KAJIAN SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA NAMU
UKUR UTARA DAERAH IRIGASI NAMU SIRA SIRA
KECAMATAN SEI BINGEI KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
OLEH :
VIKRI NOVANDI AKBAR 090308054
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
KAJIAN SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA NAMU
UKUR UTARA DAERAH IRIGASI NAMU SIRA SIRA
KECAMATAN SEI BINGEI KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
OLEH :
VIKRI NOVANDI AKBAR
090308054/KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira-Sira Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat
Nama : Vikri Novandi Akbar
NIM : 090308054
Program Studi : Keteknikan Pertanian
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sumono, MS Ainun Rohanah, STP, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
Ainun Rohanah, STP, M.Si
ABSTRAK
Vikri Novandi Akbar : Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat dibimbing oleh SUMONO dan AINUN ROHANAH.
Penyaluran air irigasi pada lahan persawahan di Desa Namu Ukur Utara dilakukan melalui saluran tersier yang merupakan saluran tanah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan air yang besar melalui evapotranspirasi, perkolasi dan rembesan sehingga efisiensi penyaluran air menjadi berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan merancang dimensi saluran yang sesuai agar tidak terjadi pengendapan dan penggerusan pada 2 saluran irigasi tersier di Desa Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat.
Hasil penelitian ini menunjukkan kecepatan aliran rata-rata lebih kecil daripada kecepatan aliran kritis sehingga terjadi pengendapan pada saluran, untuk itu perlu rancangan ulang terhadap dimensi pada kedua saluran. Efisiensi penyaluran pada saluran 1 dengan jarak 45 meter adalah 73% dan saluran 2 dengan jarak 35 meter adalah 75%. Namun efisiensi penyaluran pada jarak yang sama (35 meter) dengan asumsi kehilangan air pada setiap meter adalah sama yaitu 83,87% pada saluran 1 dan 75% pada saluran 2. Rancangan dimensi saluran tersier terbaik untuk saluran 1 adalah lebar saluran (B) 0,37 m dan kedalaman (D) 0,17 m dengan kemiringan 0,04%, dan untuk saluran 2 yaitu lebar saluran (B) 0,52 m dan kedalaman (D) 0,24 m dengan kemiringan 0,04%.
Kata Kunci: Saluran Tersier, Kehilangan Air, Efisiensi Penyaluran dan Dimensi Saluran.
ABSTRACT
Vikri Novandi Akbar : Study of Tertiary Irrigation Canals in Namu Ukur Utara
Village in The Irrigation Areas of Namu Sira-sira Sei Bingai District of Langkat Supervised by SUMONO and AINUN ROHANAH.
The distribution of irrigation water on the field of Namu Ukur Utara village is done through tertiary canal which is a soil canal. This can affect the lossing of water through evapotranspiration, percolation and seepage so that the efficiency of water distribution is reduced. This research was aimed to review and design an appropriate canal dimensions to prevent scour and sedimentation at 2 tertiary irrigation canals in Namu Ukur Utara village in the Irrigation Areas of Namu Sira-sira Sei Bingei District of Langkat.
RIWAYAT HIDUP
Vikri Novandi Akbar dilahirkan di Medan pada tanggal 15 November
1991 dari Ayah Robert Sembiring dan Ibu Sri Rusminawati. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Swasta Singosari Deli Tua dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih
Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi anggota IMATETA
(Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian). Penulis juga pernah menjadi asisten di
Laboratorium Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik
Pengolahan Kelapa Sawit Kebun Pagar Merbau PTPN II Tg. Garbus pada tahun
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu
Sira-Sira Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat” yang merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua yang telah mendukung baik secara moril dan materil. Penulis juga
berterima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono MS., selaku ketua komisi
pembimbing dan Ibu Ainun Rohanah STP, MSi., selaku anggota komisi
pembimbing yang telah banyak membimbing penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, kepada adik Vandy
Winata serta teman-teman TEP 2009 yang telah membantu penulis dari awal
hingga akhir penyusunan skripsi ini.
Untuk lebih menyempurnakan skripsi ini, maka penulis sangat
mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun.Akhir kata penulis
ucapkan terima kasih, semoga skripsi ini nantinya dapat memberikan informasi
bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN
Efisiensi Irigasi ... 14
Kemiringan ... 15
Sifat Fisik Tanah ... 16
Tekstur Tanah ... 17
Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 18
Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density) ... 20
Porositas Tanah ... 21
Kerapatan Partikel (Particel Density) ... 42
Porositas Tanah ... 43
Debit ... 44
Evapotranspirasi ... 46
Perkolasi ... 47
Rembesan ... 48
Efisiensi Irigasi ... 48
Rancangan Saluran ... 50
Kecepatan Aliran Rata-Rata ... 50
Kecepatan Aliran Kritis ... 51
Penampang Melintang Saluran ... 52
Kemiringan Saluran ... 52
Kombinasi Dimensi Saluran ... 53
Saluran Tersier I ... 53
Saluran Tersier II... 54
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 56
Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 57
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Nilai koefisien kekasaran ... 26
2. Hasil analisa tekstur tanah... 38
3. Hasil analisa bahan organik ... 40
4. Hasil analisa kerapatan massa (bulk density) ... 41
5. Hasil analisa kerapatan partikel (particle density) ... 42
6. Hasil analisa porositas tanah ... 43
7. Hasil pengukuran debit saluran ... 45
8. Hasil pengukuran kehilangan air... 46
9. Efisiensi saluran tersier ... 48
10. Hasil pengukuran kecepatan aliran rata-rata ... 50
11. Hasil pengukuran kecepatan aliran kritis ... 51
12. Hasil perhitungan rancangan dimensi saluran I ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Flowchart penelitian ... 60
2. Perhitungan bulk density, particle density dan porositas ... 61
3. Perhitungan debit pada saluran satu dan dua ... 65
4. Ukuran saluran tersier ... 67
5. Perhitungan kehilangan air ... 68
6. Perhitungan efisiensi saluran ... 73
7. Perhitungan kemiringan pada saluran 1 dan 2 ... 74
8. Perhitungan kecepatan rata-rata (V) ... 74
9. Perhitungan kecepatan kritis (Vo) ... 75
10. Perhitungan rancangan saluran ... 75
11. Lampiran Gambar ... 84
12. Hasil Analisa Tekstur Tanah ... 86
13. Hasil Analisa Bahan Organik Tanah ... 88
14. Data Iklim Bulanan ... 89
15. Denah Lokasi Saluran Tersier ... 90
ABSTRAK
Vikri Novandi Akbar : Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat dibimbing oleh SUMONO dan AINUN ROHANAH.
Penyaluran air irigasi pada lahan persawahan di Desa Namu Ukur Utara dilakukan melalui saluran tersier yang merupakan saluran tanah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan air yang besar melalui evapotranspirasi, perkolasi dan rembesan sehingga efisiensi penyaluran air menjadi berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan merancang dimensi saluran yang sesuai agar tidak terjadi pengendapan dan penggerusan pada 2 saluran irigasi tersier di Desa Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat.
Hasil penelitian ini menunjukkan kecepatan aliran rata-rata lebih kecil daripada kecepatan aliran kritis sehingga terjadi pengendapan pada saluran, untuk itu perlu rancangan ulang terhadap dimensi pada kedua saluran. Efisiensi penyaluran pada saluran 1 dengan jarak 45 meter adalah 73% dan saluran 2 dengan jarak 35 meter adalah 75%. Namun efisiensi penyaluran pada jarak yang sama (35 meter) dengan asumsi kehilangan air pada setiap meter adalah sama yaitu 83,87% pada saluran 1 dan 75% pada saluran 2. Rancangan dimensi saluran tersier terbaik untuk saluran 1 adalah lebar saluran (B) 0,37 m dan kedalaman (D) 0,17 m dengan kemiringan 0,04%, dan untuk saluran 2 yaitu lebar saluran (B) 0,52 m dan kedalaman (D) 0,24 m dengan kemiringan 0,04%.
Kata Kunci: Saluran Tersier, Kehilangan Air, Efisiensi Penyaluran dan Dimensi Saluran.
ABSTRACT
Vikri Novandi Akbar : Study of Tertiary Irrigation Canals in Namu Ukur Utara
Village in The Irrigation Areas of Namu Sira-sira Sei Bingai District of Langkat Supervised by SUMONO and AINUN ROHANAH.
The distribution of irrigation water on the field of Namu Ukur Utara village is done through tertiary canal which is a soil canal. This can affect the lossing of water through evapotranspiration, percolation and seepage so that the efficiency of water distribution is reduced. This research was aimed to review and design an appropriate canal dimensions to prevent scour and sedimentation at 2 tertiary irrigation canals in Namu Ukur Utara village in the Irrigation Areas of Namu Sira-sira Sei Bingei District of Langkat.
The results of the research showed that the average flow velocity was smaller than the critical speed so that sedimentation occured in the canals, therefore redesigning of the dimensions on the both canals was needed. The efficiency of the distribution on canal 1 at a distance of 45 m was 73% and on canal 2 at a distance of 35 m was 75%. However the efficiency of distribution at a same distance (35 m) with the assumption of losing the water on every meters was the same, was 83,87% on canal 1 and 75% on canal 2. The best design of tertiary canal dimensions for the canal 1 was: width of the canal (B) was 0,37 m and depth (D) was 0,17 m with a slope of 0,04%, and for the canal 2 was: width of the canal (B) was 0,52 m and depth (D) was 0,24 m with a slope of 0,04%.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air adalah segala-galanya bagi kehidupan, juga peradaban bagi manusia,
bagi tanaman dan bagi hewan; bagi pertanian, bagi industri dan bagi
keseimbangan alam. Pada tanaman selain dipengaruhi oleh faktor cuaca dan
kandungan unsur hara dalam tanah, tanaman hanya dapat hidup dengan subur
apabila ia mendapat cukup air. Pemberian air yang mencukupi merupakan faktor
penting bagi pertumbuhan tanaman. Setiap tanaman akan mencoba menyerap air
secukupnya dari tanah tempatnya tumbuh. Untuk menjamin pertumbuhannya
maka perlu dilakukan pengairan buatan yang sesuai dengan kebutuhan
(Dumairy, 1992).
Dalam bidang pertanian pengairan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
air tanaman. Kebutuhan air tanaman adalah air yang disediakan untuk
mengimbangi air yang hilang akibat evaporasi dan transpirasi. Kebutuhan air di
lapangan merupakan jumlah air yang harus disediakan untuk keperluan
pengolahan lahan ditambah kebutuhan air tanaman (Doorenbos dan Pruit, 1984).
Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan yakni
dengan memberikan air secara sistematis pada tanah yang diolah. Sebaliknya
pemberian air yang berlebihan pada tanah yang diolah itu akan merusak tanaman
(Sunaryo, dkk., 2004). Sedangkan Pusposutardjo (2001) menyatakan irigasi
merupakan bentuk kegiatan penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan
Peningkatan produksi pangan menuntut adanya peningkatan unsur-unsur
penunjangnya, baik secara kualitas maupun kuantitas. Areal persawahan
merupakan lahan pertanian utama penghasil beras sebagai bahan pokok pangan
sehingga diperlukan usaha-usaha secara intensif dan ekstensif untuk peningkatan
produksinya, salah satunya adalah dengan mengatur pemberian air. Besarnya
kehilangan air pada saluran selain dipengaruhi oleh musim, jenis tanah, keadaan
dan panjang saluran juga dipengaruhi oleh karakteristik saluran. Sistem
penyaluran air ke areal persawahan menggunakan saluran tanah dan
mengakibatkan rendahnya efisiensi pengairan (Syarnadi, 1985).
Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian sangat berperan
penting dalam menunjang kesejahteraan masyarakatnya. Untuk itu sistem dan
segala aspek yang mendukung bidang tersebut perlu diberdayakan agar dapat
memperoleh hasil yang masksimal, salah satunya adalah sistem irigasinya. Sistem
irigasi di Namu Sira-Sira yang mencakup tiga kecamatan di kabupaten Langkat
dan satu kecamatan di kota Binjai merupakan salah satu bagian penunjang yang
vital dalam produksi padi di Sumatera Utara. Salah satu daerah yang mendapat
pelayanan irigasi Namu Sira-sira adalah desa Namu Ukur Utara di Kecamatan Sei
Bingei Kabupaten Langkat.
Daerah irigasi ini termasuk jenis irigasi teknis, dimana pembuatan dan
perawatan saluran primer dan saluran sekundernya menjadi tanggung jawab
pemerintah, sementara saluran tersier ditangani sendiri oleh masyarakat (petani
pemakai air) yang merupakan saluran tanah. Hansen, dkk. (1992) menyatakan
bahwa bentuk saluran pembawa irigasi yang sangat umum adalah bentuk saluran
irigasi ini memiliki banyak kerugian yaitu kehilangan air akibat rembesan yang
besar, debit air yang rendah, bahaya kerusakan yang diakibatkan gerusan dan
injakan hewan serta keadaan yang sesuai untuk pertumbuhan tanah dan rumput
air.
Suatu jaringan irigasi diharapkan memiliki tingkat efisiensi teknis yang
tinggi sehingga dapat menyalurkan air secara efektif dan efisien. Agar dapat
menyalurkan air melalui saluran tersier dalam jumlah yang cukup dan tidak terjadi
kehilangan air yang besar pada saluran atau untuk mendapatkan efisiensi
penyaluran air lebih tinggi, maka perlu dilakukan perancangan saluran irigasi
tersier yang baik pada lapisan saluran tanah. Untuk memperoleh efisiensi yang
tinggi maka hal yang perlu diperhatikan yaitu debit air yang tersedia dari saluran
utama, kebutuhan air sawah, ukuran saluran, kehilangan air di saluran, kecepatan
air mengalir dan luas petak tersier di Desa Namu Ukur Utara yang akan diairi.
Semakin tinggi efisiensi saluran maka akan semakin kecil kehilangan air yang
terjadi. Salah satu faktor yang akan menentukan efisiensi penyaluran air yang
tinggi yaitu apabila tidak terjadi pengendapan atau penggerusan pada saluran
tanah. Oleh karena itu, perlu dirancang suatu saluran yang memenuhi
persyaratan-persyaratan teknis agar tidak terjadi pengendapan atau penggerusan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji saluran irigasi tersier di Desa
Namu Ukur Utara Daerah irigasi Namu Sira-sira Kecamatan Sei Bingei
Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan
syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai rancangan saluran irigasi.
3. Bagi masyarakat, untuk membantu masyarakat dalam pengembangan dan
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Irigasi
Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna
keperluan pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah
pertanian yang membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib
dan teratur dan dibuang ke saluran pembuang. Pengairan selanjutnya diartikan
sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi
irigasi, pengembangan daerah rawa, pengendalian dan pengaturan banjir, serta
usaha perbaikan sungai, waduk dan penyediaan air minum, air perkotaan dan air
industri (Ambler, 1991).
Sebagian besar sumber air untuk irigasi adalah air permukaan yang berasal
dari air hujan dan pencairan salju. Air ini secara alami mengalir di sungai-sungai
yang membawanya ke laut. Jika dimanfaatkan untuk irigasi, sungai dibendung dan
dialirkan melalui saluran-saluran buatan ke daerah pertanian atau air terlebih
dahulu ditampung di dalam waduk yang selanjutnya dialirkan secara teratur
melalui jaringan irigasi ke daerah pertanian. Adapun faktor-faktor yang
menentukan pemilihan metode pemberian air irigasi adalah distribusi musiman
hujan, kemiringan lereng dan bentuk permukaan lahan, suplai air, rotasi tanaman
dan permeabilitas tanah lapisan bawah. Metode pendistribusian air irigasi dapat
dibagi menjadi irigasi permukaan, irigasi lapisan bawah, sprinkler, drip atau
trickle (Hakim, dkk., 1986).
Berdasarkan sudut pandangnya irigasi dikelompokan menjadi irigasi aliran
persawahan dilakukan dengan cara pengaliran. Sedangkan irigasi angkat adalah
tipe irigasi yang penyampaian airnya ke areal pertanaman dilakukan dengan cara
pemompaan, bangunan airnya berupa pompa bukan bendungan atau waduk
(Dumairy, 1992).
Jaringan Irigasi
Pasandaran (1991) mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis
berdasarkan segi konstruksi jaringan irigasinya, yaitu:
1. Irigasi sederhana
adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan dengan
sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur
sehingga air irigasinya tidak teratur dan efisiensinya rendah.
2. Irigasi setengah teknis
adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat
pengukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efisiensinya
sedang.
3. Irigasi teknis
adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi alat pengatur dan pengukur air
pada bangunan pengembalian, bangunan bagi dan bangunan sadap
sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap sehingga
diharapkan efisiensinya tinggi.
4. Irigasi teknis maju
adalah suatu sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukur pada
Di dalam peraturan yang ada (PP No 20/2006) dikemukakan pengertian
jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,
pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Selanjutnya secara
operasional dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu jaringan irigasi primer,
sekunder dan tersier. Dari ketiga kelompok jaringan tersebut, yang langsung
berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi ke dalam petakan sawah adalah
jaringan irigasi tersier yang terdiri dai saluran tersier, saluran kuarter dan saluran
pembuang serta bangunan pelengkapnya (Direktorat Jendral Pengairan, 1986).
Debit Air
Debit air adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang
mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter
per detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
1. Pengukuran debit dengan bendung
2. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan larutan obat
3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini
untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus
dengan kincir
4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukuran
arus magnetis dan pengukuran arus gelombang supersonis
(Dumairy, 1992).
Pengukuran debit air dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak
tentang kecepatan aliran (v) dan luas penampang aliran (A), sehingga terdapat
rumus pengukuran debit air sebagai berikut:
Q = v x A ...(1)
dimana: Q = debit air (m3/detik)
v = kecepatan aliran (m/detik)
A = luas penampang aliran (m2).
Tentang kecepatan aliran dapat diukur dengan pelampung (metode pelampung),
dengan alat ukur (current meter) atau dengan menggunakan rumus. Pengukuran
kecepatan aliran dengan pelampung (float method) dapat dengan mudah dilakukan
walaupun keadaan permukaan air sungai tinggi dan selain itu karena dalam
pelaksanaanya tidak dipengaruhi oleh kotoran atau kayu-kayuan yang
terhanyutkan, maka cara inilah yang sering digunakan. Tempat yang sebaiknya
dipilih untuk pengukuran kecepatan aliran yaitu bagian sungai atau saluran yang
lurus dengan dimensi seragam, sehingga lebar permukaan air dapat dibagi
kedalam beberapa bagian dengan jarak lebar antara 0,25 m sampai 3 m atau lebih
tergantung lebar permukaan. Pada setiap bagian lebar tadi diapungkan suatu
pelampung, waktu mengalirnya dicatat/diukur dengan stopwatch, dengan cara
demikian dihitung kecepatan aliran dan selanjutnya diadakan perhitungan debit
yaitu: kecepatan aliran x luas penampang melintangnya. Kecepatan rata-rata aliran
pada penampang bagian sungai atau saluran yang diukur adalah kecepatan
pelampung permukaan dikalikan dengan koefisien 0,70 atau 0,90 tergantung dari
keadaan sungai saluran dan arah angin, koefisien yang sering digunakan 0,8. Alat
ukur arus (current meter) biasanya digunakan untuk mengukur aliran pada air
aliran pada keadaan air sungai sedang membanjir karena hasilnya akan kurang
teliti (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).
Menurut Asdak (1995) pengukuran debit aliran yang paling sederhana
dapat dilakukan dengan metode apung. Caranya dengan menempatkan benda yang
tidak dapat tenggelam di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan
mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu
titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan. Kecepatan aliran
juga bisa diukur dengan menggunakan alat ukur current meter.
Alat ukur arus adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran. Apabila alat
ini ditempatkan pada suatu titik kedalaman tertentu maka kecepatan aliran pada
titik tersebut akan dapat ditentukan berdasarkan jumlah pengukuran dan lamanya
pengukuran. Apabila keadaan lapangan tidak memungkinkan untuk melakukan
pengukuran dengan menggunakan alat ukur arus maka pengukuran dapat
dilakukan dengan alat pelampung. Alat pelampung yang digunakan dapat
mengapung seluruhnya atau sebagian melayang dalam air (Lubis, dkk., 1993).
Debit air juga dapat diukur secara langsung dengan menggunakan sekat
ukur tipe Cipolleti atau Thomson (Segitiga 90o). Persamaan Cipolleti yang
menunjukkan pengaliran adalah:
Q = 0.0186 LH3/2 ...(2)
Dimana Q dalam liter tiap detik, L dan H adalah dalam sentimeter. Untuk sekat
ukur segitiga 90o (tipe Thomsom) persamaannya adalah:
Q = 0.0138 H5/2...(3)
Sekat ukur segitiga 90o (tipe Thomson) baik digunakan untuk pengukuran aliran
yang tidak lebih dari 112 l/det atau aliran dengan debit relatif kecil, selain itu
sekat ukur segitiga 90o (tipe Thomson) juga sangat mudah konstruksi dan
pengaplikasiannya (Lenka, 1991).
Kehilangan Air
Agar suatu areal lahan pertanian mendapatkan air pengairan yang cukup,
maka dalam memperkirakan kebutuhan airnya perlu diperhatikan berbagai faktor
yang berpengaruh atas kebutuhan dan ketersediaan airnya seperti: jenis dan sifat
tanah, macam dan jenis tanaman, keadaan iklim, keadaan topografi, luas areal
pertanaman dan kehilangan air selama pengairan dan penyalurannya. Kehilangan
air pengairan selama penyaluran antara lain disebabkan oleh: evaporasi,
evapotranspirasi, perkolasi perembesan dan kebocoran
(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan proses evaporasi dan transpirasi.
Evaporasi adalah peristiwa air menjadi uap naik ke udara dan berlangsung terus
menerus dari permukaan air, permukaan tanah, padang rumput, persawahan, hutan
dan lain-lain, sedangkan transpirasi adalah peristiwa perpindahan air dari tanah ke
atmosfer melalui akar, batang dan daun (Sosrodarsono dan Takeda, 1985).
Di lapangan proses evaporasi dan transpirasi terjadi secara bersamaan dan
sulit dipisahkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu kehilangan air akibat kedua
evapotranspirasi merupakan jumlah air yang diperlukan tanaman
(Islami dan Wani, 1995).
Kebutuhan air tanaman yaitu jumlah air yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan evapotranspirasi tanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan baik atau
kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air
yang hilang akibat penguapan. Pengaruh karakteristik tanaman terhadap
kebutuhan air tanaman diberikan oleh koefisien tanaman (Kc) yang menyatakan
hubungan antara ETo dengan ET tanaman. Nilai Kc beragam tergantung terhadap
jenis tanaman dan fase pertumbuhan tanaman (Suroso, 2010).
Michael (1978) menyatakan hubungan antara nilai F dengan
evapotranspirasi potensial, menggambarkan suhu untuk daerah dengan sedikit
varietas tanaman. Faktor tanaman dapat menentukan nilai evapotranspirasi
tanaman, sehingga hubungan antara F dalam persamaan Blaney dan Criddle,
dimana t dalam (℃) dapat dihitung dengan persamaan:
F=P (0,46 t +8,13)
Sehingga menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) persamaan untuk
menentukan nilai evapotranspirasi, yaitu:
U =K P (45,7 t+813)
100 ...(4)
K = Kt × Ke
Kt = 0,311 t + 0,240
Dimana: U = evapotranspirasi bulanan (mm)
t = suhu rata-rata bulanan (℃)
Ke = koefisien tanaman
Persamaan ini merupakan persamaan yang penggunaannya lebih luas dalam
menentukan nilai evapotranspirasi. Ciri khas persamaan Blaney Criddle yaitu
dengan memperhitungkan koefisien tanaman.
Doorenbos and Pruitt (1984) menolak penggunaan koefisien tanaman (K)
secara normal dalam persamaan Blaney-Criddle karena nilai koefisien tanaman
(K) bergantung pada kondisi lokal dan variasi yang begitu banyak membuat
pemilihan nilai menjadi sulit, hubungan antara nilai f dan evapotranspirasi
potensial yang dikemukakan Blaney-Criddle cukup menggambarkan cakupan luas
dari suhu untuk daerah yang memiliki sedikit varietas dengan kelembapan relatif
dan ketika nilai evapotranspirasi potensial ditemukan dengan menggunakan
metode standart, faktor tanaman dapat menentukan nilai evapotranspirasi tanaman
sehingga diperoleh hubungan faktor f dalam persamaan Blaney-Criddle.
f = p (0,46t + 8,13) t dalam oC
atau
f = 25,4 txp
100 t dalam o
F...(5)
dimana:
t = rata-rata suhu maksimum dan minimum dalam oC atau oF dalam bulan yang
ditentukan.
p = rata-rata persentase jam siang hari tahunan untuk garis lintang dan bulan yang
ditentukan.
Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak
di antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya
dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara
permukaan tanah dengan permukaan air tanah (Soemarto, 1995).
Salah satu cara menentukan laju perkolasi di lapangan adalah dengan
metode silinder. Pengukuran dengan metode silinder yaitu dengan membenamkan
pipa ke tanah sedalam 30 – 40 cm, lalu diisi air setinggi 10 cm (h1). Laju perkolasi
dihitung dengan rumus:
P = h1- h2
t1- t2 mm/hari...(6)
Dimana: P = laju perkolasi (mm/hari)
h1-h2 = beda tinggi air dalam sulinder waktu t1 dan t2 (mm)
t1-t2 = selisih waktu pengamatan tinggi air (hari)
(Hariyanto, 1987).
Rembesan
Rembesan air dari saluran irigasi merupakan persoalan yang serius. Bukan
hanya kehilangan air, melainkan juga persoalan drainase adalah kerap kali
membebani daerah sekitarnya yang lebih rendah. Kadang-kadang air merembes
keluar dari saluran masuk kembali ke sungai yang di lembah dimana air ini tidak
dapat diarahkan kembali atau masuk ke suatu aquifer yang dipakai lagi. Metode
yang sangat umum digunakan dalam pengukuran rembesan adalah metode
inflow-outflow terdiri dari pengukuran aliran yang masuk dan aliran yang keluar dari
suatu penampang saluran yang dipilihnya. Ketelitian cara ini meningkat dengan
perbedaan antara hasil banyaknya aliran masuk dan aliran keluar
(Hansen, dkk., 1992).
(horisontal) terutama terjadi pada saluran-saluran pengairan yang dibangun pada
tanah-tanah tanpa dilapisi tembok, sedang pada saluran yang dilapisi (kecuali
dalam keadaan retak-retak) kehilangan air sehubungan dengan terjadinya
perembesan dan kebocoran tidak terjadi. Untuk menghitung kehilangan air
pengairan sehubung dengan berlangsungnya perembesan pada saluran
pengairannya, berdasarkan cara empiris yaitu dengan menghitung konduktivitas
hidrolik tanah, kamiringan saluran serta beberapa parameter.
Untuk menghitung besarnya nilai rembesan dapat digunakan rumus
sebagai berikut:
Rembesan = kehilangan air di saluran–(Evapotranspirasi+Perkolasi)...(7)
Efisiensi Irigasi
Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antara
jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah
air yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam
hal ini dikenal tiga macam efisiensi, yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi
pemberian air dan efisiensi penyimpanan air (Dumairy, 1992).
Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat
berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi.
Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau
yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan
dalam satuan persen (Lenka, 1991).
Konsep efisiensi pemberian air irigasi yang paling awal untuk
mengevaluasi kehilangan air adalah efisiensi saluran pembawa air. Kebanyakan
disalurkan sering berlebihan. Efisiensi saluran pembawa yang diformulasikan
untuk mengevaluasi kehilangan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
Ee=100× Wf
Wr...(8)
Dimana: Ee = efisiensi saluran pembawa air
Wf = air yang dialurkan ke sawah
Wr = air yang diambil dari sungai/waduk
(Susanto, 2006).
Menurut Direktorat Sumber Daya Air (2010), pada umumnya kehilangan
air di jaringan irigasi dapat dibagi-bagi sebagai berikut 12,5 % sampai 20 % di
petak tersier (antara bangunan sadap tersier dan sawah) 5 % sampai 10 % di
saluran sekunder dan 5 % sampai 10 % di saluran utama.
Efisiensi irigasi dapat ditingkatkan dengan penjadwalan irigasi.
Penjadwalan irigasi berarti perencanaan waktu dan jumlah pemberian air irigasi
sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Suplai air yang terbatas dapat menurunkan
produksi tanaman, sedangkan suplai air yang berlebih selain dapat menurunkan
produksi tanaman juga dapat meningkatkan jumlah air irigasi yang hilang dalam
bentuk perkolasi (Raes, 1987).
Kemiringan
Tepi saluran tanah biasanya dibuat miring sedemikian rupa seperti
kemampuan tanah berdiri bila keadaan basah. Kemiringan tepi berbeda dari tiga
horizontal dan satu vertikal (bagi material yang sangat stabil). Hubungan antara
lebar dasar saluran (b), dengan kedalaman pada saluran tanah (d), ditentukan
kedalamannya atau dapat sepuluh kali atau lebih besar dari kedalamannya.
Potongan melintang hidrolik terbaik pada keadaan bangunan yang sesuai adalah:
b = 2d tan θ
2...(9)
(Hansen, dkk., 1992)
Mawardi (2007) menyatakan bahwa dalam desain hidrolik sebuah saluran
pembawa terdapat dua parameter pokok yang harus ditentukan apabila kapasitas
rencana yang diperlukan sudah diketahui, yaitu:
1. Perbandingan kedalaman air dengan lebar dasar
2. Kemiringan memanjang saluran
Kemiringan memanjang saluran ditentukan berdasarkan kemiringan taraf muka air
yang diperlukan. Ketinggian taraf muka air ini direncanakan berdasarkan tinggi
air di sawah yang diperlukan yang selanjutnya dihitung berdasarkan kehilangan
tinggi tekan di setiap bangunan dan di sepanjang saluran. Kemiringan talud
saluran bergantung kepada jenis tanah, kedalaman saluran dan terjadinya
rembesan air. Kemiringan minimum talud saluran pembawa untuk jenis tanah
lempung pasiran, tanah pasiran kohesif yaitu 1,5-2,5. Untuk jenis tanah pasir
lanauan 2-3 dan untuk jenis batu < 0,25.
Sifat Fisik Tanah
Sifat fisik tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan
bentuk/kondisi tanah asli, yang termasuk diantaranya adalah tekstur, struktur,
porositas, stabilitas, konsistensi warna maupun suhu tanah. Sifat tanah berperan
dalam aktivitas perakaran tanaman, baik dalam hal absorbsi unsur hara, air
maupun oksigen juga sebagai pembatas gerakan akar tanaman
Tekstur Tanah
Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang
mengacu pada kehalusan atau kekerasan tanah. Lebih khasnya tekstur adalah
perbandingan relatif pasir, debu dan tanah liat. Partikel debu terasa halus seperti
tepung dan mempunyai sedikit kecenderungan untuk saling melekat atau
menempel pada partikel lain. Tanah dengan kapasitas terbesar untuk menahan air
melawan tarikan gravitasi merupakan ciri utama tanah liat. Tanah berdebu
mempunyai kapasitas besar untuk menyimpan air yang tersedia untuk
pertumbuhan tanaman. Pada tanah yang bertekstur lebih halus, kadar air pada
tegangan air yangsama lebih tinggi dibandingkan tanah bertekstur kasar. Dengan
demikian tanah bertekstur halus lebih kuat menahan air dibanding tanah yang
bertekstur kasar (Foth, 1994).
Menurut Hanafiah (2005), berdasarkan kelas teksturnya maka tanah
digolongkan menjadi tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, berarti tanah yang
mengandung minimal 70 % pasir yaitu bertekstur pasir atau pasir berlempung.
Tanah bertekstur halus atau kasar berliat, berarti tanah yang mengandung minimal
37,5 % liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir. Tanah bertekstur
sedang atau tanah berlempung, terdiri dari tanah bertekstur sedang tetapi agak
kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir (sandy loam) atau lempung
berpasir halus, tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur berlempung
berpasir sangat halus, lempung (loam), lempung berdebu (silty loam) atau debu
(silt) dan tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat (clay
loam), lempung liat berpasir (sandy clay loam), atau lempung liat berdebu (sandy
Hubungan tekstur tanah dengan daya menahan air dan ketersediaan hara
tanah yaitu tanah dengan tekstur liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar
sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, sebaliknya
tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit
menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah bertesktur halus lebih aktif dalam
reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar (Hadjowigeno 2007).
Tanah berpasir memiliki porositas rendah (< 40 %), sebagian besar ruang
pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar air cepat, tetapi
kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah liat memiliki porositas
yang relatif tinggi (60 %), tetapi sebagian besar merupakan pori berukuran kecil
sehingga daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar.
Kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Tanah berlempung
merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu dan liat sedemikian rupa sehingga
sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat. Jadi aerasi dan tata udara serta
air cukup baik, kemampuan menyimpan dan menyediakan air untuk tanaman
tinggi (Islami dan Wani, 1995).
Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)
Kerapatan massa adalah berat per unit volume tanah yang dikeringkan
dengan oven yang biasanya dinyatakan dalam g/cm3. Setiap perubahan dalam
struktur tanah mungkin untuk mengubah jumlah ruang-ruang pori dan juga berat
per unit volume (Foth, 1994).
ρb= Ms Vt =
Ms
Vs+Va+Vw ……….(10)
�b = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3)
Ms = massa tanah (g)
Vt = volume total tanah (volume ring) (cm3)
Tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar. Pada
tanah mineral bagian atas mempunyai kandungan bulk density yang lebih rendah
dibandingkan tanah dibawahnya. Bulk density dilapangan tersusun atas
tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0 – 1,6 g/cm3. Tanah organik memiliki
nilai bulk density yang lebih rendah, misalnya dapat mencapai 0,1 – 0,9 g/cm3
pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak
mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung,
kemampuan tanah menyimpan air drainase dan lain-lain. Sifat fisik tanah ini
banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaan
(Hardjowigeno, 2003).
Bulk density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle
density tanah sangat besar maka bulk density juga besar. Hal ini dikarenakan
partikel density berbanding lurus dengan bulk density, namun apabila tanah
memiliki tingkat kadar air yang tinggi maka partikel density dan bulk density akan
rendah. Dapat dikatakan bahwa particle density berbanding terbalik dengan kadar
air. Hal ini terjadi jika suatu tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi dalam
menyerap air tanah, maka kepadatan tanah menjadi rendah karena pori-pori di
dalam tanah besar sehingga tanah yang memiliki pori besar akan lebih mudah
memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah, 2005).
Menurut Islami dan Wani (1995) besarnya bobot volume (bulk density)
dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah, dan struktur
tanah atau lebih khusus bagian rongga pori tanah. Nilai porositas pada tanah
pertanian bervariasi dari 40 % sampai 60 %.
Menurut Nurmi, dkk (2009) nilai bulk density berbanding terbalik dengan
ruang pori total tanah. Nilai bulk density yang tinggi menunjukkan bahwa tanah
tersebut lebih padat dibandingkan dengan tanah-tanah yang memiliki nilai bulk
density yang lebih rendah. Semakin padat suatu tanah, volume pori pada tanah
tersebut semakin rendah. Mustofa (2007) menyatakan bahwa nilai bobot isi dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik,
pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, kandungan air tanah, dan
lain-lain. Pengolahan tanah yang sangat intensif akan menaikkan bobot isi. Hal ini
disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori menjadi
lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah.
Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density)
Kerapatan partikel tanah menunjukkan perbandingan antara massa tanah
kering terhadap volume tanah kering dengan persamaan :
�s = Ms
Vs ………(11)
Dimana,
�s = Kerapatan partikel (g/cm3)
Vs = Volume tanah (cm3)
(Hilel, 1981).
Besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3
sampai 2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan
menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel (particel density) rendah.
Tanah Andosol misalnya, nilai kerapatan partikel hanya 2,2 – 2,4 g/cm3
(Islami dan Wani, 1995).
Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan
butir tanah. Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam
tanah, maka makin kecil nilai kerapatan partikelnya. Selain itu, dalam volume
yang sama, bahan organik memiliki berat yang lebih kecil daripada benda padat
tanah mineral yang lain. Sehingga jumlah bahan organik dalam tanah
mempengaruhi kerapatan butir. Akibatnya tanah permukaan kerapatan butirnya
lebih kecil daripada sub soil. Dengan adanya bahan organik, menyebabkan nilai
kerapatan partikelsemakin kecil (Hanafiah, 2005).
Porositas Tanah
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang dapat
ditempati oleh udara dan air, serta merupakan indikator kondisi drainase dan
aerasi tanah. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar (makro) dan
pori-pori halus (mikro). Pori-pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang
mudah hilang karena gaya gravitasi), sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler
atau udara. Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada
tanah liat. Tanah yang banyak mengandung pori-pori kasar sulit menahan air
sehingga tanahnya mudah kekeringan. Tanah liat mempunyai pori total (jumlah
pori-pori makro + mikro) lebih tinggi daripada tanah pasir (Hardjowigeno, 2007).
Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur dan
tekstur tanah. Porositas tanah tinggi jika kandungan bahan organik tinggi. Tanah
tanah-tanah dengan struktur massive/pejal. Tanah bertekstur kasar (pori makro)
memiliki porositas lebih kecil daripada tanah bertekstur halus (pori mikro),
sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno, 2007).
Pengaruh pemadatan terhadap permeabilitas tanah adalah memperlambat
permeabilitas tanah karena pori kecil yang menghambat gerakan air tanah makin
meninggi. Selanjutnya permeabilitas akan meningkat bila: 1) agregasi butir-butir
tanah menjadi remah, 2) adanya bahan organik, 3) terdapat saluran bekas lubang
yang terdekomposisi, dan 4) porositas tanah yang tinggi. Pengaruh pemadatan
terhadap permeabilitas tanah terjadi karena pori kecil yang menghambat gerakan
air meningkat (Sarief, 1989).
Untuk menghitung persentase ruang pori (θ) yaitu dengan
membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan:
θ = �1-Bd Pd�
×100%...(12)
Dimana: θ = porositas (%)
Bd = Kerapatan massa (g/cm3)
Pd = Kerapatan partikel (g/cm3)
(Hansen, dkk, 1992).
Bahan Organik Tanah
Bahan organik adalah segala bahan-bahan atau sisa-sisa yang berasal dari
tanaman, hewan dan manusia yang terdapat di permukaan atau di dalam tanah
dengan tingkat pelapukan yang berbeda (Hasibuan, 2006). Bahan organik
merupakan bahan pemantap agregat tanah yang baik. Bahan organik merupakan
salah satu bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisik,
Kohnke (1968) menyatakan bahwa fungsi bahan organik adalah sebagai
sumber makanan dan energi bagi mikroorganisme, membantu keharaan tanaman
melalui perombakan dirinya sendiri melalui kapasitas pertukaran humusnya,
menyediakan zat-zat yang dibutuhkan dalam pembentukan pemantapan
agregat-agregat tanah, memperbaiki kapasitas mengikat air dan melewatkan air, serta
membantu dalam pengendalian limpasan permukaan dan erosi.
Rancangan Saluran
Kegiatan perencanaan diharapkan untuk dapat mencapai sasaran dengan
jalan mengembangkan jaringan-jaringan pengairan, baik jaringan-jaringan utama
maupun jaringan-jaringan tersier. Jaringan-jaringan tersier ini lah yang nantinya
akan melaksanakan kewajiban-kewajiban.
a. Membagi air secara merata dan adil ke sawah-sawah, sehingga sawah yang
jauh dari pintu penyadap pun dapat pula menerima air.
b. Bila ternyata keadaan air pengairan berkurang, melalui saluran tersier ini
dapat dibagi-bagi secara bergilir (rotasi) kepada saluran-saluran sub
tersier/petak-petak tersier.
c. Menampung dan membuang kelebihan air (air hujan dan sebagainya) agar
tidak mengganggu pertumbuhan tanaman.
Dengan adanya efisiensi penggunaan air dari pengairan, maka tidak mustahil
kemungkinan dapat terjadinya peningkatan luas areal padi pada musim kemarau.
Dalam pengembangan jaringan pengairan/irigasi tersier diperlukan
perencanaan-perencanaan yang matang dan terarah. Kegiatan perencanaan-perencanaan tersier meliputi
kegiatan pembuatan rencana pendahuluan sebelum disesuaikan dengan keadaan
pengukuran profil saluran melintang dan memanjang. Akhirnya penentuan disain
capasity berikut sistem rotasi, mendimensi bangunan-bangunan dan
saluran-saluran (Soekarto dan Hartoyo, 1981).
Dalam merancang saluran, faktor-faktor yang perlu di perhatikan adalah:
1. Debit
Debit dapat diukur dengan menggunakan rumus:
Q = v × A
Dimana: Q = debit air (m3/detik)
v = Kecepatan aliran (m/detik)
A = luas penampang aliran (m2)
2. Kecepatan aliran
Menurut Basak (1999) kecepatan dari pengukuran aliran pada aliran
permukaan disebut dengan kecepatan permukaan. Kecepatan pada setiap
kedalaman di saluran ataupun sungai tidaklah sama. Ini ditemukan melalui
observasi, dimana kecepatan pada kedalaman 0,6 D merupakan kecepatan
rata-rata, dimana “D” adalah kedalaman air pada saluran atau sungai. Setelah
penelitian yang panjang dengan saluran yang bervariasi, Chezy dan Manning
menetapkan persamaan untuk memperoleh kecepatan dari suatu aliran. Untuk
disain saluran dengan jenis tanah non-alluvial, koefisien kekerasan memiliki
peranan penting, namun faktor lain seperti sedimentasi tidak berperan penting.
Disini, kecepatan aliran permukaan dianggap sangat dekat terhadap kecepatan
kritis. Untuk itu persamaan kecepatan oleh Chezy atau Manning sesuai untuk
Persamaan Kecepatan menurut Chezy
Konstanta Chezy ‘C’ dapat dikalkulasikan sebagai berrikut:
a. Formula Bazin
C = 87
1 + K
√R
...(14)
Dimana: K = konstanta Bazin
b. Formula Kutter
Dimana: N = koefisien kekasaran
Persamaan Kecepatan oleh Manning
V = 1
Nilai N (koefisien kekasaran) dapat dilihat pada Tabel 2, sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai Koefisien Kekasaran (N)
Bahan N
Tanah 0.0225
Tembok/semen 0.02
Sumber: Basak (1999)
Ketentuan:
a) Jika nilai K tidak diberikan maka dapat diasumsikan sebagai berikut:
untuk saluran tidak disemen K = 1,30-1,75
untuk saluran yang disemen K = 0,45-0,85
b) Jika nilai N tidak diberikan maka dapat diasumsikan sebagai berikut:
untuk saluran tidak disemen K = 0,0225
untuk saluran yang disemen K = 0,333
3. Kecepatan Aliran Kritis
Kecepatan kritis merupakan kecepatan aliran air yang tidak menyebabkan
pengendapan ataupun penggerusan di dasar saluran. Kecepatan kritis disimbolkan
dengan ‘Vo’. Nilai dari Vo dapat diperoleh malalui persamaan yang diungkapkan
oleh Kennedy, yaitu:
V0 = 0,546 × D0,64...(17)
Dimana D adalah kedalaman air.
Rasio kecepatan kritis adalah perbandingan antara kecepatan aliran ‘V’
terhadap kecepatan kritis ‘V0’ disebut sebagai rasio kecepatan kritis.
CVR = V
V0
atau m = V V0
...(18)
Jika m = 1 berarti tidak terjadi pengendapan atau penggerusan, jika m > 1 akan
terjadi penggerusan dan jika m < 1 akan terjadi pengendapan. Maka melalui nilai
m ini kondisi saluran dapat diprediksi terjadi penggerusan atau pengendapan.
4. Kemiringan saluran
Menurut Soekarto dan Hartoyo (1981), dalam merencanakan saluran
kemiringan medan lapangan kecil berarti harus menghemat kehilangan energi.
Dalam merencanakan dipilih suatu kemiringan dasar (i) yang sesuai dengan
keadaan/kemiringan lapangan, namun harus diperhatikan juga agar kecepatan
aliran (V) masih dalam batas-batas yang diizinkan. Bila kecepatan (V) terlalu
besar, maka akan membahayakan saluran karena akan terjadi proses penggerusan
dasar maupun tebing saluran. Bila kecepatan terlalu kecil, maka akan terjadi
endapan sehingga saluran akan cepat menjadi dangkal.
Kemiringan memanjang saluran ditentukan berdasarkan kemiringan taraf
muka air yang diperlukan. Ketinggian taraf muka air ini direncanakan berdasarkan
tinggi air di sawah yang diperlukan yang selanjutnya dihitung berdasarkan
kehilangan tinggi tekan di setiap bangunan dan di sepanjang saluran. Kemiringan
talud saluran bergantung kepada jenis tanah, kedalaman saluran dan terjadinya
rembesan air. Kemiringan minimum talud saluran pembawa untuk jenis tanah
lempung pasiran, tanah pasiran kohesif yaitu 1,5 - 2,5. Untuk jenis tanah pasir
lanauan 2-3 dan untuk jenis batu < 0,25 (Mawardi, 2007).
5. Penampang melintang saluran basah
Mays (2001) menyatakan bahwa penampang saluran basah dari saluran
irigasi ada beberapa jenis, yaitu penampang berbentuk persegi, trapesium, segitiga
dan berbentuk gelang (lingkaran). Penampang yang umum digunakan yaitu
berbentuk persegi dan trapesium. Selain biaya yang murah juga mudah dalam
pembuatannya.
6. Kedalaman hidrolik
Perbandingan antara luas penampang saluran terhadap perimeter basah
R= A Pw
... (19)
Dimana: A = luas penampang saluran
Pw = perimeter basah
(Basak, 1999).
Luas (A) untuk geometri saluran yang berbentuk persegi dapat diperoleh
dengan menggunakan rumus:
A = Bw× y...(20)
Untuk mengetahui perimeter basah (P) dari geometri saluran yang berbentuk
persegi dapat diperoleh melalui rumus:
Pw = Bw+ 2y...(21)
Dimana: A = luas penampang aliran
Pw = perimeter basah
Bw = lebar dasar saluran
y = tinggi air pada saluran
(Mays, 2001).
Sedangkan untuk geometri saluran berbentuk trapesium, luasnya (A) dapat
diperoleh dengan rumus:
A = (b + zy)y
Pw = b + 2y (�(1+z)2
dimana: b = lebar dasar
y = kedalaman aliran
m = kemiringan dinding saluran
Untuk geometri saluran berbentuk segitiga, luasnya (A) dapat diperoleh dengan
A = zy2
Pw = 2y√1+z2
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2013 di Desa
Namu Ukur Utara daerah irigasi Namu Sira-sira Kecamatan Sei Bingei Kabupaten
Langkat untuk mengkaji saluran irigasi tersier, di Laboratorium Keteknikan
Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk pengukuran sifat fisik tanah dan
bobot kering tanah dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara untuk pengukuran tekstur tanah dan kandungan bahan
organik tanah.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat Penelitian
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu stopwatch
digunakan untuk menghitung waktu yang diperlukan air terjun dari sekat ukur,
waterpass digunakan untuk mengukur kemiringan saluran, kalkulator digunakan
untuk perhitungan, tape digunakan untuk mengukur panjang saluran tersier, sekat
ukur tipe Thompson digunakan untuk mengukur debit air pada saluran, silinder
besi untuk mengukur laju perkolasi pada saluran, ring sample, oven, timbangan
digital, erlenmeyer, gelas ukurdan alat tulis.
Bahan Penelitian
1. Deskripsi jaringan irigasi diperoleh dari kantor proyek irigasi
2. Peta jaringan irigasi diperoleh dari dinas Pekerjaan Umum
3. Data rata-rata suhu bulanan dan data persentase jam siang hari bulanan
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan dengan
mengukur parameter yang diteliti. Data primer dan sekunder pada daerah irigasi
yang ditinjau, selanjutnya dilakukan rancangan saluran tersier di desa Namu Ukur
Utara daerah irigasi Namu Sira-sira.
Pelaksanaan Penelitian
1. Mendeskripsikan jaringan irigasi yang meliputi:
a. Letak dan luas daerah irigasi
b. Keadaan iklim
c. Kondisi bangunan irigasi
2. Menetapkan lokasi pengukuran saluran irigasi
3. Menghitung efisiensi penyaluran air irigasi dengan cara:
a. Dihitung debit air di hulu dan hilir saluran dengan menggunakan sekat
ukur tipe segitiga 90° (Thompson)
b. Dihitung efisiensi penyaluran dengan menggunakan Persamaan (10)
4. Luas penampang saluran dan saluran basah
a. Dihitung luas penampang saluran dengan menggunakan rumus:
- Untuk penampang berbentuk persegi:
A = Panjang × Lebar
- Untuk penampang berbentuk trapesium:
A = 1
2 (jumlah sisi sejajar)
b. Dihitung kecepatan aliran air dengan rumus debit dibagi luas
penampang basah, V = Q
c. Dihitung kecepatan kritis dengan menggunakan Persamaan (15)
5. Tekstur Tanah
Tekstur tanah dianalisis di laboratorium dengan sampel tanah kering udara
25 g. Kemudian dari hasil laboratorium ditentukan tekstur tanah
menggunakan segitiga USDA.
6. Kerapatan Massa (Bulk Density)
- Diambil tanah dengan ring sample di dalam dan tepi saluran tersier satu
dan saluran tersier dua.
- Diovenkan tanah selama 24 jam dengan suhu 1050C dan ditimbang
berat tanah kering oven.
- Diukur diameter dan tinggi ring sample.
- Dihitung volume ring sample sebagai volume total tanah dengan rumus
V=π r2t.
- Dihitung kerapatan massa tanah dengan menggunakan Persamaan (1)
7. Kerapatan Partikel (Particle Density)
- Ditimbang berat tanah kering oven.
- Dimasukkan tanah kering oven ke dalam erlenmayer.
- Dipadatkan tanah dengan cara diketuk-ketuk hingga volumenya tetap
dan hasilnya dicatat sebagai volume tanah dalam ml.
- Erlenmayer diisi air sebanyak 300 ml dan dicatat sebagai volume air.
- Dimasukkan tanah kedalam erlenmayer dan hasilnya dicatat sebagai
volume air tanah.
- Dihitung kerapatan partikel tanah dengan menggunakan rumus:
Kerapatan partikel (Pd)= Berat Tanah
8. Porositas Tanah
Dihitung nilai porositas tanah dengan menggunakan Persamaan (3)
9. Bahan Organik
Bahan organik tanah dianalisis di laboratorium dengan sampel tanah
kering udara 25 g.
10.Evapotranspirasi
- Dihitung suhu rata-rata bulanan
- Ditentukan koefisien tanaman
- Dihitung persentase jam siang bulanan dalam setahun
- Dihitung nilai evapotranspirasi dengan menggunakan Persamaan (7)
11.Perkolasi
- Dibenamkan silinder ke dasar saluran sedalam 30 - 40 cm
- Dicatat penurunan air selama 24 jam
- Dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali
- Dihitung laju perkolasi dengan menggunakan Persamaan (8)
12.Rembesan
- Dihitung besar kehilangan air per satuan waktu
- Dihitung nilai rembesan dengan cara menggunakan rumus:
Rembesan = Kehilangan air di saluran – (Evapotranspirasi + Perkolasi)
13.Pengukuran Saluran
- Diukur debit saluran tersier dengan menggunakan sekat ukur tipe
Thompson
- Ditentukan koefisien kekasaran (N)
- Dihitung kedalaman rata-rata hidrolik dengan menggunakan Persamaan
(19)
- Diukur lebar dan dalam saluran yang ada
- Dengan debit yang tersedia dan dengan penetapan lebar saluran,
kemudian dirancang dimensi saluran irigasi yang sesuai untuk
merencanakan kecepatan rata-rata dengan kecepatan kritis agar tidak
Parameter Penelitian
1. Tekstur Tanah
Tekstur tanah dianalisis di laboratorium.
2. Kerapatan Massa (Bulk Density)
Kerapatan massa tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (1).
3. Kerapatan Partikel (Particel Density)
Kerapatan partikel tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (2).
4. Porositas
Porositas tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (3).
5. Kandungan Bahan Organik
Kandungan bahan organik dianalisis di laboratorium.
6. Debit
Besarnya debit saluran dihitung dengan menggunakan sekat ukur tipe
Thompson.
7. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan Persamaan (7).
8. Perkolasi
Perkolasi dihitung dengan menggunakan Persamaan (8).
9. Rembesan
Rembesan dihitung dengan menggunakan Persamaan (9).
10.Efisiensi Saluran
Efisiensi saluran besarnya efisiensi saluran dihitung dengan menggunakan
11.Kecepatan aliran rata-rata
Kecepatan aliran air dihitung dengan persamaan V=Q A.
12.Kecepatan Aliran Kritis
Kecepatan kritis dihitung dengan menggunakan Persamaan (15).
13.Kemiringan
Pengukuran kemiringan saluran menggunakan alat waterpass.
14.Rancangan Saluran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Daerah Penelitian
Letak geografis daerah Namu Sira-sira berada pada kisaran 3’ 31’ LU dan
98’ 27’ BT. Mencakup empat bagian kecamatan yaitu kecamatan Sei Bingei,
Kecamatan Kuala, Kecamatan Selesai dan Kecamatan Binjai Selatan. Kecamatan
yang paling luas mendapat pelayanan dari irigasi Namu Sira-sira adalah
Kecamatan Sei Bingei.
Desa Namu Ukur Utara merupakan salah satu desa yang terdapat di
Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat berada pada ketinggian 75 meter di
atas permukaan laut. Keadaan suhu rata-rata di desa ini berkisar antara 25º - 32º
Celcius, curah hujan rata-rata 800 mm/ tahun. Desa Namu Ukur Utara merupakan
salah satu desa yang dialiri oleh jaringan irigasi Namu Sira Sira. Luas lahan sawah
di desa ini sekitar 1142 Ha.
Desa Namu Ukur Utara berjarak 3 km dari ibu kota kecamatan Sei Bingei
dan 25 km dari ibu kota kabupaten Langkat, yaitu kota Stabat dan 32 km dari ibu
kota provinsi Sumut, dengan jumlah penduduk sebanyak 4.958 jiwa, terdiri dari
2.446 jiwa laki-laki dan 2.512 jiwa perempuan, dengan 1.325 KK. Secara
administratif, desa Namu Ukur Utara berbatasan dengan wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Pasar IV
Sebelah Selatan : Desa Durian Linnga
Sebelah Timur : Desa Pasar VIII dan desa Namu Trasi
1. Sifat Fisik Tanah
Tekstur Tanah
Hasil analisis tekstur tanah pada 2 saluran tersier di Desa Namu Ukur
Utara Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisa teksur tanah
Saluran Fraksi Tekstur Tanah
Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
Dasar I 71,12 6,00 22,88 Lempung Liat Berpasir
Tepi I 61 0 39 Liat Berpasir
Dasar II 73,12 6,00 20,88 Lempung Liat Berpasir
Tepi II 73 0 27 Lempung Liat Berpasir
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tanah pada saluran tersier 1 memiliki
tekstur yang berbeda antara dasar dan tepi saluran yaitu lempung liat berpasir
pada dasar saluran dan liat berpasir pada tepi saluran, sedangkan pada saluran
tersier 2 memiliki tekstur yang sama antara dasar dan tepi saluran yaitu lempung
liat berpasir, yang dapat ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA.
Hubungan tekstur tanah dengan daya menahan air dan ketersediaan hara
tanah yaitu tanah dengan tekstur liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar
sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, sebaliknya
tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit
menyerap (menahan) air dan unsur hara (Hadjowigeno 2007).
Jika dilihat perbandingan persentase pasir, liat dan debu pada kedua
saluran, kandungan pasir pada tepi saluran 2 lebih besar dari pada tepi saluran 1,
sedangkan kandungan liat pada tepi saluran 2 lebih kecil dari pada tepi saluran 1
dan kandungan debu pada tepi saluran 1 sama dengan tepi saluran 2. Untuk dasar
saluran 1 lebih besar dari pada saluran 2, sedangkan kandungan debu saluran 1
sama dengan saluran 2. Kalau dilihat dari kandungan liatnya, dasar dan tepi
saluran 1 lebih sulit untuk meloloskan air dibandingkan dengan dasar dan tepi
saluran 2. Namun kemungkinan tanah untuk meloloskan air juga akan dipengaruhi
oleh faktor lain, seperti kandungan bahan organik, porositas tanah dan pori-pori
tanah.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kandungan debu pada kedua saluran
sangat sedikit jika dibandingkan dengan kandungan pasir dan liatnya. Hal ini
dikarenakan sifat debu berada di antara pasir dan liat, debu memiliki ukuran yang
lebih halus dan lebih ringan dibandingkan pasir dan daya ikat antar partikelnya
yang lebih lemah ketimbang liat oleh karena itu debu lebih mudah terbawa air
yang mengalir pada saluran tersebut sehingga kandungan debunya lebih sedikit.
sedangkan liat walaupun memiliki ukuran partikel yang lebih halus ketimbang
pasir dan debu, namun liat mempunyai daya lekat yang sangat kuat dibandingkan
dengan pasir dan debu, hal ini yang menyebabkan liat tidak mudah dibawa air
yang mengalir. Hal ini sesuai dengan literatur Wesley (1973) yang menyatakan
bahwa debu merupakan bahan peralihan antara liat dan pasir halus. Fraksi ini
memiliki ukuran yang lebih kecil namun luas permukaan yang lebih besar dari
fraksi pasir, kurang plastis dan lebih mudah ditembus air daripada liat,
partikel-partikel debu terasa licin dan kurang melekat. Menurut Hanafiah (2005) liat
memiliki ukuran yang paling halus dan luas permukaan yang paling besar
dibanding fraksi pasir dan debu, akan terasa berat, dapat membentuk bola yang
Bahan Organik Tanah
Hasil pengukuran bahan organik tanah tanah pada 2 saluran tersier di Desa
Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai
Kabupaten Langkat, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil analisa bahan organik
Lokasi % C – organik Bahan Organik (%)
Dasar Saluran I 0,46 0,79
Tepi Saluran I 0,95 1,64
Dasar Saluran II 0,50 0,86
Tepi Saluran II 1,91 3,29
Berdasarkan hasil pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa bahan organik pada
tepi saluran lebih besar dari pada dasar saluran, sehingga mengakibatkan tanah
pada dasar saluran lebih padat dan lebih susah untuk meloloskan air. Menurut
Hardjowigeno (2003) tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih
besar. Pada tanah mineral bagian atas mempunyai kandungan bulk density yang
lebih rendah dibandingkan tanah dibawahnya.
Kandungan bahan organik pada tepi saluran lebih tinggi dibandingkan
dengan bagian dalam saluran karena adanya tanaman pada bagian tepi saluran.
Menurut Foth (1994) banyaknya tanaman akan meningkatkan bahan organik pada
tanah karena sisa-sisa tanaman dapat diurai oleh jasat renik menjadi bahan
organik. Sementara pada bagian dalam saluran tidak ditumbuhi oleh rumput.
Adanya kandungan bahan organik pada tanah akan memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologi tanah seperti meningkatkan total ruang pori pada tanah dan
Kerapatan Massa (Bulk Density)
Hasil pengukuran kerapatan massa tanah pada 2 saluran tersier di Desa
Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai
Kabupaten Langkat, dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil analisa kerapatan massa (bulk density)
Saluran Kerapatan Massa (Bulk Density)
Tepi Saluran (g/cm3) Dasar Saluran (g/cm3)
I 0,70 0,92
II 0,67 0,89
Dari Tabel 4 dapat dilihat hasil pengukuran kerapatan massa yang berbeda
antara tepi saluran dan dasar saluran, dimana nilai kerapatan massa di dasar kedua
saluran lebih besar dibandingkan dengan di tepi kedua saluran. Menurut
Hardjowigeno (2003) Tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih
besar. Bulk density di lapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya
berkisar 1,0 – 1,6 g/cm3. Tanah organik memiliki nilai bulk density yang lebih
rendah, misalnya dapat mencapai 0,1 – 0,9 g/cm3.
Kerapatan massa tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik.
Semakin besar kandungan bahan organik pada tanah maka kepadatan tanah akan
berkurang sehingga kerapatan massa tanahnya semakin kecil. Hal ini sesuai
dengan literatur Foth (1994) yang menyatakan adanya kandungan bahan organik
pada tanah akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah seperti
meningkatkan total ruang pori pada tanah dan menurunkan kepadatan tanah.
Berdasarkan kandungan bahan organik tanah yang tertera pada Tabel 3 dapat
dilihat bahwa kandungan bahan organik tanah pada kedua tepi saluran lebih besar
menjadi kurang padat. Kurang padatnya tanah pada tepi saluran mengakibatkan
kerapatan massanya menjadi rendah dibandingkan dengan dasar saluran.
Kerapatan Partikel (Particle Density)
Hasil pengukuran kerapatan partikel tanah pada 2 saluran tersier di desa
Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira Sira, dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisa kerapatan partikel (particle density)
Saluran Kerapatan Partikel (Particle Density)
Tepi Saluran (g/cm3) Dasar Saluran (g/cm3)
I 2,70 2,96
II 2,87 2,94
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan partikel pada kedua
saluran berbeda, baik di tepi maupun di dasar saluran. Tepi saluran baik saluran 1
maupun saluran 2 memiliki nilai kerapatan partikel yang lebih kecil dibandingkan
dasar saluran 1 maupun saluran 2, karena nilai kerapatan massa tepi saluran juga
lebih kecil dibandingkan dengan dasar saluran. Menurut Hanafiah (2005) Bulk
density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle density tanah
sangat besar maka bulk density juga besar. Hal ini dikarenakan partikel density
berbanding lurus dengan bulk density.
Dari Tabel 4 diperoleh nilai kerapatan massa pada bagian tepi saluran 1
lebih rendah dibandingkan dengan bagian dasar saluran 1. Begitu juga nilai
kerapatan massa pada bagian tepi saluran 2 lebih rendah dibandingkan dengan
bagian dasar saluran 2. Sehingga dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa nilai kerapatan
partikel bagian tepi saluran 1 lebih rendah daripada dasar saluran 1 dan kerapatan
partikel bagian tepi saluran 2 lebih randah daripada bagian dasar saluran 2.
Besarnya nilai kerapatan partikel dipengaruhi oleh kandungan bahan