• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira-Sira Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Namu Ukur Utara Daerah Irigasi Namu Sira-Sira Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Irigasi

Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna

keperluan pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah

pertanian yang membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib

dan teratur dan dibuang ke saluran pembuang. Pengairan selanjutnya diartikan

sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi

irigasi, pengembangan daerah rawa, pengendalian dan pengaturan banjir, serta

usaha perbaikan sungai, waduk dan penyediaan air minum, air perkotaan dan air

industri (Ambler, 1991).

Sebagian besar sumber air untuk irigasi adalah air permukaan yang berasal

dari air hujan dan pencairan salju. Air ini secara alami mengalir di sungai-sungai

yang membawanya ke laut. Jika dimanfaatkan untuk irigasi, sungai dibendung dan

dialirkan melalui saluran-saluran buatan ke daerah pertanian atau air terlebih

dahulu ditampung di dalam waduk yang selanjutnya dialirkan secara teratur

melalui jaringan irigasi ke daerah pertanian. Adapun faktor-faktor yang

menentukan pemilihan metode pemberian air irigasi adalah distribusi musiman

hujan, kemiringan lereng dan bentuk permukaan lahan, suplai air, rotasi tanaman

dan permeabilitas tanah lapisan bawah. Metode pendistribusian air irigasi dapat

dibagi menjadi irigasi permukaan, irigasi lapisan bawah, sprinkler, drip atau trickle (Hakim, dkk., 1986).

Berdasarkan sudut pandangnya irigasi dikelompokan menjadi irigasi aliran

dan irigasi angkat yang lebih dikenal dengan sebutan irigasi pompa. Irigasi aliran

(2)

persawahan dilakukan dengan cara pengaliran. Sedangkan irigasi angkat adalah

tipe irigasi yang penyampaian airnya ke areal pertanaman dilakukan dengan cara

pemompaan, bangunan airnya berupa pompa bukan bendungan atau waduk

(Dumairy, 1992).

Jaringan Irigasi

Pasandaran (1991) mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis

berdasarkan segi konstruksi jaringan irigasinya, yaitu:

1. Irigasi sederhana

adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan dengan

sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur

sehingga air irigasinya tidak teratur dan efisiensinya rendah.

2. Irigasi setengah teknis

adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat

pengukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efisiensinya

sedang.

3. Irigasi teknis

adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi alat pengatur dan pengukur air

pada bangunan pengembalian, bangunan bagi dan bangunan sadap

sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap sehingga

diharapkan efisiensinya tinggi.

4. Irigasi teknis maju

adalah suatu sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukur pada

(3)

Di dalam peraturan yang ada (PP No 20/2006) dikemukakan pengertian

jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya yang

merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,

pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Selanjutnya secara

operasional dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu jaringan irigasi primer,

sekunder dan tersier. Dari ketiga kelompok jaringan tersebut, yang langsung

berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi ke dalam petakan sawah adalah

jaringan irigasi tersier yang terdiri dai saluran tersier, saluran kuarter dan saluran

pembuang serta bangunan pelengkapnya (Direktorat Jendral Pengairan, 1986).

Debit Air

Debit air adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang

mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter

per detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

1. Pengukuran debit dengan bendung

2. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan larutan obat

3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini

untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus

dengan kincir

4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukuran

arus magnetis dan pengukuran arus gelombang supersonis

(Dumairy, 1992).

Pengukuran debit air dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak

(4)

tentang kecepatan aliran (v) dan luas penampang aliran (A), sehingga terdapat

rumus pengukuran debit air sebagai berikut:

Q = v x A ...(1)

dimana: Q = debit air (m3/detik)

v = kecepatan aliran (m/detik)

A = luas penampang aliran (m2).

Tentang kecepatan aliran dapat diukur dengan pelampung (metode pelampung),

dengan alat ukur (current meter) atau dengan menggunakan rumus. Pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung (float method) dapat dengan mudah dilakukan walaupun keadaan permukaan air sungai tinggi dan selain itu karena dalam

pelaksanaanya tidak dipengaruhi oleh kotoran atau kayu-kayuan yang

terhanyutkan, maka cara inilah yang sering digunakan. Tempat yang sebaiknya

dipilih untuk pengukuran kecepatan aliran yaitu bagian sungai atau saluran yang

lurus dengan dimensi seragam, sehingga lebar permukaan air dapat dibagi

kedalam beberapa bagian dengan jarak lebar antara 0,25 m sampai 3 m atau lebih

tergantung lebar permukaan. Pada setiap bagian lebar tadi diapungkan suatu

pelampung, waktu mengalirnya dicatat/diukur dengan stopwatch, dengan cara demikian dihitung kecepatan aliran dan selanjutnya diadakan perhitungan debit

yaitu: kecepatan aliran x luas penampang melintangnya. Kecepatan rata-rata aliran

pada penampang bagian sungai atau saluran yang diukur adalah kecepatan

pelampung permukaan dikalikan dengan koefisien 0,70 atau 0,90 tergantung dari

keadaan sungai saluran dan arah angin, koefisien yang sering digunakan 0,8. Alat

(5)

aliran pada keadaan air sungai sedang membanjir karena hasilnya akan kurang

teliti (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Menurut Asdak (1995) pengukuran debit aliran yang paling sederhana

dapat dilakukan dengan metode apung. Caranya dengan menempatkan benda yang

tidak dapat tenggelam di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan

mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu

titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan. Kecepatan aliran

juga bisa diukur dengan menggunakan alat ukur current meter.

Alat ukur arus adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran. Apabila alat

ini ditempatkan pada suatu titik kedalaman tertentu maka kecepatan aliran pada

titik tersebut akan dapat ditentukan berdasarkan jumlah pengukuran dan lamanya

pengukuran. Apabila keadaan lapangan tidak memungkinkan untuk melakukan

pengukuran dengan menggunakan alat ukur arus maka pengukuran dapat

dilakukan dengan alat pelampung. Alat pelampung yang digunakan dapat

mengapung seluruhnya atau sebagian melayang dalam air (Lubis, dkk., 1993).

Debit air juga dapat diukur secara langsung dengan menggunakan sekat

ukur tipe Cipolleti atau Thomson (Segitiga 90o). Persamaan Cipolleti yang

menunjukkan pengaliran adalah:

Q = 0.0186 LH3/2 ...(2)

Dimana Q dalam liter tiap detik, L dan H adalah dalam sentimeter. Untuk sekat

ukur segitiga 90o (tipe Thomsom) persamaannya adalah:

Q = 0.0138 H5/2...(3)

(6)

Sekat ukur segitiga 90o (tipe Thomson) baik digunakan untuk pengukuran aliran

yang tidak lebih dari 112 l/det atau aliran dengan debit relatif kecil, selain itu

sekat ukur segitiga 90o (tipe Thomson) juga sangat mudah konstruksi dan

pengaplikasiannya (Lenka, 1991).

Kehilangan Air

Agar suatu areal lahan pertanian mendapatkan air pengairan yang cukup,

maka dalam memperkirakan kebutuhan airnya perlu diperhatikan berbagai faktor

yang berpengaruh atas kebutuhan dan ketersediaan airnya seperti: jenis dan sifat

tanah, macam dan jenis tanaman, keadaan iklim, keadaan topografi, luas areal

pertanaman dan kehilangan air selama pengairan dan penyalurannya. Kehilangan

air pengairan selama penyaluran antara lain disebabkan oleh: evaporasi,

evapotranspirasi, perkolasi perembesan dan kebocoran

(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan gabungan proses evaporasi dan transpirasi.

Evaporasi adalah peristiwa air menjadi uap naik ke udara dan berlangsung terus

menerus dari permukaan air, permukaan tanah, padang rumput, persawahan, hutan

dan lain-lain, sedangkan transpirasi adalah peristiwa perpindahan air dari tanah ke

atmosfer melalui akar, batang dan daun (Sosrodarsono dan Takeda, 1985).

Di lapangan proses evaporasi dan transpirasi terjadi secara bersamaan dan

sulit dipisahkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu kehilangan air akibat kedua

(7)

evapotranspirasi merupakan jumlah air yang diperlukan tanaman

(Islami dan Wani, 1995).

Kebutuhan air tanaman yaitu jumlah air yang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan evapotranspirasi tanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan baik atau

kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air

yang hilang akibat penguapan. Pengaruh karakteristik tanaman terhadap

kebutuhan air tanaman diberikan oleh koefisien tanaman (Kc) yang menyatakan

hubungan antara ETo dengan ET tanaman. Nilai Kc beragam tergantung terhadap

jenis tanaman dan fase pertumbuhan tanaman (Suroso, 2010).

Michael (1978) menyatakan hubungan antara nilai F dengan

evapotranspirasi potensial, menggambarkan suhu untuk daerah dengan sedikit

varietas tanaman. Faktor tanaman dapat menentukan nilai evapotranspirasi

tanaman, sehingga hubungan antara F dalam persamaan Blaney dan Criddle,

dimana t dalam (℃) dapat dihitung dengan persamaan:

F=P (0,46 t +8,13)

Sehingga menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) persamaan untuk

menentukan nilai evapotranspirasi, yaitu:

U =K P (45,7 t+813)

100 ...(4)

K = Kt × Ke

Kt = 0,311 t + 0,240

Dimana: U = evapotranspirasi bulanan (mm)

t = suhu rata-rata bulanan (℃)

Ke = koefisien tanaman

(8)

Persamaan ini merupakan persamaan yang penggunaannya lebih luas dalam

menentukan nilai evapotranspirasi. Ciri khas persamaan Blaney Criddle yaitu

dengan memperhitungkan koefisien tanaman.

Doorenbos and Pruitt (1984) menolak penggunaan koefisien tanaman (K)

secara normal dalam persamaan Blaney-Criddle karena nilai koefisien tanaman

(K) bergantung pada kondisi lokal dan variasi yang begitu banyak membuat

pemilihan nilai menjadi sulit, hubungan antara nilai f dan evapotranspirasi

potensial yang dikemukakan Blaney-Criddle cukup menggambarkan cakupan luas

dari suhu untuk daerah yang memiliki sedikit varietas dengan kelembapan relatif

dan ketika nilai evapotranspirasi potensial ditemukan dengan menggunakan

metode standart, faktor tanaman dapat menentukan nilai evapotranspirasi tanaman

sehingga diperoleh hubungan faktor f dalam persamaan Blaney-Criddle.

f = p (0,46t + 8,13) t dalam oC

atau

f = 25,4 txp

100 t dalam

o

F...(5)

dimana:

t = rata-rata suhu maksimum dan minimum dalam oC atau oF dalam bulan yang

ditentukan.

p = rata-rata persentase jam siang hari tahunan untuk garis lintang dan bulan yang

ditentukan.

Perkolasi

Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak

di antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya

(9)

dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara

permukaan tanah dengan permukaan air tanah (Soemarto, 1995).

Salah satu cara menentukan laju perkolasi di lapangan adalah dengan

metode silinder. Pengukuran dengan metode silinder yaitu dengan membenamkan

pipa ke tanah sedalam 30 – 40 cm, lalu diisi air setinggi 10 cm (h1). Laju perkolasi

dihitung dengan rumus:

P = h1- h2

t1- t2 mm/hari...(6)

Dimana: P = laju perkolasi (mm/hari)

h1-h2 = beda tinggi air dalam sulinder waktu t1 dan t2 (mm)

t1-t2 = selisih waktu pengamatan tinggi air (hari)

(Hariyanto, 1987).

Rembesan

Rembesan air dari saluran irigasi merupakan persoalan yang serius. Bukan

hanya kehilangan air, melainkan juga persoalan drainase adalah kerap kali

membebani daerah sekitarnya yang lebih rendah. Kadang-kadang air merembes

keluar dari saluran masuk kembali ke sungai yang di lembah dimana air ini tidak

dapat diarahkan kembali atau masuk ke suatu aquifer yang dipakai lagi. Metode yang sangat umum digunakan dalam pengukuran rembesan adalah metode inflow-outflow terdiri dari pengukuran aliran yang masuk dan aliran yang keluar dari suatu penampang saluran yang dipilihnya. Ketelitian cara ini meningkat dengan

perbedaan antara hasil banyaknya aliran masuk dan aliran keluar

(Hansen, dkk., 1992).

Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) menyatakan bahwa perembesan air dan

(10)

(horisontal) terutama terjadi pada saluran-saluran pengairan yang dibangun pada

tanah-tanah tanpa dilapisi tembok, sedang pada saluran yang dilapisi (kecuali

dalam keadaan retak-retak) kehilangan air sehubungan dengan terjadinya

perembesan dan kebocoran tidak terjadi. Untuk menghitung kehilangan air

pengairan sehubung dengan berlangsungnya perembesan pada saluran

pengairannya, berdasarkan cara empiris yaitu dengan menghitung konduktivitas

hidrolik tanah, kamiringan saluran serta beberapa parameter.

Untuk menghitung besarnya nilai rembesan dapat digunakan rumus

sebagai berikut:

Rembesan = kehilangan air di saluran–(Evapotranspirasi+Perkolasi)...(7)

Efisiensi Irigasi

Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antara

jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah

air yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam

hal ini dikenal tiga macam efisiensi, yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi

pemberian air dan efisiensi penyimpanan air (Dumairy, 1992).

Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat

berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi.

Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau

yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan

dalam satuan persen (Lenka, 1991).

Konsep efisiensi pemberian air irigasi yang paling awal untuk

mengevaluasi kehilangan air adalah efisiensi saluran pembawa air. Kebanyakan

(11)

disalurkan sering berlebihan. Efisiensi saluran pembawa yang diformulasikan

untuk mengevaluasi kehilangan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

Ee=100× Wf

Wr...(8)

Dimana: Ee = efisiensi saluran pembawa air

Wf = air yang dialurkan ke sawah

Wr = air yang diambil dari sungai/waduk

(Susanto, 2006).

Menurut Direktorat Sumber Daya Air (2010), pada umumnya kehilangan

air di jaringan irigasi dapat dibagi-bagi sebagai berikut 12,5 % sampai 20 % di

petak tersier (antara bangunan sadap tersier dan sawah) 5 % sampai 10 % di

saluran sekunder dan 5 % sampai 10 % di saluran utama.

Efisiensi irigasi dapat ditingkatkan dengan penjadwalan irigasi.

Penjadwalan irigasi berarti perencanaan waktu dan jumlah pemberian air irigasi

sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Suplai air yang terbatas dapat menurunkan

produksi tanaman, sedangkan suplai air yang berlebih selain dapat menurunkan

produksi tanaman juga dapat meningkatkan jumlah air irigasi yang hilang dalam

bentuk perkolasi (Raes, 1987).

Kemiringan

Tepi saluran tanah biasanya dibuat miring sedemikian rupa seperti

kemampuan tanah berdiri bila keadaan basah. Kemiringan tepi berbeda dari tiga

horizontal dan satu vertikal (bagi material yang sangat stabil). Hubungan antara

(12)

kedalamannya atau dapat sepuluh kali atau lebih besar dari kedalamannya.

Potongan melintang hidrolik terbaik pada keadaan bangunan yang sesuai adalah:

b = 2d tan θ

2...(9)

(Hansen, dkk., 1992)

Mawardi (2007) menyatakan bahwa dalam desain hidrolik sebuah saluran

pembawa terdapat dua parameter pokok yang harus ditentukan apabila kapasitas

rencana yang diperlukan sudah diketahui, yaitu:

1. Perbandingan kedalaman air dengan lebar dasar

2. Kemiringan memanjang saluran

Kemiringan memanjang saluran ditentukan berdasarkan kemiringan taraf muka air

yang diperlukan. Ketinggian taraf muka air ini direncanakan berdasarkan tinggi

air di sawah yang diperlukan yang selanjutnya dihitung berdasarkan kehilangan

tinggi tekan di setiap bangunan dan di sepanjang saluran. Kemiringan talud

saluran bergantung kepada jenis tanah, kedalaman saluran dan terjadinya

rembesan air. Kemiringan minimum talud saluran pembawa untuk jenis tanah

lempung pasiran, tanah pasiran kohesif yaitu 1,5-2,5. Untuk jenis tanah pasir

lanauan 2-3 dan untuk jenis batu < 0,25.

Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan

bentuk/kondisi tanah asli, yang termasuk diantaranya adalah tekstur, struktur,

porositas, stabilitas, konsistensi warna maupun suhu tanah. Sifat tanah berperan

dalam aktivitas perakaran tanaman, baik dalam hal absorbsi unsur hara, air

maupun oksigen juga sebagai pembatas gerakan akar tanaman

(13)

Tekstur Tanah

Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang

mengacu pada kehalusan atau kekerasan tanah. Lebih khasnya tekstur adalah

perbandingan relatif pasir, debu dan tanah liat. Partikel debu terasa halus seperti

tepung dan mempunyai sedikit kecenderungan untuk saling melekat atau

menempel pada partikel lain. Tanah dengan kapasitas terbesar untuk menahan air

melawan tarikan gravitasi merupakan ciri utama tanah liat. Tanah berdebu

mempunyai kapasitas besar untuk menyimpan air yang tersedia untuk

pertumbuhan tanaman. Pada tanah yang bertekstur lebih halus, kadar air pada

tegangan air yangsama lebih tinggi dibandingkan tanah bertekstur kasar. Dengan

demikian tanah bertekstur halus lebih kuat menahan air dibanding tanah yang

bertekstur kasar (Foth, 1994).

Menurut Hanafiah (2005), berdasarkan kelas teksturnya maka tanah

digolongkan menjadi tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, berarti tanah yang

mengandung minimal 70 % pasir yaitu bertekstur pasir atau pasir berlempung.

Tanah bertekstur halus atau kasar berliat, berarti tanah yang mengandung minimal

37,5 % liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir. Tanah bertekstur

sedang atau tanah berlempung, terdiri dari tanah bertekstur sedang tetapi agak

kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir (sandy loam) atau lempung berpasir halus, tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur berlempung

(14)

Hubungan tekstur tanah dengan daya menahan air dan ketersediaan hara

tanah yaitu tanah dengan tekstur liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar

sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, sebaliknya

tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit

menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah bertesktur halus lebih aktif dalam

reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar (Hadjowigeno 2007).

Tanah berpasir memiliki porositas rendah (< 40 %), sebagian besar ruang

pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar air cepat, tetapi

kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah liat memiliki porositas

yang relatif tinggi (60 %), tetapi sebagian besar merupakan pori berukuran kecil

sehingga daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar.

Kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Tanah berlempung

merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu dan liat sedemikian rupa sehingga

sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat. Jadi aerasi dan tata udara serta

air cukup baik, kemampuan menyimpan dan menyediakan air untuk tanaman

tinggi (Islami dan Wani, 1995).

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Kerapatan massa adalah berat per unit volume tanah yang dikeringkan

dengan oven yang biasanya dinyatakan dalam g/cm3. Setiap perubahan dalam

struktur tanah mungkin untuk mengubah jumlah ruang-ruang pori dan juga berat

per unit volume (Foth, 1994).

ρb= Ms

Vt = Ms

Vs+Va+Vw ……….(10)

(15)

𝜌𝜌b = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3) Ms = massa tanah (g)

Vt = volume total tanah (volume ring) (cm3)

Tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar. Pada tanah mineral bagian atas mempunyai kandungan bulk density yang lebih rendah dibandingkan tanah dibawahnya. Bulk density dilapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0 – 1,6 g/cm3. Tanah organik memiliki

nilai bulk density yang lebih rendah, misalnya dapat mencapai 0,1 – 0,9 g/cm3 pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak

mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung,

kemampuan tanah menyimpan air drainase dan lain-lain. Sifat fisik tanah ini

banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaan

(Hardjowigeno, 2003).

Bulk density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle density tanah sangat besar maka bulk density juga besar. Hal ini dikarenakan partikel density berbanding lurus dengan bulk density, namun apabila tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi maka partikel density dan bulk density akan rendah. Dapat dikatakan bahwa particle density berbanding terbalik dengan kadar air. Hal ini terjadi jika suatu tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi dalam

menyerap air tanah, maka kepadatan tanah menjadi rendah karena pori-pori di

dalam tanah besar sehingga tanah yang memiliki pori besar akan lebih mudah

memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah, 2005).

(16)

dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah, dan struktur

tanah atau lebih khusus bagian rongga pori tanah. Nilai porositas pada tanah

pertanian bervariasi dari 40 % sampai 60 %.

Menurut Nurmi, dkk (2009) nilai bulk density berbanding terbalik dengan ruang pori total tanah. Nilai bulk density yang tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut lebih padat dibandingkan dengan tanah-tanah yang memiliki nilai bulk density yang lebih rendah. Semakin padat suatu tanah, volume pori pada tanah tersebut semakin rendah. Mustofa (2007) menyatakan bahwa nilai bobot isi dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik,

pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, kandungan air tanah, dan

lain-lain. Pengolahan tanah yang sangat intensif akan menaikkan bobot isi. Hal ini

disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori menjadi

lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah.

Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density)

Kerapatan partikel tanah menunjukkan perbandingan antara massa tanah

kering terhadap volume tanah kering dengan persamaan :

𝜌𝜌s =

Ms

Vs ………(11)

Dimana,

𝜌𝜌s = Kerapatan partikel (g/cm3)

Vs = Volume tanah (cm3)

(Hilel, 1981).

Besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3

sampai 2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan

(17)

menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel (particel density) rendah. Tanah Andosol misalnya, nilai kerapatan partikel hanya 2,2 – 2,4 g/cm3

(Islami dan Wani, 1995).

Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan

butir tanah. Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam

tanah, maka makin kecil nilai kerapatan partikelnya. Selain itu, dalam volume

yang sama, bahan organik memiliki berat yang lebih kecil daripada benda padat

tanah mineral yang lain. Sehingga jumlah bahan organik dalam tanah

mempengaruhi kerapatan butir. Akibatnya tanah permukaan kerapatan butirnya

lebih kecil daripada sub soil. Dengan adanya bahan organik, menyebabkan nilai kerapatan partikelsemakin kecil (Hanafiah, 2005).

Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang dapat

ditempati oleh udara dan air, serta merupakan indikator kondisi drainase dan

aerasi tanah. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar (makro) dan

pori-pori halus (mikro). Pori-pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang

mudah hilang karena gaya gravitasi), sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler

atau udara. Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada

tanah liat. Tanah yang banyak mengandung pori-pori kasar sulit menahan air

sehingga tanahnya mudah kekeringan. Tanah liat mempunyai pori total (jumlah

pori-pori makro + mikro) lebih tinggi daripada tanah pasir (Hardjowigeno, 2007).

Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur dan

tekstur tanah. Porositas tanah tinggi jika kandungan bahan organik tinggi. Tanah

(18)

tanah-tanah dengan struktur massive/pejal. Tanah bertekstur kasar (pori makro) memiliki porositas lebih kecil daripada tanah bertekstur halus (pori mikro),

sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno, 2007).

Pengaruh pemadatan terhadap permeabilitas tanah adalah memperlambat

permeabilitas tanah karena pori kecil yang menghambat gerakan air tanah makin

meninggi. Selanjutnya permeabilitas akan meningkat bila: 1) agregasi butir-butir

tanah menjadi remah, 2) adanya bahan organik, 3) terdapat saluran bekas lubang

yang terdekomposisi, dan 4) porositas tanah yang tinggi. Pengaruh pemadatan

terhadap permeabilitas tanah terjadi karena pori kecil yang menghambat gerakan

air meningkat (Sarief, 1989).

Untuk menghitung persentase ruang pori (θ) yaitu dengan

membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan:

θ = �1-Bd

Pd�

×100%...(12)

Dimana: θ = porositas (%)

Bd = Kerapatan massa (g/cm3)

Pd = Kerapatan partikel (g/cm3)

(Hansen, dkk, 1992).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik adalah segala bahan-bahan atau sisa-sisa yang berasal dari

tanaman, hewan dan manusia yang terdapat di permukaan atau di dalam tanah

dengan tingkat pelapukan yang berbeda (Hasibuan, 2006). Bahan organik

merupakan bahan pemantap agregat tanah yang baik. Bahan organik merupakan

salah satu bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisik,

(19)

Kohnke (1968) menyatakan bahwa fungsi bahan organik adalah sebagai

sumber makanan dan energi bagi mikroorganisme, membantu keharaan tanaman

melalui perombakan dirinya sendiri melalui kapasitas pertukaran humusnya,

menyediakan zat-zat yang dibutuhkan dalam pembentukan pemantapan

agregat-agregat tanah, memperbaiki kapasitas mengikat air dan melewatkan air, serta

membantu dalam pengendalian limpasan permukaan dan erosi.

Rancangan Saluran

Kegiatan perencanaan diharapkan untuk dapat mencapai sasaran dengan

jalan mengembangkan jaringan-jaringan pengairan, baik jaringan-jaringan utama

maupun jaringan-jaringan tersier. Jaringan-jaringan tersier ini lah yang nantinya

akan melaksanakan kewajiban-kewajiban.

a. Membagi air secara merata dan adil ke sawah-sawah, sehingga sawah yang

jauh dari pintu penyadap pun dapat pula menerima air.

b. Bila ternyata keadaan air pengairan berkurang, melalui saluran tersier ini

dapat dibagi-bagi secara bergilir (rotasi) kepada saluran-saluran sub

tersier/petak-petak tersier.

c. Menampung dan membuang kelebihan air (air hujan dan sebagainya) agar

tidak mengganggu pertumbuhan tanaman.

Dengan adanya efisiensi penggunaan air dari pengairan, maka tidak mustahil

kemungkinan dapat terjadinya peningkatan luas areal padi pada musim kemarau.

Dalam pengembangan jaringan pengairan/irigasi tersier diperlukan

perencanaan-perencanaan yang matang dan terarah. Kegiatan perencanaan-perencanaan tersier meliputi

kegiatan pembuatan rencana pendahuluan sebelum disesuaikan dengan keadaan

(20)

pengukuran profil saluran melintang dan memanjang. Akhirnya penentuan disain

capasity berikut sistem rotasi, mendimensi bangunan-bangunan dan saluran-saluran (Soekarto dan Hartoyo, 1981).

Dalam merancang saluran, faktor-faktor yang perlu di perhatikan adalah:

1. Debit

Debit dapat diukur dengan menggunakan rumus:

Q = v × A

Dimana: Q = debit air (m3/detik)

v = Kecepatan aliran (m/detik)

A = luas penampang aliran (m2)

2. Kecepatan aliran

Menurut Basak (1999) kecepatan dari pengukuran aliran pada aliran

permukaan disebut dengan kecepatan permukaan. Kecepatan pada setiap

kedalaman di saluran ataupun sungai tidaklah sama. Ini ditemukan melalui

observasi, dimana kecepatan pada kedalaman 0,6 D merupakan kecepatan

rata-rata, dimana “D” adalah kedalaman air pada saluran atau sungai. Setelah

penelitian yang panjang dengan saluran yang bervariasi, Chezy dan Manning

menetapkan persamaan untuk memperoleh kecepatan dari suatu aliran. Untuk

disain saluran dengan jenis tanah non-alluvial, koefisien kekerasan memiliki

peranan penting, namun faktor lain seperti sedimentasi tidak berperan penting.

Disini, kecepatan aliran permukaan dianggap sangat dekat terhadap kecepatan

kritis. Untuk itu persamaan kecepatan oleh Chezy atau Manning sesuai untuk

(21)

Persamaan Kecepatan menurut Chezy

Konstanta Chezy ‘C’ dapat dikalkulasikan sebagai berrikut:

a. Formula Bazin

C = 87

1 + K

√R

...(14)

Dimana: K = konstanta Bazin

b. Formula Kutter

Dimana: N = koefisien kekasaran

Persamaan Kecepatan oleh Manning

V = 1

Nilai N (koefisien kekasaran) dapat dilihat pada Tabel 2, sebagai berikut:

Tabel 1. Nilai Koefisien Kekasaran (N)

Bahan N

Tanah 0.0225

Tembok/semen 0.02

(22)

Sumber: Basak (1999)

Ketentuan:

a) Jika nilai K tidak diberikan maka dapat diasumsikan sebagai berikut:

untuk saluran tidak disemen K = 1,30-1,75

untuk saluran yang disemen K = 0,45-0,85

b) Jika nilai N tidak diberikan maka dapat diasumsikan sebagai berikut:

untuk saluran tidak disemen K = 0,0225

untuk saluran yang disemen K = 0,333

3. Kecepatan Aliran Kritis

Kecepatan kritis merupakan kecepatan aliran air yang tidak menyebabkan

pengendapan ataupun penggerusan di dasar saluran. Kecepatan kritis disimbolkan

dengan ‘Vo’. Nilai dari Vo dapat diperoleh malalui persamaan yang diungkapkan

oleh Kennedy, yaitu:

V0 = 0,546 × D0,64...(17)

Dimana D adalah kedalaman air.

Rasio kecepatan kritis adalah perbandingan antara kecepatan aliran ‘V’

terhadap kecepatan kritis ‘V0’ disebut sebagai rasio kecepatan kritis.

CVR = V

V0

atau m = V

V0

...(18)

Jika m = 1 berarti tidak terjadi pengendapan atau penggerusan, jika m > 1 akan

terjadi penggerusan dan jika m < 1 akan terjadi pengendapan. Maka melalui nilai

m ini kondisi saluran dapat diprediksi terjadi penggerusan atau pengendapan.

4. Kemiringan saluran

Menurut Soekarto dan Hartoyo (1981), dalam merencanakan saluran

(23)

kemiringan medan lapangan kecil berarti harus menghemat kehilangan energi.

Dalam merencanakan dipilih suatu kemiringan dasar (i) yang sesuai dengan

keadaan/kemiringan lapangan, namun harus diperhatikan juga agar kecepatan

aliran (V) masih dalam batas-batas yang diizinkan. Bila kecepatan (V) terlalu

besar, maka akan membahayakan saluran karena akan terjadi proses penggerusan

dasar maupun tebing saluran. Bila kecepatan terlalu kecil, maka akan terjadi

endapan sehingga saluran akan cepat menjadi dangkal.

Kemiringan memanjang saluran ditentukan berdasarkan kemiringan taraf

muka air yang diperlukan. Ketinggian taraf muka air ini direncanakan berdasarkan

tinggi air di sawah yang diperlukan yang selanjutnya dihitung berdasarkan

kehilangan tinggi tekan di setiap bangunan dan di sepanjang saluran. Kemiringan

talud saluran bergantung kepada jenis tanah, kedalaman saluran dan terjadinya

rembesan air. Kemiringan minimum talud saluran pembawa untuk jenis tanah

lempung pasiran, tanah pasiran kohesif yaitu 1,5 - 2,5. Untuk jenis tanah pasir

lanauan 2-3 dan untuk jenis batu < 0,25 (Mawardi, 2007).

5. Penampang melintang saluran basah

Mays (2001) menyatakan bahwa penampang saluran basah dari saluran

irigasi ada beberapa jenis, yaitu penampang berbentuk persegi, trapesium, segitiga

dan berbentuk gelang (lingkaran). Penampang yang umum digunakan yaitu

berbentuk persegi dan trapesium. Selain biaya yang murah juga mudah dalam

pembuatannya.

6. Kedalaman hidrolik

Perbandingan antara luas penampang saluran terhadap perimeter basah

(24)

R= A

Pw

... (19)

Dimana: A = luas penampang saluran

Pw = perimeter basah

(Basak, 1999).

Luas (A) untuk geometri saluran yang berbentuk persegi dapat diperoleh

dengan menggunakan rumus:

A = Bw× y...(20)

Untuk mengetahui perimeter basah (P) dari geometri saluran yang berbentuk

persegi dapat diperoleh melalui rumus:

Pw = Bw+ 2y...(21)

Dimana: A = luas penampang aliran

Pw = perimeter basah

Bw = lebar dasar saluran

y = tinggi air pada saluran

(Mays, 2001).

Sedangkan untuk geometri saluran berbentuk trapesium, luasnya (A) dapat

diperoleh dengan rumus:

A = (b + zy)y

Pw = b + 2y (�(1+z)2

dimana: b = lebar dasar

y = kedalaman aliran

m = kemiringan dinding saluran

Untuk geometri saluran berbentuk segitiga, luasnya (A) dapat diperoleh dengan

(25)

A = zy2

Pw = 2y√1+z2

Gambar

Tabel 1. Nilai Koefisien Kekasaran (N)

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat dari Pajak Penghasilan pasal 25 merupakan pembayaran dimuka yang tujuannya adalah untuk meringankan beban wajib pajak pada akhir tahun, karena angsuran pajak yang telah

This document contains certain financial information and results of operation, and may also contain certain projections, plans, strategies, and objectives of Indosat, that are

Isilah identitas sasaran (responden) monev pada kolom yang telah disediakan.. Lakukanlah diskusi dan atau wawancara terhadap minimal 5 (lima) orang siswa

[r]

[r]

[r]

Pada hari ini Jum’at tanggal Dua Puluh Empat bulan Pebruari tahun Dua Ribu Tujuh Belas, kami Pokja Pelelangan Konsultansi Pengawasan Pembangunan Gedung Kuliah Kampus II

[r]