• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.2 Minyak Sawit

2.2.2 Sifat Fisiko – Kimia

Sifat fisiko kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, dan flavor, klarutan , titik cair dan polimorphism, titik didih ( boiling point ), titik pelunakan, slipping point, shot melting poin; bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point ), titik asap, titik nyala dan titik api.

Beberapa sifat fisio-kimia dari kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada table 2.3.

Tabel 2.3. Nilai sifat Fisio-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit Bobot jenis pada suhu kamar

Indeks bias Bilangan iod Bilangan penyabunan 0,900 1,4565-1,4585 48-56 196-205 0,900-0,913 1,495-1,415 14-20 244-254 ( S. Ketaren , 1986)

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisah setelah proses pemucatan, karena asam-asam lamek dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang terlarut dalam minyak.

Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga taejadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan betaionone.

Titik cair minyak sawit barada dalam kisaran suhu, karena minyak sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda.Perbandingan sifat antara minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah dimurnikan dapat dilihat pada table 2.4.

Tabel 2.4. Sifat minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah dimurnikan

Sifat Minyak sawit kasar Minyak sawit murni Titik cair: awal

Akhir Bobot jenis 15oC Indeks bias D 40oC Bilangan penyabunan Bilangan iod

Bilangan Riechert Meissl Bilangan polenske Bilangan Krichner Bilangan Bartya 21 - 24 26 – 29 0,859 - 0,870 36,0 - 37,5 224 - 249 14,5 - 19,0 5,2 - 6,5 9,7 - 10,7 0,8 -1,2 33 29,4 40,0 - 46 – 49 196 – 206 46 – 52 - - - - ( S. Ketaren, 1986 )

2. 2. 3 Standar Mutu Minyak Sawit

Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang merupakan hal yang penting untuk menentukan standar mutu yaitu: Kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida.

Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat, dan bilangan penyabunan.

Mutu minyak kelapa sawit yang mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin ( kurang lebih 2 persen atau kurang ), bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning ( harus berwarna pucat ) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkinatau bebas dari ion logam.

Standar mutu special prime bleach ( SPB ), dibandingkan dengan mutu ordinary dapat dilihat dalam table 2.5.

Tabel 2.5. Standar Mutu SPB dan Ordinary

Kandungan SPB Ordinary

Asam lemak bebas (%) Kadar air (%) Kotoran (%) Besi (ppm) Tembaga (ppm) Bilangan Iod Karotene (ppm) Tokoferol (ppm) 1 – 2 0,1 0,002 10 0,5 53 ± 1,5 500 800 3 – 5 0,1 0,01 10 0,5 45 - 56 500 - 700 400 - 600 ( S. Ketaren, 1986 ) 2. 3 Perebusan TBS

Lori - lori yang telah berisi TBS dimasukkan ke ketel rebusan dengan bantuan seperti loko, kapstander, dan lier. TBS dipanaskan dengan uap air yang bertekanan 2,8-3 kg/ cm2.

Setiap TBS yang diolah memerlukan ± 0,5 ton uap air yang dihasilkan oleh ketel uap. Tekanan harus berada antara 2,8 – 3 kg/ cm2 dan lamanya perebusan berkisar 90 menit. Selanjutnya digunakan sistem perebusan triple peak ( tiga puncak ). ( Suyatno Risza, 1994 )

2. 3. 1 Tujuan perebusan

Setiap PKS tentu menginginkan hasil minyak dengan kualitas yang baik, tingkat keasaman yang renah, dan minyak yang mudah dipucatkan (bleaching). Proses

perebusan sangat menentukan menentukan kualitas hasil pengolahan pabrik kelapa sawit. Tujuan dari proses perebusan tandan buah segar yaitu menghentikan perkembangan asam lemak bebas ( ALB ) atau free fatty acid ( FFA ), memudahkan pemipilan, penyempurnaan dalam pengolahan, serta penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit.

1. Menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA)

Perkembangan assam lemak bebas terjadi akibat kegiatan enzim yang menghidrolisis minyak. Menghentikan kegiatan enzim tersebut sebenarnya cukup dengan perebusan hingga temperatur 50oC selama beberapa menit. Namun, jika ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus dilakukan dengan temperatur yang lebih tinggi.

2. Mempermudahkan pemipilan

Untuk meleoaskan brondolan secara manual, sebenarnya cukup dengan merebus dalam air mendidih. Namun, Cara ini tidak memadai. Oleh karenanya, diperlukan uap jenuh bertekanan agar diperoleh temperature yang semestinya di bagian dalam tandan buah.

3. Penyempurnaan dalam pengolahan

Selama proses perebusan, kadar air dalam buah akan berkurang karena proses penguapan. Dengan berkurangnya kadar air, susunan daging buahan (pericarp) berubah. Perubahan tersebut memberikan efek positif, yaitu mempermudah pengambilan minyak selama proses pengempaan dan mempermudah pemisahan minyak dari zat nonlemak ( non-oil Solid). Pada saat yang sama , sel-sel minyak akan pecah dan berada dalam keadaan bebas pada saat pengeluaran uap perebusan ( puncak ketiga ). Dalam hal ini , senyawa protein

merupakan cairan emulsi yang berbeda sehingga lapisan minyak lebih mudah dipisahkan saat proses pemurnian. Secara keseluruhan, akibat penguapan sebagian air dari daging buah kemungkinan kehilangan minyak dalam serabut maupun dalam lumpur buangan (sludge) pada proses pemurnian dapat ditekan. 4. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit

Hal utama yang dihadapi pada proses pengolahan inti sawit yaitu sifat lekat dari inti sawit terhadap cangkangnya. Dengan proses perebusan, kadar air dalam biji akan berkurang sehingga daya lekat inti terhadap cangkangnya menjadi kurang. ( Iyung Pahan, 2006 )

2. 3. 2 Perlakuan-perlakuan pada saat perebusan

Merebus tidak cukup hanya dengan memasukkan uap panas ke dalam ketel rebusan dengan tekanan tinggi saja, tetapi juga dengan membuat tekanan berubah-ubah agar terjadi kejutan-kejutan pada jaringan sel buah. Maksud dari membuat kejutan-kejutan tekanan ini agar penetrasi panas kedalam jaringan buah serta celah-celah diantara spiklet berjalan dengan baik. ( seperti sebuah kendaraan roda empat yang rodanya terpelosok di dalam lumpur, agar terlepas dari jebakan lumpur dilakukan gerakan mundur dan maju sehingga akhirnya lepas dari lumpur).

Pada perebusan kelapa sawit ada 3 sistem perebusan yang digunakan : 1. Sistem Perebusan Satu Puncak ( SPSP )

Uap panas pada temperatur 135oC-140oC dialirkan ke dalam ketel perebusan sambil menaikkan tekanan. Apabilah tekanan telah mencapai norma tertentu misalnya 3 Kg/cm2, maka tekanan dipertahankan selama waktu tertentu, kemudian tekanan diturunkan dan perebusan dianggap selesai.

Sistem perebusan ini banyak dipakai pada pabrik-pabrik kelapa sawit tua sebelum tahun 1970.

Gambar 2.1. Grafik sistem perebusan satu puncak

2. Sistem Perebusan Dua Puncak ( SPDP )

Uap panas dengan temperatur diinginkan dialirkan ke dalam ketel rebusan sambil menaikkan pada tekanan tertentu. Setelah tekanan tercapai seperti diinginkan tekanan diturunkan bertahap-tahap, kemudian tekanan dinaikkan kembali.

Gambar 2.2. Grafik sistem perebusan dua puncak

Pada puncak terakhir biasanya dibuat lebih tinggi dan lebih lama dibandingkan dengan puncak pertama. Beda tekanan puncak pertama dengan puncak kedua serta waktu yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik dari pabrik yang

bersangkutan. Sistem perebusan sistem dua puncak jarang dipakai pada saat ini, tetapi masih dapat ditemukan pada pabrik-pabrik tertentu.

3. Sistem Perebusan Tiga Puncak ( SPTP )

Sistem ini yang paling banyak digunakan pada saat sekarang , karena dianggap lebih efisien dilihat dari segi kehilangan minyak dalam pengolahan.Ada beberapa variasi sistem perebusan dalam upaya pabrik untuk mandapatkan hasil olahan yang optimal, antara lain :

i. Perebusan Tiga puncak Datar

Gambar 2.3. Grafik sistem perebusan Tiga Puncak Datar ii. Perebusan Tiga Puncak Bertahap

Gambar 2.4. Grafik sistem pererebusan Tiga Puncak Bertahap

2. 3. 3 Siklus Perebusan

Perebusan dilakukan dengan daur (siklus) sebagai berikut: Pembuangan angin : 5 menit Menaikkan tekanan sampai tekenan penuh : 20 menit Merebus pada tekanan penuh : 50 menit Buangan uap : 5 menit Mengeluarkan dan memasukkan lori : 10 menit Panjang siklus : 90 menit

Siklus minimum 90 menit tersebut dapat diperpanjang bergantung pada kapa sitas perebusan yang dikehendaki. Tetapi yang diperpanjanjang adalah waktu pengeluaran atau pemasukan lori saja. Interval antara masing-masing perebusan tergantung pada jumlah rebusan yang dipakai. Interval adalah siklus dibagi jumlah rebusan. Kapasitas perebusan per jam dihitung sebagai berikut:

60 x muatan rebusan Siklus

Bagan diatas untuk sistem dengan teknan kerja 2,5 kg/ cm2. Untuk sistem perebusan 3 puncak ( triple Peak) dengan tekanan kerja 3 kg/ cm2, siklus adalah sebagai berikut:

Pembuangan angin : 5 menit Menaikkan tekanan sampai puncak ketiga : 30 menit Merebus pada tekanan penuh ( puncak ketiga ) : 20 menit Buangan uap : 5 menit Mengeluarkan dan memasukkan lori : 10 menit Panjang siklus : 70 menit.

Puncak pertama adalah 2 kg/cm2, kemudian buangan uap lalu mencapai puncak kedua pada 2,5 kg/cm2, buangan uap lagi lalu puncak ketiga pada 3 kg/cm2. Penaikkan atau pelepasan tekanan ini sampai mencapai puncak ketiga harus dapat terlaksana dalam waktu 30 menit.

Penentuan waktu dan suhu atau tekanan perebusan adalah hasil kompromi. Untuk mempertahankan daya pemucatan yang baik bagi minyak sawit, pembuangan uadara ( mengandung oksigen) oleh desakan uap pada waktu pemasukkan uap dalam rebusan harus dilakukan dengan sempurna, waktu perebusan harus sesingkat mungkin, dan suhu perebusan harus serendah mungkin. Tetapi koagulasi albumin menghendaki suhu di atas 100oC, demikian pula hidrolisis zat lendir, sedangkan hidrolisis polisakarida untuk memudahkan pelepasan buah menghendaki suhu diatas 120oC.

Suhu maksimum selama 90 menit yang ditentukan adalah 130oC agar jumlah inti yang berubah warnanya karena suhu tnggi tersebut masih dapat diterima, yaitu tidak mengahasilkan minyak inti sawit yang sukar dipucatkan. Selain itu waktu minimum pada suhu yang dipilih ditentukan oleh ukuran dan kematangan tandan. Makin besar dan makin mentah tandannya, mangkin panjang waktu perebusannya, agar kehilangan buah dalam TBK sekecil-kecilnya.

Pembuangan udara ( oksigen ) yang tidak sempurna akan berpengaruh buruk terhadap daya pemucatan minyak sawit karena terjadi oksidasi, tetapi menyebabkan suhu perebusan menjadi lebih rendah dari pada suhu yang seharusnya menurut tekanan yang ditunjukkan, kerena adanya tekanan parsial udara di dalamnya. Pemasukan uap untuk pembuangan udara harus sedemikian pelan, sehingga tekanan

dalam perebusan tetap nol, agar supaya turbulensi dan difusi pencampuran uap dengan uadara hanya terjadi sedikit mungkin dan udara terdesak ke luar sebanyak-banyaknya. Pembuangan udara dapat dianggap selesai jika sudah ada uap yang turut keluar dari pipa pembuangan udara.

Bagan perebusan harus diikuti dengan tertib, yaitu tiap rebusan pada gilirannya harus mengikuti daur dan interval yang telah ditetapkan, agar penarikan uap dari ketel teratur. Interval yang selalu sama antara setiap perebusan juga akan menghasilkan pengeluaran buah rebus yang teratur dan selalu sama jumlahnya atau kapasitasnya, sehingga kapasitas pengempaan pun dapat dibuat tetap, maka pengumpanan bahan bakar serabut ke boiler juga teratur dan tetap sama. Pemasukan uap pada peningkatan tekanan juga tidak boleh terlalu cepat, jauh melebihi kecepatan penyediaan uap tekan lawan dari mesin atau turbin uap, agar penambahan uap langsung, adalah uap panas lanjut, tidak terlalu banyak, karena akan menimbulkan suhu sementara terlalu tinggi pada bagian-bagian tertentu dalam rebusan, juga agar ketel tidak mengalami kejutan.

Kehiangan minyak karena perebusan dapat terjadi dalam air rebusan dan dalam TBK. Kehilangan ini bertambah jika banyak tandan busuk dan banyak luka. Kehilangan minnyak dalam buak dalam TBK bartambah jika perebusan kurang, misalnya banyak buah mentah, sehingga penebahan tidak sempurna. ( Soepadiyo Mangoensoekarjo, 2003)

2. 3. 4 Faktor-faktor Peningkat Efisiensi Pelepasan Buah dalam proses perebusan

Faktor-faktor yang diperhatikan untuk meningkatkan efisiensi pelepasan buah dalam proses perebusan antara lain:

1. Pembuangan udara

Udara merupakan penghantar panas yang lambat dan berpengaruh negatif terhadap proses perebusan. Udara yang terdapat dalam rebusan akan menurunkan tekanan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa udara yang terdapat dalam bejana rebusan hendaknya dikeluarkan terlebih dahulu, cara ini disebut “daerasi”.

Upaya memperkecil jumlah udara dalam bejana rebusan ialah dengan: a. Mengatur isian lori agar buah di susun penuh sesuai dengan kapasitas

disain. Keadaan ini sering tidak disertai oleh sioperator, yang perlu diketahui bahwa pengisian lori yang penuh selain mengurangi jumlah udara dalam bejana juga mempertahankan kapasitas olah.

b. Melakukan deaerasi, yaitu pembuangan udara dari bejana

Dengan cara pengusiran oleh uap. Deaerasi dilakukan dengan memasukkan uap dari bagian atas bejana rebusan dan mengeluarkannya dari bagian dasar bejana. Uap dimasukkan dari atas bejana karena berat jenis udara lebih tinggi dibandingkan dengan uap air, yakni berat jenis uap pada suhu 100oC adalah 0,598 kg/m3, sedangkan uadara bercampur uap air pada suhu 50oC berat jenisnya adalah 1,043 kg/m3. Prinsip

perbedaan berat jenis tersebut merupakan alasan pemilihan tempat titik masuk uap.

Pembuangan uadara yang terlalu cepat dapat menyebabkan terjadinya turbulensi uap yaitu percampuran antara uadara dengan uap yang menyebabkan kebutuhan waktu deaerasi yang lebih lama. Di dalam pelaksanan deaerasi perlu diperhatikan beberapa hal:

Lama deaerasi, semangkin lama proses deaerasi maka semakin sempurna proses pembuangan udara akan tetapi sebaliknya terjadi penurunan kapasitas olahan sterilizer.

Proses deaerasi dapat dilakukan bertahap dan terpadu denagan pembuangan air kondensat terus-menerus melalui pipa kecil ( diameter 0,5 inchi) di dasar rebusan.

2. Pembuangan air kondensat

Uap air yang terkondensasi berada di dasar bejana rebusan yang merupakan penghambat dalam proses perebusan. Air yang terdapat dalam rebusan akan mengadsorbsi panas yang diberikan sehingga jumlah air semakin bertambah. Pertambahan ini yang tidak diimbangi dengan pengeluaran air kondensat dan akan memperlambat usaha pencapaian tekanan puncak.

Diperkirakan jumlah air kondensat 13 persen dari TBS yang diolah, sehingga oleh beberapa pabrik dilakukan blow down terus menerus melalui pipa diameter inchi. Cara ini menunjukkan buah rebus yang kering dan lebih mudah diolah dalam screw press.

3. Lamanya perebusan

Perebusan membutuhkan waktu penetrasi uap hingga kebagian tandan yang paling dalam. Hubungan waktu perebusan dengan efisiensi ekstraksi minyak adalah sebagai berikut:

i. Semakin lama perebusan buah maka jumlah buah yang terpilih semakin tinggi, atau persentase tandan yang tidak terpipil semangkin rendah. ii. Semangkin lama perebusan buah maka biji semakin masak dan

menghasilkan biji yang lebih mudah pecah dan sifat lekang.

iii. Semakin lama perebusan buah maka kehilangan minyak dalam air kondensat semangkin tinggi.

iv. Semakin lama perebusan buah maka kandungan minyak dalam tandan kosong semangkin tinggi yaitu terjadinya penyerapan minyak oleh tandan kosong akibat terdapatnya rongga-rongga kosong.

v. Semangkin lama perebusan buah maka mutu minyak sawit akan semangkin menurun, yang dapat diketahui dengan penurunan nilai Deterioration of Bleachability Index (DOBI).

Lama Perebusan yang menjadi penentu dan yang berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi dan mutu minyak adalah masa penahanan pada puncak terpanjang ( untuk triple peak adalah puncak ke 3).

4. Pembuangan Uap

Pembuangan uap dilakukan dengan sistem perebusan yang dilakukan. Uap dibuang melalui cerobong atas yang pipanya berukuran besar diameter 8 inchi. Umumnya ukuran pipa pembuangan lebih besar dari pipa uap masuk sehingga pembuangan uap dapat terlaksana dengan cepat sehingga buah lebih

mudah lepas dari tangkainya. Pembuangan uap pada peak-peak sebelum akhir perebusan pada SPDP dan SPTP dilakukan bersamaan dengan pembuangan air kondensat, dengan maksud agar penurunan tekanan dapat berlangsung uap ( blow up ) air kondensat dibuang terlebih dahulu sehingga buah yang direbus kering. Untuk mempermudah pengaturan uap dapat dilakukan dengan automatic control valve yang belakangan ini telah banyak digunakan oleh PKS yang baru didirikan.

5. Penyaluran uap masuk dan keluar selama perebusan

a. Manual, yang kesemuanya kejadian pemasukan uap, pengeluaran uap dan kondensat menggunakan tenaga manusia. Seperti diutarakan diatas bahwa pengaturan uap didasarkan pada kondisi sumber uap dan pemakaian uap. Karena pelaksanaannya membutuhkan kekuatan fisik di operator maka diperlukan 2-3 orang tiap sift untuk kapasitas 30 ton TBS/jam. Dalam pelaksanaan pola perebusan tiga puncak maka keadaan pembukaan dan penutupan kran uap sangat sibuk sehingga sering terlupakan kegiatan-kegiatan yang seharusnya dikerjakan pada pola tiga puncak.

b. Automatisasi, yang menggunakan bantuan alat yang diprogram. Pada perebusan manual yang digunakan adalah kran” globe valve” yang merupakan pemutaran beberapa kali dan membutuhkan waktu yang lama untuk buka/tutup 100% dan 0%. Karena kelemahan tersebut maka dikembangkanlah automatisasi yang didasarkan pada waktu dan tekanan rebusan. Untuk mempertinggi efisiensi pengoperasian pembukaan dan penutupan uap maka kran yang digunakan ialah “ butterfly valve” yang

pembukaan dan penutupannya dibantu oleh alat “compressor” dan dikontrol dengan program.

i. Automatisasi dasar waktu, yaitu pembukaan dan penutupan kran uap masuk, keluar dan air kondensat didasarkan pada waktu yang telah ditetapkan. Waktu yang menjadi dasar adalah tahapan waktu selama perebusan. Tahapan yang diprogramkan didasarkan pada tekanan rebusan yang normal, dan apabila terjadi perubahan tekanan uap dari “back pressure vessel” tidak menunda atau memperpanjang masa rebus. Dengan kata lain buah yang direbus masak atau tidak masak kran buangan uap atas dan air kondensat secara otomatis akan terbuka.

ii. Aoutomatisasi dasar tekanan, yaitu masa rebusan dihitung bila tekanan tercapai, hal ini berbeda dengan dasar waktu. Apabila penjumlahan waktu yang didasarkan pada tekanan uap dalam sterilizer yang dirancang telah tercapai maka program logic computer (PLC) mengatur compressor untuk membuka dan menutup kran. Pada program ini dapat dikembangkan untuk mengatur pemasukkan uap dalam % pada sterilizer berarti bukan hanya 0% dan 100%, akan tetapi dapat diatasi 85% dan sebagainya.

6. Pengangkutan buah rebus

Buah rebus yang keluar dari rebusan segera akan dipipil. Lori tersebut ditarik dengan tali atau didorong dengan “forklift” atau “lako”. Buah tersebut diangkut kealat bantingan dengan dua cara yaitu:

a. Tipler, yaitu buah yang berada dalam lori dituang ke dalam bak yang berbentuk cone dengan cara berputar pada sumbu. Cara ini dahulu dikembangkan pada pabrik yang memiliki sterilisasi tegak. Alat ini mempunyai kelemahan yaitu kerusakan pada “ Bunch elevator” akibat beban yang berat dan panas, yang menjadi penyebab stagnasi. Kemudian ini dikembangkan pada pabrik yang membuat letak tippler lebih tinggi atau sama dengan alat bantingan sehingga tidak menggunakan bunch elevator.

b. Hoisting crane

Buah rebusan yang telah dikeluarkan dari sterilizer diangkut keatas dengan menggunakan “hoisting crane”, yang kemudian dituang dengan cara memutar lori pada titik sumbu. Buak akan jatuh ke mulut hopper yang dilengkapi dengan pipa penyanggah sehingga saat buah jatuh sudah dimulai dengan proses pemipilan. Interval pengangkutan buah ke “Tresher” dilakukan secara kontiniu, yang didasarkan pada kapasitas olah dan kapasitas alat. ( P. M. Naibaho, 1996 )

2. 3. 5 Operasionasi dan perawatan rebusan

Rebusan merupakan sebuah bejana tekanan yang bekerja dengan tingkat resiko yang tinggi. Oleh karena itu, rebusan dan unit pendukungnya harus diperiksa sebelum dioperasikan. Hal-hal yang perlu diperiksa antara lain packing pintu, alat penunjuk tekanan (manometer), pelat penyaring kondensat, katup pengaman, cantilever, dan pompa kondensat.

i. Packing pintu

Kerusakan packing pintu biasanya terjadi pada baggian bawah pintu rebusan karena adanya genangan air kondensat. Kebocoran packing harus benar-benar diperiksa. Jika ada yang bocor, harus segera dilakukan penggantian.

ii. Alat penunjuk tekanan ( manometer)

Manometer terdapat di bagian atas pintu depan dan belakang rebusan. Fungsinya untuk menunjukkan apakah tekanan dalam perebusan masih ada atau tidak. Operator harus memperhatikan apakah masih ada tekanan atau tidak pada saat hendak membuka pintu rebusan. Pastikan bahwa tekanan uap di dalam rebusan banar-banar sudah nol sebab uap akan menyembur jika masih ada tekanannya.

iii. Pelat penyaring kondensat

Penyaring kondensat terdapat pada lantai dalam rebusan. Saringan ini harus sering diperiksa, jangan sampai tersumbat, air kondensat ini akan tergenang di lantai rebusan dan mempercepat rusaknya packing pintu rebusan.

iv. Katup pengaman

Periksalah mekanisme katup pengaman, apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak. Katup pengaman berfungsi sebagai pencegah terjadinya tekanan berlebihan di dalam rebusan.

v. Cantilever

Cantilever berfungsi sebagai rel untuk jalan keluar-masuk lori ke dalam reebusan. Cantilever harus dalam keadaan baik dan tidak baling (twisted) agar lori yang keluar-masuk rebusan tidak terguling atau jatuh.

vi. Pompa kondensat

Lantai sekitar rebusan tidak boleh dugenangi oleh air kondensat karena temperatur air kondensat tinggi dan masih mengandung minyak yang menyebabkan lantai menjadi licin.

Bagian dalam setiap bagian rebusan harus dibersihkan minimal dua minggu serta dilakukan pemeriksaan, perawatan, dan perbaikan yang dilakukan. Semua peralatan rebusan memerlukan perhatian.

Katup pengaman harus diperiksa setiap bulan. Penyetelan-penyetelan terhadap pegas dari katup pengaman tidak boleh dilakukan sembarang orang, tetapi oleh mekanik yang telah berpengalaman dibawah pengawasan seorang staf. Setelah melakukan perbaikan, katup pengaman harus dipasang segel. Untuk membuka segel tersebut, harus seizin manager pabrik. ( Iyung Pahan, 2006 )

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Alat – alat − Cawan Petridish − Neraca Analitik − Timbel − Soklet − Kondensor Pyrex − Hot Plate − Oven − Desikator − Kertas Saring − Kapas − Tang Jepit

− Labu Alas Pyrex 250 ml 3.2 Bahan

− Sampel Air Kondensat ( air rebusan )

3.3 Prosedur Percobaan

− Diambil sampel air kondensat pada tekanan 1,5 kg/cm2, 2 kg/cm2, dan 2,8 kg/cm2.

− Didinginkan.

− Dimasukkan sampel air kondensat lalu ditimbang.

− Ditimbang cawan petridish yang telah dilapisi dengan kertas saring memakai neraca analitik.

− Dimasukkan cawan petridish yang telah berisi masing- masing sampel ke dalam oven pada suhu 105o C selama 3 jam.

− Dikeluarkan sampel dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15

Dokumen terkait