• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS ATAS JANJI-JANJI DALAM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH TESIS. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS ATAS JANJI-JANJI DALAM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH TESIS. Oleh"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ANDI REZA PUTRA 157011059 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANDI REZA PUTRA 157011059 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

Tanggal : 15 Agustus 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar. S.H., C.N., M.Hum 2. Dr. Rudy Haposan Siahaan S.H., M.Kn

3. Dr. Sutrisno S.H., M.Kn

4. Dr. Tony S.H., M.Kn

(5)

Nim / kelas : 157011059

Program studi : KENOTARIATAN

Judultesis : ANALISIS YURIDIS ATAS JANJI-JANJI

DALAM AKTA PEMBERIAN HAK

TANGGUNGAN YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, Agustus 2018 Yang menyatakan

ANDI REZA PUTRA

NIM : 157011059

(6)

Pada dasarnya perjanjian kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit. Sedangkan Perjanjian accesoir adalah perjanjian ikutan dan keberadaannya dimaksudkan untuk mendukung perjanjian pokok itu sendiri. Salah satu jenis perjanjian accesoir adalah Hak Tanggungan. Hak Tanggungan diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dalam Hak Tanggungan harus terdapat subjek dan objek, subjek Hak Tanggungan antara lain pemberi dan penerima Hak Tanggungan. Sedangkan yang menjadi objek Hak Tanggungan antara lain adalah hak-hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Pembebanan Hak Tanggungan dibuat dengan membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, dengan pendekatan yuridis normatif. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan- bahan berupa bahan primer (wawancara), bahan hukum sekunder (bahan kepustakaan).

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah berisi klausula baku yang ditetapkan pemerintah, sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Akta Pemberian Hak Tanggungan juga dapat ditambahkan klausula janji-janji tambahan, karena terdapat blangko kosong yang dapat ditambahkan janji-janji tambahan. Dalam prakteknya janji-janji tambahan tersebut dibuat secara sepihak atas permintaan penerima Hak Tanggungan. Hal ini menimbulkan ketidak seimbangan dalam perjanjian. Sehingga bertentangan dengan Pasal 1338 Ayat 3 mengenai asas itikad baik. Akibat hukum terhadap pencantuman janji-janji secara sepihak yang dilarang yaitu dapat mengakibatkan pembatalan terhadap klausula janji-janji tambahan tersebut yang dapat digugat secara perdata karena merupakan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

Kata Kunci : Klausula, Janji Tambahan, Akibat Hukum

(7)

performance of the primary contract. Security right is regulated in Law no.

3/1996 on Security Right which has to have its subject and its object. Its subject is the giver and the receiver, while its object is the right on land and anything exists on it. The burden of security right is APHT (Giving Security Right Certificate) made by PPAT (Official Empowered to Draw up Land Deeds).

The research used the theory of legal certainty based on laws and regulations and descriptive analytic method and juridical normative approach.

Secondary data were gathered by collecting primary, secondary, and tertiary legal materials.

APHT made by PPAT contains standard clause regulated by the Government as it is stipulated in the Decree of the Minister of State for Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency No. 8/2012 on the Amendment of the Decree of the Minister of State for Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency No. 3/1997 on the Implementation of PP No. 24/1997 on Land Registration. APHT can also be added by supplementary clauses since there is an empty form for these supplementary clauses. In practice, these supplementary clauses are made unilaterally on the request of the receiver of the hypothecation which causes imbalance in the contract so that is contrary to Article 1338, Paragraph 3 on the principle of bad faith. The legal consequence of attaching clauses unilaterally can be claimed in civil case because it violates against law as stipulated in Article 1365 of the Civil Code.

Keywords: Clause, Supplementary Clause, Legal Consequence

(8)

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kenikmatan dan anugerah kepada penulis, menuntun dan membimbing dalam segala kasih dan karunia-Nya, dan tidak lupa shalawat dan salam dihaturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah mengajarkan kepada umat manusia tentang ilmu dan amal serta hidup taat dan patuh kepada Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul:

“ANALISIS YURIDIS ATAS JANJI-JANJI DALAM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH”

Ketika melakukan penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari isi tulisan maupun cara penulisannya. Hal ini dikarenakan oleh terbatasnya pengetahuan dan pengalaman untuk menuangkannya kedalam tesis ini, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan maupun saran guna memperbaiki kualitas dari penulisan dan bermanfaat pada masa yang akan datang.

Saat penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari tidak akan mampu untuk membalas kebaikan dari berbagai pihak tersebut, dan hanyadapat berdo’a agar semua pihak yang membantupenulisselaludalamlindungan Allah SWT.

Sebagai ungkapan terimakasih, maka izinkanlah penulis untuk menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

(9)

3. Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum., selaku Komisi Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu dan ilmunya untuk memberikan pengarahan, petunjuk baik berupa saran dan arahan yang membangun dalam penyelesaian tesis ini.

4. Dr. Rudy Haposan Siahaan., SH., SpN., M.Kn., selaku Dosen Pembimbing III, yang telah banyak meluangkan waktu dan ilmunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan serta petunjuk dalam pembuatan tesis ini.

5. Bapak/Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan tambahan wawasan ilmu dan pengetahuan hukum selama menjalankan perkuliahan di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf dan pegawai Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama proses perkuliahan selama ini.

7. Terimakasih kepada Notaris Rudi Tua Sembiring dan Notaris Zulhamdi, yang memberikan izin kepada penulis untuk melakukan wawancara tersebut.

8. Penulis ingin mengucapkan rasa sayang yang besar kepada ungku (Alm) H.

Bagindo Bachtiar dan umi (Alm) Hj. Yusnah yang semasa hidupnya selalu memberikan perhatian dan kasih sayang yang sebesar-besarnya kepada penulis dan tidak perrnah lelah untuk memberikan masukan yang terbaik buat penulis.

9. Terimakasih dan rasa sayang yang tak terhingga kepada Ayahanda H. Dirwan,

SH., Sp.N., dan Ibunda Hj. Asnida Bachtiar., yang tidak pernah lelah

(10)

batas kepada penulis.

10. Terima kasih kepada Kakanda Hj. Dian Utami, S.Farm, Apt., dan Adinda H.

Nanda Yustiansyah, S.H, M.Kn yang telah memberi bantuan, semangat, dan dukungan yang tidak pernah henti.

11. Terimakasih kepada Tante dan Om Harry Setiawan Bachtiar, Dr. Ir. Hj.

Salmiah Bachtiar, M.S., dr. Hj. Werina Bachtiar, H. Ir. Hardiman, dan Junaida yang telah memberikan dukungan, semangat, dan masukan.

12. Terimakasih kepada sepupuku tersayang: Delfi Kurniawan, SH, dr. M. Gusti Hariandi, Putri Nadhira SH, M. Haris Afrianda, Putri Rizky Azzahran, dan semua sepupu yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang telah membantu serta mendoakan dalam penyelesaian tesis ini.

13. Terimakasih kepada dr. Sausan Rasmiyyah yang selalu memberi semangat, dukungan dan motivasi serta mendoakan penulis dalam penyelesaian tesis ini sampai selesai.

14. Terimakasih kepada para sahabat saya Diki, Azmi, Arga, Ipur, Wira, Amrizal, Boy, Idris, Naka, Bajora,Aido, Raymond, Ipin, Ori,Rico, Dian, Dita, Diba, Tita, Aries dan semua yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang selalu menemani dan membuat kecerian setiap hari.

15. Teman-teman seperjuangan angkatan 2015 Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan saran.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis

(11)

Medan, Agustus 2018 Penulis

Andi Reza Putra

NIM : 157011059

(12)

I. DATA PRIBADI

Nama : Andi Reza Putra

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 22Januari 1992 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Alamat : Jalan Sutrisno Gang Amal No. 21 Medan

Telepon/Hp : 08116125192

II. KELUARGA

Nama Ayah : Dirwan

Nama Ibu : Asnida Bachtiar

Nama Kakak : Dian Utami

Nama Adik : Nanda Yustiansyah

III. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Muhammadiya 01 : Tahun Lulus 2003

2. SMP Muhammadiyah01 : Tahun Lulus 2006

3. SMA Negeri 6 : Tahun Lulus 2009

4. S1 Fakultas Hukum USU : Tahun Lulus 2014

5. S2 Program Studi Magister Kenotariatan FH-USU : Tahun Lulus 2018

(13)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR ISTILAH ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Betaking... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 9

1. Kerangka Teori ... 9

2. Konsepsi ... 15

G. Metode Penelitian ... 17

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 17

2. Sumber Data... 17

3. Alat Pengumpulan Data ... 18

4. Analisis Data ... 19

BAB II KLAUSULA-KLAUSULA DI DALAM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH ... 21

A. Hukum Jaminan Di Indonesia ... 21

1. Pengertian Jaminan ... 21

2. Asas-Asas Hukum Jaminan ... 23

3. Jenis-Jenis Jaminan ... 26

4. Sifat Perjanjian Jaminan ... 27

B. Hak Tanggungan ... 28

1. Pengaturan Hak Tanggungan ... 29

2. Ciri-ciri Hak Tanggungan dan Sifat Hak Tanggungan ... 31

(14)

4. Pejabat Pembuat Akta Tanah Sebagai Pembuat Akta

Pemberian Hak Tanggungan ... 41

C. Klausula-klausula Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan Sebagai Klausula Baku ... 53

1. Klausula Dalam Perjanjian Baku ... 53

2. Perjanjian Baku Pada Klausula-Klausula Akta Pemberian Hak Tanggungan Yang Telah Ditetapkan Oleh Pemerintah ... 61

BAB III JANJI-JANJI TAMBAHAN DALAM KALAUSULA AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN DILIHAT DALAM ASAS KESEIMBANGAN ... 77

A. Syarat Sahnya Perjanjian Dan Asas Dalam Hukum Perjanjian... 77

B. Janji-Janji Tambahan Dalam Klausula Akta Pemberian Hak Tanggungan Di Lihat Dalam Praktik Pejabat Pembuat Akta Tanah... 95

C. Janji-Janji Tambahan Dalam Klausula Akta Pemberian Hak Tanggungan Ditinjau Dari Asas Keseimbangaan ... 98

BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCANTUMAN SECARA SEPIHAK JANJI-JANJI DALAM KLAUSULA AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN YANG DILARANG ... 105

A. Janji-Janji Dalam Klausula Akta Pemberian Hak Tanggungan Sebagai Perbuatan Melawan Hukum ... 105

B. Batalnya Janji Tambahan Dalam Klausula Akta APHT Yang Dibuat Secara Sepihak... 117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 125

(15)

curatele or conservatorship : Pengampuan atau keadaan berada di bawah perwalian

determinable : Dapat ditentukan

duress/dwang : Paksaan

eenbepaaldonderwerp : Suatu hal tertentu feitelijknadee : Kerugian nyata

fraud/Bedrog : Penipuan

geodezeden : Bertentangan dengan kesusilaan misbruik van omstandigheiden : Penyalah gunaan keadaan

Nakomen : Hak menuntut pemenuhan perikatan

Nietig/null and void : Batal demi hukum

Onbekwaamheid : Ketidak cakapan

Onrechtmatigedaad : Perbuatan melawan hukum

Ontbinding : Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan

performance : Pelaksanaan, prestasi

personenrecht : Hukum perorangan, hukum orang Schadevergoeding : Hak menuntut ganti rugi

schade : Rugi

unustestisnullus testis : Satu saksi bukanlah saksi Vernietigbaar/voidable : Dapat dibatalkan

Wilsgebreke : Cacat kehendak

zakelijkrecht : Hak kebendaan

(16)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya perjanjian kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lebaga perbankan atau lembaga keuangan Nonbank. Rutten berpendapat bahwa perjanjian pokok adalah perjanjian-perjanjian yang untuk adanya mempuyai dasar yang mandiri (welke zelftanding een reden van bestaan recht).

1

Contoh perjanjian pokok adalah perjanjian kredit bank.Pasal 1 Ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan menyatakankredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Perjanjian accesoir adalah perjanjian ikutan dan keberadaannya dimaksudkan untuk mendukung perjanjian pokok, sehingga dapat diartikan bahwa perjanjian accesoir dibuat berdasarkan perjanjian pokok, oleh karena itu perjanjian accesoir tersebut harus menuju kepada perjanjian pokoknya. Perjanjian accesoir dapat berupa Hak Tanggungan, Hak Gadai, Fidusia, hipotek, dll.

Hak Tanggungan adalah salah satu jenis dari hak jaminan selain hipotik, gadai dan fidusia. Hak jaminan dimaksudkan untuk menjamin utang seorang debitur yang memberikan hak utama kepada kreditur tertentu yaitu pemegang hak

1Salim H.S, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Rajawali Perss, Jakarta, 2014, hlm. 29.

(17)

jaminan itu, untuk didahulukan terhadap kreditur-kreditur lain apabila debitur cidera janji.

2

Selain itu dalam ketentuan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan (UUHT) memberikan pengertian mengenai Hak Tanggungan yaitu:

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut dengan Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

Subjek Hak Tanggungan adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian pengikatan Hak Tanggungan. UUHT memuat ketentuan mengenai subjek Hak Tanggungan sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UUHT. Dari kedua pasal tersebut ditentukan yang dapat menjadi subjek Hak Tanggungan adalah:

1. Pemberi Hak Tanggungan

2. Penerima Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan

Menteri Agraria melalui peraturannya Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukan Pejabat yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pasal 19 Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah Serta Hak Dan Kewajibannya, telah

2 Sutan Remy Sjahdeni, Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Alumni, Bandung, 1999, hlm. 4.

(18)

menunjuk pejabat-pejabat yang berwenang untuk membuat akta tersebut sesuai Pasal 19 PP Nomor 10 Tahun 1961.

Berdasarkan penjelasan dari Pasal 7 UUHT, disebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah yang bentuk aktanya telah ditetapkan. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, menyebutkan dengan jelas bahwa PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Peran dan tanggungjawab PPAT dalam pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) harus sesuai dengan ketentuan yang telah di atur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu antara lain dengan mengisi blangko akta APHT yang isi dan bentuk akta APHT ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang tersedia khusus secara lengkap sesuai dengan petunjuk pengisiannya, dengan perkiraan bahwa PPAT masih bisa menambah atau mengurangi isi blangko akta SKMHT dan akta APHT, maka dapat dikatakan, bahwa paling tidak sebagian besar isi akta-akta tersebut ditentukan oleh BPN. Pengisian blangko akta APHT dalam rangka pembuatan akta PPAT, dalam hal ini akta APHT harus sesuai dengan kejadian, status, dan data yang benar, serta didukung dengan dokumen yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3

Pemberian kredit dengan jaminan tanah besarta benda-benda yang berkaitan dengan tanah harus dilakukan dengan pembebanan jaminan secara

3Masdiarmo Rahmat, Tata Cara Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan, Alfarindo, Jakarta, 2003, hlm. 60.

(19)

sempurna untuk melindungi kepentingan kreditur. Dalam melindungi hak kreditur dan debitur pada akta APHT, dapat digunakan asas keseimbangan. Asas keseimbangan menyatakan bahwa hak dan kewajiban antara kreditur dan juga debitur haruslah seimbang, dan tidak memberatkan salah satu pihak saja yang tercatum dalam akta APHT. Keseimbangan yang dimaksud dalam hal ini adalah sebagai keadaan hening atau keselarasan karena dari berbagai hal tidak satu elemenpun mendominasi satu sama lainnya. Berdasarkan hal tersebut, penerapan asas keseimbangan dapat dilihat pada janji-janji yang tercantum dalam akta APHT. Oleh sebab itu janji-janji dalam pemberian Hak Tanggungan yang dicantumkan dalam akta APHT merupakan salah satu faktor penting pada akta APHT. Dalam ketentuan Pasal 11 Ayat 2 UUHT disebutkan bahwa dalam akta APHT dapat dicantumkan janji-janji antara lain:

1. Janji mengenai pembatasan kewenangan untuk menyewakan objek hak tanggungan;

2. Janji untuk tidak mengubah bentuk atau tata susunan objek Hak Tanggungan;

3. Janji untuk mengelola objek Hak Tanggungan;

4. Janji untuk dapat menyelamatkan objek Hak Tanggungan;

5. Janji bagi pemegang Hak Tanggungan untuk dapat menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri;

6. Janji agar objek Hak Tanggungan tidak dibersihkan oleh pembeli;

7. Janji agar pemeberi Hak Tanggungan tidak melepaskan haknya atas tanah

yang menjadi objek Hak Tanggungan;

(20)

8. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan memperoleh ganti kerugian bila pemberi Hak Tanggungan melepaskan hak atas tanahnya atau dicabut hak atas tanahnya;

9. Janji untuk pemegang Hak Tanggungan dapat menerima langsung pembayaran ganti kerugian dari perusahaan asuransi;

10. Janji untuk mengosongkan objek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi;

11. Janji untuk pemegang Hak Tanggungan dapat menyimpan sertipikat tanahnya.

Pada akta APHT, selain janji-janjidi atas, terdapat pula beberapa janji tambahan yang sering dimintakan khususnya oleh pihak bank selaku kreditur untuk dimuat dalam perjanjian kredit yang dibuat secara sepihak oleh bank, antara lain:

1. Bank berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari barang agunan dalam proses penjualan barang agunan akibat kredit nasabah debitur macet;

2. Kuasa debitur yang tidak dicabut kembali kepada bank untuk dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank;

3. Pencantuman klausula yang membebaskan kreditur dari tuntutan ganti kerugian oleh debitur atas terjadinya kerugian yang diderita olehnya sebagai tindakan bank;

4. Pembuktian secara sepihak oleh bank perihal kelalaian debitur.

Berdasarkan janji-janji pada akta APHT di atas, dapat dilihat bahwa janji-

janji yang telah diatur dalam Pasal 11 ayat 2 UUHT telah memenuhi asas

(21)

keseimbangan, namun pada janji-janji tambahan yang disebutkan diatas belumlah memenuhi unsur asas keseimbangan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa dalam akta APHT tidaklah menutup kemungkinan bahwa adanya janji-janji tambahan yang dicantumkan dalam akta APHT yang tidak diatur dalam UUHT. Dalam membuat janji-janji tambahan tersebut haruslah berdasarkan asas hukum perjanjian dan asas keseimbangan sehingga janji-janji tambahan tersebut tidaklah merugikan salah satu pihak, sehingga janji-janji tambahan tersebut tidaklah bertentangan dengan hukum.

Dengan demikian, analisis yuridis terhadap janji-janji dalam akta APHT yang dibuat oleh PPAT menarik untuk diangkat sebagai judul penelitian guna mengetahui apakah janji-janji dalam klausula akta APHT baik janji-janji yang telah diatur dalam UUHT maupun janji-janji tambahan sudah memenuhi asas keseimbangan, dan bagaimana akibat hukumnya serta landasan yuridis terhadap pihak yang mencantumkan janji-janji dalam klausula akta APHT yang dilarang.

Sehubungan dengan penjelasan di atas, maka judul yang diangkat adalah

“ANALISA YURIDIS ATAS JANJI-JANJI DALAM KLAUSULA AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH”.

B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan adanya pembuatan akta pengikatan dalam Hak

Tanggungan jaminan kredit, penulis mengemukakan beberapa masalah dan

(22)

sekaligus menjadi batasan dalam pembahasan selanjutnya. Adapun permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana klausula-klausula di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah ?

2. Bagaimana janji-janji tambahan dalam klausula Akta Pemberian Hak Tanggungan dilihat dalam asas keseimbangan ?

3. Bagaimana akibat hukum terhadap pencantuman secara sepihak janji-janji dalam klausula Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dilarang?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui klausula-klausula di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2. Untuk mengetahui janji-janji tambahan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sudah sesuai dengan asas keseimbangan.

3. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap pencantuman secara sepihak janji- janji dalam klausula Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dilarang.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

a. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi sumbangsih berupa saran

serta masukan dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum kenotariatan pada

umumnya dalam pengetahuan hukum pembuatan akta APHT oleh PPAT selaku

(23)

pejabat umum yang berwenang dalam membuat akta-akta tertentu yang telah di atur dalam undang-undang yang bersifat mengikat.

b. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui legalitas hukum terhadap klausula-klausula di dalam pembuatan akta pengikatan serta menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan PPAT dalam bidang hukum umum dan khususnya tentang akta APHT dalam perjanjian jaminan kredit.

2. Memberikan informasi dan bahan masukan bagi penulis/ mahasiswa/ dosen/

akademisi/ praktisi hukum dalam memahami manfaat dan tata cara pembuatan akta APHT dengan baik dan benar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

E. Keaslian Penelitian

Tesis dengan judul “analisa yuridis atas janji-janji dalam klausula akta pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah” belum pernah dibahas sebelumnya oleh orang lain dan ide untuk menulis tesis dengan topik ini adalah berdasarkan inisiatif sendiri. Apabila ada tesis dengan topik pembahasan yang sama, tentu ada perbedaannya terlihat dalam hal permasalahannya. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah asli karya penulis sendiri sesuai dengan asas-asas keilmuan: jujur, rasional, objektif, dan terbuka.

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan

Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Universitas

(24)

Sumatera Utara, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul tesis yang berhubungan dengan judul topik dalam tesis ini adalah:

1. Nurul Aina, Nomor induk mahasiswa 147011125, mahasiswi Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Pertanggung jawaban Notaris Akibat Adanya Pemalsuan Identitas Diri Debitur Dalam Akta Perjanjian Kredit Pada Bank”. dengan latar belakang masalah yang dibahas:

a. Bagaimana kedudukan akta perjanjian kredit pada bank akibat adanya pemalsuan identitas diri debitur ?

b. Bagaimana tanggungjawab Notaris akibat adanya pemalsuan identitas diri debitur dalam akta perjanjian kredit pada bank ?

c. Bagaimana sanksi hukum dan perlindungan hukum bagi Notaris akibat adanya pemalsuan identitas diri debitur dalam akta perjanjian kredit pada bank ?

Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian ini.

Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliaannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori

dapat diartikan sebagai sistem yang berisi proporsi-proporsi yang telah diuji

kebenarannya, sehingga dapat mengarahkan pada proses penelitian yang

dilakukan dan dapat memberikan suatu pemahaman tertentu. Dalam arti lain teori

(25)

adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.

4

Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta- fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.

5

Kerangka teori adalah kerangka pemikirian atau butir-butir pendapat, teori yang membahas suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan rujukan serta perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.

6

Kerangka teori atau disebut juga dengan istilah landasan teori adalah seperangkat defenisi, konsep serta proporsi yang telah disusun rapi serta sistematis tentang variabel-variabel dalam sebuah penelitian. Landasan teori ini akan menjadi dasar yang kuat dalam sebuah penelitian yang akan dilakukan.

Pembuatan landasan teori yang baik dan benar dalam sebuah penelitian menjadi hal yang penting karena landasan teori ini menjadi sebuah pondasi serta landasan dalam penelitian tersebut.

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tersebut terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.

Teori berguna untuk menerangkan dan menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan sebuah teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang ada di lapangan yang dapat membantu menunjukkan keterkaitan antara teori dan fakta yang ada di lapangan.

4 J.J. M. Wusiman, dan M. Hisyam, Penelitian ilmu-ilmu sosial, Asas-asas, FE UI, Jakarta, 2006, hlm.75

5M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994, hlm.27

6Ibid, hlm. 80.

(26)

Landasan teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis, artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan dalam kerangka teoritis relevan yang mampu menerangkan masalah tersebut. Upaya tersebut ditujukan untuk dapat menjawab atau menerangkan masalah yang telah dirumuskan.

7

Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu sektor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.

8

Kenudian mengenai atau tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.

9

Bagi seorang peneliti, suatu teori atau kerangka teori mempunyai berbagai kegunaan, dimana kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal, sebagai berikut:

a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi.

c. Teori biasanya merupakan ikhtisar dari hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang hendak diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor- faktor tersebut akan muncul lagi pada masa-masa mendatang.

7 I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi Dan Tesis, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2006, hlm. 23.

8Ibid, hlm. 30.

9Ibid, hlm. 80.

(27)

e. Teori memberi petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.

10

Teori ilmu hukum dapat diartikan sebagai ilmu atau disiplin hukum yang dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisa berbagai aspek gejala hukum, dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dari kegiatan yuridis dalam kenyataan masyarakat. Objek telaahnya adalah gejala umum dalam hukum dan kritik ideological terhadap hukum.

11

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum.

Dimana fungsi penggunaan teori kepastian hukum ini adalah untuk mendapatkan sebuah jaminan dan memberikan perlindungan hak-hak debitur dan kreditur dalam setiap perjanjian Hak Tanggungan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah. Menurut Utrecht teori kepastian hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum (recht zakerheit) dalam pergaulan manusia dan hubungan-hubungan dalam pergaulan masyarakat. Hukum menjamin kepastian pada pihak yang satu terhadap pihak yang lain.

12

Kepastian hukum merupakan asas terpenting dalam perbuatan hukum dan dalam penegakan hukum yang mengikat satu sama lain, serta telah menjadi pengetahuan umum bahwa peraturan perundang-undangan dapat memberikan kepastian hukum yang

10Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta, Ind Hill Co, 1990, hlm. 67.

11 Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Madju, 2009, hlm. 122.

12E. Utrecht, pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Buku Ichtiar, 1967, hlm.

134.

(28)

lebih kuat dibandingkan dengan hukum kebiasaan, hukum adat atau hukum yurisprudensi.

Namun, perlu diketahui bahwa kepastian hukum dalam peraturan perundang-undangan tidak semata-mata diletakkan dalam betuk yang tertulis.

Bagir Manan menyatakan bahwa “untuk benar-benar menjamin kepastian hukum suatu perundang-undangan selain memenuhi syarat formal, harus pula memenuhi syarat-syarat lain yaitu jelas dalam perumusannya, konsisten dalam perumusannya baik secara intern maupun ekstern, penggunaan bahasa yang tepat dan mudah dimengerti oleh orang yang membacanya”.

13

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu yang pertama harus adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan yang kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu, individu itu dapat mengetahu apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang satu dengan yang lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.

14

Sebagaimana diketahui bahwa tujuan hukum adalah untuk mengayomi masyarakat, hukum harus diterapkan secara efesien dan setiap masyarakat harus mematuhi hukum yang diterapkan dalam peristiwa konkrit. Pada dasarnya tidak boleh menyimpang sesuai istilah fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus tetap ditegakkan). Itulah yang diinginkan dari kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan

13Bagir Manan, Pembinaan Hukum Nasional, Bandung, Alumni, 2000, hlm. 225.

14 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Kencana Pranada Media Group, 2008, hlm. 158.

(29)

sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum yang hakiki, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan menjadi tertib, karena hukum bertugas menciptakan kepastian hukum bertujuan ketertiban masyarakat.

15

Sudikno Mertokusumo menyatakan “masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, masyarakat akan lebih tertib”. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat, tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya sehingga akhirnya timbul keresahan, tetapi jika menitik beratkan pada kepastian hukum dan ketat dalam menaati peraturan hukum maka akibatnya akan kaku serta akan menimbulkan rasa tidak adil.

16

Gustav Radbruch menyatakan “kepastian hukum merupakan bagian dari tujuan hukum”.

17

Utrecht menyatakan “untuk menjamin suatu kepastian di tengah-tengah masyarakat dan hanya keputusan yang dapat membuat kepastian hukum sepenuhnya, maka hukum bersifat sebagai alat untuk mencapai kepastian hukum”.

18

Kepastian hukum dimaknai dalam suatu aturan yang bersifat tetap, yang bisa dijadikan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah.

19

Hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum (rechszekerheid) dalam pergaulan manusia, dimana dalam tugas itu dapat disimpulkan bahwa harus

15Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Yogyakarta, Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 1.

16Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, 2003, hlm. 136.

17 Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 123.

18 E. Utrecht dan Moh. Saleh Jindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta, Ichtiar Baru, 1983, hlm. 14.

19Theo Hujibers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta, Kanisius, 1992, hlm. 42.

(30)

menjamin keadilan serta hukum terap berguna, dan dapat disimpulkan pula yaitu hukum dapat menjaga agar dalam lingkungan masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri (eigenrichting).

2. Konsepsi

Konsepsi adalah pemahaman yang terbangun dalam akal dan pikiran penelitian untuk menggunakan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan.

Dan dalam kata lain, Konsepsi dapat diartikan sebagai kata yang menyatukan abstarksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi oprasional.

20

Kerangka konseptual merupakan suatu pengarahan atau pedoman yang lebih konkrit kepada kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak.

Walaupun demikian suatu kerangka konseptual belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan definisi-definisi oprasional yang akan dapat menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. Dengan demikian maka terdiri dari pada konsep-konsep, suatu kerangka konsepsional dapat pula mencakup definisi-definisi operasional. Defenisi merupakan keterangan mengenai maksud untuk memakai sebuah lambang secara khusus yaitu menyatakan apa arti sebuh kata.

21

Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian-pengertian konsep yang dipakai, yaitu :

20 Suryadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 15.

21 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hlm. 132.

(31)

a. PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu, mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.

b. Perjanjian adalah hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terdapat dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.

c. Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan.

d. Asas kebebasan berkontrak adalah adanya kebebasan seluas-luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan ketertiban umum.

e. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

22

f. Perlindugan hukum adalah keadaan atau posisi dimana subyek hukum memperoleh kepastian hukum dan memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu saksi yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

22 A. P Parlindungan, Komentar Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan, Mandar Maju, Bandung, 1996, hlm. 34.

(32)

G. Metode Penelitian

Pada penulisan tesis ini, penulis memberikan bukti dan fakta atau data yang akurat untuk mendukung hasil yang baik dari suatu karya ilmiah. Penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktunya, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam peroses penelitian.

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum Normatif. Langkah pertama yang dilakukan penelitian yuridis normatif dimana penelitian yuridis normatif membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum. Penelitian terhadap asas-asas hukum merupakan suatu penelitian hukum yang bertujuan untuk menemukan asas hukum positif yang berlaku.

23

Penelitian ini memiliki sifat sebagai penelitian deskriptif, yang menyajikan, menggambarkan dan memaparkan mengenai gejala-gejala dan fakta- fakta yang terjadi di masyarakat. Menurut Soerjono Soekamto, penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau dalam kerangka penyusunan teori baru.

24

2. Sumber Data

a. Data dapat diperoleh dari bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang mengikat dan terikat dengan

23Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 25.

24Soejono Soekamto, Op.Cit, hlm. 43.

(33)

obyek penelitian, yaitu dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Buku ketiga dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.

b. Bahan hukum sekunder yaitu adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terikat dengan obyek penelitian, penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat para sarjana, dan kasus-kasus yang berhubungan dengan pembahasan tesis ini.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum premier dan sekunder, seperti kamus hukum.

3. Alat Pengumpul Data

Sumber utama dalam penelitian ini adalah diperoleh dengan pengumpulan data primer dan data skunder. Berikut teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam menyelesaikan tesis ini studi kepustakaan (library research).

a. Studi kepustakaan dilakukan dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi bahan-bahan studi kepustakaan yang meliputi:

1) Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas

25

atau merupakan sumber-sumber hukum utama yang dijadikan landasan dalam penulisan ini meliputi Peraturan Perundang-undangan, Surat Keputusan Menteri yang terkait, dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan langsung dengan permasalahan yang dibahas.

25 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 142.

(34)

2) Bahan-bahan sekunder merupakan bahan yang melengkapi sumber-sumber utama dan masih memiliki hubungan/keterkaitan dengan masalah yang dibahas. Bahan-bahan tersebut meliputi buku-buku/makalah hasil seminar, jurnal-jurnal hukum, laporan ilmiah dan internet yang relevan dengan tulisan ini.

b. Penelitian Lapangan ( field research)

Suatu metode data yang dilakukan dengan cara penelitian langsung ke lapangan secara langsung, yaitu dengan mengadakan penelitian ke PPAT selaku pejabat yang berwenang untuk melakukan pemasangan Hak Tanggungan yang menggungakan akta APHT, dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dan memperoleh data-data yang langsung berhubungan dengan judul tesis.

4. Analisis Data

Analisis data dalam tesis ini adalah dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu suatu analisis data yang secara jelas diuraikan ke dalam bentuk kalimat sehingga dapat diperoleh gambaran dan maksud yang jelas yang berhubungan dengan tesis ini. Metode kualitatif ini akan menghasilkan data berupa pernyataan-pernyataan atau data yang dihasilkan berupa data deskriptif mengenai subjek yang diteliti.

Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai

suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif

berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti,

(35)

kesemuanya tidak dapat diukur dengan menggunakan angka.

26

Analisis kualitatif sangat erat kaitannya dengan subjektifitas yang meneliti, bentuknya lebih fleksibel tergantung pada hal spesifik yang penting dipandang oleh yang meneliti.

27

Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus, guna menjawab permasalah-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

28

26 Sulistyo Basuki, Metode Penelitian, Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 78.

27 Milles Dan Hubberman, Analisis Data Kualintatif, Buku Sumber Tentang Metode- Metode Baru, Universitas Indonesia, Jakarta, 1992, hlm. 15.

28 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum, Normative Dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 109.

(36)

KLAUSULA-KLAUSULA DI DALAM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN YANG DIBUAT OLEH PEJABAT

PEMBUAT AKTA TANAH

A. Hukum Jaminan Di Indonesia

Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten atau Cautie yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya, disamping pertanggungjawaban secara umum debitur terhadap barang-barangnya.

29

1. Pengertian Jaminan

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 diubah menjadi Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Arti dari jaminan yaitu keyakinan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan perjanjian. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, jaminan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan istilah agunan yang di atur dalam Pasal 1 ayat 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Agunan adalah Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

29Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 1.

(37)

Agunan dalam kontruksi ini merupakan jaminan tambahan (accesoir). Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada kreditur. Unsur-unsur agunan adalah:

30

1. Jaminan tambahan;

2. Diserahkan oleh debitur kepada kreditur;

3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan.

Menurut Pasal 1131 KUHPerdata, segala harta kekayaan seorang debitur, baik yang berupa benda-benda bergerak maupun benda-benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan bagi semua perikatan hutangnya. Dengan berlakunya ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata itu, maka dengan sendirinya atau demi hukum terjadilah pemberian jaminan oleh seorang debitur kepada setiap krediturnya atas segala kekayaan debitur tersebut.

Jaminan kredit adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggulangi seseorang untuk pembayaran kembali suatu utang. Dapat disimpulkan bahwa jaminan itu suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditor sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain.

Hukum jaminan adalah perangkat hukum yang mengatur tentang jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau pelaksanaan suatu prestasi. Hukum jaminan dalam hukum perdata Indonesia

30 Salim H.S, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 22.

(38)

di atur secara umum dalam Pasal 1131 KUHPerdata dimana segala benda milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, akan menjadi tanggungan agunan untuk segala perikatan pengakuan atau perjanjian utang-piutangnya. Dengan demikian, berarti seluruh benda debitur jika tidak dapat memenuhi kewajiban utangnya kepada kreditur, maka kebendaan milik debitur tersebut akan dijual kepada umum dan hasil penjualan benda tersebut dibagi antara para kreditur, seimbang dengan besarnya piutang masing-masing sesuai dengan Pasal 1132 KUHPerdata.

2. Asas-Asas Hukum Jaminan

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 asas penting dalam hukum jaminan, yaitu:

31

1. Asas publicitet

Bahwa semua hak tanggungan harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan didepan pejabat pendaftaran dan pencatat balik.

2. Asas specialitet

Yaitu bahwa Hak Tanggungan, hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu, harus jelas, terperinci dan detail.

31 Salim H.S, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Radjawali Perss, Jakarta 2014, hlm. 9.

(39)

3. Asas tidak dapat dibagi-bagi

Asas dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya Hak Tanggungan, hak fidusia, hipotek dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian (benda yang dijadikan jaminan harus menjadi suatau kesatuan dalam menjamin hutang).

4. Asas inbezittstelling

Yaitu barang jaminan harus berada ditangan penerima jaminan (pemegang jaminan).

5. Asas horizontal

Yaitu bangunan dan tanah tidak merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik.Bangunannya milik dari pemberi tanggungan,tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai dapat dijadikan jaminan, namun dalam praktek perbankan tidak mau menerima prinsip ini, karena akan mengalami kesulitan jika tejadi wanprestasi.

Mariam Darus Badrulzaman dalam buku Salim H.S, 2014

“mengemukakan asas-asas hukum jaminan. Asas-asas itu meliputi asas filosofi, asas konstitusional, asas poolitis, dan asas oprasional (konkrit) yang bersifat umum. Asas oprasional dibagi menjadi asas sistem tertutup, asas absolut, asas mengikuti benda, asas publisitas, asas spesialitet, asas totalitas, asas asas perlekatan, asas konsistensi, asas pemisahan horizontal, dan asas perlindungan hukum.”

32

32Ibid, hlm. 10.

(40)

Pemaparan asas-asas hukum yang dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman tidak diberikan pengertian dan penjelasan yang lengkap, namun Salim H.S mencoba untuk menjelaskan dan mengartikan asas-asas yang berkaitan dengan asas filosofi, konstitusional, politis, dan oprasional. Penjelasan dari keempat asas tersebut sebagai berikut:

33

1. Asas Filosofis

Asas dimana semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia harus didasarkan kepada falsafah yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

2. Asas Konsitusional

Asas dimana semua peraturan perundang-undangan dibuat dan disahkan oleh pembentuk undang-undang harus didasarkan oleh pada hukum dasar (konstitusi). Hukum dasar yang berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Apabila undang-undang yang dibuat dan disahkan tersebut bertentangan dengan konstitusi, undang-undang tersebut harus dicabut.

3. Asas Politis

Asas dimana segala kebijakan dan teknik dalam penyusunan peraturan perundang-undangan didasarkan pada Tap MPR.

4. Asas Oprasional

Asas yang bersifat umum merupakan asas yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembebanan jaminan.

33Ibid, hlm. 11.

(41)

3. Jenis-Jenis Jaminan

Apabila dilihat dari jenisnya, jaminan pada hukum jaminan dibedakan atas 2 (dua) macam yaitu:

34

1. Jaminan Materiil ( Kebendaan) adalah Jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapa pun,selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat bahwa unsur-unsur yang tercantum dalam jaminan materiil ini ada 5 (lima), yaitu:

35

a. Hak mutlak atas suatu benda;

b. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu;

c. Dapat dipertahankan terhadap siapapun;

d. Dapat dialihkan kepada pihak lain; dan e. Selalu mengikuti bendanya.

2. Jaminan Immateriil (Perorangan) adalah Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu,hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, tehadap kekayaan debitur umumnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat bahwa unsur-unsur yang tercantum dalam jaminan perorangan ini ada 3 (tiga), yaitu:

36

a. Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu;

b. Hanya dapat dipertahankan kepada debitur tertentu; dan c. Terhadap harta kekayaan debitur umumnya.

34Ibid, hlm. 23.

35Ibid, hlm. 24.

36Ibid, hlm. 25.

(42)

4. Sifat Perjanjian Jaminan

Pada dasarnya perjanjian kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lebaga perbankan atau lembaga keuangan Nonbank. Rutten berpendapat bahwa perjanjian pokok adalah perjanjian-perjanjian yang untuk adanya mempuyai dasar yang mandiri (welke zelftanding een reden van bestaan recht).

37

Contoh perjanjian pokok adalah perjanjian kredit bank.Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, mengatakan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

38

Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Contoh perjanjian accesoir ini adalah perjanjian pembebanan jaminan, seperti perjanjian gadai, tanggungan, dan fidusia. Jadi sifat perjanjian jaminan adalah perjanjian accesoir, yaitu bersifat mengikuti perjanjian pokok. Dengan demikian, Pasal 1132 KUHPerdata membagi lembaga jaminan atas dua sifat berdasarkan transaksi pemberian jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur yaitu sebagai berikut:

1. Jaminan yang bersifat konkuren, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur dan sifat jaminan tersebut tidak mempunyai hak saling

37Ibid, hlm. 29.

38Pasal 1 Ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

(43)

mendahului dalam pelunasan utang antara kreditur satu dengan kreditur lainnya.

2. Jaminan yang bersifat preferen, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada satu kreditur serta kreditur tersebut diberikan hak prioritas berupa hak untuk didahulukan dalam pelunasan utang terhadap kreditur lainnya.

Menurut sifatnya, jaminan dibagi menjadi dua. Pertama, jaminan bersifat umum yaitu jaminan yang diberikan bagi kepentingan kreditur dan menyangkut semua harta debitur seperti di atur dalam Pasal 1131 KUHPerdata. Kedua, jaminan yang bersifat khusus, merupakan jaminan dalam bentuk penunjukan atau

“penyerahan” barang tertentu secara khusus, sebagai jaminan atas pelunasan kewajiban atau utang debitur kepada kreditur tertentu dan hanya berlaku untuk kreditur tertentu tersebut baik Secara kebendaan maupun perorangan.

39

B. Hak Tanggungan

Istilah Hak Tanggungan diambil dari istilah lembaga jaminan dalam hukum adat. Dalam hukum adat istilah Hak Tanggungan dikenal di daerah Jawa Barat, juga di beberapa daerah di Jawa Tengah atau Jawa Timur dan dikenal juga dengan istilah jonggolan atau istilah ajeran merupakan lembaga jaminan dalam hukum adat yang objeknya biasanya tanah dan rumah. Istilah Hak Tanggungan yang berasal dari hukum adat tersebut, melalui UUPA ditingkat menjadi istilah lembaga hak jaminan dalam sitem hukum nasional kita dan Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan bagi tanah tersebut diharapkan menjadi pengganti

39 Gunawan Widjaya & Ahmad Yani, jaminan fidusia, Raja Grafindo Persada, 2001, Jakarta, hlm. 75.

(44)

hipotek dari KUHPerdata. Dengan kata lain, lembaga hipotek dan credietverband akan dijadikan satu atau dileburkan menjadi Hak Tanggungan.

1. Pengaturan Hak Tanggungan

Hak Tanggungan adalah salah satu jenis dari hak jaminan selain hipotik, gadai dan fidusia. Hak jaminan dimaksudkan untuk menjamin utang seorang debitur yang memberikan hak utama kepada kreditur tertentu yaitu pemegang hak jaminan itu, untuk didahulukan terhadap kreditur-kreditur lain apabila debitur cidera janji.

40

Selain itu dalam ketentuan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) memberikan pengertian mengenai Hak Tanggungan yaitu Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut dengan Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

Ada beberapa unsur pokok dari pengertian Hak Tanggungan yang termuat dalam Pasal 1 Ayat 1 UUHT tersebut, yaitu:

a. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk perlunasan hutang;

b. Utang yang dijamin jumlahnya tertentu;

40 Sutan Remy Sjahdeni, Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Alumni, Bandung, 1999, hlm. 4.

(45)

c. Objek Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah sesuai dengan Undang- Undang Pokok Agraria yaitu Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai;

d. Hak Tanggungan dapat dibebankan terhadap tanah berikut benda yang berkaitan dengan tanah atau hanya tanahnya saja;

e. Hak Tanggungan memberikan hak preferen atau hak diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain.

Pada Ayat 4 Penjelasan Umum UUHT menyatakan bahwa Hak Tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti bahwa jika debitur cidera janji kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lain. Kedudukan diutamakan tersebut tidak mengurangi preferensi utang piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan tersebut, disimpulkan bahwa Hak Tanggungan merupakan salah satu bentuk jaminan kredit yang mempunyai preferen bagi pemegang/kreditur yang mempunyai objek jaminan berupa hak atas tanah yang telah ditetapkan dalam UUHT. Termasuk Hak Tanggungan adalah benda-benda lain yang merupakan bagian dari tanah itu yang berada diatasnya, yang ditegaskan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

41

41Try Wudiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Galia Indonesia, Bogor, 2009, hlm. 158.

(46)

Hak Tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan.

42

Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cidera janji dan mengambil hasil seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya.

43

2. Ciri-ciri Hak Tanggungan dan Sifat Hak Tanggungan

Berdasarkan pengertian Hak Tanggungan di atas, dapat dilihat bahwa Hak Tanggungan memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat sebagai berikut:

a. Ciri-ciri Hak Tanggungan

Hak Tanggungan mempunyai 4 macam ciri seperti yang dikehendaki oleh undang-undang. Keempat ciri tersebut adalah :

1) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemegangnya. Pemegang Hak Tanggungan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari kreditur- kreditur lainnya ( kreditur konkurent). Sebagai kreditur preferen pemegang hak tanggungan berhak untuk didahulukan pembayaran piutangnya dari hasil penjualan barang yang dibebani Hak Tanggungan.

2) Bersifat zakelijk recht. Dengan Hak Tanggungan pemegangnya dapat mempertahankan hak tersebut terhadap tanah yang telah dibebaninya.

Meskipun tanah yang dibebani Hak Tanggungan dipindahtangankan oleh pemiliknya kepada orang lain, namun pemindahan Hak Milik atas tanah tidak menghapuskan Hak Tanggungan. Tanah tersebut tetap dibebani Hak

42 Wawancara Dengan Rudi Tua Panjaitan, Notaris dan PPAT, Medan, Pada Tanggal 22-01-2018

43 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaan, Djambatan , Jakarta, 2008, hlm. 418.

(47)

Tanggungan. Pemegang Hak Tanggungan tetap dapat menuntut haknya untuk melelang objek Hak Tanggungan yang telah berpindah tangan kepada orang lain apabila debitur wanprestasi.

44

3) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas. Mengenai asas spesialitas ialah tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan khusus digunakan untuk kepentingan pelunasan utang debitur apabila tidak memenuhi janji.

Sedangkan asas publisitas Hak Tanggungan, bahwa dalam proses pembuatan Hak Tanggungan dengan cara mendaftarkan ke kantor Pertanahan, karena dengan pendaftaran itu baru melahirkan Hak Tanggungan. Pembebanan Hak Tanggungan dicatat di dalam buku tanah dan pemegang Hak Tanggungan diberi sertifikat Hak Tanggungan.

4) Mudah dan pasti eksekusinya. Berhubung menyangkut dengan pelaksanaan eksekusi, berarti pihak debitur telah melakukan wanprestasi atas utangnya.

Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dikatakan mudah dikarenakan dalam UUHT memberi kemungkinan eksekusinya dapat dilaksanakan dibawah tangan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 2 Ayat 2 UUHT yang menyangkut bahwa atas kesepakatan pemberi dan pemenang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan, jika demikian itu akan diperoleh harta tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

b. Sifat-sifat Hak Tanggungan

UUHT mengatur Hak Tanggungan sebagai hak jaminan yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

44Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 206-207.

(48)

1) Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, sifat tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 1 UUHT. Artinya Hak Tanggungan membebani secara utuh objek Hak Tanggungan dan setiap bagian dari padanya. Pelunasan sebagian utang yang dijamin tidak berarti membebaskan sebagian objek Hak Tanggungan yang lain, tetapi Hak Tanggungan tersebut tetap membebani sisa hutang yang belum dilunasi. Terhadap sifat tidak dapat dibagi-bagi terdapat pengecualian atau dapat dikesampingkan dengan ketentuan diperjanjikan secara tegas dalam akta APHT.

2) Hak Tanggungan mempunyai sifat accesoir, sifat tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Ayat 1 UUHT. Hak Tanggungan bukanlah hak yang dapat berdiri sendiri tetapi keberadaannya tergantung pada perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang. Tanpa adanya perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang maka Hak Tanggungan tidak mungkin ada. Hak Tanggungan menjadi hapus apabila perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang telah dilunasi atau karena sebab lain.

3. Subjek dan Objek Hak Tanggungan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya mengenai ciri-ciri dan sifat dari Hak Tanggungan, dapat dilihat dalam suatu Hak Tanggungan haruslah terdapat subjek dan objek. Subjek dalam Hak Tanggungan adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian pengikatan Hak Tanggungan, sedangkan objek dalam Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitang dengan tanah.

Subjek dan objek dari Hak Tanggungan dapat ditemukan dalam pasal-pasal

UUHT, baik yang dinyatakan secara tegas maupun yang tersirat.

(49)

a. Subjek Hak Tanggungan

Subjek Hak Tanggungan adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian pengikatan Hak Tanggungan. UUHT memuat ketentuan mengenai subjek Hak Tanggungan sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 dan Pasal 9. Dari kedua pasal tersebut ditentukan yang dapat menjadi subjek Hak Tanggungan adalah:

1) Pemberi Hak Tanggungan

Pemberian Hak Tanggungan adalah pemilik tanah yang dibebani dengan Hak Tanggungan sampai sejumlah uang tertentu sesuai dengan kesepakatannya dalam menjamin suatu perikatan uang. Pemberi Hak Tanggungan adalah orang- orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan.

45

Jadi pemberi Hak Tanggungan adalah pemilik hak atas tanah atau pemilik hak atas tanah berupa bangunan yang ada diatas tanah tersebut. Pemilik tanah bisa debitur sendiri atau orang lain atau badan hukum yang berhak menjaminkan dengan memberikan Hak Tanggungan.

2) Penerima Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan

Menurut ketentuan Pasal 9 UUHT pemegang Hak Tanggungan adalah orang. Perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Penerima atau pemegang Hak Tanggungan adalah kreditur (pemberi utang), bisa bank sebagai pemberi kredit atau orang perorangan atau badan hukum yang memberikan pinjaman. Penerima atau pemegang Hak Tanggungan memiliki hak untuk mendapatkan pelunasan hutang yang diambil dari nilai tanah yang

45J. Satrio, Hukum Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 245.

(50)

dijaminkan dengan cara menjual melalui pelelangan dimuka umum. Dengan demikian pemegang Hak Tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang memberikan pinjaman kepada orang atau badan yang berhutang (debitur).

b. Objek Hak Tanggungan

Berdasarkan UUHT objek yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Dalam Pasal 4 UUHT tersebut dijelaskan bahwa hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan serta Hak Pakai atas Tanah Negara, menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan. Hak-hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah. Dalam hal ini pembebanannya harus dengan tegas dinyatakan di dalamakta APHT yang bersangkutan.

46

Pada prinsipnya, objek Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang merupakan dua persyaratan, yaitu wajib didaftarkan (untuk memenuhi syarat publisitas) dan dapat dipindah tangankan untuk memudahkan pelaksanaan pembayaran uatang-utang yang dijamin pelunasannya.

Pemberian atau pembebanan Hak Tanggungan adalah perjanjian kebendaan yang terdiri dari rangkaian perbuatan hukum dari akta APHT sampai dilakukan pendaftaran dengan mendapatkan sertifikat Hak Tanggungan dari

46Wawancara Dengan Zulhamdi, Notaris dan PPAT, Medan, Pada Tanggal 25-01-2018

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sistem informasi ini diharapkan dapat memudahkan pejabat kepala kejaksaan, kasipidum, kasipidsus untuk memantau (monitoring) sebuah dokumen atau berkas perkara yang

Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap berbagai data yang diperoleh di lapangan maupun dari hasil studi pustaka yang dianalisis lebih lanjut berdasarkan kerangka kerja

Berdasarkan hasil penelitian analisis terhadap morfologi serat, dan sifat fisis-kimia dari keenam jenis bambu yang dilakukan oleh Widya Fatriasari (2008),

Kedua, kesalahan penggunaan konjungsi subordinatif disebabkan karena berbagai hal, yaitu: (1) kurangnya tanda baca koma (,) setelah klausa pertama karena penempatan

Sesuai teori yang telah dijelaskan bahwa dengan parameter awal yang sama yaitu tegangan input , tegangan output , frekuensi switching , daya, faktor ripple arus masukan, faktor

“Dampak lingkungan ada mbak masyarakat sekitar menjadi terbiasa dengan memilah sampah kemudian sampah-sampah organik dikembangkan untuk dijadikan pupuk sedangkan