• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Durian Lingga Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Durian Lingga Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA DURIAN

LINGGA DAERAH IRIGASI NAMU SIRA SIRA

KECAMATAN SEI BINGAI KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH :

ZULFICAR ZK 090308043

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KAJIAN SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA DURIAN

LINGGA DAERAH IRIGASI NAMU SIRA SIRA

KECAMATAN SEI BINGAI KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH :

ZULFICAR ZK

090308043/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Ir Sumono MS) (Ir. Saipul Bahri Daulay, MSi) Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRAK

Zulficar ZK : Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Durian Lingga Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat dibimbing oleh SUMONO dan SAIPUL BAHRI DAULAY.

Kebutuhan air pada lahan persawahan di Desa Durian Lingga disalurkan melalui saluran tersier yang terbuat dari saluran tanah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya banyak kehilangan air melalui evapotranspirasi, perkolasi dan rembesan sehingga efisiensi penyaluran air menjadi rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji saluran irigasi tersier di Desa Durian Lingga Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat.

Hasil penelitian ini menunjukkan nilai efisiensi penyaluran pada saluran 1 dengan jarak 120 meter adalah 63,12% dan saluran 2 dengan jarak 90 meter adalah 66,46%. Namun efisiensi penyaluran pada jarak yang sama (90 meter) dengan asumsi kehilangan air pada setiap meter adalah sama yaitu 78,87% pada saluran 1 dan 66,46% pada saluran 2. Kecepatan aliran rata-rata lebih kecil dari kecepatan kritis sehingga terjadi pengendapan, untuk itu perlu rancangan ulang terhadap dimensi saluran. Hasil rancangan dimensi saluran tersier yang terbaik untuk saluran 1 adalah lebar saluran (B) 0,704 m dan kedalaman (D) 0,352 m dengan kemiringan 0,032%, sedangkan untuk saluran 2 yaitu lebar saluran (B) 0,844 m dan kedalaman (D) 0,422 m dengan kemiringan 0,02%.

Kata Kunci : Saluran Tersier, Efisiensi Penyaluran, Perancangan Saluran

ABSTRACT

Zulficar ZK : Study of tertiary irrigation ini durian linggavillage in the irrigation areas of Namu Sira Sira Sei Bingai district of Langkat guided by SUMONO and SAIPUL BAHRI DAULAY.

The need of water on the field of durian lingga village was channeled through tertiary canal that made from soil. This can affect the lossing of water through evapotranspiration, percolation and seepage so that the efficiency of water distribution is low. This study was aimed to examine the tertiary irrigation channel in durian lingga village in the irrigation areas of namu sira sira sei bingai district of langkat.

The results of the research showed the efficiency of the distribution on line 1 at a distance of 120 m was 63.12% and channel 2 at a distance of 90 m was 66.46%. The efficiency of channeling at a same distance (90 m) with the assumption of losing the water on every meters was the same, was 78.87% on channel 1 and 66.46% on channel 2. The average flow velocity was smaller than the critical speed so that precipitation happened, there for redesign of the channel dimensions was needed. The result of the best design of tertiary channel dimensions for the channel 1 was width of the channel (B) of 0.704 m and depth (D) of 0.352 m with a slope of 0.032%, while for channel 2 the width of the channel (B) was 0.844 m and the depth (D) was 0.422 m with a slope 0.02%.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bencirem pada tanggal 27 April 1991 dari Ayah

Sapon dan Ibu Rehulina br Ginting. Penulis merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari MA Negeri Binjai dan pada tahun yang

sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Keteknikan

Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Badan

Kenaziran Musholla (BKM) Al Mukhlisin FP USU. Penulis juga pernah menjadi

asisten praktikum Teknik Irigasi dan Drainase. Penulis melaksankan Praktek

Kerja Lapangan (PKL) di PT. PP. London Sumatera, Tbk. Pada bulan Juni –

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat

rahmat dan limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

ini dengan judul “Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Durian Lingga Daerah

Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat” yang

merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua pembimbing skripsi ini dan Bapak

Ir. Saipul Bahri Daulay, MSi selaku anggota pembimbing yang telah membimbing

dan memberi masukan, kritik, dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Tak lupa pula ucapan terima kasih penulis ucapkan

kepada kedua orang tua yang telah mendukung penulis baik secara moril dan

materil.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, serta semua rekan

mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga dengan adanya

penelitian ini nantinya dapat memberikan informasi bagi pihak-pihak yang

membutuhkan.

Medan, Juli 2013

(6)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

PENDAHULUAN

Kerapatan Partikel Tanah ... 10

Porositas Tanah ... 11

Kerapatan Partikel ... 36

Porositas Tanah ... 37

Debit ... 38

Efisiensi ... 39

Kehilangan Air ... 40

(7)

Rembesan ... 42

Rancangan Saluran ... 43

Kecepatan Aliran Rata-Rata ... 43

Kecepatan Aliran Kritis ... 43

Kemiringan Saluran ... 44

Kombinasi Dimensi Saluran ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 48

Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(8)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Nilai Koefisien Kekasaran ... 22

2. Hasil Analisa Tekstur Tanah ... 33

3. Hasil Analisa Bahan Organik ... 34

4. Hasil Analisa Kerapatan Massa (Bulk Density) ... 35

5. Hasil Analisa Kerapatan Partikel (Particle Density) ... 36

6. Hasil Analisa Porositas Tanah ... 37

7. Hasil Pengukuran Debit Saluran ... 38

8. Efisiensi Saluran Tersier ... 39

9. Hasil Pengukuran Kehilangan Air ... 40

10. Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran Rata-Rata ... 43

11. Hasil Pengukuran Kecepatan Kritis ... 43

12. Hasil Perhitungan Rancangan Dimensi Saluran 1 ... 46

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Flowchart penelitian ... 51

2. Perhitungan bulk density, particle density, dan porositas ... 52

3. Perhitungan debit pada saluran satu dan dua ... 57

4. Ukuran saluran tersier ... 59

5. Perhitungan kehilangan air dari evapotranspirasi, perkolasi dan rembesan ... 59

6. Perhitungan efisiensi saluran ... 65

7. Perhitungan kemiringan pada saluran 1 dan 2 ... 65

8. Perhitungan kecepatan rata-rata (V) ... 66

9. Perhitungan kecepatan kritis (Vo) ... 66

10. Rancangan Saluran ... 67

(10)

ABSTRAK

Zulficar ZK : Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Durian Lingga Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat dibimbing oleh SUMONO dan SAIPUL BAHRI DAULAY.

Kebutuhan air pada lahan persawahan di Desa Durian Lingga disalurkan melalui saluran tersier yang terbuat dari saluran tanah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya banyak kehilangan air melalui evapotranspirasi, perkolasi dan rembesan sehingga efisiensi penyaluran air menjadi rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji saluran irigasi tersier di Desa Durian Lingga Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat.

Hasil penelitian ini menunjukkan nilai efisiensi penyaluran pada saluran 1 dengan jarak 120 meter adalah 63,12% dan saluran 2 dengan jarak 90 meter adalah 66,46%. Namun efisiensi penyaluran pada jarak yang sama (90 meter) dengan asumsi kehilangan air pada setiap meter adalah sama yaitu 78,87% pada saluran 1 dan 66,46% pada saluran 2. Kecepatan aliran rata-rata lebih kecil dari kecepatan kritis sehingga terjadi pengendapan, untuk itu perlu rancangan ulang terhadap dimensi saluran. Hasil rancangan dimensi saluran tersier yang terbaik untuk saluran 1 adalah lebar saluran (B) 0,704 m dan kedalaman (D) 0,352 m dengan kemiringan 0,032%, sedangkan untuk saluran 2 yaitu lebar saluran (B) 0,844 m dan kedalaman (D) 0,422 m dengan kemiringan 0,02%.

Kata Kunci : Saluran Tersier, Efisiensi Penyaluran, Perancangan Saluran

ABSTRACT

Zulficar ZK : Study of tertiary irrigation ini durian linggavillage in the irrigation areas of Namu Sira Sira Sei Bingai district of Langkat guided by SUMONO and SAIPUL BAHRI DAULAY.

The need of water on the field of durian lingga village was channeled through tertiary canal that made from soil. This can affect the lossing of water through evapotranspiration, percolation and seepage so that the efficiency of water distribution is low. This study was aimed to examine the tertiary irrigation channel in durian lingga village in the irrigation areas of namu sira sira sei bingai district of langkat.

The results of the research showed the efficiency of the distribution on line 1 at a distance of 120 m was 63.12% and channel 2 at a distance of 90 m was 66.46%. The efficiency of channeling at a same distance (90 m) with the assumption of losing the water on every meters was the same, was 78.87% on channel 1 and 66.46% on channel 2. The average flow velocity was smaller than the critical speed so that precipitation happened, there for redesign of the channel dimensions was needed. The result of the best design of tertiary channel dimensions for the channel 1 was width of the channel (B) of 0.704 m and depth (D) of 0.352 m with a slope of 0.032%, while for channel 2 the width of the channel (B) was 0.844 m and the depth (D) was 0.422 m with a slope 0.02%.

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air adalah demikian penting bagi kehidupan manusia, bagi pertanian,

perikanan, peternakan, transportasi industri dan bagi kepentingan-kepentingan

lainnya. Air disini diartikan sebagai pengairan, yang sering bahkan mungkin

selalu menimbulkan berbagai masalah kehidupan di dunia terutama manusia,

kalau manusia tidak berhati-hati dalam penggunaannya, tidak pandai

melindunginya dan mengawetkannya.

Air sering menimbulkan bencana yang dahsyat kalau datang berlebihan, air

sering pula terbatas yang menjadikan manusia dan makhluk-makhluk lainnya

menjerit karena mengalami kekeringan. Bencana-bencana di atas selain karena

alami sering pula diakibatkan atau sangat ditunjang oleh pengrusakan sebagai

akibat oleh perilaku manusia sendiri. Tetapi kalau manusia memberikan perhatian

yang besar terhadap air, terhadap faktor-faktor ketersediaan atau keberadaannya di

dalam tanah, faktor-faktor yang mempengaruhi sumber-sumbernya, maka air

selamanya akan memberikan manfaat kepada berbagai makhluk hidup, terutama

manusia beserta berbagai kepentingan hidupnya (Susanto, 2006).

Irigasi atau penyiraman pada dasarnya adalah penambahan air untuk

memenuhi keperluan air bagi pertumbuhan tanaman, yang dinyatakan dengan

besarnya evapotranspirasi tanaman. Berdasarkan pengertian ini maka selama

evapotranspirasi tanaman dapat terpenuhi serta apabila tidak ada gangguan faktor

lainnya, tanaman akan tumbuh optimum. Namun demikian, dari pengertian dasar

(12)

hara, menekan populasi gulma, mencegah serangan hama, memberikan iklim

mikro yang lebih baik dan sebagainya, sehingga jumlah air yang diberikan

melebihi nilai evapotranpirasi. Penambahan beban/fungsi ini merupakan salah

satu penyebab efisiensi pemakaian air irigasi menjadi rendah. Praktek seperti ini

antara lain masih dilakukan pada budidaya tanaman padi sawah dengan sistem

genangan terus menerus (continuous flooding) (Susanto, 2006).

Sistem irigasi merupakan satu kesatuan yang tersusun dari berbagai

komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan, dan

pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Jaringan irigasi

adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air

irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan

penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan

jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran

sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang

berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari

suatu jarigan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi.

Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari

bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi,

bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya. Jaringan

irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari saluran

sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap,

bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya. Jaringan Irigasi Tersier adalah

(13)

tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang,

boks tersier, boks kuarter serta bangunan pelengkapnya.

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas,

jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (1) jaringan

irigasi sederhana, (2) jaringan irigasi semi teknis dan (3) jaringan irigasi teknis.

Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahakan secara mandiri oleh suatu

kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam

mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Jaringan irigasi semi teknis

memiliki bangunan sadap yang permanen ataupun semi permanen. Jaringan

saluran sudah terdapat beberapa bangunan permanen, namun sistem

pembagiannya belum sepenuhnya mampu mengatur dan mengukur. Jaringan

irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen. Bangunan sadap serta

bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu terdapat

pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang.

Kebutuhan air di petak tersier disalurkan melalui saluran tersier. Untuk

membangun saluran tersier yang dapat menyalurkan air dan cukup tanpa terjadi

pengendapan maupun penggerusan pada saluran perlu rancangan saluran yang

tepat baik ukurannya maupun kecepatan air mengalir.

Irigasi Namu Sira Sira merupakan salah satu irigasi teknis yang ada di

Sumatera Utara, yang mencakup empat bagian kecamatan yaitu Kecamatan Sei

Bingai, Kecamatan Kuala, Kecamatan Selesai, dan Kecamatan Binjai Selatan.

Kecamatan yang paling luas mendapat pelayanan dari irigasi Namu Sira Sira

(14)

pengelolaan saluran primer dan sekunder dilakukan oleh pemerintah, sedangkan

saluran tersier dibut dan dikelola oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).

Masalah pada saluran irigasi tersier yang sering dihadapi yaitu terjadinya

pertumbuhan tanaman liar yang meningkat di saluran sehingga mengurangi

kecepatan aliran air dan meningkatkan evapotranspirasi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji saluran irigasi tersier di Desa

Durian Lingga Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kabupaten Langkat.

Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan

syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan

Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian

lebih lanjut mengenai rancangan saluran irigasi.

3. Bagi masyarakat, untuk membantu masyarakat dalam pengembangan dan

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Irigasi

Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan yakni

dengan memberikan air secara sistematis pada tanah yang diolah. Sebaliknya

pemberian air yang berlebih pada tanah yang diolah itu akan merusakkan tanaman

(Sunaryo, dkk., 2004).

Sudjarwadi (1990) menyatakan irigasi merupakan salah satu faktor penting

dalam produksi pangan. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang

tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian,

pengelolaan, dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian.

Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah :

a. Siklus hidrologi (iklim, air atmosfer, air permukaan, air bawah permukaan)

b. Kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik, kimiawi lahan)

c. Kondisi biologis tanaman

d. Aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi)

Selain itu pengembangan sistem irigasi di masa lalu dilaksanakan bila beberapa

syarat dapat dipenuhi antara lain.: adanya lahan, sumber air yang cukup, tenaga

penggarap, jalan masuk, input usaha pertanian, pemanfaat / pasar dan dana

pembangunan yang memadai. Pengembangan umumnya memanfaatkan aliran air

sungai (run off water) dengan membangun bendung melintang sungai atau

waduk-waduk kecil. Efisiensi pemanfaatan air belum mendapatkan perhatian sepenuhnya.

Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi,

(16)

dan budaya, teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran atau hasil

yang akan diharapkan (Bustomi, 2000).

Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang

diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan,

pembagian, pemberian dan penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi

menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan,

saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari

bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah

yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi

(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).

Bentuk saluran pembawa irigasi yang sangat umum adalah saluran yang

digali dari alam (tanah) sepanjang aliran air yang dibawanya. Saluran yang

digunakan tanpa adanya lapisan pada dasar atau tepi disebut saluran tanah.

Kecepatan air yang luar biasa pada saluran tanah menyebabkan gerusan. Sangat

sedikit material asli tetap tinggal pada kecepatan lebih dari 1,5 meter per detik.

Biaya awal yang rendah merupakan keuntungan utama dari saluran tanah.

Kerugiannya adalah :

a. Kehilangan air akibat rembesan yang besar.

b. Kecepatan yang rendah dan karenanya, potongan melintang relatif besar.

(17)

d. Keadaan yang sangat sesuai untuk pertumbuhan tanah, dan rumput air

yang menahan kecepatan air dan menyebabkan besarnya biaya

pemeliharaan tahunan.

(Hansen, dkk., 1992).

Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) yang dimaksud dengan

jaringan irigasi yaitu prasarana irigasi yang pada pokoknya terdiri dari bangunan

dan saluran pemberi air pengairan beserta perlengkapannya. Berdasarkan

pengelolaannya dapat dibedakan antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi

tertier.

1. Jaringan Irigasi Utama :

Meliputi bangunan bending, saluran-saluran primer dan sekunder termasuk

bangunan-bangunan utama dan pelengkap saluran pembawa dan saluran

pembuang. Bangunan utama merupakan bangunan yang mutlak diperlukan

bagi eksploitasi meliputi bangunan pembendung, bangunan pembagi, dan

bangunan pengukur.

2. Jaringan Irigasi Tersier

Merupakan jaringan air pengairan di petak tersier, mulai air luar dari

bangunan ukur tersier, terdiri dari saluran tersier dan kuarter termasuk

bangunan pembagi tersier dan kuarter, beserta bangunan pelengkap

lainnya yang terdapat di petak tersier.

Dalam pembangunan irigasi paling tidak ada dua alternatif strategi yang

diperlukan yaitu: pertama adalah membangun proyek irigasi baru dan yang kedua

adalah rehabilitasi sarana irigasi yang ada. Selanjutnya kisaran alternatif ukuran

(18)

proyek berukuran kecil seperti sistem irigasi sederhana atau

proyek-proyek dalam ukuran sedang dan besar (Pasadaran, 1984).

Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan

bentuk/kondisi tanah asli, yang termasuk diantaranya adalah tekstur, struktur,

porositas, stabilitas, konsistensi warna maupun suhu tanah. Sifat tanah berperan

dalam aktivitas perakaran tanaman, baik dalam hal absorbsi unsur hara, air

maupun oksigen juga sebagai pembatas gerakan akar tanaman

(Hakim, dkk., 1986).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2 mm–50 µm),

debu (50–2 µm), dan liat (< 2 µm) di dalam tanah. Kelas tekstur tanah dibagi

dalam 12 kelas yaitu : pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung,

lempung berdebu, debu, lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat

berdebu, liat berpasir, liat berdebu, dan liat (Hardjowigeno, 1993).

Hubungan tekstur tanah dengan daya menahan air dan ketersediaan hara

tanah yaitu tanah dengan tekstur liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar

sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, sebaliknya

tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit

menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah bertesktur halus lebih aktif dalam

(19)

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Kerapatan massa adalah berat per unit volume tanah yang dikeringkan

dengan oven yang biasanya dinyatakan dalam g/cm3. Setiap perubahan dalam

struktur tanah mungkin untuk mengubah jumlah ruang-ruang pori dan juga berat

per unit volume (Foth, 1994).

��= �� �� =

��

��+��+�� ……….(1)

Dimana :

�b = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3)

Ms = massa tanah (g)

Vt = volume total tanah (volume ring) (cm3)

Tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar. Pada

tanah mineral bagian atas mempunyai kandungan bulk density yang lebih rendah

dibandingkan tanah dibawahnya. Bulk density dilapangan tersusun atas

tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0 – 1,6 g/cm3. Tanah organik memiliki

nilai bulk density yang lebih rendah, misalnya dapat mencapai 0,1 – 0,9 g/cm3

pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak

mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung,

kemampuan tanah menyimpan air drainase dan lain-lain. Sifat fisik tanah ini

banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaan

(Hardjowigeno, 2003).

Bulk density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle

density tanah sangat besar maka bulk density juga besar. Hal ini dikarenakan

partikel density berbanding lurus dengan bulk density, namun apabila tanah

(20)

rendah. Dapat dikatakan bahwa particle density berbanding terbalik dengan kadar

air. Hal ini terjadi jika suatu tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi dalam

menyerap air tanah, maka kepadatan tanah menjadi rendah karena pori-pori di

dalam tanah besar sehingga tanah yang memiliki pori besar akan lebih mudah

memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah 2005).

Menurut Islami dan Utomo (1995) besarnya bobot volume (bulk density)

tanah-tanah pertanian bervariasi dari sekitar 1,0 g/cm3 sampai 1,6 g/cm3, yang

dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah, dan struktur

tanah atau lebih khusus bagian rongga pori tanah. Nilai porositas pada tanah

pertanian bervariasi dari 40% sampai 60%.

Menurut Nurmi, dkk (2009) nilai bulk density berbanding terbalik dengan

ruang pori total tanah. Nilai bulk density yang tinggi menunjukkan bahwa tanah

tersebut lebih padat dibandingkan dengan tanah-tanah yang memiliki nilai bulk

density yang lebih rendah. Semakin padat suatu tanah, volume pori pada tanah

tersebut semakin rendah.

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)

Kerapatan partikel tanah menunjukkan perbandingan antara massa tanah

kering terhadap volume tanah kering dengan persamaan :

�s = ����………(2)

Dimana,

�s = Kerapatan partikel (g/cm3)

Vs = Volume tanah (cm3)

(21)

Mustofa (2007) menyatakan bahwa nilai particle density dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik,

pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, kandungan air tanah, dan

lain-lain. Pengolahan tanah yang sangat intensif akan menaikkan particle density.

Hal ini disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori

menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi particle density yaitu kadar air, tekstur

tanah, struktur tanah, bahan organik, dan topografi. Kandungan bahan organik di

dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah. Semakin banyak

kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka makin kecil nilai

particle densitynya (Hanafiah, 2005).

Berat jenis butir adalah berat bagian padat dibagi dengan volume bagian

padat dari tanah tersebut. Berat jenis butir tanah pada umumnya berkisar antara

2,6-2,7 g/cm3. Dengan adanya kandungan bahan organik pada tanah maka nilai

menjadi lebih rendah. Istilah kerapatan ini sering dinyatakan dalam istilah berat

jenis atau specific gravity, yang berarti perbandingan kerapatan suatu benda

tertentu terhadap kerapatan air pada keadaan 40C dengan tekanan udara biasa,

yaitu satu atmosfer (Sarief, 1986).

Porositas Tanah

Porositas total atau ruang pori total adalah volume seluruh pori dalam

suatu volume tanah yang utuh yang dinyatakan dalam persen. Porositas total

merupakan indikator awal yang paling mudah untuk mengetahui apakah suatu

tanah mempunyai struktur baik atau jelek. Pengukuran porositas total dilakukan

(22)

�= ���� = ��+��+����+�� ……….(3)

Dimana :

f = ruang pori atau porositas tanah

Vf = volume ruang pori (cm2)

Vt = volume total (volume ring) (cm2)

Hubungan porositas dengan kerapatan massa (bulk density), yaitu :

�= ��−���� = 1−���� ………..(4)

Kemampuan tanah menyimpan air tergantung dari porositas tanah. Pada porositas

yang tinggi, maka tanah akan dapat menyimpan air dalam jumlah yang besar,

sehingga air hujan yang datang akan dapat meresap atau mengalami infiltrasi yang

cepat tanpa terjadinya aliran permukaan (Suryatmojo, 2006).

Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur, dan

tekstur tanah. Porositas tanah tinggi jika kandungan bahan organik tinggi. Tanah

dengan struktur granuler/remah mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada

tanah-tanah dengan struktur massive/pejal. Tanah bertekstur kasar (pori makro)

memiliki porositas lebih kecil daripada tanah bertekstur halus (pori mikro),

sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno, 2007).

Bahan Organik Tanah

Menurut Hasibuan (2006) bahan organik adalah segala bahan-bahan atau

sisa-sisa yang berasal dari tanaman, hewan, dan manusia yang terdapat

(23)

Debit

Pengukuran debit air dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Dalam pengukuran debit air secara langsung digunakan beberapa alat

pengukur yang secara langsung dapat menunjukkan ketersediaan air pengairan

bagi penyaluran melalui jaringan-jaringan yang telah ada/telah dibangun. Dalam

hal ini berbagai alat pengukur yang telah biasa digunakan yaitu : alat ukur pintu

romijin, sekat ukut tipe Cipoletti, sekat ukur tipe Thompson, dan alat ukur

Parshall Flume. Dalam pengukuran tidak langsung yang sangat diperhatikan yaitu

tentang kecepatan aliran (V) dan luas penampang aliran (A), sehingga terdapat

rumus pengukuran debit air sebagai berikut :

Q = V x A ………...(5)

Dimana,

Q = Debit air (m3/detik)

V = Kecepatan aliran (m/detik)

A = Luas penampang aliran (m2)

Tentang kecepatan aliran dapat diukur dengan pelampung (metode pelampung),

dengan alat ukur (current meter) ataupun dengan menggunakan rumus

(Kartasapoetra dan Sutedja, 1991).

Debit air juga dapat diukur dengan menggunakan sekat ukur tipe Cipoletti

atau Thomson (Segitiga 90o). Seorang insinyur Italia bernama Cipoletti

merancangkan suatu bendung trapesium dengan kontraksi sempurna di mana

pengaliran diberikan secara langsung sebanding dengan panjang ambang bendung

(24)

dipakai secara luas karena memiliki banyak keuntungan. Persamaan Cipoletti

yang menunjukkan pengaliran adalah:

Q = 0.0186 LH3/2 ...(6)

Dimana Q adalah dalam liter tiap detik dan L dan H adalah dalam sentimeter.

Untuk bendungan segitiga 90o(tipe Thomsom) persamaannya adalah:

Q = 0.0138H5/2...(7)

Di mana Q adalah dalam liter per detik dan H adalah dalam sentimeter.

(Hansen, dkk, 1992).

Menurut Asdak (1995) pengukuran debit aliran yang paling sederhana

dapat dilakukan dengan metoda apung. Caranya dengan menempatkan benda yang

tidak dapat tenggelam di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan

mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu

titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan.

Evapotranspirasi

Evaporasi merupakan proses penguapan air yang berasal dari permukaan

bentangan air atau dari bahan padat yang mengandung air. Laju evaporasi sangat

bergantung pada masukan energi yang diterima, maka akan semakin banyak

molekul air yang diuapkan. Transpirasi merupakan penguapan air yang berasal

dari jaringan tumbuhan melalui stomata (Lakitan, 1994).

Evapotranspirasi merupakan kehilangan air melalui proses penguapan dari

tumbuh-tumbuhan, yang banyaknya berbeda-beda tergantung dari kadar

kelembaban tanah dan jenis tumbuhan. Pada daerah saluran yang tidak dilapisi

(25)

dapat dikatakan selalu besar. Jika air yang tersedia dalam tanah cukup banyak

maka evapotranspirasi disebut evapotranspirasi potensial. Evapotranspirasi

merupakan faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air dalam rencana pengairan

bagi lahan-lahan pertanian dan merupakan proses yang penting dalam siklus

hidrologi. Menurut perhitungan BLANEY – CRIDDLE :

U = �.�.(45,7�+813)

100 ………..(8)

K = Kt x Kc ………(9)

Kt = 0,0311 t + 0,240 ………(10)

Dimana, U = Transpirasi bulanan (mm)

t = Temperatur udara rata-rata bulanan (0C)

Kc = Koefisien Tanaman bulanan

P = Persentase jam siang bulanan dalam setahun

(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Penggunaan konsumtif diartikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan tanaman. Doorenbos dan Pruit (1977) mendefinisikan kebutuhan air

tanaman sebagai jumlah air yang disediakan untuk mengimbangi air yang hilang

akibat evaporasi dan transpirasi. Evapotranspirasi adalah gabungan proses

penguapan dari permukaan tanah atau evaporasi dan penguapan dari daun

tanaman atau transpirasi. Besarnya nilai evaporasi dipengaruhi oleh iklim,

varietas, jenis dan umur tanaman. Dengan memasukkan efisiensi tanaman (kc),

penggunaan konsumtif tanaman merupakan fungsi dari evapotranspirasi potensial

tanaman. Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) penggunaan konsumtif

dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :

(26)

dengan :

Etc = penggunaan konsumtif (mm/hari),

Eto = evapotranspirasi potensial (mm/hari),

kc = koefisien tanaman.

Rembesan

Perembesan air dan kebocoran air pada saluran pengairan pada umumnya

berlangsung ke samping (horizontal) terutama terjadi pada saluran-saluran

pengairan yang dibangun pada tanah-tanah tanpa dilapisi tembok, sedang pada

saluran yang dilapisi (kecuali kalau keadaannya retak-retak) kehilangan air

sehubungan dengan terjadinya perembesan dan kebocoran tidak terjadi. Untuk

menghitung kehilangan air pengairan sehubungan dengan berlangsungnya

perembesan pada saluran pengairannya, berdasarkan cara empiris yaitu dengan

menghitung konduktivitas hidrolik tanah, kemiringan saluran serta beberapa

parameter (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Bila air bernilai tinggi dan tanah dimana bangunan dibangun cukup lulus

air, maka mungkin akan ekonomis untuk melapisi saluran guna mengurangi

rembesannya. Laju rembesan dari saluran tak-berlapis terutama dipengaruhi oleh

sifat tanah dan kedudukan permukaan air tanah. Laju rembesan dapat diukur

dengan penggenangan, pengukuran aliran masuk-aliran keluar, dan penetapan

dengan alat ukur rembesan (Linsley and Franzini, 1991).

Beberapa macam cara yang dipergunakan untuk mengukur rembesan dari

saluran adalah pemasukan-pengeluaran (inflow-outflow), empang, meteran

(27)

termasuk tahanan listrik dan penelusuran daripada alam serta garam radioaktif.

Metode terbaik yang sesuai terhadap suatu saluran akan tergantung kepada

kedalaman dan kecepatan aliran, kemampuan mendrain saluran, material yang di

dasar dan perimbangan rembesan. Salah satu metode yang sering digunakan

adalah metode inflow-outflow. Metode inflow-outflow terdiri dari pengukuran

aliran yang masuk dan aliran ke luar dari suatu penampang saluran yang

dipilihnya (Hansen, dkk., 1992).

Perkolasi

Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh, yang terletak

di antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya

perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang diinginkan, yang besarnya

dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara

permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Perkolasi tidak mungkin terjadi

sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang (field capacity)

(Soemarto, 1995).

Perkolasi adalah pembebasan air ke dalam lapisan tanah bagian dalam,

berlangsung secara vertikal dan horizontal, perembesan ini sangat dipengaruhi

oleh sifat-sifat fisik tanah (antara lain permeabilitas dan tekstur tanah),

pengendapan-pengendapan lumpur dan kedalaman muka air tanah.

Berlangsungnya yaitu sebagai akibat dari gaya berat. Perkolasi yang berlangsung

secara vertikal merupakan kehilangan air ke lapisan tanah yang lebih dalam,

sedang yang berlangsung secara horizontal merupakan kehilangan air ke arah

(28)

lahan-lahan pertanaman dibentuk dengan terrasering. Kehilangan air karena

horizontal percolation berlangsung dengan menonjol, rata-rata besarnya antara

3-10 kali lebih besar dari vertical percolation. Sedang di dataran rendah

berlangsungnya kehilangan sehubungan dengan perkolasi biasanya relatif rendah

(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Salah satu cara menentukan laju perkolasi di lapangan adalah dengan

metode silinder. Pengukuran dengan metode silinder yaitu dengan membenamkan

pipa ke tanah sedalam 30-40 cm, lalu diisi air setinggi 10 cm (h1),

(Harianto, 1987) dalam Susanto (2007). Laju perkolasi dihitung dengan rumus:

P = ℎ1−ℎ2

�1−�2 mm/hari ………..(12)

Dimana,

P : Laju perkolasi (mm/hari)

h1-h2 : Beda tinggi air dalam silinder waktu t1 dan t2 (mm)

t1-t2 : Selisih waktu pengamatan air dalam pipa (hari)

Efisiensi Irigasi

Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah

air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air

yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal

ini dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian

air dan efisiensi penyimpanan air (Dumairy, 1992).

Penggunaan air irigasi yang efisien adalah merupakan kewajiban setiap

pemakai. Konsep efisiensi pemberian air irigasi yang paling awal untuk

(29)

air irigasi kemudian datang dari pintu pengambilan dari sungai atau waduk.

Kehilangan yang terjadi pada waktu air disalurkan sering berlebihan. Efisiensi

saluran pembawa yang diformulasikan untuk mengevaluasi kehilangan tersebut

dapat dinyatakan sebagai berikut :

Ec = 100 ��

�� ………(13)

Dimana,

Ec = Efisiensi saluran pembawa air

Wf = Air yang disalurkan ke sawah

Wr = Air yang diambil dari sungai atau waduk

(Hansen, dkk., 1992).

Setelah menyalurkan air yang tersedia kesawah melalui bangunan pembagi

dan pembawa, yang diperlukan adalah pemakaian air secara efisien. Sering terjadi

dengan menyolok lebih banyak air yang dialirkan ke dalam tanah daripada yang

mungkin bisa ditahannya. Konsep efisiensi pemakaian air berikut ini

dikembangkan untuk mengukur dan memusatkan perhatian terhadap efisiensi

dimana air disalurkan sedang ditampung pada daerah akar dari tanah, yang dapat

digunakan oleh tumbuh-tumbuhan.

Ea = 100 ��

�� ………(14)

Dimana,

Ea = efisiensi pemakaian air

Ws = air yang ditampung dalam tanah daerah akar selama pemberian air

irigasi

(30)

Konsep efisiensi pemakaian air dapat diterapkan pada proyek, sawah, atau lading

untuk mengevaluasi pelaksanaan pemberian air irigasi. Efisiensi pemberian air

irigasi dapat berbeda-beda dari harga yang paling rendah sampai mendekati 100

persen (Hansen, dkk., 1992).

Ketepatgunaan pengairan petak tersier diperdugakan akan tetap terjamin

sehubungan dengan adanya air hujan, debit air yang masuk ke petak walaupun

adanya debit air yang keluar dari petak dan kehilangan-kehilangan lainnya. Untuk

mengetahui dan menentukannya dapat dimanfaatkan rumus berikut :

Ept = (�1+��)−�2

(�1+��) x 100% ………...(15)

Dimana,

Ept = ketepatgunaan pengairan petak tersier.

CH = Curah air hujan.

Q1 = Debit air yang masuk ke petak pertanaman.

Q2 = Debit air yang keluar dari petak pertanaman.

(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Salah satu persoalan utama yang terjadi dalam penyediaan air irigasi

adalah semakin langkanya ketersediaan air (water scarcity) pada waktu-waktu

tertentu. Pada sisi lain permintaan air untuk berbagai kebutuhan cenderung

semakin meningkat sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk, beragamnya

pemanfaatan air, berkembangnya pembangunan, serta kecenderungan

menurunnya kualitas air akibat pencemaran oleh berbagai kegiatan

(31)

Efisiensi irigasi dapat ditingkatkan dengan penjadwalan irigasi.

Penjadwalan irigasi, berarti perencanaan waktu dan jumlah pemberian air irigasi

sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Suplai air yang terbatas dapat menurunkan

produksi tanaman. Sedangkan suplai air yang berlebih selain dapat menurunkan

produksi tanaman juga dapat meningkatkan jumlah air irigasi yang hilang dalam

bentuk perkolasi (Raes, 1987).

Kecepatan Aliran

Berbagai persamaan digunakan untuk menghitung laju aliran dalam

saluran terbuka. Persamaan Chezy adalah :

V = C(RS)1/2 ………...(16)

Dimana V adalah kecepatan aliran rata-rata, C adalah suatu koefisien, R adalah

jari-jari hidrolik (luas penampang dibagi dengan keliling basah), dan S adalah

kemiringan garis energi (sama dengan kemiringan permukaan air dan juga dengan

dasar saluran pada aliran seragam) (Linsley and Franzini, 1991).

Dalam pengukuran debit air kecepatan aliran/arus air dapat diperhitungkan

dengan memanfaatkan beberapa rumus sebagai berikut :

1. Rumus Chezy :

V = �

√328√�� ………...(17)

Dimana,

V = kecepatan aliran air (m/detik)

C = koefisisen kekasaran dinding dan dasar saluran

R = jari-jari hodrolik (m)

(32)

2. Rumus Manning :

V = kecepatan aliran air (m/detik)

n = koefisien kekasaran dinding dan dasar saluran

R = jari-jari hidrolik (m)

i = kemiringan dasar saluran

Rumus Manning tersebut sebaiknya digunakan jika hanya terdapat debit-debit

yang diukur pada permukaan air tinggi. Luas penampang melintang dan radius

hidrolik (jari-jari hidrolik) yang sesuai dengan permukaan air yang sembanrang,

dapat diketahui dari penampang melintang (Kartasapoetra dan Sutedja, 1991).

Menurut Lenka (1991) dari suatu aliran, jika A, n, dan S adalah tetap, Q

(volume dari aliran air (Q = A x V) tergantung dari radius hidrolik (R = A/P).

koefisien kekasaran tergantung dari tipe aliran dan pemeliharaan aliran serta

mengikuti nilai yang diperbolehkan digunakan untuk pemeliharaan aliran yang

baik.

Tabel 1. Nilai Koefisien Kekasaran

R n

Kecepatan kritis merupakan kecepatan aliran air yang tidak menyebabkan

(33)

denagn Vo, nilai dari Vo dapat diperoleh melalui persamaan yang diungkapkan

oleh Kennedy, yaitu :

Vo = 0,546 x D0,64 ………..(19)

Dimana D adalah kedalaman air.

Rasio Kecepatan Kritis

Perbandingan antara kecepatan aliran V terhadap kecepatan kritis Vo

disebut sebagai rasio kecepatan kritis.

CRV = �

�� atau m = �

�� ………(20)

(Basak, 1999).

Jika m = 1 berarti tidak terjadi pengendapan atau penggerusan, jika m > 1 maka

akan terjadi penggerusan, dan jika m < 1 maka akan terjadi pengendapan. Maka

melalui nilai m ini kondisi saluran dapat diprediksi terjadi penggerusan atau

pengendapan.

Kecepatan minimum yang diizinkan atau kecepatan tanpa pengendapan

(nonsliting velocity) merupakan kecepatan terendah yang tidak menimbulkan

sedimentasi dan mendorong pertumbuhan tanaman air dan ganggang. Kecepatan

ini sangat tidak menentu dan nilainya yang tepat tidak dapat ditentukan dengan

mudah. Bagi air yang tidak mengandung lanau (silk), hal ini tidak membawa

pengaruh besar kecuali terhadap pertumbuhan tanaman. Umumnya dapat

dikatakan bahwa kecepatan rat-rata : 2 sampai 3 kali per detik dapat digunakan

bila persentase lanau ditunjukkan dalam saluran kecil tidak kurang dari 2,5 kaki

per detik dapat mencegah pertumbuhan tanaman air yang dapat mengurangi

(34)

Kemiringan Saluran

Persoalan kedudukan saluran dalam berbagai segi serupa dengan persoalan

letak jalan raya, tetapi pemecahannya dapat lebih sulit karena kemiringan dasar

saluran haruslah selalu mengarah ke bawah dan perubahan kemiringan yang

berkali-kali (dan demikian juga perubahan penampangnya) haruslah dihindari.

Dalam batasan topografi, jalur saluran yang pasti ditentukan oleh kemiringan yang

dapat diterima. Kemiringan yang berlebihan dapat mengakibatkan kecepatan yang

cukup untuk menggerus dasar dari sisi saluran. Kecepatan yang mengakibatkan

mulainya penggerusan tergantung pada jenis bahan dasar dan bentuk penampang

saluran. Tanah berbutir halus biasanya tergerus oleh kecepatan yang lebih rendah

daripada untuk tanah berbutir kasar, tetapi tidak selalu demikian, karena adanya

bahan-bahan perekat pada tanah yang bersangkutan dapat sangat meningkatkan

daya tahannya terhadap penggerusan (Linsley and Franzini, 1991).

Kemiringan memanjang saluran ditentukan berdasarkan kemiringan taraf

muka air yang diperlukan. Ketinggian taraf muka air ini direncanakan berdasarkan

tingga air di sawah yang diperlukan yang selanjutnya dihitung berdasarkan

kehilangan tinggi tekan di setiap bangunan dan disepanjang saluran. Kemiringan

talud saluran bergantung kepada jenis tanah, kedalaman saluran, dan terjadinya

rembesan saluran. Kemiringan minimum talud saluran pembawa untuk jenis tanah

lempung pasiran, tanah pasiran kohesif yaitu 1,5 – 2,5. Untuk jenis tanah pasir

(35)

Rancangan Saluran

Pengendapan sedimen dan penggerusan di saluran pembawa dapat terjadi

akibat perubahan kapasitas debit. Dengan menurunnya kapasitas debit di bagian

hilir dari jaringan saluran dapat menimbulkan terjadinya pengendapan sedimen.

Untuk itu dalam desain harus disyaratkan bahwa pengendapan dan penggerusan

setempat di setiap potongan melintang harus seimbang sepanjang tahun. Agar

terjadi keseimbangan tersebut maka dalam desain ditentukan perbandingan

kedalaman air, h, dengan lebar dasar, b, (h:b) dan kemiringan memanjang saluran,

i. Perbandingan antara kedalaman air dengan dasar saluran (h:b) tersebut berkisar

antara 1, 1,5, 2, 2,5, 3, 3,5, 4, dan 4,5 serta 5, 6, 8, 10, dan 12 yang tergantung

pada besarnya debit saluran dari 0,0050 m3/dt sampai dengan 80m3/dt. Bentuk

penampang melintang saluran untuk mengalirkan air dengan penampang sekecil

mungkin bentuk penampang basah yang paling baik adalah bentuk setengan

lingkaran. Dalam praktek bentuk ini sulit dibangun sehingga bentuk yang lazim

digunakan yaitu bentuk trapezium (Mawardi, 2007).

Secara umum, pengendapan dapat mengubah saluran yang sangat tidak

beraturan menjadi cukup beraturan dan memperkecil n, sedangkan penggerusan

dapat berakibat sebaliknya dan memperbesar n. Namun efek utama dari

pengendapan akan tergantung pada sifat alamiah bahan yang diendapkan.

Endapan yang tidak teratur seperti gelombang pasir dan alur-alur pasir

menjadikan saluran tidak beraturan dan kekasaran meningkat. Besar dan

keserbasamaan penggerusan akan tergantung pada bahan pembentuk keliling

basah. Sebab itu, bahan yang berpasir atau berkerikil akan tererosi secara lebih

(36)

hulu akan cenderung memperbaiki ketidakteraturan saluran dibandingkan dengan

tanah liat. Energ yang dipakai untuk menggerus dan mengangkut bahan dalam

suspensi atau menggulingkannya sepanjang dasar saluran juga memperbesar nilai

n. efek penggerusan tidak terlalu nyata selama erosi pada dasar saluran yang

diakibatkan oleh kecepatan air yang tinggi berlangsung secara terus menerus dan

serba sama (Chow, 1997).

Menurut Hansen, dkk (1992) tepi saluran tanah biasanya dibuat miring

sedemikian rupa seperti kemampuan tanah berdiri bila keadaan basah. Kemiringan

tepi berbeda dari tiga horizontal dan satu vertikal (bagi material yang sangat

stabil). Hubungan antara lebar dasar saluran (b) dengan kedalaman pada saluran

tanah (d) ditentukan sesuai dengan keadaan topografi. Lebar dasar saluran dapat

lebih kecil dari kedalamannya atau dapat sepuluh kali atau lebih besar dari

kedalamannya. Potongan melintang hidrolik terbaik pada keadaan bangunan yang

sesuai adalah :

B = 2d tan �

(37)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai April 2013 di

desa Durian Lingga daerah irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai

Kabupaten Langkat.

Alat dan Bahan Penelitan

Alat Penelitian:

1. Stopwatch

Digunakan untuk menghitung waktu yang dibutuhkan.

2. Tape

Digunakan untuk mengukur panjang saluran.

3. Waterpass

Digunakan untuk mengukur kemiringan saluran.

4. Sekat Ukur Tipe Segitiga 900 (Thomson).

Digunakan untuk mengukur debit saluran.

5. Silinder Besa

Untuk mengukur laju perkolasi pada saluran

6. Penggaris

Untuk mengukur penurunan air pada silinder besi

7. Tabung Erlenmeyer

Untuk menghitung nilai kerapatan partikel tanah

8. Ring Sampel

(38)

Bahan Penelitian

1. Deskripsi jaringan irigasi diperoleh dari kantor proyek irigasi

2. Peta jaringan irigasi diperoleh dari dinas pekerjaan umum

3. Data rata-rata suhu bulanan

4. Data persentase jam siang hari bulanan

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian di lapangan dengan

mengukur parameter-parameter yang diteliti dan kemudian melakukan evaluasi

terhadap saluran tersier di Desa Durian Lingga Daerah Irigasi Namu Sira Sira.

Pelaksanaan Penelitian

1. Mendeskripsikan jaringan irigasi yang meliputi:

a. Letak dan luas daerah irigasi

b. Keadaan Iklim

c. Kondisi bangunan irigasi

2. Menetapkan saluran yang akan dilakukan pengukuran

3. Menghitung efisiensi penyaluran air irigasi dengan cara:

a. Diukur debit air secara langsung pada pangkal dan ujung saluran

dengan menggunakan sekat ukur tipe segitiga 900 (Thompson)

b. Dihitung efisiensi penyaluran dengan menggunakan persamaan

(13).

4. Menghitung kecepatan aliran

a. Dihitung luas penampang saluran dengan menggunakan rumus:

(39)

A = panjang x lebar

• Untuk penampang berbentuk Trapesium:

A = 1

2 (jumlah sisi sejajar)

b. Dihitung kecepatan aliran rata-rata dengan rumus:

V = Q A

c. Dihitung nilai kecepatan kritis menggunakan persamaan (19)

5. Evapotranspirasi

Prosedur perhitungan evapotranspirasi adalah sebagai berikut:

- Ditentukan temperatur rata-rata bulanan (oF)

- Ditentukan koefisien tanaman sesuai dengan jenis tanaman yang

tumbuh

- Ditentukan persentase jam siang bulanan dalam setahun

- Dihitung besar evapotransprasi dengan menggunakan persamaan (8)

6. Perkolasi

- Dibenamkan silinder ke dasar saluran sedalam 30-40 cm

- Dicatat penurunan permukaan air selama 24 jam

- Dihitung laju perkolasi dengan menggunakan persamaan (12)

- Dilakukan perulangan sebanyak 3 kali.

7. Rembesan

Prosedur perhitungan rembesan adalah sebagai berikut:

- Diketahui nilai evapotranspirasi

- Diketahui nilai perkolasi

- Dihitung nilai rembesan dengan menggunakan rumus :

(40)

8. Ukuran Saluran

- Diukur debit saluran tersier secara langsung dengan menggunakan

sekat ukur tipe Thomson

- Ditentukan nilai koefisien kekasaran (N)

- Diukur kemiringan saluran dengan menggunakan waterpass

- Dihitung kedalaman rata-rata hidrolik

- Diukur lebar dan dalam saluran yang ada

- Dengan debit yang tersedia dan penetapan lebar saluran kemudian

dirancang dimensi saluran irigasi yang yang sesuai untuk mendapatkan

nilai kecepatan rata-rata yang sama dengan kecepatan kritis agar tidak

terjadi penggerusan atau pengendapan.

9. Sifat Fisik Tanah

a. Kerapatan Massa (Bulk Density)

- Diambil sampel tanah menggunakan ring sample pada kedua saluran,

baik di tepi dan di dasar saluran.

- Diovenkan selama 24 jam dan ditimbang berat tanah kering oven.

- Dihitung volume ring untuk mengetahui volume tanah.

- Dihitung kerapatan massa tanah dengan rumus yang digunakan pada

persamaan (1).

b. Kerapatan Partikel (Particle Density)

- Dimasukkan tanah kering oven ke dalam gelas ukur kemudian diukur

(41)

- Dimasukkan air sebanyak 350 ml ke dalam erlenmeyer 500 ml dan

dimasukkan tanah kering oven ke dalam erlenmeyer kemudian

dikocok-kocok.

- Dibiarkan selama 24 jam dan dihitung volume air tanah pada

erlenmeyer.

- Dihitung kerapatan partikel tanah dengan persamaan 2.

c. Porositas

Porositas tanah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4)

d. Tekstur Tanah dan Bahan Organik

Ditentukan tekstur tanah dan bahan organic tanah dengan menganalisis

sampel tanah di Laboratorium Sentral, Fakultas Pertanian Universitas

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Letak geografis daerah Namu Sira-sira berada pada kisaran 3’ 31’ LU dan

98’ 27’ BT. Mencakup empat bagian kecamatan yaitu kecamatan Sei Bingai,

Kecamatan Kuala, Kecamatan Selesai, dan Kecamatan Binjai Selatan. Kecamatan

yang paling luas mendapat pelayanan dari irigasi Namu Sira – Sira adalah

Kecamatan Sei Bingai.

Desa Durian Lingga merupakan salah satu desa yang terdapat di

Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat. Curah hujan rata-rata di Desa Durian

Lingga antara 201-300 mm dengan jumlah bulan hujan selama 5 bulan. Desa

Durian Lingga merupakan salah satu desa yang dialiri oleh jaringan irigasi Namu

Sira Sira. Luas lahan sawah di desa ini adalah seluas 134,41 Ha dengan rincian

109,41 ha sawah irigasi teknis, 20 ha sawah irigasi semi teknis dan 5 ha sawah

tadah hujan (BPMDK, 2010).

Desa Durian Lingga ini berjarak 5 Km dari ibu kota kecamatan dan 20 Km

dari ibu kota kabupaten dengan jumlah penduduk sebanyak 2.069 jiwa. Secara

administratif, batas-batas desa adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Namu Ukur Utara

Sebelah Selatan : Desa Pekan Sawah

Sebelah Timur : Desa Pasar VIII Namu Trasi

Sebelah Barat : Desa Belinteng

(43)

1. Sifat Fisik Tanah

Tekstur Tanah

Pengukuran tekstur tanah pada 2 saluran tersier di Desa Durian Lingga

Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisa Teksur Tanah

Lokasi Fraksi Tekstur Tanah

Pasir (%) Debu (%) Liat (%)

Tepi Saluran 1 65,12 8 26,88 Lempung Berpasir

Dasar Saluran 1 73,84 14,56 11,60 Lempung Berpasir

Tepi Saluran 2 59,12 24 16,88 Lempung Berpasir

Dasar Saluran 2 75,84 0 24,16 Lempung Liat Berpasir

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tanah pada saluran tersier 1 memiliki

tekstur yang sama antara tepi dan dasar saluran yaitu lempung berpasir dan

saluran tersier 2 memiliki tekstur yang berbeda yaitu lempung berpasir pada tepi

saluran dan lempung liat berpasir pada dasar saluran yang dapat ditentukan

dengan menggunakan segitiga USDA.

Hubungan tekstur tanah dengan daya menahan air dan ketersediaan hara

tanah yaitu tanah dengan tekstur liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar

sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, sebaliknya

tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit

menyerap (menahan) air dan unsur hara (Hadjowigeno 2007).

Jika dilihat perbandingan persentase pasir, liat, dan debu pada kedua

saluran, persentase kandungan pasir dan liat pada tepi saluran 1 lebih besar dari

pada tepi saluran 2, sedangkan kandungan debu pada tepi saluran 1 lebih kecil

dari tepi saluran 2. Untuk dasar saluran kandungan pasir dan liat saluran 1 lebih

(44)

2. Kalau dilihat dari kandungan liatnya tepi saluran 1 lebih sulit untuk

meloloskan air dibandingkan dengan tepi saluran 2 dan dasar saluran 1 lebih

mudah dibandingkan dengan dasar saluran 2. Namun kemungkinan tanah untuk

meloloskan air juga akan dipengaruhi oleh faktor lain, seperti kandungan bahan

organik, porositas tanah, dan pori-pori tanah.

Bahan Organik Tanah

Pengukuran bahan organik tanah tanah pada 2 saluran tersier di Desa

Durian Lingga Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten

Langkat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisa Bahan Organik

No Lokasi % C – organic Bahan Organik (%)

1 Dasar Saluran 1 0,62 1,07

Tepi Saluran 1 1,16 1,99

2 Dasar Saluran 2 0,57 0,98

Tepi Saluran 2 1,16 1,99

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa bahan organik pada tepi saluran lebih

besar dari pada dasar saluran, sehingga mengakibatkan tanah pada dasar saluran

lebih padat dan lebih susah untuk meloloskan air. Menurut Hardjowigeno (2003)

tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar. Pada tanah

mineral bagian atas mempunyai kandungan bulk density yang lebih rendah

dibandingkan tanah dibawahnya.

Kerapatan Massa (Bulk Density)

Pengukuran kerapatan massa tanah pada 2 saluran tersier di Desa Durian

Lingga Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat

(45)

Tabel 4. Hasil Analisa Kerapatan Massa (Bulk Density)

Lokasi Kerapatan Massa (Bulk Density)

Tepi Saluran (g/cm3) Dasar Saluran (g/cm3)

Saluran 1 0,74 0,81

Saluran 2 0,56 0,98

Dari tabel di atas dapat dilihat hasil pengukuran kerapatan massa yang

berbeda antara tepi saluran dan dasar saluran, dimana nilai kerapatan massa di

dasar kedua saluran lebih besar dibandingkan dengan di tepi kedua saluran. Nilai

kerapatan massa tanah berada diantara 0,56 g/cm3 sampai 0,98 g/cm3. Menurut

Hardjowigeno (2003) Tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih

besar. Bulk density di lapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya

berkisar 1,0 – 1,6 g/cm3. Tanah organik memiliki nilai bulk density yang lebih

rendah, misalnya dapat mencapai 0,1 – 0,9 g/cm3.

Kerapatan massa tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik dan

tekstur tanah. Semakin besar kandungan bahan organik pada tanah maka

kerapatan massa tanahnya semakin kecil. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa

kandungan bahan organik tepi saluran lebih besar dibandingkan dasar saluran,

sehingga kerapatan massa tepi saluran lebih kecil dari dasar saluran. Sedangkan

untuk tekstur tanah dilihat dari fraksi pasirnya, tepi saluran 1 dan tepi saluran 2

lebih kecil dari dasar saluran 1 dan dasar saluran 2 (dapat dilihat pada Tabel 2).

Semakin besar kandungan pasir pada tanah akan menyebabkan tanah tersebut

semakin padat sehingga nilai kerapatan massanya tinggi. Menurut Islami dan

Utomo (1995) besarnya bulk density dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan

bahan organik tanah, dan struktur tanah atau lebih khusus bagian rongga pori

(46)

Kerapatan Partikel (Particle Density)

Pengukuran kerapatan partikel tanah pada 2 saluran tersier di Durian

Lingga Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat

dapat dilihat pada Tabel 5 dan perhitungan pada Lampiran 2.

Tabel 5. Hasil Analisa Kerapatan Partikel (Particle Density)

Lokasi Kerapatan Partikel (Particle Density)

Tepi Saluran (g/cm3) Dasar Saluran (g/cm3)

Saluran 1 2,59 2,72

Saluran 2 2,40 2,69

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai kerapatan partikel pada kedua

saluran berbeda. Kerapatan partikel pada dasar saluran lebih besar dibandingkan

tepi saluran. Nilai kerapatan partikel berbanding lurus dengan kerapatan massa.

Menurut Hanafiah (2005) bulk density sangat berhubungan dengan particle

density, jika particle density tanah besar maka bulk densitynya juga besar.

Nilai kerapatan partikel berada diantara 2,40 g/cm3 sampai 2,72 g/cm3.

Menurut Sarief (1986) berat jenis butir tanah pada umumnya berkisar antara

2,6-2,7 g/cm3. Besarnya nilai kerapatan partikel dipengaruhi oleh kandungan bahan

organik pada tanah. Semakin besar nilai kandungan bahan organik maka semakin

rendah nilai kerapatan partikel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarief (1986)

bahwa dengan adanya kandungan bahan organik pada tanah maka nilai berat jenis

butir menjadi lebih rendah. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kandungan bahan

organik dasar saluran lebih kecil dibandingkan tepi saluran, sehingga kerapatan

(47)

Porositas Tanah

Nilai porositas tanah pada 2 saluran tersier di Desa Durian Lingga Daerah

Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat dapat dilihat

pada Tabel 6 dan perhitungan pada Lampiran 2.

Tabel 6. Hasil Analisa Porositas Tanah

Lokasi Porositas Tanah

Tepi Saluran (%) Dasar Saluran (%)

Saluran 1 71 70

Saluran 2 77 64

Dari tabel di atas diperoleh bahwa porositas tanah di tepi saluran lebih

besar daripada di dasar saluran. Besarnya nilai porositas tanah berbanding terbalik

dengan kerapatan massa (bulk density). Menurut Nurmi, dkk (2009) nilai bulk

density berbanding terbalik dengan ruang pori total tanah. Pada pengukuran

kerapatan massa nilai pada dasar saluran lebih besar dibandingkan pada tepi

saluran, sehingga untuk porositas tanahnya nilai pada tepi saluran lebih besar

dibandingkan dengan dasar saluran.

Persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai porositas yaitu

�= ��−��

�� = 1− ��

��. Dari persamaan tersebut maka nilai porositas berbanding

terbalik dengan kerapatan massa dengan nilai kerapatan partikel tetap. Dilihat dari

nilai porositasnya, tepi saluran 2 memiliki nilai paling besar sehingga lebih mudah

untuk meloloskan air. Demikian pula sebaliknya, dasar saluran 2 memiliki nilai

porositas paling kecil sehingga lebih sulit untuk meloloskan air.

Kandungan bahan organik tanah mempengaruhi nilai kerapatan massa,

kerapatan partikel, dan porositas. Semakin tinggi kandungan bahan organik maka

kepadatan tanah semakin rendah, sehingga mengakibatkan nilai kerapatan massa

(48)

semakin besar. Kandungan bahan organik tanah pada tepi saluran lebih besar dari

dasar saluran (dapat dilihat pada Tabel 3), sehingga nilai kerapatan massa dan

kerapatan partikel pada tepi saluran lebih kecil dibandingkan dasar saluran

(dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5). Namun untuk nilai porositas tanah pada tepi

saluran lebih besar dari dasar saluran. Menurut Hardjowigeno (2007) porositas

tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur, dan tekstur tanah.

Porositas tanah tinggi jika kandungan bahan organik tinggi.

2. Debit

Pengukuran debit pada saluran tersier 1 dan saluran tersier 2 dengan

menggunakan sekat ukur tipe Thompson di Desa Durian Lingga Daerah Irigasi

Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat dapat dilihat pada

Tabel 7 dan perhitungan pada Lampiran 3.

Tabel 7. Hasil Pengukuran Debit Saluran

Lokasi Jarak Pengukuran

(m)

Debit (l/det)

Hulu Hilir

Saluran 1 120 7,62 4,81

Saluran 1 90 7,62 6,01

Saluran 2 90 11,24 7,47

Pada saat pengukuran debit, jarak antara pengukuran di hulu dan hilir pada

saluran 1 yaitu 120 meter, sedangkan pada saluran kedua jarak pengukurannya

yaitu 90 meter. Panjangnya jarak pengukuran debit saluran antara hulu dan hilir

menentukan besarnya debit pada bagian hilir. Semakin jauh jarak pengukuran

maka debit pada bagian hilir semakin kecil. Terlihat pada saluran 1 dengan jarak

120 m debit hilirnya adalah 4,81 l/det, sementara pada saluran 2 dengan jarak

lebih dekat yaitu 90 m diperoleh debit hilirnya 7,47 l/det. Namun dengan jarak

(49)

Dari tabel di atas diketahui bahwa debit air pada bagian hulu saluran lebih

besar dibandingkan dengan bagian hilir. Hal ini disebabkan karena terjadi

kehilangan air pada saat penyaluran dari tempat pengukuran debit hulu sampai

pengukuran debit hilir seperti terjadinya proses evpotranspirasi, perkolasi dan

rembesan sehingga mengakibatkan berkurangnya air di bagian hilir saluran.

3. Efisiensi

Besar efisiensi pada saluran tersier 1 dan saluran tersier 2 di Desa Durian

Lingga Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat

dapat dilihat pada Tabel 8 dan perhitungan pada Lampiran 6.

Tabel 8. Efisiensi Saluran Tersier

No Lokasi Jarak

(m)

Efisiensi (%)

1 Saluran 1 120 63,12

2 Saluran 1 90 78,87

3 Saluran 2 90 66,46

Pada saat pengukuran debit, jarak antara pengukuran di hulu dan hilir pada

saluran 1 yaitu 120 meter, sedangkan pada saluran 2 jarak pengukurannya yaitu 90

meter. Efisiensi saluran 1 dengan jarak 120 m adalah 63,12% dan efisiensi untuk

saluran 2 dengan jarak 90 m yaitu 66,46%. Sementara itu efisiensi untuk saluran 1

dengan jarak pengukuran sama dengan saluran 2 yaitu 90 m adalah 78,87%.

Kehilangan air pada saluran 2 lebih besar dibanding dengan saluran 1,

namun efisiensi pada saluran 2 lebih tinggi dibanding dengan saluran 1. Hal ini

disebabkan oleh jarak pengukuran debit pada saluran 2 lebih pendek dibanding

jarak pengukuran debit pada saluran 1. Sehingga efisiensi penyaluran air pada

saluran 2 lebih tinggi dibanding saluran 1. Jika jarak pengukuran yang digunakan

sama (90 m) dengan mengasumsikan bahwa kehilangan air pada setiap meter

(50)

Besarnya nilai efisiensi ini dipengaruhi oleh besarnya kehilangan air pada

saluran. Pada jarak yang sama yaitu 90 meter, efisiensi pada saluran 1 lebih tinggi

dibandingkan dengan saluran 2. Kehilangan yang terjadi dapat melalui

evapotranspirasi, perkolasi dan rembesan. Dimana nilai evapotranspirasi,

perkolasi dan rembesan dapat dilihat pada Tabel 9. Kehilangan air terbesar terjadi

pada saluran 2, sehingga efisiensinya lebih kecil.

4. Kehilangan Air

Pengukuran kehilangan air pada 2 saluran tersier di Desa Durian Lingga

Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat dapat

dilihat pada Tabel 9 dan perhitungan pada Lampiran 5.

Tabel 9. Hasil Pengukuran Kehilangan Air

No Lokasi Jarak

Dari tabel di atas dapat dilihat jumlah kehilangan air pada saluran 2 lebih

besar dari saluran 1. Hal ini dikarenakan pada saluran 2 bagian tepi saluran nilai

porositasnya lebih besar yaitu 77% sehingga mengakibatkan rembesan yang

terjadi lebih besar. Semakin besar nilai porositas tanah maka lebih mudah tanah

tersebut untuk meloloskan air. Kehilangan air pada saluran meliputi

evapotransipirasi, perkolasi, dan rembesan karena pada penelitian menggunakan

saluran tanah.

Kehilangan air yang terjadi pada kedua saluran berbeda yang disebabkan

karena perbedaan jarak pengukuran di lapangan. Dimana saluran 1 jarak

(51)

kehilangan air pada setiap meter adalah sama maka besar kehilangan air pada

saluran 1 lebih kecil yaitu 2203,2 mm/hari.

Evapotranspirasi

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai evapotranspirasi pada saluran 2

lebih besar bila dibandingkan dengan saluran 1. Hal ini disebabkan karena adanya

perbedaan jenis tumbuhan yang tumbuh di tepi kedua saluran, dimana tumbuhan

tersebut memiliki nilai kebutuhan air yang berbeda. Nilai koefisien tanaman

kelapa sawit adalah 1,2 sedangkan rumput-rumputan hanya 0,85.

Pada saat penelitian di bagian tepi saluran 2 terdapat tumbuhan jenis

rumput-rumputan dan tanaman kelapa sawit, sedangkan pada saluran 1 hanya

ditumbuhi rumput-rumputan. Karena koefisien tanaman kelapa sawit lebih besar

maka saluran yang ditumbuhi kelapa sawit memiliki nilai evapotranspirasi yang

lebih besar pula. Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) menyatakan bahwa

evapotranspirasi merupakan kehilangan air melalui proses penguapan dari

tumbuh-tumbuhan, yang banyaknya berbeda-beda tergantung dari kadar

kelembaban dan jenis tumbuhannya. Menurut Doorenbos dan Pruit (1997)

besarnya nilai evapotranspirasi dipengaruhi oleh iklim, varietas, jenis, dan umur

tanaman.

Perkolasi

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa laju perkolasi pada saluran 1 dan saluran

2 berbeda, perkolasi pada saluran 1 lebih besar dari saluran 2. Pada saluran 1

diperoleh nilai perkolasinya adalah 28 mm/hari dan untuk saluran 2 nilai

Gambar

Tabel 1. Nilai Koefisien Kekasaran
Tabel 2. Hasil Analisa Teksur Tanah
Tabel 7. Hasil Pengukuran Debit Saluran
Tabel 8. Efisiensi Saluran Tersier
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada Daerah Irigasi Namu Sira-Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat tidak ada kerusakan luas lahan beririgasi dan kerusakan areal panen (Tabel 3)serta luas lahan panen

Standar Perencanaan Irigasi (Kriteria Perencanaan 07Bagian StandarPenggambaran).CV Galang Persada, Bandung.. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited,

Dihitung debit dan kecepatan aliran rata-rata setelah vegetasi dipangkas. Dihitung koefisien kekasaran (N) dan konstanta Chezy (C)

Rata-rata nilai nisbah luas lahan beririgasi dengan luas lahan panen 2,2, nisbah jaringan irigasi teknis dengan semi teknis dan sederhana 5,82 dan aras pencapaian produksi

Suhu mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman.Suhu yang panas merupakan temperatur yang sesuai bagi tanaman padi, misalnya daerah tropika yang dilalui garis

Rusydatulhal, 2004.Analisis Keragaan Teknis dan Ekonomis Irigasi Gravitasi Padi Sawah Pada Jaringan Irigasi Ramonia Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.. Budidaya Tanaman Padi

Pada Daerah Irigasi Namu Sira-Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat tidak ada kerusakan luas lahan beririgasi dan kerusakan areal panen (Tabel 3) serta luas

Pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung ( float method ) dapat dengan mudah dilakukan walaupun keadaan permukaan air sungai tinggi dan selain itu karena dalam..