• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tekanan Uap dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak dan Kadar NOS ( Non- Oil Solid ) pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan dengan Pola Perebusan Sistem Tiga Puncak ( Tripple Peak ) di PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Tekanan Uap dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak dan Kadar NOS ( Non- Oil Solid ) pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan dengan Pola Perebusan Sistem Tiga Puncak ( Tripple Peak ) di PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEKANAN UAP DAN WAKTU PEREBUSAN

TERHADAP KEHILANGAN MINYAK DAN KADAR NOS (

NON-OIL SOLID) PADA AIR KONDENSAT DI STASIUN PEREBUSAN

DENGAN POLA PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK

( TRIPLE PEAK) DI PTPN III PKS RAMBUTAN

TEBING TINGGI

KARYA ILMIAH

HARRY LAKSANA T

072409048

PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH TEKANAN UAP DAN WAKTU PEREBUSAN

TERHADAP KEHILANGAN MINYAK DAN KADAR NOS (

NON-OIL SOLID) PADA AIR KONDENSAT DI STASIUN PEREBUSAN

DENGAN POLA PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK

( TRIPLE PEAK) DI PTPN III PKS RAMBUTAN

TEBING TINGGI

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya

HARRY LAKSANA T

072409048

PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH TEKANAN UAP DAN WAKTU

PEREBUSAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK DAN KADAR NOS ( NON-OIL SOLID ) PADA AIR KONDENSAT DI STASIUN PEREBUSAN DENGAN POLA PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK ( TRIPLE PEAK )

DI PTPN III PKS RAMBUTAN TEBING TINGGI Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : HARRY LAKSANA T Nomor Induk Mahasiswa : 072409048

Program Studi : D3 KIMIA INDUSTRI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGTAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Mei 2010

Diketahui/ Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua, Pembimbing

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH TEKANAN UAP DAN WAKTU PEREBUSAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK DAN KADAR NOS ( NON-OIL SOLID) PADA AIR

KONDENSAT DI STASIUN PEREBUSAN DENGAN POLA PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK ( TRIPLE PEAK) DI PTPN III PKS RAMBUTAN

TEBING TINGGI

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2010

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan Kasih KaruniaNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Ilmiah ini dengan sebaik mungkin dan dengan waktu yang telah ditentukan. Penulisan karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan studi program D3 Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU Medan.

Adapun judul karya ilmiah ini adalah “Pengaruh Tekanan Uap dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak dan Kadar NOS ( Non- Oil Solid ) pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan dengan Pola Perebusan Sistem Tiga Puncak ( Tripple Peak ) di PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi”.

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih atas segala bimbingan dan fasilitas yang telah diberikan baik sebelum atau sesudah PKL dilaksanakan, kepada:

1. Kedua orang tua penulis, J. R. Tampubolon dan N. Samosir yang telah memberikan motivasi, dukungan moril dan materil, serta dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Kakak penulis : Emma serta kedua adik penulis: Frans dan Melva yang telah memberikan dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

3. Ibu Dra. Nurhaida Pasaribu, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.

4. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU Medan. 5. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS Sebagai Ketua Departemen Kimia FMIPA

(6)

6. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M. Phil selaku Koordinator Jurusan Kimia Industri FMIPA USU yang telah banyak membimbing dan membantu kelancaran studi penulis.

7. Bapak/ Ibu Staff pengajar khususnya program studi Kimia Industri FMIPA USU yang telah banyak membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan. 8. Teman - teman seperjuangan semasa SMA dulu: Bernad, Daniel, Martin,

Armeny, David, Veronica, Novita, seluruh Anak – anak XII IPA 4 (Skin Head) SMA Negeri 1 T. Tinggi, trimakasih atas doa dan dukungannya.

9. Teman - teman CM-SI, Bang Rian, Safri, Nataniel, Janes, Doris, Elisa, Elsi, Nelly, Devi, Dina, Uli, Eka, Serta Staff LPMI, Mas Catur, Pak Ramson, Bang Alven, Kak silvi, Kak Roita . Trimaksih atas doa dan dukungannya.

10.Teman satu kelompok PKL: Agus Purnama Sari dan Novita Putri, teman – teman yang PKL bersama dengan penulis: Lina, Depi, Nova Dana, Harry Idriswan , Mega, Devi, yang telah banyak membantu penulis selama PKL, yang selalu bersama dalam suka maupun duka selama PKL, teman-teman yang menjadi inspirasi: Muhamad Arif dan Jefri ardi, serta teman-teman seperjuangan Kimia Industri stambuk 2007.

11.Bapak Zulkifli yang telah memberikan bimbingan selama PKL, trimaksih atas nasehatnya “ TOPI”, Buk Elfrida, Bapak Edy Pardede, Ibu silalahi Kerani Laboratorium dan seluruh Karyawan, serta pimpinan PTPN III PKS Rambutan yang telah banyak membantu selama PKL.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan dalam materi dan cara penyajiannya dengan kata lain masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata penulis ucapkan trimakasih.

Medan, Mei 2009

(7)

ABSTRAK

(8)

THE EFFECT STERILIZING PRESSURE AND TIME TOWARD THE LOSS OF OIL AND NON-OIL SOLID VALUE IN CONDENSATE WATER AT

TRIPLE PEAK STERILIZING SYSTEM ABSTRACT

(9)

DAFTAR ISI

2.1.1 Pembentukan minyak dalam buah 6 2.1.2 Pematangan buah 7 2.2.3 standar mutu minyak sawit 12

2.3 Perebusan TBS 14

(10)

2.3.2 Perlakuan – perlakuan pada saat perebusan 16 2.3.4 Faktor – faktor peningkat efisiensi pelepasan

buah dalam proses perebusan 22 2.3.5 Operasionasi dan perawatan rebusan 27

BAB 3 BAHAN DAN METODE 30

3.1 Alat – alat 30

3.2 Bahan 30

3.3 Prosedur Percobaan 31

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN 33

4.1 Hasil 33

4.1.1 Data 33

4.1.2 Perhitungan 34

4.2 Pembahasan 36

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 40

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 42

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Beberapa tingkat fraksi TBS 9 Tabel 2.2. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit

dan minyak inti kelapa sawit 10 Tabel 2.3. Nilai Fisiko – Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit 11 Tabel 2.4. Sifat Minyak Kelapa Sawit sebelum dan sesudah dimurnikan 12 Tabel 2.5 Standar Mutu SPB dan Ordinary 14 Tabel 4.1. Hasil analisa kehilangan minyak dan kadar NOS pada

Air kondensat 33

Tabel 4.2. Pengaruh Tekanan Uap dan Lama Perebusan terhadap persentase Kadar Minyak dan NOS ( Non-Oil Solid ) di dalam Air Kondensat ( air rebusan ) yang dianalisa

di laboratorium PKS Rambut an 36

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Grafik sistem perebusan satu puncak 17 Gambar 2.2. Grafik sistem perebusan dua puncak 17 Gambar 2.3. Grafik sistem perebusan tiga puncak datar 18 Gambar 2.4. Grafik sistem perebusan tiga puncak bertahap 18 Gambar 6.1. Petunjuk pengoperasian sterilizer 44 Gambar 6.2. Ketel perebusan ( sterilizer ) 45 Gambar 6.3. Grafik kadar kehilangan minyak VS Tekanan uap

perebusan 46

(13)

ABSTRAK

(14)

THE EFFECT STERILIZING PRESSURE AND TIME TOWARD THE LOSS OF OIL AND NON-OIL SOLID VALUE IN CONDENSATE WATER AT

TRIPLE PEAK STERILIZING SYSTEM ABSTRACT

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengolahan kelapa sawit merupakan rangkaian proses pengolahan Tandan Buah Segar

( TBS ) menjadi Minyak Sawit ( Crude Palm Oil : CPO ) dan Inti Sawit ( Kernel ).

Pengolahan TBS di Pabrik bertujuan memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik.

Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan control yang cermat.

Dimana tahap-tahap proses pengolahan TBS mempengaruhi proses pada tahap

berikutnya. Salah satu proses pengolahan kelapa sawit adalah Proses perebusan.

Tandan Buah segar ( TBS ) mengandung sejumlah zat yang harus di musnakan

terlebih dahulu untuk menghasilkan pengolahan yang efisien. Suasana lembab dengan

suhu tinggi dalam rebusan akan menonaktifkan enzim-enzim lipase dan lipoksidase

yang terdapat dalam buah sehinggga proses hidrolisis minyak menjadi asam lemak

bebas dan proses oksidase minyak dapat dihentikan. ( Soepadiyo Mangoensoekarjo,

2003 )

Dalam Perebusan, TBS dipanaskan dengan uap pada temperatur sekitar 135oC

dengan tekanan 2,0 – 2,8 kg/cm2 selama 80 – 90 menit. Proses perebusan dilakukan

secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasilnya yang optimal.

(16)

yang tinggi. Temperatur yang terlalu tinggi dapat merusak kualitas minyak dan inti

sawit. Pada minyak sawit juga harus diperhatikan tingkat pemucatannya . Oleh karena

itu, inti sawit yang diperoleh harus berwarna putih. ( Iyung Pahan, 2006 )

Hubungan waktu perebusan dengan efisiensi ekstraksi minyak adalah sebagai

berikut:

I. Semakin lama perebusan buah maka jumlah buah yang terpilih semakin tinggi,

atau persentase tandan yang tidak terpipil semangkin rendah.

II. Semangkin lama perebusan buah maka biji semakin masak dan menghasilkan biji

yang lebih mudah pecah dan sifat lekang.

III. Semakin lama perebusan buah maka kehilangan minyak dalam air kondensat

semangkin tinggi.

IV. Semakin lama perebusan buah maka kandungan minyak dalam tandan kosong

semangkin tinggi yaitu terjadinya penyerapan minyak oleh tandan kosong akibat

terdapatnya rongga-rongga kosong.

V. Semangkin lama perebusan buah maka mutu minyak sawit akan semangkin

menurun, yang dapat diketahui dengan penurunan nilai Deterioration of

Bleachability Index (DOBI). ( P. M. Naibaho, 1996 )

Pabrik kelapa sawit telah menetapkan kehilangan minyak pada stasiun

perebusan sebesar 0,7 %. Karena angka kehilangan minyak merupakan efisiensi

ekstraksi minyak, oleh sebab itu setiap buangan air kondensat atau sisa-sisa buangan

(17)

Dari pemaparan diatas penulis tertarik untuk membahas tentang kehilangan min yak

dan kadar NOS (Non-Oil solid) pada air kondensat, sehingga mengambil judul untuk

karya ilmiah ini adalah :

“ Pengaruh Tekanan Uap dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak dan

Kadar NOS ( Non- Oil Solid ) pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan dengan Pola

Perebusan Sistem Tiga Puncak ( Tripple Peak ) di PTPN III PKS Rambutan Tebing

Tinggi”.

1.2 Permasalahan

Yang menjadi permasalahan dalam karya ilmiah ini adalah:

Bagaimana pengaruh tekanan uap dan waktu perebusan terhadap kehilangan minyak

dan kadar NOS pada air kondensat ( air perebusan ) dengan pola perebusan sistem tiga

puncak ( Triple Peak ).

1.3 Tujuan

Adapun tujuuuan penulisan karya ilmiah ini adalah:

1. Untuk mengetahui kadar minyak dan kadar NOS pada air kondensat ( air

rebusan ) di stasiun perebusan dengan pola perebusan sistem tiga puncak.

2. Untuk mengetahui pengaruh tekanan uap dan waktu perebusan terhadap

kehilangan minyak dan kadar NOS pada air kondensat ( air rebusan )

(18)

1.4 Manfaat

Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah :

- Untuk mendapatkan langkah yang tepat dan efisien dalam pengolahan

kelapa sawit dengan kadar kehilangan minyak rendah pada air kondensat.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis quinensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis

golongan plama yang termasuk tanaman tahunan. Kelapa sawit mempunyai beberapa

jenis atau varietas yang dikenal sebagai Dura ( D ), Tenera (T), dan pisifera ( P).

Ketiga jenis ini dapat dibedakan dengan cara memotong buahnya secara

memanjang/melintang. Dura memiliki inti besar dan bijinya tidak dikelilingi sabut

dengan ekstraksi minyak sekitar 17-18%. Deli dura memiliki inti besar dan cangkang

tebal serta dipakai oleh pusat-pusat penelitian untuk memproduksi jenis Tenera.

Tenera merupakan hasil persilangan antara Dura dan Pesifera, memiliki cangakang

tipis dengan cincin serat di sekeliling biji, ekstraksi minyak memiliki sekitar 22-25%.

Psifera tidak mempunyai cangkang dengan inti kecil sehingga tidak dikembangkan

sebagai tanaman komersial.

Tandan kelapa sawit baru dapat memproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan

setelah ditanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah segar (TBS)

atau fresh fruit bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat mulai

3-14 tahun dan akan menurun kembali setelah umur 15-25 tahun. Setiap pohon sawit

(20)

umur tanaman. Dalam satu tandan, terdapat 1.000-3.000 brondolan dengan berat

brondolan berkisar 10-20 g.

TBS diolah di pabrikkelapa sawit untuk diambil minyak dan intinya. Minyak

dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah jadi. Minyak mentah

atau crude palm oil (CPO, MKS) dan inti (Kernel,IKS) harus diolah lebih lanjut untuk

dijadikan produk jadi lainnya. ( Iyung Pahan, 2006 )

2. 1. 1 Pembentukan minyak dalam buah

Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit

yang terdapat pada daing buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada

kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat

fisika-kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari

setelah penyerbukan, dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak

sudah jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak, maka yang

terjadi ialah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

Pembentukan minyak berakhir jika dari tandan yang bersangkutan telah terdapat buah

memberondol normal.

Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang

mengandung asam lemak jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi

(21)

Minyak yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam inti terbentuk

emulsi pada kantomg – kantong minyak, dan agar minyak tidak keluar dari buah,

maka buah dilapisi dengan malam yang tebal dan berkilat.

Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang oleh sinar matahari

maka tanaman tersebut membentuk senyawa kimia yang disebut karotin. Setelah

penyerbukan kelihatan buah berwarna hitam kehijau-hijauan dan setelah terjadi

pembentukan minyak terjadi perubahan warna buah menjadi ungu kehijau-hijauan.

2. 1. 2 Pematangan buah

Dalam proses pematanggan buah terjadi pembentukan komponen buah dan

setelah terjadi kejenuhan setiap unsur komponen maka mulailah terjadi fase

pematangan. Pada fase pematangan buah terjadi beberapa hal:

a. Perubahan karbohidrat menjadi gula, yang ditandai dengan rasa manis pada

inti sawit dan daging buah.

b. Perombakan hemiselulosa menjadi sakarida sederhana, ini dapat diliihat bahwa

ikatan antar serat kurang dengan tekstur lunak.

c. Perobahan warna buah dari hitam kehijau-hijauan berubah menjadi hijau

kekuning-kuningan kemudian berubah menjadi Orange/ merah jingga.

d. Fisik buah brubah yaitu malam yang berkilat berubah menjadi suram.

Setelah terjadi proses perombakan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan

gliserol, maka buah mulai lepas dari bulinya. Proses ini lebih cepat terjadi jika panas

(22)

2. 1. 3 Panen

Pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal.

Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai tandannya.

Buah yang jatuh tersebut disebut membrodol.

Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong

tandan buah masak, memungut brondoloan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat

pengumpulan hasil akhir (TPH) serta ke pabrik . Perlu memperhatikan beberapa

criteria tertentu sebab tujuan panen kelapa sawit adalah untuk mendapatkan

rendemen minyak yang paling tinggi dengan kualitas minyak yang baik.

2. 1. 4 Fraksi TBS dan mutu panen

Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat diperlukan

sejak awal panen. Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah

dan tingkat kecepatan pengangkutan buah ke pabrik. Dalam hal ini, pengetahuan

mengenai derajat kematangan buah mempunyai arti penting sebab jumlah dan mutu

minyak yang akan diperoleh sangat di tentukan oleh faktor ini.

Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas

(ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabilah pemanenan buah dilakukan dalam

keadaan matang maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam persntase

(23)

belum matang, selain kadar ALB-nya rendah, rendemen minyak yang diperoleh juga

rendah.

Berdasarkan hal tersebut diatas, ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS

yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen,

termaksuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal lima fraksi TBS.

Berdasarkan fraksi TBS tersebut, derajat kematangan yang baik adalah jika

tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1,2, dan 3.

Tabel 2.1. Beberapa tingkat fraksi TBS

Fraksi Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan

00

Tidak ada, buah berwarna hitam

1-1,25% buah luar membrondol

12,5-25% buah luar membrondol

25-50% buah luar membrondol

50-75% buah luar membrondol

75-100% buah luar membrondol

Buah dalam juga membrondol, ada

buah yang busuk

Minyak sawit adalah trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak.

(24)

minyak asam oleat-linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan

karotenoida (terutama ß-karotena), berkonsentrsi sangat padat pada suhu kamar

(konsentrasi dan titik lebur banyak ditentukan oleh kadar ALB-nya), dan dalam

keadaan segar dan kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak.

2. 2. 1 Komposisi minyak kelapa sawit

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikarp dan 20 persen buah

yang dilapisi kulit tipis ; kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 persen. Minyak

kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi tetap.

Rata-rata komposis minyak kelapa sawit dapat dilihat pada table 2.2. Bahan

yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3 persen.

Tabel 2.2. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit

Asam lemaak Minyak kelapa sawit

(25)

Kandungan karoten dapat mencapai 100 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak

jenis tenera kurang lebih 500 – 700 ppm; kandungan tokoferol bervariasi dan

dipengaruhi oleh penanganan selama produksi.

2. 2. 2 Sifat Fisiko-Kimia

Sifat fisiko kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, dan flavor,

klarutan , titik cair dan polimorphism, titik didih ( boiling point ), titik pelunakan,

slipping point, shot melting poin; bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity

point ), titik asap, titik nyala dan titik api.

Beberapa sifat fisio-kimia dari kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada table

2.3.

Tabel 2.3. Nilai sifat Fisio-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit

Bobot jenis pada suhu kamar

Indeks bias

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisah setelah

proses pemucatan, karena asam-asam lamek dan gliserida tidak berwarna. Warna

(26)

Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga taejadi akibat adanya

asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas

minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan betaionone.

Titik cair minyak sawit barada dalam kisaran suhu, karena minyak sawit

mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang

berbeda-beda.Perbandingan sifat antara minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah dimurnikan

dapat dilihat pada table 2.4.

Tabel 2.4. Sifat minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah dimurnikan

Sifat Minyak sawit kasar Minyak sawit murni

(27)

2. 2. 3 Standar Mutu Minyak Sawit

Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak

yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang merupakan hal yang penting untuk

menentukan standar mutu yaitu: Kandungan air dan kotoran dalam minyak,

kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida.

Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan

gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam

berat, dan bilangan penyabunan.

Mutu minyak kelapa sawit yang mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen

dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas

serendah mungkin ( kurang lebih 2 persen atau kurang ), bilangan peroksida di bawah

2, bebas dari warna merah dan kuning ( harus berwarna pucat ) tidak berwarna hijau,

jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkinatau bebas dari ion logam.

Standar mutu special prime bleach ( SPB ), dibandingkan dengan mutu

(28)

Tabel 2.5. Standar Mutu SPB dan Ordinary

Kandungan SPB Ordinary

Asam lemak bebas (%)

Lori - lori yang telah berisi TBS dimasukkan ke ketel rebusan dengan bantuan

seperti loko, kapstander, dan lier. TBS dipanaskan dengan uap air yang bertekanan

2,8-3 kg/ cm2.

Setiap TBS yang diolah memerlukan ± 0,5 ton uap air yang dihasilkan oleh ketel uap.

Tekanan harus berada antara 2,8 – 3 kg/ cm2 dan lamanya perebusan berkisar 90

menit. Selanjutnya digunakan sistem perebusan triple peak ( tiga puncak ). ( Suyatno

Risza, 1994 )

2. 3. 1 Tujuan perebusan

Setiap PKS tentu menginginkan hasil minyak dengan kualitas yang baik,

(29)

perebusan sangat menentukan menentukan kualitas hasil pengolahan pabrik kelapa

sawit. Tujuan dari proses perebusan tandan buah segar yaitu menghentikan

perkembangan asam lemak bebas ( ALB ) atau free fatty acid ( FFA ), memudahkan

pemipilan, penyempurnaan dalam pengolahan, serta penyempurnaan dalam proses

pengolahan inti sawit.

1. Menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid

(FFA)

Perkembangan assam lemak bebas terjadi akibat kegiatan enzim yang

menghidrolisis minyak. Menghentikan kegiatan enzim tersebut sebenarnya

cukup dengan perebusan hingga temperatur 50oC selama beberapa menit.

Namun, jika ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus

dilakukan dengan temperatur yang lebih tinggi.

2. Mempermudahkan pemipilan

Untuk meleoaskan brondolan secara manual, sebenarnya cukup dengan

merebus dalam air mendidih. Namun, Cara ini tidak memadai. Oleh

karenanya, diperlukan uap jenuh bertekanan agar diperoleh temperature yang

semestinya di bagian dalam tandan buah.

3. Penyempurnaan dalam pengolahan

Selama proses perebusan, kadar air dalam buah akan berkurang karena proses

penguapan. Dengan berkurangnya kadar air, susunan daging buahan (pericarp)

berubah. Perubahan tersebut memberikan efek positif, yaitu mempermudah

pengambilan minyak selama proses pengempaan dan mempermudah

pemisahan minyak dari zat nonlemak ( non-oil Solid). Pada saat yang sama ,

sel-sel minyak akan pecah dan berada dalam keadaan bebas pada saat

(30)

merupakan cairan emulsi yang berbeda sehingga lapisan minyak lebih mudah

dipisahkan saat proses pemurnian. Secara keseluruhan, akibat penguapan

sebagian air dari daging buah kemungkinan kehilangan minyak dalam serabut

maupun dalam lumpur buangan (sludge) pada proses pemurnian dapat ditekan.

4. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit

Hal utama yang dihadapi pada proses pengolahan inti sawit yaitu sifat lekat

dari inti sawit terhadap cangkangnya. Dengan proses perebusan, kadar air

dalam biji akan berkurang sehingga daya lekat inti terhadap cangkangnya

menjadi kurang. ( Iyung Pahan, 2006 )

2. 3. 2 Perlakuan-perlakuan pada saat perebusan

Merebus tidak cukup hanya dengan memasukkan uap panas ke dalam ketel

rebusan dengan tekanan tinggi saja, tetapi juga dengan membuat tekanan

berubah-ubah agar terjadi kejutan-kejutan pada jaringan sel buah. Maksud dari membuat

kejutan-kejutan tekanan ini agar penetrasi panas kedalam jaringan buah serta

celah-celah diantara spiklet berjalan dengan baik. ( seperti sebuah kendaraan roda empat

yang rodanya terpelosok di dalam lumpur, agar terlepas dari jebakan lumpur

dilakukan gerakan mundur dan maju sehingga akhirnya lepas dari lumpur).

Pada perebusan kelapa sawit ada 3 sistem perebusan yang digunakan :

1. Sistem Perebusan Satu Puncak ( SPSP )

Uap panas pada temperatur 135oC-140oC dialirkan ke dalam ketel perebusan

sambil menaikkan tekanan. Apabilah tekanan telah mencapai norma tertentu

misalnya 3 Kg/cm2, maka tekanan dipertahankan selama waktu tertentu,

(31)

Sistem perebusan ini banyak dipakai pada pabrik-pabrik kelapa sawit tua

sebelum tahun 1970.

Gambar 2.1. Grafik sistem perebusan satu puncak

2. Sistem Perebusan Dua Puncak ( SPDP )

Uap panas dengan temperatur diinginkan dialirkan ke dalam ketel rebusan

sambil menaikkan pada tekanan tertentu. Setelah tekanan tercapai seperti

diinginkan tekanan diturunkan bertahap-tahap, kemudian tekanan dinaikkan

kembali.

Gambar 2.2. Grafik sistem perebusan dua puncak

Pada puncak terakhir biasanya dibuat lebih tinggi dan lebih lama dibandingkan

dengan puncak pertama. Beda tekanan puncak pertama dengan puncak kedua

(32)

bersangkutan. Sistem perebusan sistem dua puncak jarang dipakai pada saat

ini, tetapi masih dapat ditemukan pada pabrik-pabrik tertentu.

3. Sistem Perebusan Tiga Puncak ( SPTP )

Sistem ini yang paling banyak digunakan pada saat sekarang , karena dianggap

lebih efisien dilihat dari segi kehilangan minyak dalam pengolahan.Ada

beberapa variasi sistem perebusan dalam upaya pabrik untuk mandapatkan

hasil olahan yang optimal, antara lain :

i. Perebusan Tiga puncak Datar

Gambar 2.3. Grafik sistem perebusan Tiga Puncak Datar

ii. Perebusan Tiga Puncak Bertahap

Gambar 2.4. Grafik sistem pererebusan Tiga Puncak Bertahap

(33)

2. 3. 3 Siklus Perebusan

Perebusan dilakukan dengan daur (siklus) sebagai berikut:

Pembuangan angin : 5 menit

Menaikkan tekanan sampai tekenan penuh : 20 menit

Merebus pada tekanan penuh : 50 menit

Buangan uap : 5 menit

Mengeluarkan dan memasukkan lori : 10 menit

Panjang siklus : 90 menit

Siklus minimum 90 menit tersebut dapat diperpanjang bergantung pada kapa

sitas perebusan yang dikehendaki. Tetapi yang diperpanjanjang adalah waktu

pengeluaran atau pemasukan lori saja. Interval antara masing-masing perebusan

tergantung pada jumlah rebusan yang dipakai. Interval adalah siklus dibagi jumlah

rebusan. Kapasitas perebusan per jam dihitung sebagai berikut:

60 x muatan rebusan

Siklus

Bagan diatas untuk sistem dengan teknan kerja 2,5 kg/ cm2. Untuk sistem

perebusan 3 puncak ( triple Peak) dengan tekanan kerja 3 kg/ cm2, siklus adalah

sebagai berikut:

Pembuangan angin : 5 menit

Menaikkan tekanan sampai puncak ketiga : 30 menit

Merebus pada tekanan penuh ( puncak ketiga ) : 20 menit

Buangan uap : 5 menit

Mengeluarkan dan memasukkan lori : 10 menit

(34)

Puncak pertama adalah 2 kg/cm2, kemudian buangan uap lalu mencapai

puncak kedua pada 2,5 kg/cm2, buangan uap lagi lalu puncak ketiga pada 3 kg/cm2.

Penaikkan atau pelepasan tekanan ini sampai mencapai puncak ketiga harus dapat

terlaksana dalam waktu 30 menit.

Penentuan waktu dan suhu atau tekanan perebusan adalah hasil kompromi.

Untuk mempertahankan daya pemucatan yang baik bagi minyak sawit, pembuangan

uadara ( mengandung oksigen) oleh desakan uap pada waktu pemasukkan uap dalam

rebusan harus dilakukan dengan sempurna, waktu perebusan harus sesingkat

mungkin, dan suhu perebusan harus serendah mungkin. Tetapi koagulasi albumin

menghendaki suhu di atas 100oC, demikian pula hidrolisis zat lendir, sedangkan

hidrolisis polisakarida untuk memudahkan pelepasan buah menghendaki suhu diatas

120oC.

Suhu maksimum selama 90 menit yang ditentukan adalah 130oC agar jumlah

inti yang berubah warnanya karena suhu tnggi tersebut masih dapat diterima, yaitu

tidak mengahasilkan minyak inti sawit yang sukar dipucatkan. Selain itu waktu

minimum pada suhu yang dipilih ditentukan oleh ukuran dan kematangan tandan.

Makin besar dan makin mentah tandannya, mangkin panjang waktu perebusannya,

agar kehilangan buah dalam TBK sekecil-kecilnya.

Pembuangan udara ( oksigen ) yang tidak sempurna akan berpengaruh buruk

terhadap daya pemucatan minyak sawit karena terjadi oksidasi, tetapi menyebabkan

suhu perebusan menjadi lebih rendah dari pada suhu yang seharusnya menurut

tekanan yang ditunjukkan, kerena adanya tekanan parsial udara di dalamnya.

(35)

dalam perebusan tetap nol, agar supaya turbulensi dan difusi pencampuran uap dengan

uadara hanya terjadi sedikit mungkin dan udara terdesak ke luar sebanyak-banyaknya.

Pembuangan udara dapat dianggap selesai jika sudah ada uap yang turut keluar dari

pipa pembuangan udara.

Bagan perebusan harus diikuti dengan tertib, yaitu tiap rebusan pada gilirannya

harus mengikuti daur dan interval yang telah ditetapkan, agar penarikan uap dari ketel

teratur. Interval yang selalu sama antara setiap perebusan juga akan menghasilkan

pengeluaran buah rebus yang teratur dan selalu sama jumlahnya atau kapasitasnya,

sehingga kapasitas pengempaan pun dapat dibuat tetap, maka pengumpanan bahan

bakar serabut ke boiler juga teratur dan tetap sama. Pemasukan uap pada peningkatan

tekanan juga tidak boleh terlalu cepat, jauh melebihi kecepatan penyediaan uap tekan

lawan dari mesin atau turbin uap, agar penambahan uap langsung, adalah uap panas

lanjut, tidak terlalu banyak, karena akan menimbulkan suhu sementara terlalu tinggi

pada bagian-bagian tertentu dalam rebusan, juga agar ketel tidak mengalami kejutan.

Kehiangan minyak karena perebusan dapat terjadi dalam air rebusan dan

dalam TBK. Kehilangan ini bertambah jika banyak tandan busuk dan banyak luka.

Kehilangan minnyak dalam buak dalam TBK bartambah jika perebusan kurang,

misalnya banyak buah mentah, sehingga penebahan tidak sempurna. ( Soepadiyo

(36)

2. 3. 4 Faktor-faktor Peningkat Efisiensi Pelepasan Buah dalam proses perebusan

Faktor-faktor yang diperhatikan untuk meningkatkan efisiensi pelepasan buah

dalam proses perebusan antara lain:

1. Pembuangan udara

Udara merupakan penghantar panas yang lambat dan berpengaruh

negatif terhadap proses perebusan. Udara yang terdapat dalam rebusan akan

menurunkan tekanan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa udara yang

terdapat dalam bejana rebusan hendaknya dikeluarkan terlebih dahulu, cara ini

disebut “daerasi”.

Upaya memperkecil jumlah udara dalam bejana rebusan ialah dengan:

a. Mengatur isian lori agar buah di susun penuh sesuai dengan kapasitas

disain. Keadaan ini sering tidak disertai oleh sioperator, yang perlu

diketahui bahwa pengisian lori yang penuh selain mengurangi jumlah

udara dalam bejana juga mempertahankan kapasitas olah.

b. Melakukan deaerasi, yaitu pembuangan udara dari bejana

Dengan cara pengusiran oleh uap. Deaerasi dilakukan dengan

memasukkan uap dari bagian atas bejana rebusan dan mengeluarkannya

dari bagian dasar bejana. Uap dimasukkan dari atas bejana karena berat

jenis udara lebih tinggi dibandingkan dengan uap air, yakni berat jenis

uap pada suhu 100oC adalah 0,598 kg/m3, sedangkan uadara bercampur

(37)

perbedaan berat jenis tersebut merupakan alasan pemilihan tempat titik

masuk uap.

Pembuangan uadara yang terlalu cepat dapat menyebabkan

terjadinya turbulensi uap yaitu percampuran antara uadara dengan uap

yang menyebabkan kebutuhan waktu deaerasi yang lebih lama. Di

dalam pelaksanan deaerasi perlu diperhatikan beberapa hal:

Lama deaerasi, semangkin lama proses deaerasi maka semakin

sempurna proses pembuangan udara akan tetapi sebaliknya terjadi

penurunan kapasitas olahan sterilizer.

Proses deaerasi dapat dilakukan bertahap dan terpadu denagan pembuangan air kondensat terus-menerus melalui pipa kecil ( diameter

0,5 inchi) di dasar rebusan.

2. Pembuangan air kondensat

Uap air yang terkondensasi berada di dasar bejana rebusan yang

merupakan penghambat dalam proses perebusan. Air yang terdapat dalam

rebusan akan mengadsorbsi panas yang diberikan sehingga jumlah air semakin

bertambah. Pertambahan ini yang tidak diimbangi dengan pengeluaran air

kondensat dan akan memperlambat usaha pencapaian tekanan puncak.

Diperkirakan jumlah air kondensat 13 persen dari TBS yang diolah,

sehingga oleh beberapa pabrik dilakukan blow down terus menerus melalui

pipa diameter inchi. Cara ini menunjukkan buah rebus yang kering dan lebih

(38)

3. Lamanya perebusan

Perebusan membutuhkan waktu penetrasi uap hingga kebagian tandan

yang paling dalam. Hubungan waktu perebusan dengan efisiensi ekstraksi

minyak adalah sebagai berikut:

i. Semakin lama perebusan buah maka jumlah buah yang terpilih semakin

tinggi, atau persentase tandan yang tidak terpipil semangkin rendah.

ii. Semangkin lama perebusan buah maka biji semakin masak dan

menghasilkan biji yang lebih mudah pecah dan sifat lekang.

iii. Semakin lama perebusan buah maka kehilangan minyak dalam air

kondensat semangkin tinggi.

iv. Semakin lama perebusan buah maka kandungan minyak dalam tandan

kosong semangkin tinggi yaitu terjadinya penyerapan minyak oleh

tandan kosong akibat terdapatnya rongga-rongga kosong.

v. Semangkin lama perebusan buah maka mutu minyak sawit akan

semangkin menurun, yang dapat diketahui dengan penurunan nilai

Deterioration of Bleachability Index (DOBI).

Lama Perebusan yang menjadi penentu dan yang berpengaruh terhadap

efisiensi ekstraksi dan mutu minyak adalah masa penahanan pada puncak

terpanjang ( untuk triple peak adalah puncak ke 3).

4. Pembuangan Uap

Pembuangan uap dilakukan dengan sistem perebusan yang dilakukan.

Uap dibuang melalui cerobong atas yang pipanya berukuran besar diameter 8

inchi. Umumnya ukuran pipa pembuangan lebih besar dari pipa uap masuk

(39)

mudah lepas dari tangkainya. Pembuangan uap pada peak-peak sebelum akhir

perebusan pada SPDP dan SPTP dilakukan bersamaan dengan pembuangan air

kondensat, dengan maksud agar penurunan tekanan dapat berlangsung uap (

blow up ) air kondensat dibuang terlebih dahulu sehingga buah yang direbus

kering. Untuk mempermudah pengaturan uap dapat dilakukan dengan

automatic control valve yang belakangan ini telah banyak digunakan oleh PKS

yang baru didirikan.

5. Penyaluran uap masuk dan keluar selama perebusan

a. Manual, yang kesemuanya kejadian pemasukan uap, pengeluaran uap dan

kondensat menggunakan tenaga manusia. Seperti diutarakan diatas bahwa

pengaturan uap didasarkan pada kondisi sumber uap dan pemakaian uap.

Karena pelaksanaannya membutuhkan kekuatan fisik di operator maka

diperlukan 2-3 orang tiap sift untuk kapasitas 30 ton TBS/jam. Dalam

pelaksanaan pola perebusan tiga puncak maka keadaan pembukaan dan

penutupan kran uap sangat sibuk sehingga sering terlupakan

kegiatan-kegiatan yang seharusnya dikerjakan pada pola tiga puncak.

b. Automatisasi, yang menggunakan bantuan alat yang diprogram. Pada

perebusan manual yang digunakan adalah kran” globe valve” yang

merupakan pemutaran beberapa kali dan membutuhkan waktu yang lama

untuk buka/tutup 100% dan 0%. Karena kelemahan tersebut maka

dikembangkanlah automatisasi yang didasarkan pada waktu dan tekanan

rebusan. Untuk mempertinggi efisiensi pengoperasian pembukaan dan

(40)

pembukaan dan penutupannya dibantu oleh alat “compressor” dan

dikontrol dengan program.

i. Automatisasi dasar waktu, yaitu pembukaan dan penutupan kran

uap masuk, keluar dan air kondensat didasarkan pada waktu yang

telah ditetapkan. Waktu yang menjadi dasar adalah tahapan waktu

selama perebusan. Tahapan yang diprogramkan didasarkan pada

tekanan rebusan yang normal, dan apabila terjadi perubahan

tekanan uap dari “back pressure vessel” tidak menunda atau

memperpanjang masa rebus. Dengan kata lain buah yang direbus

masak atau tidak masak kran buangan uap atas dan air kondensat

secara otomatis akan terbuka.

ii. Aoutomatisasi dasar tekanan, yaitu masa rebusan dihitung bila

tekanan tercapai, hal ini berbeda dengan dasar waktu. Apabila

penjumlahan waktu yang didasarkan pada tekanan uap dalam

sterilizer yang dirancang telah tercapai maka program logic

computer (PLC) mengatur compressor untuk membuka dan

menutup kran. Pada program ini dapat dikembangkan untuk

mengatur pemasukkan uap dalam % pada sterilizer berarti bukan

hanya 0% dan 100%, akan tetapi dapat diatasi 85% dan

sebagainya.

6. Pengangkutan buah rebus

Buah rebus yang keluar dari rebusan segera akan dipipil. Lori tersebut

ditarik dengan tali atau didorong dengan “forklift” atau “lako”. Buah tersebut

(41)

a. Tipler, yaitu buah yang berada dalam lori dituang ke dalam bak

yang berbentuk cone dengan cara berputar pada sumbu. Cara ini

dahulu dikembangkan pada pabrik yang memiliki sterilisasi tegak.

Alat ini mempunyai kelemahan yaitu kerusakan pada “ Bunch

elevator” akibat beban yang berat dan panas, yang menjadi

penyebab stagnasi. Kemudian ini dikembangkan pada pabrik yang

membuat letak tippler lebih tinggi atau sama dengan alat bantingan

sehingga tidak menggunakan bunch elevator.

b. Hoisting crane

Buah rebusan yang telah dikeluarkan dari sterilizer diangkut keatas

dengan menggunakan “hoisting crane”, yang kemudian dituang

dengan cara memutar lori pada titik sumbu. Buak akan jatuh ke

mulut hopper yang dilengkapi dengan pipa penyanggah sehingga

saat buah jatuh sudah dimulai dengan proses pemipilan. Interval

pengangkutan buah ke “Tresher” dilakukan secara kontiniu, yang

didasarkan pada kapasitas olah dan kapasitas alat. ( P. M. Naibaho,

1996 )

2. 3. 5 Operasionasi dan perawatan rebusan

Rebusan merupakan sebuah bejana tekanan yang bekerja dengan tingkat resiko

yang tinggi. Oleh karena itu, rebusan dan unit pendukungnya harus diperiksa sebelum

dioperasikan. Hal-hal yang perlu diperiksa antara lain packing pintu, alat penunjuk

tekanan (manometer), pelat penyaring kondensat, katup pengaman, cantilever, dan

(42)

i. Packing pintu

Kerusakan packing pintu biasanya terjadi pada baggian bawah pintu rebusan

karena adanya genangan air kondensat. Kebocoran packing harus benar-benar

diperiksa. Jika ada yang bocor, harus segera dilakukan penggantian.

ii. Alat penunjuk tekanan ( manometer)

Manometer terdapat di bagian atas pintu depan dan belakang rebusan.

Fungsinya untuk menunjukkan apakah tekanan dalam perebusan masih ada

atau tidak. Operator harus memperhatikan apakah masih ada tekanan atau

tidak pada saat hendak membuka pintu rebusan. Pastikan bahwa tekanan uap

di dalam rebusan banar-banar sudah nol sebab uap akan menyembur jika

masih ada tekanannya.

iii. Pelat penyaring kondensat

Penyaring kondensat terdapat pada lantai dalam rebusan. Saringan ini harus

sering diperiksa, jangan sampai tersumbat, air kondensat ini akan tergenang di

lantai rebusan dan mempercepat rusaknya packing pintu rebusan.

iv. Katup pengaman

Periksalah mekanisme katup pengaman, apakah masih berfungsi dengan baik

atau tidak. Katup pengaman berfungsi sebagai pencegah terjadinya tekanan

(43)

v. Cantilever

Cantilever berfungsi sebagai rel untuk jalan keluar-masuk lori ke dalam

reebusan. Cantilever harus dalam keadaan baik dan tidak baling (twisted) agar

lori yang keluar-masuk rebusan tidak terguling atau jatuh.

vi. Pompa kondensat

Lantai sekitar rebusan tidak boleh dugenangi oleh air kondensat karena

temperatur air kondensat tinggi dan masih mengandung minyak yang

menyebabkan lantai menjadi licin.

Bagian dalam setiap bagian rebusan harus dibersihkan minimal dua minggu

serta dilakukan pemeriksaan, perawatan, dan perbaikan yang dilakukan. Semua

peralatan rebusan memerlukan perhatian.

(44)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Alat – alat

− Cawan Petridish

− Neraca Analitik

− Timbel

− Soklet

− Kondensor Pyrex

− Hot Plate

− Oven

− Desikator

− Kertas Saring

− Kapas

− Tang Jepit

− Labu Alas Pyrex 250 ml

3.2 Bahan

− Sampel Air Kondensat ( air rebusan )

(45)

3.3 Prosedur Percobaan

− Diambil sampel air kondensat pada tekanan 1,5 kg/cm2, 2 kg/cm2, dan 2,8

kg/cm2.

− Didinginkan.

− Dimasukkan sampel air kondensat lalu ditimbang.

− Ditimbang cawan petridish yang telah dilapisi dengan kertas saring memakai

neraca analitik.

− Dimasukkan cawan petridish yang telah berisi masing- masing sampel ke

dalam oven pada suhu 105o C selama 3 jam.

− Dikeluarkan sampel dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15

menit.

− Ditimbang cawan yang telah diovenkan.

− Dimasukkan sampel ke dalam timbel lalu ditutup dengan kapas.

− Ditimbang labu alas kosong, kemudian diisi dengan n-heksan sebanyak 250

ml.

− Dimasukkan timbel ke dalam alat soklet.

− Diekstraksi dengan memakai kondensor sebagai pendingin dan hot plate

sebagai pemanas selama 4 jam.

− Dikeluarkan timbel dari alat soklet dan n-heksan yang telah bercampur dengan

minyak hasil ekstraksi didestilasi.

− Labu alas yang berisi minyak dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105oC

(46)

− Dikeluarkan labu alas dari oven kemudian dimasukkan ke dalam desikator

selama 15 menit.

(47)

BAB 4

DATA DAN PEMBAHASAN

4. 1 Hasil 4. 1. 1 Data

Tabel 4.1 : hasil analisa Kehilangan minyak dan Kadar Nos Pada air Kondensat

(48)

Keterangan

P : Tekanan Steam

T : Waktu

A: Massa air rebusan

B: massa minyak dalam air rebusan

4. 1. 2 Perhitungan

Dari data yang dikumpulkan di laboratorium, maka dapat dihitung kadar

kehilangan minyak dan kadar NOS pada air kondensat hhang dinyatakan dalam %

berat.

− Persentase kadar minyak pada air kondensat

Kadar Minyak (%) = berat minyak x 100%

berat sampel

− Persentase Kadar NOS ( Non-Oil Solid ) pada air Kondensat

Kadar NOS (%) = 100% - ( %Minyak + % Air )

Sebagai contoh perhitungan diambil dari sampel No. 1 dari puncak I ( tekanan

1,5 Kg/cm2).

Berat cawan kosong + contoh = 33,1623

Berat cawan kosong = 13,5879

(49)

Setelah penguapan dalam oven selama ± 3 jam

Berat cawan kosong + Contoh setelah diovenkan = 15,1655

Berat cawan kosong = 13,5879

Berat Contoh setelah diovenkan = 1,5776

Berat minyak dalam air kondensat setelah diekstraksi

Berat Labu + Contoh = 110,4312

Berat Labu kosong = 110,1692

Berat contoh = 0,2620

- Kadar Minyak (%) = 0,2620 x 100%

19,5744

= 1,34 %

- Kadar Air (%) = Berat Sampel – Berat sampel setelah diovenkan x 100%

Berat sampel

= 19,5744 – 1,5776 x 100%

19,5744

= 17,9978 x 100%

19,5744

(50)

- Kadar NOS (%) = 100% - ( 1,34 + 91,94 )%

= 100% - 93,28%

= 6,72%

Sehingga didapat persentase rata- rata kadar minyak dan kadar NOS (

Non-Oil Solid) di dalam air kondensat (air rebusan) yang telah dianalisa di laboratorium

PKS Rambutan:

Tabel 4.2. : Pengaruh Tekanan Uap dan Lama Perebusan terhadap persentase Kadar

Minyak dan Kadar NOS (Non-Oil Solid) di dalam Air Kondensat ( Air

Rebusan) yang Dianalisa di Laboratorium PKS Rambutan

No.

Sampel air

rebusan

Tekanan

(Kg/Cm2)

Kehilangan Minyak Kadar NOS

90

Dari data analisa terlihat bahwa kehilangan minyak akan bertambah jika

tekanan dan waktu perebusan bertambah. Adanya tekanan mengakibatkan

guncangan-guncangan dimana buah seolah-olah dikempa sehingga minyak keluar

(51)

air kondensat akan semangkin tinggi. Dengan demikian penggunaan tekanan dan

waktu perebusan yang optimal memperkecil kadar kehilangan minyak tanpa harus

mengurangi kualitas dari minyak yang akan dihasilkan. Pada perebusan 90 menit

merupakan perebusan yang optimal. Pada perebusan ini diperoleh kadar lossis yang

rendah dengan mutu minyak yang dihasilkan baik. Jikalau waktu perebusan yang

diberikan lebih dari 90 menit dapat mempengruhi tingginya lossis minyak pada air

kondensat, tandan kosong, ampas press, dan merusak mutu minyak yang dihasilkan.

Selain itu waktu perebusan lebih dari 90 menit ini akan memperekecil kapasitas

olahan pabrik.

Kadar NOS ( Non-Oil Solid ) pada puncak kedua mengalami penurunan, hal

ini disebabkan karena pada pembuangan puncak pertama sebagian besar kotoran telah

terbuang. Pada puncak kedua ini buah mulai mengalami pemasakan. Dengan

penambahan tekanan yang semangkin tinggi maka sisa-sisa pembuangan pada puncak

pertama dan puncak kedua serta kotoran yang masih tertinggal pada buah akan

dibuang pada puncak ketiga. Tingginya kadar NOS tidak dipengaruhi oleh lamanya

waktu perebusan, akan tetapi dipengaruhi oleh banyaknya kotoran pada buah tersebut.

Semangkin banyak kotoran pada buah maka kadar NOS pada air kondensat akan

semangkin tinggi.

Dari hasil analisa diperoleh kadar minyak pada air kondensat telah melewati

ketentuan yang ditetapkan oleh pabrik, dimana kehilangan minyak pada air kondensat

yang telah ditentukan sebesar 0,7%. Tingginya kadar kehilangan minyak dalam air

(52)

i. Penimbunan buah

Buah yang diolah sebaiknya langsung diolah dalam keadaan segar. Di lapangan

dijumpai sering sekali buah menumpuk berhai-hari yang dapat meningkatkan

kadar ALB dan Kehilangan minyak pada air kondensat.

ii. Buah yang luka

Buah yang luka mengakibatkan semankin tingginya tingkat kehilangan minyak

saat proses perebusan yang terbuang bersama air kondensat. Kerusakan buah ini

terjadi pada pemanennan, pengangkutan, bahkan pada saat perlakuan di pabrik

terutama saat pemindahan buah ke Loading Ramp.

iii. Fraksi buah lewat matang

Adanya fraksi buah lewat matang mempenggaruhi tingginya kadar minyak yang

hilang (lossis) pada air kondensat.

iv. Tekanan Uap Perebusan

Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik, perlu diperhatikan tekanan uap

perebusan yang digunakan. Tekanan uap perebusan yang optimal adalah 2,8

kg/cm2.

Apabila tekanan uap terlalu rendah akan menyebabkan sebagai berikut:

1.Buah kurang masak, mengakibatkan buah tidak terlepas dari tandan kosong

pada proses pemipilan, dan mengakibatkan tingginya tingkat kehilangan

minyak yang tidak dapat terpipil pada janjang kosong.

2.Dalam perebusan tekanan yang tinggi dengan sendirinya mengakibatkan

temperature yang tinggi. Dengan penambahan uap yang terlalu rendah

mengakibatkan masih tingginya kadar air pada biji yang mengakibatkan

(53)

3. Pelumatan dalam digester tidak sempurna yang mengakibatkan sebagian

daging buah tidak terlepas dari biji.

4.Ampas / fiber masih basah yang mengakibatkan pembakaran dalam ketel uap

tidak sempurna.

Aapabila tekanan uap perebusan tinggi akan menyebabkan:

1. Buah menjadi memar, kerugian minyak dalam air kondensat dan tandan

kosong bertambah.

2.Mutu minyak akan turun.

3.Buah akan menjadi gosong, disebabkan karena kenaikkan tekanan yang sejalan

dengan meningkatkan temperature.

v. Waktu perebusan.

Waktu perebusan yang terlalu lama akan meningkatkan kehilangan minyak pada

air kondensat , tandan kosong, dan ampas press. Waktu perebusan yang optimal

(54)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

vi. Rata-rata kadar minyak dan NOS yang terdapat pada air kondensat selama

proses perebusan dengan pola perebusan sistem tiga puncak ( triple peak ) dan

waktu prebusan 90-110 menit di PKS rambutan adalah rata-rata kadar minyak

yang hilang sebesar 1,70-2,32 % dan kadar NOS sebesar 5,13 – 7,08% .

vii. Semangkin tinggi tekanan uap dan waktu perebusan maka kadar kehilangan

minyak pada air kondensat semangkin tinggi. Semangkin tinggi tekanan maka

kadar NOS yang terdapat dalam air kondensat akan semangkin tinggi,

sedangkan lamanya waktu perebusan tidak mempengaruhi tingginya kadar

NOS, hal ini disebabkan karena tingginya kadar NOS didalam air kondensat

dipengaruhi oleh kebersihan dari buah tersebut.

5.2 Saran

- Hendaknya buah yang telah dipanen langsung diolah di pabrik guna

memperkecil kehilangan minyak dalam air kondensat selama proses

(55)

- Dalam pemanenan, pengangkutan, dan penimbunan pada loading ramp

hendaknya kerusakan buah diperkecil selama perlakuan tersebut, agar

memperkecil kadar ALB dan kehilangan minyak pada air kondensat.

- Diharapkan dalam pengolahan di pabrik hendaknya dalam setiap perlakuan

yang diberikan harus sesuai dengan standar prosedur operasi kerja yang telah

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Yan dkk. 2007. Kelapa Sawit , Budi Daya, Pemanfaatan Hasil, dan Limbah,

Analisa Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Cetakan 21. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Karim, A. 2005. Metode Kwalitatip Pengolahan Kelapa Sawit. Medan : Lembaga

Pendidikan Perkebunan.

Ketaren. S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Cetakan

Pertama. Jakarta: UI-Press.

Mangoensoekarjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Cetakan Pertama.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Naibaho, P.M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian

Kelapa Sawit.

Paham, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Managemen Agribisnis dari Hulu

hingga Hillir.Cetakan Pertama. Jakarta : Penebar Swadaya.

Risza, S.1994. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta. Penerbit

(57)
(58)
(59)

Gambar 6. 2. Ketel Perebusan ( sterilizer )

Keterangan :

1. Jembatan kantilever 2. Pintu masuk Lori

3. Pressure Gaudge

4. Lori

5. Pipa Inlet Steam 6. Pipa Outlet Steam

7. Safety Valve

8. Ketel rebusan 9. Pintu keluar Lori

10.Rail Track didalam rebusan

11.Pondasi (kaki rebusan)

12.Pipa pembuangan air kondensat 13. Termometer.

1

3 2

5 6 7 8

9

10

4 11

13

(60)

Gambar 6.3.

Tekanan Uap Perebusan ( Kg/ Cm²)

Grafik Kadar Kehilangan Minyak VS

Tekanan Uap Perebusan

90 menit

100 menit

(61)

Gambar 6. 4.

Tekanan Uap Perebusan ( Kg/ Cm²)

Grafik Kadar NOS Vs Tekanan Uap

Perebusan

90 menit

100 menit

110 menit

Gambar

Tabel 2.1. Beberapa tingkat fraksi TBS
Tabel 2.2. Komposisi asam lemak minyak kelapa  sawit dan minyak inti kelapa  sawit
Tabel 2.3. Nilai sifat Fisio-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Tabel 2.4. Sifat minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah dimurnikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kendati demikian persentase kehilangan ini masih belum bisa ditiadakan, karena sangat sulit untuk mencegah kehilangan tersebut.Kehilangan minyak dapat diketahui dengan

Penggunaan tekanan press yang kecil akan menghasilkan kadar kehilangan minyak sawit yang besar, sedangkan penggunaan tekanan press yang sebesar mungkin akan menghasilkan

Tekanan yang terlalu rendah akan menghasilkan panas yang rendah pula, sehingga pada proses kejutan (pembuangan uap) pada puncak I, II ataupun III, uap ataupun panas tidak menembus

Pada proses perebusan kelapa sawit tekanan uap dan waktu perebusan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena semakin lama waktu dan tekanan maka temperatur

Tekanan yang rendah dan waktu perebusan yang singkat akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut yaitu, buah yang kurang masak sehingga brondolan tidak lepas dari tandan yang

Kehilangan minyak kelapa sawit di unit rebusan yang terdapat pada air kondensat dan kolam fat fit, dapat mempengaruhi kuantitas hasil akhir, sehingga perlu dilakukan

Data % kadar kehilangan minyak (losses) yang terdapat dalam air kondensat pada ketel rebusan I.. Data % kadar kehilangan minyak (losses) yang terdapat dalam air kondensat pada

Diharapkan dengan adanya puncak-I dan ke-II, udara didalam tandan sudah tidak ada dan proses perebusan yang sebenarnya pada puncak –III, dapat dilakukan dengan sempurna