• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sifat Fisik Tanah

Tekstur Tanah

Hasil analisis tekstur tanah pada 2 saluran tersier di Desa Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisa teksur tanah

Saluran Fraksi Tekstur Tanah

Pasir (%) Debu (%) Liat (%)

Dasar I 71,12 6,00 22,88 Lempung Liat Berpasir

Tepi I 61 0 39 Liat Berpasir

Dasar II 73,12 6,00 20,88 Lempung Liat Berpasir

Tepi II 73 0 27 Lempung Liat Berpasir

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tanah pada saluran tersier 1 memiliki tekstur yang berbeda antara dasar dan tepi saluran yaitu lempung liat berpasir pada dasar saluran dan liat berpasir pada tepi saluran, sedangkan pada saluran tersier 2 memiliki tekstur yang sama antara dasar dan tepi saluran yaitu lempung liat berpasir, yang dapat ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA.

Hubungan tekstur tanah dengan daya menahan air dan ketersediaan hara tanah yaitu tanah dengan tekstur liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, sebaliknya tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara (Hadjowigeno 2007).

Jika dilihat perbandingan persentase pasir, liat dan debu pada kedua saluran, kandungan pasir pada tepi saluran 2 lebih besar dari pada tepi saluran 1, sedangkan kandungan liat pada tepi saluran 2 lebih kecil dari pada tepi saluran 1 dan kandungan debu pada tepi saluran 1 sama dengan tepi saluran 2. Untuk dasar saluran kandungan pasir saluran 1 lebih kecil dari saluran 2, kandungan liat

saluran 1 lebih besar dari pada saluran 2, sedangkan kandungan debu saluran 1 sama dengan saluran 2. Kalau dilihat dari kandungan liatnya, dasar dan tepi saluran 1 lebih sulit untuk meloloskan air dibandingkan dengan dasar dan tepi saluran 2. Namun kemungkinan tanah untuk meloloskan air juga akan dipengaruhi oleh faktor lain, seperti kandungan bahan organik, porositas tanah dan pori-pori tanah.

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kandungan debu pada kedua saluran sangat sedikit jika dibandingkan dengan kandungan pasir dan liatnya. Hal ini dikarenakan sifat debu berada di antara pasir dan liat, debu memiliki ukuran yang lebih halus dan lebih ringan dibandingkan pasir dan daya ikat antar partikelnya yang lebih lemah ketimbang liat oleh karena itu debu lebih mudah terbawa air yang mengalir pada saluran tersebut sehingga kandungan debunya lebih sedikit. sedangkan liat walaupun memiliki ukuran partikel yang lebih halus ketimbang pasir dan debu, namun liat mempunyai daya lekat yang sangat kuat dibandingkan dengan pasir dan debu, hal ini yang menyebabkan liat tidak mudah dibawa air yang mengalir. Hal ini sesuai dengan literatur Wesley (1973) yang menyatakan bahwa debu merupakan bahan peralihan antara liat dan pasir halus. Fraksi ini memiliki ukuran yang lebih kecil namun luas permukaan yang lebih besar dari fraksi pasir, kurang plastis dan lebih mudah ditembus air daripada liat, partikel-partikel debu terasa licin dan kurang melekat. Menurut Hanafiah (2005) liat memiliki ukuran yang paling halus dan luas permukaan yang paling besar dibanding fraksi pasir dan debu, akan terasa berat, dapat membentuk bola yang baik serta memiliki daya lekat yang tinggi (melekat sekali).

Bahan Organik Tanah

Hasil pengukuran bahan organik tanah tanah pada 2 saluran tersier di Desa Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat, dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisa bahan organik

Lokasi % C – organik Bahan Organik (%)

Dasar Saluran I 0,46 0,79

Tepi Saluran I 0,95 1,64

Dasar Saluran II 0,50 0,86

Tepi Saluran II 1,91 3,29

Berdasarkan hasil pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa bahan organik pada tepi saluran lebih besar dari pada dasar saluran, sehingga mengakibatkan tanah pada dasar saluran lebih padat dan lebih susah untuk meloloskan air. Menurut

Hardjowigeno (2003) tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih

besar. Pada tanah mineral bagian atas mempunyai kandungan bulk density yang

lebih rendah dibandingkan tanah dibawahnya.

Kandungan bahan organik pada tepi saluran lebih tinggi dibandingkan dengan bagian dalam saluran karena adanya tanaman pada bagian tepi saluran. Menurut Foth (1994) banyaknya tanaman akan meningkatkan bahan organik pada tanah karena sisa-sisa tanaman dapat diurai oleh jasat renik menjadi bahan organik. Sementara pada bagian dalam saluran tidak ditumbuhi oleh rumput. Adanya kandungan bahan organik pada tanah akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah seperti meningkatkan total ruang pori pada tanah dan menurunkan kepadatan tanah.

Kerapatan Massa (Bulk Density)

Hasil pengukuran kerapatan massa tanah pada 2 saluran tersier di Desa Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisa kerapatan massa (bulk density)

Saluran Kerapatan Massa (Bulk Density)

Tepi Saluran (g/cm3) Dasar Saluran (g/cm3)

I 0,70 0,92

II 0,67 0,89

Dari Tabel 4 dapat dilihat hasil pengukuran kerapatan massa yang berbeda antara tepi saluran dan dasar saluran, dimana nilai kerapatan massa di dasar kedua saluran lebih besar dibandingkan dengan di tepi kedua saluran. Menurut

Hardjowigeno (2003) Tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih

besar. Bulk density di lapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0 – 1,6 g/cm3. Tanah organik memiliki nilai bulk density yang lebih rendah, misalnya dapat mencapai 0,1 – 0,9 g/cm3.

Kerapatan massa tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik. Semakin besar kandungan bahan organik pada tanah maka kepadatan tanah akan berkurang sehingga kerapatan massa tanahnya semakin kecil. Hal ini sesuai dengan literatur Foth (1994) yang menyatakan adanya kandungan bahan organik pada tanah akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah seperti meningkatkan total ruang pori pada tanah dan menurunkan kepadatan tanah. Berdasarkan kandungan bahan organik tanah yang tertera pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kandungan bahan organik tanah pada kedua tepi saluran lebih besar daripada di dasar saluran, oleh karena itu tepi saluran baik saluran 1 dan saluran 2

menjadi kurang padat. Kurang padatnya tanah pada tepi saluran mengakibatkan kerapatan massanya menjadi rendah dibandingkan dengan dasar saluran.

Kerapatan Partikel (Particle Density)

Hasil pengukuran kerapatan partikel tanah pada 2 saluran tersier di desa Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira Sira, dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil analisa kerapatan partikel (particle density)

Saluran Kerapatan Partikel (Particle Density)

Tepi Saluran (g/cm3) Dasar Saluran (g/cm3)

I 2,70 2,96

II 2,87 2,94

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan partikel pada kedua saluran berbeda, baik di tepi maupun di dasar saluran. Tepi saluran baik saluran 1 maupun saluran 2 memiliki nilai kerapatan partikel yang lebih kecil dibandingkan dasar saluran 1 maupun saluran 2, karena nilai kerapatan massa tepi saluran juga

lebih kecil dibandingkan dengan dasar saluran. Menurut Hanafiah (2005) Bulk

density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle density tanah

sangat besar maka bulk density juga besar. Hal ini dikarenakan partikel density

berbanding lurus dengan bulk density.

Dari Tabel 4 diperoleh nilai kerapatan massa pada bagian tepi saluran 1 lebih rendah dibandingkan dengan bagian dasar saluran 1. Begitu juga nilai kerapatan massa pada bagian tepi saluran 2 lebih rendah dibandingkan dengan bagian dasar saluran 2. Sehingga dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa nilai kerapatan partikel bagian tepi saluran 1 lebih rendah daripada dasar saluran 1 dan kerapatan partikel bagian tepi saluran 2 lebih randah daripada bagian dasar saluran 2.

Besarnya nilai kerapatan partikel dipengaruhi oleh kandungan bahan organik pada tanah. Semakin besar nilai kandungan bahan organik maka semakin

rendah nilai kerapatan partikel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarief (1986) bahwa dengan adanya kandungan bahan organik pada tanah maka nilai berat jenis butir menjadi lebih rendah. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kandungan bahan organik dasar saluran lebih kecil dibandingkan tepi saluran, sehingga kerapatan partikel dasar saluran lebih besar dari tepi saluran. Menurut Hanafiah (2005) jumlah bahan organik dalam tanah mempengaruhi kerapatan partikel tanah. Dengan adanya bahan organik maka nilai particle density-nya semakin kecil.

Porositas Tanah

Nilai porositas tanah pada 2 saluran tersier di Desa Namu Ukur Utara dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisa porositas tanah

Saluran Porositas Tanah

Tepi Saluran (%) Dasar Saluran (%)

I 74 69

II 77 70

Dari Tabel 6 diperoleh bahwa porositas tanah di tepi saluran lebih besar daripada di dasar saluran. Besarnya nilai porositas tanah berbanding terbalik

terhadap kerapatan massa. Menurut Nurmi, dkk (2009) nilai bulk density

berbanding terbalik dengan ruang pori total tanah. Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa nilai kerapatan massa bagian dalam saluran lebih besar dibanding dengan bagian tepi saluran. Sehingga porositas bagian tepi saluran lebih besar daripada bagian dalam saluran.

Persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai porositas yaitu f= ρs-ρb

ρs =1-ρb

ρs. Dari persamaan tersebut maka nilai porositas berbanding terbalik dengan kerapatan massa dengan nilai kerapatan partikel tetap. Dilihat dari nilai porositasnya, tepi saluran 2 memiliki nilai paling besar sehingga lebih mudah

untuk meloloskan air. Sedangkan dasar saluran 1 memiliki nilai porositas yang paling kecil sehingga kemampuan untuk meloloskan air akan lebih kecil juga.

Bahan organik tanah mempengaruhi nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel sehingga juga mempengaruhi nilai porositas tanah. Bahan organik tanah memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan kerapatan massa dan kerapatan partikel, dimana semakin tinggi kandungan bahan organik tanah akan menyebabkan kepadatan tanah berkurang dan meningkatkan volume tanah sehingga nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel tanah akan semakin kecil, sedangkan porositas tanah semakin besar. Hal ini sesuai dengan literatur Israelsen

and Hansen (1962) yang menyatakan bahwa bahan organik sangat mempengaruhi

nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel tanah, semakin besar kandungan bahan organik maka kerapatan massa dan kerapatan partikelnya akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan kandungan bahan organik yang besar akan meningkatkan volume tanah menjadi lebih besar. Kandungan bahan organik tanah pada tepi saluran lebih besar dari dasar saluran (dapat dilihat pada Tabel 3), mengakibatkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel pada tepi saluran lebih kecil dibandingkan dasar saluran (dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5). Sehingga untuk nilai porositas tanah pada tepi saluran lebih besar dibandingkan dengan porositas tanah pada dasar saluran.

2. Debit

Debit saluran menunjukkan jumlah air yang akan dialirkan ke sawah. Dari

pengukuran debit yang dilakukan, diperoleh besarnya debit pada kedua saluran yaitu dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil pengukuran debit saluran

Lokasi Jarak Pengukuran

(m) Debit (l/det) Hulu Hilir Saluran I 45 8,25 6,05 Saluran II 35 9,76 7,32 Saluran I 35 8,25 6,92

Pada saat pengukuran debit, jarak antara pengukuran di hulu dan hilir pada saluran 1 yaitu 45 meter, sedangkan pada saluran kedua jarak pengukurannya yaitu 30 meter, dimana debit pada kedua saluran relatif kecil. Pengukuran debit pada saluran 1 dan saluran 2 dilakukan pada jarak yang berbeda antara hulu dan hilirnya karena adanya sadapan air dari saluran ke sawah, dimana jarak sadapan pada saluran 1 dan saluran 2 berbeda. Pengukuran debit di hilir sebaiknya dilakukan sebelum sadapan, agar tidak ada kehilangan air akibat air mengalir ke sawah. Dapat dilihat pada Tabel 7 panjangnya jarak pengukuran debit saluran antara hulu dan hilir menentukan besarnya debit pada bagian hilir. Semakin jauh jarak pengukuran maka debit pada bagian hilir semakin kecil.

Dalam pengukuran debit, digunakan metode segitiga Thompson. Penggunaan segitiga ini sangat sesuai untuk saluran-saluran yang relatif kecil debitnya, sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. Hal ini sesuai dengan literatur Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) yang menyatakan bahwa sekat ukur

Thompson berbentuk segitiga sama kaki dengan sudut 90°, dapat

dipindah-pindahkan karena bentuknya sangat sederhana, lazim digunakan untuk mengukur debit air yang relatif kecil.

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai debit pada bagian hulu dengan bagian hilir berbeda. Hal ini tentu menunjukkan bahwa terdapat kehilangan air pada sepanjang saluran. Maka besarnya debit di hilir saluran tergantung terhadap banyaknya kehilangan air pada sepanjang saluran. Hal ini sesuai dengan literatur

Wigati dan Zahab (2010) yang menyatakan bahwa kehilangan air pada

saluran-saluran irigasi (conveyance loss) meliputi komponen kehilangan air melalui

evaporasi, perkolasi, perembesan (seepage) dan bocoran.

Dokumen terkait