lembaga jaminan dalam hukum adat. Dalam hukum adat istilah Hak Tanggungan dikenal di daerah Jawa Barat, juga di beberapa daerah di Jawa Tengah atau Jawa Timur dan dikenal juga dengan istilah jonggolan atau istilah ajeran merupakan lembaga jaminan dalam hukum adat yang objeknya biasanya tanah dan rumah. Istilah Hak Tanggungan yang berasal dari hukum adat tersebut, melalui UUPA ditingkat menjadi istilah lembaga hak jaminan dalam sitem hukum nasional kita dan Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan bagi tanah tersebut diharapkan menjadi pengganti

39 Gunawan Widjaya & Ahmad Yani, jaminan fidusia, Raja Grafindo Persada, 2001, Jakarta, hlm. 75.

hipotek dari KUHPerdata. Dengan kata lain, lembaga hipotek dan credietverband akan dijadikan satu atau dileburkan menjadi Hak Tanggungan.

1. Pengaturan Hak Tanggungan

Hak Tanggungan adalah salah satu jenis dari hak jaminan selain hipotik, gadai dan fidusia. Hak jaminan dimaksudkan untuk menjamin utang seorang debitur yang memberikan hak utama kepada kreditur tertentu yaitu pemegang hak jaminan itu, untuk didahulukan terhadap kreditur-kreditur lain apabila debitur cidera janji.40 Selain itu dalam ketentuan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) memberikan pengertian mengenai Hak Tanggungan yaitu Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut dengan Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

Ada beberapa unsur pokok dari pengertian Hak Tanggungan yang termuat dalam Pasal 1 Ayat 1 UUHT tersebut, yaitu:

a. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk perlunasan hutang;

b. Utang yang dijamin jumlahnya tertentu;

40 Sutan Remy Sjahdeni, Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Alumni, Bandung, 1999, hlm. 4.

c. Objek Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria yaitu Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai;

d. Hak Tanggungan dapat dibebankan terhadap tanah berikut benda yang berkaitan dengan tanah atau hanya tanahnya saja;

e. Hak Tanggungan memberikan hak preferen atau hak diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain.

Pada Ayat 4 Penjelasan Umum UUHT menyatakan bahwa Hak Tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti bahwa jika debitur cidera janji kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lain. Kedudukan diutamakan tersebut tidak mengurangi preferensi utang piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan tersebut, disimpulkan bahwa Hak Tanggungan merupakan salah satu bentuk jaminan kredit yang mempunyai preferen bagi pemegang/kreditur yang mempunyai objek jaminan berupa hak atas tanah yang telah ditetapkan dalam UUHT. Termasuk Hak Tanggungan adalah benda-benda lain yang merupakan bagian dari tanah itu yang berada diatasnya, yang ditegaskan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).41

41Try Wudiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Galia Indonesia, Bogor, 2009, hlm. 158.

Hak Tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan.42 Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cidera janji dan mengambil hasil seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya.43

2. Ciri-ciri Hak Tanggungan dan Sifat Hak Tanggungan

Berdasarkan pengertian Hak Tanggungan di atas, dapat dilihat bahwa Hak Tanggungan memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat sebagai berikut:

a. Ciri-ciri Hak Tanggungan

Hak Tanggungan mempunyai 4 macam ciri seperti yang dikehendaki oleh undang-undang. Keempat ciri tersebut adalah :

1) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemegangnya. Pemegang Hak Tanggungan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari kreditur-kreditur lainnya ( kreditur-kreditur konkurent). Sebagai kreditur-kreditur preferen pemegang hak tanggungan berhak untuk didahulukan pembayaran piutangnya dari hasil penjualan barang yang dibebani Hak Tanggungan.

2) Bersifat zakelijk recht. Dengan Hak Tanggungan pemegangnya dapat mempertahankan hak tersebut terhadap tanah yang telah dibebaninya.

Meskipun tanah yang dibebani Hak Tanggungan dipindahtangankan oleh pemiliknya kepada orang lain, namun pemindahan Hak Milik atas tanah tidak menghapuskan Hak Tanggungan. Tanah tersebut tetap dibebani Hak

42 Wawancara Dengan Rudi Tua Panjaitan, Notaris dan PPAT, Medan, Pada Tanggal 22-01-2018

43 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaan, Djambatan , Jakarta, 2008, hlm. 418.

Tanggungan. Pemegang Hak Tanggungan tetap dapat menuntut haknya untuk melelang objek Hak Tanggungan yang telah berpindah tangan kepada orang lain apabila debitur wanprestasi.44

3) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas. Mengenai asas spesialitas ialah tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan khusus digunakan untuk kepentingan pelunasan utang debitur apabila tidak memenuhi janji.

Sedangkan asas publisitas Hak Tanggungan, bahwa dalam proses pembuatan Hak Tanggungan dengan cara mendaftarkan ke kantor Pertanahan, karena dengan pendaftaran itu baru melahirkan Hak Tanggungan. Pembebanan Hak Tanggungan dicatat di dalam buku tanah dan pemegang Hak Tanggungan diberi sertifikat Hak Tanggungan.

4) Mudah dan pasti eksekusinya. Berhubung menyangkut dengan pelaksanaan eksekusi, berarti pihak debitur telah melakukan wanprestasi atas utangnya.

Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dikatakan mudah dikarenakan dalam UUHT memberi kemungkinan eksekusinya dapat dilaksanakan dibawah tangan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 2 Ayat 2 UUHT yang menyangkut bahwa atas kesepakatan pemberi dan pemenang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan, jika demikian itu akan diperoleh harta tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

b. Sifat-sifat Hak Tanggungan

UUHT mengatur Hak Tanggungan sebagai hak jaminan yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

44Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 206-207.

1) Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, sifat tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 1 UUHT. Artinya Hak Tanggungan membebani secara utuh objek Hak Tanggungan dan setiap bagian dari padanya. Pelunasan sebagian utang yang dijamin tidak berarti membebaskan sebagian objek Hak Tanggungan yang lain, tetapi Hak Tanggungan tersebut tetap membebani sisa hutang yang belum dilunasi. Terhadap sifat tidak dapat dibagi-bagi terdapat pengecualian atau dapat dikesampingkan dengan ketentuan diperjanjikan secara tegas dalam akta APHT.

2) Hak Tanggungan mempunyai sifat accesoir, sifat tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Ayat 1 UUHT. Hak Tanggungan bukanlah hak yang dapat berdiri sendiri tetapi keberadaannya tergantung pada perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang. Tanpa adanya perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang maka Hak Tanggungan tidak mungkin ada. Hak Tanggungan menjadi hapus apabila perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang telah dilunasi atau karena sebab lain.

2) Hak Tanggungan mempunyai sifat accesoir, sifat tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Ayat 1 UUHT. Hak Tanggungan bukanlah hak yang dapat berdiri sendiri tetapi keberadaannya tergantung pada perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang. Tanpa adanya perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang maka Hak Tanggungan tidak mungkin ada. Hak Tanggungan menjadi hapus apabila perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang telah dilunasi atau karena sebab lain.

Dokumen terkait