• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan Dengan Menggunakan Sistem Tiga Puncak ( Triple Peak ) di PTPN IV Pabatu-Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan Dengan Menggunakan Sistem Tiga Puncak ( Triple Peak ) di PTPN IV Pabatu-Tebing Tinggi"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan Dengan Menggunakan Sistem Tiga Puncak ( Triple Peak ) di PTPN IV Pabatu-Tebing Tinggi

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Elfrida Sami Siregar

Nomor Induk Mahasiswa : 112401090

Program Studi : D3 Kimia Industri

Departemen : Kimia

(2)

ii

PERNYATAAN

PENGARUH TEKANAN DAN WAKTU PEREBUSAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR KONDENSAT

DI STASIUN PEREBUSAN DENGAN PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK(TRIPLE PEAK)

DI PTPN IV PABATU TEBING TINGGI

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2014

(3)

iii

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah nya serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini berjudul ”Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan Dengan Menggunakan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak) di PABATU Tebing Tinggi ”. Karya ilmiah ini merupakan syarat untuk melengkapi gelar Ahli Madya pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Jurusan Kimia Industri D3 Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini,penulis banyak sekali menemukan masalah,namun berkat bantuan dari semua pihak,sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan fasilitas yang telah diberikan baik sebelum atau sesudah PKL dilakasanakan,kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta H.Gulam Syami Siregar dan Ibunda tercinta Hj.Ummi Harahap SPd,I yang sangat penulis sayangi yang telah memberikan dukungan moril dan materil,serta dukungan doa selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Adinda penulis, Raja Syarif Siregar,Iyas Alwi Siregar, dan Siti Rahmalia Siregar yang sangat penulis sayangi yang telah memberikan semangat,dukungan,dan doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Bapak Dr.Albert Pasaribu selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu,tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.

4. Ibu Dra,Saur Lumbanraja.M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik. 5. Bapak Dr. Sutarman,M.Sc selaku Dekan FMIPA USU.

6. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS sebagai Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.

7. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, MS selaku Ketua Prog.Studi D3 Kimia.

8. Bapak / Ibu Staff pengajar khususnya Program Studi Kimia Industri Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

9. Sahabat penulis Icha , Af, Fitri, Emi, Perdinal, Ilham, Siti, Ila, Novita, Wira, dan terutama buat Alex Leo Pasaribu, yang telah memberikan dukungan dan doa selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

(4)

iv

11. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Kimia Industri ‘011 dan para staff di

PTPN IV kebun Pabatu.

12. Kak Dina, Abang Eko, Abang Putra dan Awi yang telah berbaik hati dan bersedia memperbolehkan penulis berada dirumahnya selama PKL.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah ini masih banyak sekali kekurangan dalam materi dan cara penyajian maupun penulisannya, untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat baik dan membangun kesempurnaan Karya Ilmiah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian Karya Ilmiah ini. Penulis berharap Karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

(5)

v

ABSTRAK

(6)

vi

THE INFLUENCE PRESSURE AND STERILIZATION TIME OWARD LOSE OIL IN CONDENSAT WATER AT STERILIZATION

STATION WITH USETRIPLE PEAKSISTEM STERILIZATION IN PTPN IV

PABATU - TEBING TINGGI

Abstract

(7)

vii

2.1. Sejarah Tanaman Kelapa Sawit 4

2.1.1. Varietas Kelapa Sawit 5

2.2. Minyak Kelapa Sawit 8

2.2.1 Komposisi dan Sifat Minyak Kelapa Sawit 9 2.2.2Faktor-Faktor yang mempengaruhi kerusakan Minyak Kelapa

Sawit 12

2.3. Sifat Fisiko Kimia Minyak Kelapa Sawit 15

2.4. Perebusan (Sterilisasi) 16

2.5.5 Pencatatan Ketel Rebusan Secara Berkala 30

BAB 3. METODE PERCOBAAN

3.1. Alat 32

3.2. Bahan 32

(8)

viii

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 34

4.1.1 Pengolahan data 34

4.2. Pembahasan 35

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.2. Saran 37

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul

Halaman

2.2 Komposisi Minyak Kelapa Sawit 15

2.3 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit dan

Minyak Inti 17

4.1 Hasil analisa kehilangan minyak yang terikut dalam air

(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses produksi di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimulai dengan mengolah

bahan baku sampai menjadi produk, yang bahan bakunya adalan Tandan Buah

Segar (TBS) kelapa sawit. Pengolahan (TBS) kelapa sawit di pabrik bertujuan

untuk memperoleh minyak kelapa sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut

cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan

TBS atau brondolan dari tempat pengangkutan hasil sampai dihasilkan minyak

sawit dan hasil-hasil samping lainnya seperti inti sawit (kernel).

Tandan buah Segar (TBS) mengandung sejumlah zat yang harus

dimusnahkan terlebih dahulu untuk mencapai pengolahan yang efisien. Suasan

lembab dengan suhu yang tinggi dalam perbusan akan mengaktifkan enzim-enzim

lipase dan lipoksidase yang terdapat dalam buah sehingga hidrolisis minyak

menjadi asam lemak bebas dan proses oksidasi minyak dapat dihentikan. Oleh

karena itu tandan yang dipanen harus dapat direbus atau distrilisasi secepatnya.

Setiap PKS tentunya menginginkan hasil minyak dengan kualitas yang

baik,tingkat keasaman yang rendah, dan minyak yang mudah dipucatkan

(bleaching). Proses perebusan yang dilakukan dengan tekanan uap 2,8 kg/cm2dan

(11)

minyak dan inti yang memuaskan. Selain itu, pada proses perebusan juga perlu

dilakukan pengurasan udara agar udara bisa keluar. Dan sistem perebusan yang

terbaik digunakan adalah pola perebusan dengan sistem tiga puncak (triple peak).

Perebusan dilakukan dengan mengalirkan steam dengan tekanan yang

berbeda-beda yang sesuai dengan sistem tiga puncak yang digunakan, dimana semakin

tinggi tekanan,maka akan semakin banyak uap panas (steam) yang digunakan.

Perebusan yang terlalu lama juga akan menyebabkan kehilangan minyak yang

cukup tinggi.

Dari proses perebusan kelapa sawit akan diperoleh air kondensat yang

masih mengandung minyak pada stasiun perebusan. Untuk stasiun perebusan

batas normanya 0,50%. Karena angka pengutipan pengoptimalan pada pabrik

pengolahan kelapa sawit merupakan efisiensi kepemilikan pabrik. Oleh karena itu,

setiap buangan air kondensat atau sisa buangan lainnya dari proses pengolahan

harus dianalisa dengan teliti. Berdasarkan hal diatas, maka penulis tertarik untuk

menyusun hasil besarnya : PENGARUH TEKANAN DAN WAKTU

PEREBUSAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR

KONDENSAT DI STASIUN PEREBUSAN DENGAN MENGGUNAKAN

SISTEM TIGA PUNCAK (TRIPLE PEAK) DI PTPN IV PABATU-TEBING

TINGGI.

1.2 Permasalahan

Apakah kadar minyak yang hilang dalam perebusan di stasiun perebusan tidak

(12)

1.3 Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah tersebut adalah Bagaimana Pengaruh Tekanan

dan Waktu Perebusan Terhadap Angka Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat

di Stasiun Perebusan.

1.4 Tujuan

Untuk mengetahui besarnya angka kehilangan minyak pada tekanan dan waktu perebusan yang berbeda dengan menggunakan sistem 3 puncak (triple peak).

1.5 Manfaat

(13)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman Kelapa Sawit (Elaeais Guinensis Jacq) berasal dari Nigeria,Afrika Barat. Meskipun demikian,ada yang menyatakan bahwa kelapa

sawit berasal dari Amerika selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan

spesies kelapa sawit dihutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada

kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur diluar daerah seperti Malaysia,

Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Tanaman kelapa sawit ini dimasukkan

pertama kali dari Afrika sebagai sentra plasma nuftah pada tahun 1848. Ketika itu

ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritus dan Amsterdam

dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan

dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. (Yan Fauzi, 2008).

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang

dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping

ialah bungkil inti kelapa sawit( palm kernel meal atau pellet).

Di Indonesia pabrik yang menghasilkan minyak inti kelapa sawit dan

bungkil inti kelapa sawit adalah pabrik Ekstraksi Minyak Kelapa Sawit di

Belawan-Deli. Minyak inti kelapa sawit tersebut hampir seluruhnya diekspor.

Pada tahun 1973 jumlah minyak kelapa sawit yang diekspor adalah 8.009.188 kg

(14)

6.200,068 kg dengan nilai US $ 540.005,05. Pada tahun 1974 bungkil inti kelapa

sawit yang diekspor adalah 17.657.583 kg dengan nilai ekspor US $ 1.115.884,64.

Dengan adanya peningkatan nilai ekspor maka diperlukan standard an

pengawasan mutu bungkil inti kelapa sawit untuk memberikan jaminan mutu pada

konsumen. (S. Ketaren,1986).

2.1.1 . Varietas Kelapa Sawit

Secara botani, buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri

dari pericarp yang terbungkus oleh exocarp (atau kulit), mesocarp (yang secara salah kaprah biasanya disebut pericarp, dan endocarp (cangkang) yang membungkus 1-4 inti/kernel (umumnya hanya satu). Inti memiliki testa (kulit),

endosperm yang padat, dan sebuah embrio. Salah satu sifat ekonomis yang

penting dari kelapa sawit yaitu ketebalan cangkang.Sifat ini diidentifikasikan oleh

Beirnaert dan Venderweyen pada tahun 1941 sebagai sifat yang dikendalikan oleh

gen tunggal. Adapun tipe kelapa sawit berdasarkan penampangan irisan buah

ataupun ketebalan cangkang dan daging buah, yaitu:

1. Pisifera

Tanaman pisifera mempunyai alela homosigot resesif (sh-sh-) sehingga tidak

membentuk cangkang. Umumnya, tanaman pisifera gagal membentuk buah

sehingga umumnya tidak ditanam secara komersil di perkebunan. Walaupun

demikian, beberapa jenis pisifera tetap fertile dan mampu berkembang biak.

Menurut hasil penelitian, pisifera yang steril dapat juga menghasilkan buah

normal jika infloresennya secara teratur disemprot dengan auksin setelah terjadi

(15)

2. Dura

Tanaman tipe dura (tebal cangkang 2-8 mm) mempunyai alela homosigot

dominan (sh+sh+) yang menghasilkan cangkang tebal. Hibrida dari dura x pisifera

yaitu tanaman tenera. Daging buah relative tipis, yaitu 35-50% terhadap buah.

Daging biji (kernel) besar dan memiliki kandungan minyak yang rendah.

Sedangkan dalam persilangan, dapat dipakai sebagai pohon induk betina.

3. Tenera

Tanaman tipe tenera yang mempunyai alela heterosigot dominan (sh+sh-).

Tenera mempunyai cangkang yang tipis (0,5-4mm) dan dikelilingi oleh

cincin-cincin serat pada mesocarp nya. Varietas tenera lebih disukai untuk penanaman

komersial karena kandungan minyak nya didalam mesocarp nya lebih tinggi

daripada dura. Selain itu, dikenal juga istilah macrocarya, yaitu varietas dura yang

mempunyai cangkang (6-8 mm). Terminologi macrocarya akhir-akhir ini sudah

tidak dipakai lagi karena tidak merupakan sifat genetik signifikan.

Berdasarkan tipe buah yang abnormal, dikenal juga jenis kelapa sawit

poissoni dan diwakkawakka yang mempunyai dua lapisan daging buah yang

menyelimuti buah utama. .Lapisan daging buah ini merupakan perkembangan dari

androecium bunga betina dan didalamnya kadang-kadang dijumpai struktur yang

sifatnya mirip dengan cangkang dan kernel.

Pembagian tipe buah berdasarkan warna kulit buah dapat dikelompokkan

(16)

1. Nigrescens

Buah nigrescens berwarna ungu sampai hitan pada waktu muda dan berubah

menjadi jingga kehitam-hitaman pada waktu matang. Tipe buah nigrescens

hamper dominan ditemukan pada varietas tenera yang ditanam secara komersil di

Indonesia.

2. Virescens

Pada waktu muda, buah virescens berwarna hijau dan ketika matang warnanya

berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijau-hijauan.

3. Albescens

Pada waktu muda, buah albescens berwarna keputih-putihan sedangkan

setelah matang berwarna kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna

kehitam-hitaman.

Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setlah berumur sekitar 24-30

bulan setelah ditanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut Tandan Buah

Segar (TBS) atau fresh fruit bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit

meningkat mulai umur 3-14 tahun dan akan menurun setelah umur 15-25 tahun.

Setiap pohon sawit dapat menghasilkan 10-15 TBS pertahun dengan berat 3-40 kg

pertandan. Tergantung dari umur tanaman. Dalam satu tandan terdapat

(17)

2.2 Minyak Kelapa Sawit

Seperti jenis minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C,

H dan O. minyak sawit inti terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan

perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak

jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam stearat.

Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam

oleat (39%) dan asam linoleat (11%). Komposisi tersebut ternyata agak berbeda

jika dibandingkan dengan minyak inti sawit dan minyak kelapa. Secara lebih

terinci, komposisi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang terdapat

dalam ketiga jenis minyak nabati tersebut.

Minyak sawit yang digunakan sebagai bahan produk pangan biasanya

dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi,

rafinasi, dan hidrogenasi. Dewasa ini, produksi CPO Indonesia sebagian besar di

fraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi

itulah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak goring domestic

sebagai pelengkap minyak goring dari minyak sawit. Sebagai bahan pangan,

minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan minyak

goreng yang lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui memiliki fungsi

sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. keunggulan lainnya

antara lain adalah karena kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah

sehingga minyak goring yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor

(heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh karena itu, minyak

(18)

dengan minyak ini tidak cepat tengik. Untuk keperluan pangan, prospek minyak

sawit banyak ditentukan oleh situasi minyak kedelai.( Tim Penulis,1997)

TBS yang telah ditimbang beserta lorinya selanjutnya direbus didalam

sterilizer atau dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap

panas selama 1 jam atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya,

besarnya tekana uap yang digunakan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 1250C.

perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak sawit dan

pemucatan kernel. Sebaliknhya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek

menyebabkan semakin banyak buah yang rontok dari tandannya. Minyak sawit

memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat

mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Kebutuhan minyak

sawit yang digunakan sebagai bahan baku industry panagn dan non pangan

masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian,kesegaran,maupun

aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. (Fauzi Yan,2002).

2.2.1 Komposisi dan Sifat Minyak Kelapa Sawit

Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester

dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak dalam bentuk

umum tidak berbeda terigliserdanya, hanya berbeda dalam bentuk (wijud).Disebut

minyak jika bentuknya cair dan lemak jika bentuknya padatan.Trigliserida adalah

(19)

CH2–OH + R1–COOH CH2–COOR1

CH –OH + R2–COOH CH–COOR2 + 3H2O

CH2–OH + R3–COOH CH2–COOR3

Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air

Asam– asam lemak dapat berasal dari tipe yang sama maupun yang tidak

sama. Sifat trigliserida akan tergandung pada perbedaan asam –asam lemak yang

bergabung untuk membentuk trigliserida. Perbedaan asam – asam lemak ini

tergantung pada panjang rantai dan derajat kejenuhannya.

Asam lemak yang memiliki rantai pendek memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah dan lebih mudah larut dalam air. Sebaliknya, semakin panjang rantai asam – asam lemak, akan menyebabkan titik leleh yang lebih

tinggi. Titik leleh juga tergantung pada derajat ketidakjenuhan.Asam–asam yang

tidak jenuh memiliki titik leleh yang lebih rendah dibandingkan memiliki panjang

rantai serupa.

Dua jenis asam lemak yang paling dominan dan asam yaitu asam palmitat

C16 : 0 (jenuh) dan asam oleat C18 :1 (tidak jenuh). Umumnya, komposisi asam

lemak minyak sawit sebagai berikut.

C12:0 Larutan - 0,2% C18:2 Linoleat - 10,1%

C14:2 Myristat - 1,1% Lainnya - 0,9%

C16:0 Palmitat - 44,4%

C18:0 Stearat - 4,5%

(20)

Minyak tesebut jika dihidrolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai

panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi hidrolisis secara kimia sebagai berikut.

CH2–COOR1 + CH2–OH

CH–COOR2 + H2O CH–COOR2 + R1COOH

CH2–COOR3 + CH2–COOR3

Trigliserida Air Digliserida FFA

Gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana, tetapi

mrupakan gliserida campuran yaitu molekul gliserol berikatan dengan asam lemak

bebas.Asam lemak bebas yang terbentuk hanya terdapat dalam jumlah kecil dan

sebahagian besar tirikat dalam ester.Trigliserida dapat berbentuk cair jika

mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair

rendah. Secara ilmiah, asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1 –C8

berbentuk cair, sedangkan kika lebih dari C8akan berbentuk padat.

Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semi padat.Hal ini karena

minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom

karbon lebih dari C8.Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang

dikandung.Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang

(21)

2.2.2 Faktor–faktor yang mempengaruhi kerusakan Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit yang di simpan akan mengalami penurunan mutu jika

tidak ditangani tepat, terutama karena terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis.

a. Reaksi perubahan kualitas minyak

Kerusakan yang terjadi pada minyak dapat disebabkan olrh beberapa faktor,

aksi enzim, aksi mikroba, serta dan reaksi kimia.

1. Absorbsi bau dan kontaminasi

Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan yang

mengandung minyak (lemak) yaitu usaha mencegah pencemaran bau dan

kontaminasi dari alat penampung. Hal ini karena minyak (lemak) dapat

mngabsorpsi zat menguap atau bereaksi dengan bahan lain. Adanya absorpsi dan

kontaminasi dari wadah ini akan menyebabkan perubahan pada minyak, dimana

akan menghasilkan bau tengik sehingga menurunkan kualitas minyak.

Proses absorbsidan kontaminasi dari tempat menyimpanan dapat dihindari

dengan pemakaian bahan yang sesuai. Untuk penampungan dan penyimpanan

minyak kelapa sawit, bisa dipakai bahan dari stainless steel atau mild steel yang dilapisi dengan cat epoxy.Bahan yang berasal dari seng tidak di anjurkan untuk tempat penyimpanan minyak sawit.

2. Aksi enzim

(22)

tidak aktif. Sementara, jika organisme telah mati maka koordinasi antarasel akan

rusak sehingga enzim akan bekerja dan merusak minyak. Indikasi dari aktivitas

enzim dapat diketahui dengan mengukur kenaikan bilangan asam.

Adanya aktivitas enzim akan menghidrolisis minyak sehingga asam lemak

bebas dan gliserol. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menghasilkan

bau tengik dan rasa tidak enak. Asam lemak bebas juga dapat menyebabkan waran

gelap dan proes pengkaratan logam. Untuk mengurangi aktivitas enzim ini, bisa

diusahakan dengan prnyimpanan minyak pada kondisi panas, minimal 50oC

3. Aksi mikroba

Kerusakan minyak oleh mikroba (jamur, ragi, dan bakteri) biasanya terjadi

jika jika masih terdapat dalam jaringan.Namun, minyak yang telah dimurnikan

pun masih mengandung mikroba yang berjumlah maksismum 10 organisme setiap

gramnya.Dalam hal ini, minyak dapat dikatakan steril. Kerusakan yang dapat

ditimbulkan oleh mikroba antara lain produksi asam lemak bebas,bau sabun, bau

tengik, dan perubahan warna minyak.

4. Reaksi kimia

Kerusakan minyak kelapa sawit terutama disebabkan karena faktor absorpsi

dan kontaminasi, sedangkan aksi enzim dan aksi mikroba selama ini kurang

diperhatikan dan dapat diabaikan.Hal ini disebabkan karena faktor penyebab

tersebut pengaruhnya memamng kecil terhadap produk minyak kelapa sawit.

(23)

dan besar pengaruhnya yaitu kerusakan karena aksi kimia, yaitu hidrolisis,

oksidasi, polimerisasi, dan lain–lain.

Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan

gliserol. Hal ini akan merusak minyak dengan timbulnya bau tengik. Untuk

mencegah terjadinya hidrolisis, kandungaan air dalam minyak harus diushakan

smiminimal mungkin.

Reaksi oksidasi minyak kelapa sawit akan mengasilkan senyawa aldehidadan

keton. Adanya senyawa ini tidak disukai karena menyebabkan ketengikan, pengaruh lain akibat oksidasi yaitu perubahan warna karena kerusakn pigmen

warna, penurunan kendungan vitamin, dan keracunan. Salah satu cara yang biasa

dilakukan untuk menghambat reaksi oksidasi yaitu dengan pemanasan (50–55oC)

yang mematikan aktivits mikroorganisme.

Reaksi polimerisasi merupakan penggabungan satu molekul lain sehingga

membentuk molekul lain yang lebih besar dengan berat molekul yang lebih besar.

Polimerisasi pada minyak merupakan kelanjutan dari reaksi oksidasi dan

pemanasan.Polimer yang terbentuk mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari

trigliserida. Jika disimpanan dalam temperatur kamar, polimer akan membentuk

Kristal – kristal halus yang sukar larut dalam minyak. Jika polimerisasi berlanjut

(24)

Tabel 2.2 Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Subtansi Kandungan

Asam Lemak Bebas (FFA) 3–5 %

Gums (phospholipid dan phosphotida) 300 ppm

Kotoran 0,01 %

Cangkang Trace

Kadar air 0,15 %

Trece metal 0,50 %

Produk–produk oksidasi Trace

Total karotenoid 500–1.000 mg/ke

2.3 Sifat Fisiko Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor,

kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih (boiling point),titik perlunakan,

slipping point, shot melting point;bobot jenis, indeks bias, titik keruhan (turbidity poin),titik asap, titik nyala dan titik api.

Beberapa sifat fisiko-kimia darikelapa sawit nilainya dapat dilihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Nilai Sifat Fisiko - Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti

Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit

Bobot jenis pada suhu kamar

0.900 0,900–0,913

Indeks bias D 40oC 1,4565–1,4585 1,495–1,415

Bilangan Iod 48–56 14–20

Bilangan penyabunan 196–205 244–254

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah

(25)

WarnaOrange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.

Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam –asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sadangkan

bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaanbetaionone.

Titik cair minyak kelapa sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena

minyak kelapa sawitmengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai

titik cair yang berbeda-beda.(Ketaren,2008)

2.4 Perebusan (Sterilisasi)

Lori-lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan cara

ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga

memasuki sterilizer. Sterilizer yang banyak digunakan pada umumnya yaitu

bejana tekan horizontal yang bisa menampung 10 lori per unit (25-27 ton TBS).

dalam proses perebusan, TBS dipanaskan dengan uap pada temperature sekitar

1350 C dan tekanan 2,0-2,8 kg/cm2 selama 80-90 menit. Proses perebusan

dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasil yang

optimal.

Dalam pengalaman, diketahui bahwa untuk merebus dengan tekanan uap 3

bar (3,06 kg/cm2) selama 25 menit akan memberikan hasil yang sama seperti

merebus dengan tekanan uap 1,5 bar selama 55 menit. Dari pengalaman ini, bisa

dilihat bahwa semakin tinggi tekanan perebusan maka akan semakin cepat pula

(26)

minyak dan inti sawit. Pada minyak sawit juga harus diperhatikan tongkat

pemucatannya. Oleh karenan itu, inti sawit yang diperoleh harus berwarna putih.

Perebusan yang dilakukan dengan tekanan uap 2,8 kg/cm2 dan waktu

antara 80-90 menit merupakan yang paling optimal karena menghasilkan minyak

dan inti sawit yang memuaskan. Selain itu, pada proses perebusan juga perlu

dilakukan pengurasan udara agar udara bisa keluar dan digantikan oleh uap air

sebagai media perebusan. Pengurasan udara dilakukan pada saat awal proses

perebusan, dimana uap dimasukkan melalui kran pemasukan (inlet valve),

sedangkan kran pengeluaran dibiarkan terbuka. Pengurasan lainnya dilakukan

pada saat tekanan mencapai puncak pertama pada tekanan 2,3 bar dan pada

puncak kedua dengan tekanan sekitar 2,5 bar. Setelah pengurasan pada puncak

kedua selesai,uap dimasukkan hingga mencapai tekanan sekitar 2,8 bar dan

dipertahankan terus selama beberapa lama sesuai kebutuhan.

Tata cara yang harus dilakukan untuk memperoleh perebusan normal

sebagai berikut:

1. 13 menit pemasukan uap pertama dari 0-23 kg/cm2, termasuk menguras

udara 2 menit

2. 2 menit pembuangan uap pertama sampai tekanan menjadi 0.

3. 12 menit pemasukan uap kedua kali sampai tekanan 2,5 kg/cm2.

4. 2 menit pembuangan uap kedua kali sampai tekanan menjadi 0.

5. 13 menit pemasukan uap ketiga kali sampai tekanan 2,8 kg/cm2.

6. 43 menit tekanan uap ditahan pada 2,8 kg/cm2.

(27)

2.4.1 Tujuan Perebusan

Setiap PKS tentunya menginginkan hasil minyak dengan kualitas yang

baik, tingkat keasaman yang rendah, dan minyak yang mudah di pucatkan

(bleaching). Proses perebusan sangat menetukan kualitas hasil pengolahan pabrik

kelapa sawit. (Iyung Pahan,2007)

Tujuan dari perebusan yaitu sebagai berikut:

a. Menghentikan proses peningkatan Asam Lemak Bebas (ALB) karena

pemanasan saat perebusan dapat mematikan aktivitas anzym – enzyme yang

dapat menigkatkan kadar ALB. Menurut penelitian, enzim sudah tidak

beraktivitas pada temperature 50oC.

b. Memudahkan brondolan terlepas dari tandan pada waktu peroses penebahan.

c. Mengurangi kadar air brondolan, memudahkan proses pada digerster/kempa dan proses pengutipan minyak di sitasiun klarifikasi adanya perubahan

komposisi kimiamesocorp(daging buah)

d. Mencegah timbulnya biji berekor di Digesteryang dapat meningkatkan losis minyak

e. Mengurangi kadar air pada biji sehingga memudahkan inti lekang dari

cangkang serta minigkatkan efisiensi pada saat proses pemecahan biji di

creackeratauripple mill.

a) Tekanan Uap dan Lama Perbusan

Tekanan uap dan lama perebusan sangat menentukan hasil perebusan dan

efisiensi pabrik. Tekanan uap dan lama perebusan berbanding terbalik. Semakin

(28)

makan semakin pendek waktu perbusan.Perebusan menggunakan steam

bertekanan 2,8 s/d 3,0 kg/cm2dan temperatur 135 s/d 140oC serta siklus merebus

90 s/d 100 menit.

Untuk menjaga tekanan uap tetap tinggi (> 2,8 kg/cm2), maka diperlukan

koordinasi antara operator rebusan, operator boiler dan operator kamar mesin. Terutaman terhadap operator rebusan, bila tekanan uap turun, maka secepatnya

harus segera menginformasikan ke operator boileruntuk dicari penyebab dan solisinya. Sebenarnya sebelum sampai di rebusan, operator kamar mesin sudah

harus tahu terlebih dahulu bila tekanan uap turun dan harus menginformasikan

kepada operator boiler. Tanpa kerjasama yang baik antar operator tersebut diatas, maka mustahil tekanan uap dapat dipertahankan pada 2,8–3,0 kg.cm2.

Selain tekanan uap, lama perebusan buah sangat tergantung pada faktor

kematangan buah dan kondisi buah (segar/restan/buah kecil/buah besar). Waktu

rebus yang optimal pada umumnya ditentukan oleh lamanya menahansteam pada puncak – III (holding time). Terhadap buah segar dengan klon dan kriteria

kematangan yang berlaku saat pada tekanan uap 2,8 – 3,0 kg/cm2, holding time

dilakuan selama 45 – 55 menit. Lamanya holding timeyang paling tepat disetiap kebun harus disesuaikan dengan indikator kandungan minyak dalam air kondensat

(≤ 0,50%) terhadap contoh dan kattekopen(≤ 0,50%).

(29)

 Kandungan minyak dalam air kondensat berasal dari minyak yang meleleh

disebabkan brondolan terluka/memar karena terbanting dan perebusan yang

terlalu lama (normal 0,50% terhadao contoh)

 Kandungan minyak dalam tandan kosong karena waktu perebusan yang terlalu

lama (norma 0,39% terhadap TBS)

 Brondolan tidak lepas dalam tandan kosong akibat perbusan yang terlalu

singkat atau temeratur yang rendah atau air kondensat tidak terbuang habis

(norma 0,16% terhadap TBS)

Tekanan uap yang rendah (< 2,8 kg/cm2) dan waktu rebus yang tidak cukup akan

mengakibatkan :

 Buah kurang masak, sebahagian brondolan tidak lepas dari tanda

(katteopen/unstriped bunch) yang mengakibatkan losis dalam tandan kosong bertambah.

 Pelumatan dalamDigestertidak sempurna, sebahagian daging tidak lepas biji sehingga mengakibatkan proses pengempaan tidak sempurna dan kerugian

minyak pada ampas dan biji bertambah,

 Ampas (fibre) basah mengkibatkan pemakain bahan bakar lebih boros peroses pembakaran di ketel uap (Boiler).

Sebaliknya bila perebusan dilakukan terlalu lama maka buah menjadi terlalu

masak sehingga kantong minyak di mesocorp dengan sendirinya terlepas ke air kondensat losis minyak dalam air rebusan (kondenst) dan janjangan kosong

(30)

b) Temperatur, Pembuangan Udara dan Air Kondensat

Temperatur di dalam rebusan sangat dipengaruhi oleh tekanan uap, udara dan

air kondensat. Semakin rendah tekanan dan semakin banyak udara/air kondensat

di dalam rebusan, maka semakin rendah temperature yang dicapai.

Keterangan :

Udara

Udara merupakan penghantar panas yang rendah dan bila terjebak dalam

suatu ruang kosong dalam ketel rebusan, maka udar bisa menjadi isolator panas.

Bila udara dalam ketel rebusan tidak dikeluarin secara sempurna akan terjadi

pencampuran udara dan uap (tirbulensi) yang mengakibatkan temperatur turun dan pemindahan panas dari uap ke dalam buah tidak sempurna (proses perebusan

tidak sempurna). Akibatnya adalah banyak brondolan masih terikut tandan kosong

(brondolan tidak mudah lepas pada saat dibanting di Thresher).

Cara mengeluarkan udara pada saat merebus adalah sebagai berikut :

 Udara yang ada di dalam ruang kosong ketel rebusan.

Udara ini berpengaruh terhadap penurunan temperatur karana

(31)

telah Nampak keluar dari silencer menunjukkan bahwa seluruh udara di dalam ketel rebusan telah terdorong keluar olehsteam.

- Udara yang ada di antara brondolan dalam tandan

Udara ini dapat mengisolasi steam dan panas masuk ke bagian dalam tandan sehingga brondolan bagian dalam tidak masak dan sulit terlepas.

Pembuangan udara ini terjadi pada perebusan puncak-I dan ke-II dengan cara

melakukan kejutan (pembuangan steam) secepat mingkin. Kejutan atau pembuangansteam yang dianggap baik dari 2,0–20,5 cm2/kg ke 0 cm2/kg adalah 2 menit. Pembuangan steam yang lebih lama dari 2 menit berarti kurang memberikan kejutan dan udar di antara brondolan dalam belum keluar.

Diharapkan dengan adanya puncak-I dan ke-II, udara didalam tandan sudah tidak

ada dan proses perebusan yang sebenarnya pada puncak –III, dapat dilakukan

dengan sempurna karena steam/panas dapat menembus ke bagian dalam dari

tandan.

Pada pipa inletsteam di bagian atas dalam ketel rebusan dipasng plat pembagi

steam (steam distributor plate) agar steam yang masuk kedalam ketel rebusan cepat merata keseluruh ruang ketel rebusan.

Pembuangan udara bersamaan dengan pembuangan steam dapat dilakukan

(32)

yang berada di bagian bawah terdorong keluar terlebih dahulu, baru kemudian

dipercepat penurunan tekanannya dengan pembuangan steam. Dengan demikian

diharapkan udara benar–benar bersih dan penurunan tekanan dapat dengan cepat

(2menit).

Air Kondensat

 Air kondensat berasal dari penguapan tandan buah yang direbus dan hasil

proses kondensasi steam di dalam ketel rebusan. Disamping tekanan, air kondensat dan udara di dalam ketel rebusan mengakibatkan temperatur

perebusan menjadi turun. Temperatur noramal di dalam ketel rebusan yang

bertekanan 2,8–3,0 kg/cm2adalah 130–135oC.

 Buah yang terendam air kondensat, dipastikan tidak masak. Kalupun buah

tidak terendam, tetapi air kondensat masih ada yang tertinggal dalam rebusan

dapat menyebabkan perebusan kurang masak karena temperatur tidak tercapai.

 Pembuangan air kondensat dilakukan 6x yaitu pada saat pembuangan steam

puncak I, II, II, dan 3x pada saatholding time.Diharapkan dengan banyaknya frequensi pembuangan tersebut maka air kondensat sudah habis pada saat

akhir perebusan. Sebagai indikator air kondensat telah habis dalam ketel

rebusan adalah pada saat pintu rebusan dibuka tidak ada lagi air kondensat

yang keluar.

 Bila proses pembuangan kondesat sudah dilakukan seperti tersebut diatas dan

air kondensat ternyata masih tersisa, maka perlu dilihat insatalasi yang

(33)

stainer serta ketinggian pipa pembuangan air kondensat dibandingkan

blowdown silencer.

2.4.2 Mesin Dan Peralatan

1. Rebusan

2. PLC (Programable Logic Control)

3. Presure and Temperatur Recorder

4. Silencer

5. Alat Ukur

a. Rebusan

Bejana uap berbentuk slinder yang berfungsi sebagai tempat perebusan TBS

dengan memasukkan uap kedalm bejan tersebut pada tekanan, temperatur dan

waktu tertentu.

b. PLC (Programable Logic Control)

Suatu alat yang digunakan mengatur sistim penekanan secara otomatir melalui

variable waktu dan tekanan.

c. Presure and Temperatur Recorder

Suatu alat yang berfungsi merekam tekanan, temperatur dan waktu dalam

(34)

d. Silencer

Suatu alat yang berbentuk silinder tegak yang berfungsi untuk meredam

tekanan uap buang dan air kondensat dari proses perebusan

e. Alat Ukur

Monometer adalah alat ukur yang berfungsi untuk mengukur tekanan uap dalam ketel rebusan. Thermometer adalah alat ukur yang berfungsi untuk

mengukur temperature uap dalam ketel rebusan.

2.5 Prosedur Pengoperasian 2.5.1 Sebelum mulai

a) Periksa semua paking pintu rebusan apakah ada kerusakan dan pastikan bahwa

wearing plate & rail track dalam keadaan bersih.

b) Periksa mekanisme sistem keamanan pintu rebusan dan pastikan bahwa alat

tersebut berfungsi dengan baik.

c) Periksa alat pengukur tekanan (manometer) dilengkapi dengan syphon dan pengukuran temperatur (thermometer), pastikan bahwa alat ini tidak rusak. d) Bersihkan daerah sekitar rebusan dan parit dibawah jembatan penopang rel di

depan rebusan dari brondolan/sampah yang tercecer.

e) Periksa plat saringan kondensat (strainner) dan bersihkan bila tersumbat brondolan atau sampah.

(35)

g) Pastikan kertas grafik dan pena grafik sudah terpasang sebelum proses

perebusan

h) Jumlah rebusan yang dioperasikan sangat menentukan dalam kesempurnaan

proses perebusan. Pada pabrik berkapasitas olah 30 ton TBS/jam, akan lebih

efesien dan sempurna bila dioperasikan 2 unit ketel rebusan kapasitas 10 lori

dan siklus merebus maksimum 100 menit. Hal ini didasarkan atas

pertimbangan :

 Pemanfaatan steam yang lebih hemat dibandingkan dengan pengoperasian 3 ketel rebusan, sekaligus menghemat bahan bakar cangkang

 Perawatan rebusan dapat dilakukan lebih maksimal karena selama pabrik

beroperasi, terhadap rebusan yang tidak dioperasikan, masih dapat dilakukan

perawatan

 Buah yang sudah direbus, tidak terlalau lama menunggu dituang ke Auto Feeder karena kapasits 2 rebusan @ 10 lori dengan isian rata – rata 2,5 ton dan siklus merebus 100 menit adalah 30 ton TBS/jam (seimbang dengan

kapasitas instalasi berikutnya)

Perhitungan jumlah rebusan yang dioperasikan adalah sebagai berikut :

Rata–rata isian lori : 2.500 kg

Siklus merebus : 100 menit

Jumlah lori dalam satu Rebusan : 10 buah

Kapasitas olah : 30 ton TBS/jam

Kapasitas olah dengan mengoperasikan 2 rebusan : 2 x 10 lori x 2.5 ton/lori x

(36)

2.5.2 Mulai

Posisi/kondisi rebusan sebelum pengoperasian perebusan adalah sebagai

berikut :

a) Tekanan rebusan dalam keadaan nol.

b) Posisi kran pemasukan uap ( steam inlet ) dalam keadaan tertutup, kran pengeluaran uap (blow up), kran kondensat, dank ran control tekanan uap di samping pintu rebusan dalam keadaan terbuka.

c) Perebusan :

Perebusan pertama yang dilakukan adalah terhadap restan buah dari

pengolahan hari sebelumnya yang sudah berada di dalam rebusan. Restan buah

yang ada di dalam ketel rebusan terdiri terdiri dari buah yang sudah masak dan ½

masak. Terhadap buah yang masak dilakukan pemanasan sampai tekanan 2

kg/cm2 dan steam langsung dibuang. Sedangkan terhadap buah ½ masak dilakukan perebusan lanjutan hari sebelumnya sampai selesai. Bila TBS restan

sudah selesai dipanaskan/dimasak maka baru dilakukan perebusan buah segar.

 Masukkn lori TBS segar ke dalam rebusan bersamaan dengan penarikan yang

sudah masak (khusus untuk rebusan 2 pintu)

 Lori TBS berada di dalam rebusan, tutup pintu rebusan dan kunci dengan kuat.

Tutup kran control tekanan uap, tutup kran pembuangan steam(blow up) dan buka kran kondensat.

 Buka perlahan – lahan kran pemasukan uap. Setelah 2 menit, tutup kran

(37)

2.5.3 Waktu/lama perebusan

Yang dimaksud dengan waktu/lama prebusan adalah waktu yang

diperlukan untuk proses merebus mulai dari memesukkan uap pada puncak satu

s/d mengeuarkan uap (blow - OFF) pada puncak tiga. Waktu/lama perebusan

berbeda dengan siklus merebus.

Siklus merebus adalah waktu perebusan ditambah dengan waktu/lamanya

membuka /menutup pintu rbusan dan mengeluarkan/mamasukkan lori ke dalam

rebusan.

Waktu yang diperlukan untuk satu siklus perebusan adalah 90 – 100 menit dan

dibagi dalam tiga puncak yaitu :

a) Puncak satu (15 menit)

 Kran pemasukan uap (steam inlet) dibuka13 menit untuk mencapai tekanan 2,3 kg/cm2termasuk pembuangn udara dalam ketel rebusan selama 2 menit.

 Kemudian kran steam intel ditutup. Kran pembuangan kondensat dibuka telebih dahulu dan 1 menit kemudian kran steam outler (blow up) dibuka dengan cepat untuk menurunkan tekanan menjadi 0 kg/cm2.

 Kran kondensat dank ran steam outlet(blow up) ditutup kembali, kemudian kransteam inletdibuka untuk puncak kedua.

b) Puncak kedua (63 menit)

 Kran Steam inletdibuka penuh untuk mencapai tekanan 3.0 kg/cm2 selam 14 menit.

(38)

- Selamaholding timedilakukan pembuangan kondensat dengan cara membuka kran kondensat sebanyak 3 x sehingga tekanan menurun sampai 2,7 kg/cm2

dan kran kondensat ditutup kembali.

- Selesai tekanan dalam rebusan turu hingga 0 kg/cm2 dan air kondensat

terkukus habis, kran kontrol steam outlet (blow up) sehingga tekanan turun menjadi 0 kg/cm2. Waktu yang diperlukan untuk penurunanSteam±4 menit. - Setelah tekanan dalam rebusan turun hingga 0 kg/cm2 dan air kondensat

terkuras habis, kran kontrol steam di samping pintu rebussan dibuka untuk memastikan tekanan dalam rebusan benar–benar sudah 0 kg/cm2.

Bila tekanan sudah benar– benar 0 kg/cm2, maka pintu rebusan dapat dibuka

dan dengan bantuan capstand,lori – lori dikeluarkan untuk diproses lebih lanjut. Waktu yang dipergunakan untuk membuka pintu, mengeluarkan lori dan menutup

pintu rebusan adalah 5 menit.

d) Selama melakukan perebusan, dipersiapkan lori yang telah diisi TBS di

bleakang rebusan, sehingga begitu perebusan selesai dan lori ditarik keluar,

maka lori yang telah terisi dapat langsung dimasukkan (digandeng) de dalam

rebusan.

2.5.4 Penghentian

a) Lanjutan proses perebusan sampai tingkat kematangan tang diinginkan (matan

(39)

b) Pastikan bahwa unit rebusan yang berisi buah restan harus diblow – down

sesuai prosedur normal dan pintu–pintu harus tertutup sampai pengoperasian

selanjutnya. Dilarang meninggalkan rebusan dalam kondisi masih bertekanan.

c) Sebelum petugas meniggalkan stasiun ini, pastikan bahwa keadaan sekeliling

sudah dalam keadaan bersih dan siap dijalankan kembali.

d) Rebusan harus dicuci bersih minimal 1 x seminggu (khusus untuk stainer

dilakukan pembersihan setiap hari secar bergantian)

2.5.5 Pencatatan Ketel rebusan Secara Berkala

Ketel rebusan harus dilakukan pemeriksaan berkala (periode inspeksi) 1x

dalam 4 tahun oleh Depnaker (IPNKK) berdasarkan peraturan uap tahun 1930

pasal 40 ayat 3.

Sample dan Analisa

Yang perlu untuk dimonitor :

a) Kadar minyak dalam air kondensat.

b) Petugas laboratorium mengambil contoh air kondensat setiap 2 jam, dimulai

satu jam setelah pabrik beroperasi serta diambil dari masing–masing rebusan

disilencer.

c) Contoh air kondensat diambil sebanyak 200 ml dengan menggunakan botol

yang bersih untuk setiap rebusan.

d) Setiap contoh dianalisa kadar minyak dan dilaporkan segera kepada asisten

(40)

e) Pada akhir shift, contoh dikumpulkan menjadi satu contoh untuk setiap rebusan. Kemudian dianalisa di laboratorium dan hasilnya dipergunakan untuk

evaluasi dan ditindak lanjuti.

Kandungan minyak dalam air kondensat yang lebih tinggi dari norma (> 0,5%

tehadap contoh) kemungkinan disebabkan karena buah restan dicampur buah

(41)

BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat

1. Neraca Analitik 4 Desimal Sortarius

2. Oven Fisher Scientific

3. Labu Ekstraksi Eyla

4. Sokletasi

5. Kondensor Eyla

6. Timbel

7. Tabung Reaksi Pyrex

8. Hot Plate

9. Cawan pedtrish

10. Termometer

3.2 Bahan

1. Air kondensat

(42)

3.3 Prosedur Percobaan

1. Di ambil air kondensat dari stasiun perebusan secukupnya.

2. Di timbang air kondensat sesuai dengan berat sampel yang telah

ditentukan.

3. Dimasukkan kedalam tabung reaksi.

4. Dirotarievaporator tabung reaksi yang berisi air kondensat tersebut selama

2 6 menit.

5. Di masukkan kedalam oven dan dikeringkan selama 3 jam pada suhu 1300

C, lalu didinginkan.

6. Di keluarkan air kondensat tersebut dari oven dan didinginkan selama 15

menit kemudian air kondensat dimasukkan kedalam timbel dan ditutup

dengan kapas.

7. Kemudian ditimbang kembali untuk menetukan kadar airnya,

8. Ditimbang labu alas kosong dan dimasukkan pelarut N-heksan

secukupnya.

9. Sampel yang telah dimasukkan kedalam timbel dan ditutup dengan kapas

dimasukkan kedalam alat soklet.

10. Air pendingin dari pet dialirkan kedalam kondensor soklet.

11. Diekstraksi selama selama 5 jam sampai warna berubah dari warna kuning

menjadi jernih.

12. Di dinginkan labu yang berisi minyak tersebut selama 30 menit.

13. Di timbang untuk mengetahui kadar minyaknya.

(43)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Data dan hasil perhitungan kadar Kehilangan Minyak pada air kondensat

di stasiun perebusan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil analisa kehilangan minyak yang terikut dalam air kondensat pada PKS–Pabatu Tebing Tinggi.

No P

Persentase minyak yang terikut dalam air kondensat (lossis) dapat dihitung

(44)

Berat cawan kosong + contoh = 104,3839 g

Berat cawan kosong = 81,0463 g

Berat contoh = 23,3376 g

Berat minyak dalam air setelah diekstraksi adalah sebagai berikut:

Berat labu + contoh = 109,0155 g

Berat labu kosong = 108,8988 g

Berat minyak = 0,1167 g

Maka persentase minyak yang terikut dalam air kondensat yaitu:

% minyak = ( )

( ) x 100 %

= ,

, x 100 %

= 0,50%

4.2 Pembahasan

Dari data hasil analisa diatas terlihat bahwa semakin tinggi tekanan

perebusan, maka kadar minyak yang terikut dalam air kondensat semakin tinggi.

Hal ini disebabkan karena uap panas pada tekanan perebusan tidak seluruhnya

terbuang dan masih tertinggal didalam perebusanndan akan terbuang pada saat

pembuangan selanjutnya. Tekanan yang tinggi dengan sendirinya memberikan

temperature yang tinggi. Dan semakin tinggi tekanan yang digunakan, maka

(45)

Kehilangan minyak yang paling rendah adalah kondisi tekanan 2,72

kg/cm2 dan waktu 70 menit. Angka tersebut sudah mencapai hasil yang optimal.

Namun, pada tekanan 2,74 kg/cm2dan waktu 90 menit minyak yang terikut dalam

air kondesat sebesar 0,51%. Sehingga akan mengganggu proses

selanjutnya,dimana semakin tinggi tekanan maka semakin tinggi pula angka

kehilangan minyak yang terikut pada air kondensat.

Dengan kondisi tekanan 2,8 kg/cm2 diharapakan kadar minyak dalam air

kondensat dapat ditekan sekecil mungkin agar kehilangan minyak pada air

kondensat tidak melebihi batas normal yang telah ditentukan. Kadar minyak yang

diperoleh PKS Pabatu yaitu sebesar 0,39% - 0,51% dan angka tersebut telah

mencapai batas normal yang telah ditetapkan oleh pabrik yaitu batas normal angka

kehilangan minyak pada air kondensat sebesar 0,50%. Dan pada kondisi tersebut,

perebusan telah ,mencapai hasil optimum dan semppurna yaitu brondolan sudah

dapat lepas dari tandannya. Hal ini dapat dilihat didalam proses yang selanjutnya,

dimana buah akan mudah terpipil dan pengenmpaan pada screww press sempurna.

Sehingga kehilangan minyak pada stasiun semkin kecil. Selain itu dapat mudah

dipucatkan dan menghasilkan minyak yang kandungan Asam Lemak Bebas

rendah sehinggan dapat meningkatkan pengoptimalam terhadap rendemen

(46)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

2.6 Kesimpulan

Jumlah kadar minyak yang terdapat pada air kondensat ( rebusan ) pada waktu

dan tekanan yang berbeda untuk perebusan sistem 3 puncak (triple peak) yang

dianlisa yaitu sebesar 0,50%.

2.7 Saran

Sebaiknya pada saat perebusan selalu dilakukan pengawasan pada puncak agar

angka kehilangan minyak yang terdapat pada pabrik tidak melebihi batas norma

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta : Penebar swadaya.

Tim Penulis, PS. 1997. Kelapa Sawit : Usaha Budi Daya dan Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Cetakan Pertama. Jakarta : Penebar Swadaya.

Standar Prosedur Operasi (SPO), 2010. PT. Perekebunan Nusantara IV (PERSERO). Medan–Sumatera Utara–Indonesia.

Gambar

Tabel 2.2 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Tabel 4.1 Hasil analisa kehilangan minyak yang terikut dalam air kondensat

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan tekanan press yang kecil akan menghasilkan kadar kehilangan minyak sawit yang besar, sedangkan penggunaan tekanan press yang sebesar mungkin akan menghasilkan

Tekanan yang terlalu rendah akan menghasilkan panas yang rendah pula, sehingga pada proses kejutan (pembuangan uap) pada puncak I, II ataupun III, uap ataupun panas tidak menembus

Pada proses perebusan kelapa sawit tekanan uap dan waktu perebusan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena semakin lama waktu dan tekanan maka temperatur

Kehilangan minyak kelapa sawit di unit rebusan yang terdapat pada air kondensat dan kolam fat fit, dapat mempengaruhi kuantitas hasil akhir, sehingga perlu dilakukan

Kehilangan minyak kelapa sawit yang terlalu tinggi pada air kondensat dapat mempengaruhi hasil akhir pengolahan kelapa sawit, sehingga perlu dilakukan analisis kehilangan

PENGARUH WAKTU PEREBUSAN KELAPA SAWIT TERHADAP KEHILANGAN MINYAK (LOSSES) PADA AIR KONDENSAT PUNCAK KETIGA (HOLDING TIME) DI PT.. HARKAT

PENGARUH WAKTU PEREBUSAN KELAPA SAWIT TERHADAP KEHILANGAN MINYAK (LOSSES) PADA AIR KONDENSAT PUNCAK KETIGA (HOLDING TIME) DI PT.. HARKAT

Bila udara dalam ketel rebusan tidak dikeluarkan secara sempurna akan terjadi pencampuran udara dan uap yang mengakibatkan temperatur turun dan pemindahan panas dari uap ke