i
PERSETUJUAN
Judul : Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan Dengan Menggunakan Sistem Tiga Puncak ( Triple Peak ) di PTPN IV Pabatu-Tebing Tinggi
Kategori : Tugas Akhir
Nama : Elfrida Sami Siregar
Nomor Induk Mahasiswa : 112401090
Program Studi : D3 Kimia Industri
Departemen : Kimia
ii
PERNYATAAN
PENGARUH TEKANAN DAN WAKTU PEREBUSAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR KONDENSAT
DI STASIUN PEREBUSAN DENGAN PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK(TRIPLE PEAK)
DI PTPN IV PABATU TEBING TINGGI
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2014
iii
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah nya serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Karya ilmiah ini berjudul ”Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan Dengan Menggunakan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak) di PABATU – Tebing Tinggi ”. Karya ilmiah ini merupakan syarat untuk melengkapi gelar Ahli Madya pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Jurusan Kimia Industri D3 Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini,penulis banyak sekali menemukan masalah,namun berkat bantuan dari semua pihak,sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan fasilitas yang telah diberikan baik sebelum atau sesudah PKL dilakasanakan,kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta H.Gulam Syami Siregar dan Ibunda tercinta Hj.Ummi Harahap SPd,I yang sangat penulis sayangi yang telah memberikan dukungan moril dan materil,serta dukungan doa selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Adinda penulis, Raja Syarif Siregar,Iyas Alwi Siregar, dan Siti Rahmalia Siregar yang sangat penulis sayangi yang telah memberikan semangat,dukungan,dan doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Bapak Dr.Albert Pasaribu selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu,tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.
4. Ibu Dra,Saur Lumbanraja.M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik. 5. Bapak Dr. Sutarman,M.Sc selaku Dekan FMIPA USU.
6. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS sebagai Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.
7. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, MS selaku Ketua Prog.Studi D3 Kimia.
8. Bapak / Ibu Staff pengajar khususnya Program Studi Kimia Industri Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.
9. Sahabat penulis Icha , Af, Fitri, Emi, Perdinal, Ilham, Siti, Ila, Novita, Wira, dan terutama buat Alex Leo Pasaribu, yang telah memberikan dukungan dan doa selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
iv
11. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Kimia Industri ‘011 dan para staff di
PTPN IV kebun Pabatu.
12. Kak Dina, Abang Eko, Abang Putra dan Awi yang telah berbaik hati dan bersedia memperbolehkan penulis berada dirumahnya selama PKL.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah ini masih banyak sekali kekurangan dalam materi dan cara penyajian maupun penulisannya, untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat baik dan membangun kesempurnaan Karya Ilmiah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian Karya Ilmiah ini. Penulis berharap Karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.
v
ABSTRAK
vi
THE INFLUENCE PRESSURE AND STERILIZATION TIME OWARD LOSE OIL IN CONDENSAT WATER AT STERILIZATION
STATION WITH USETRIPLE PEAKSISTEM STERILIZATION IN PTPN IV
PABATU - TEBING TINGGI
Abstract
vii
2.1. Sejarah Tanaman Kelapa Sawit 4
2.1.1. Varietas Kelapa Sawit 5
2.2. Minyak Kelapa Sawit 8
2.2.1 Komposisi dan Sifat Minyak Kelapa Sawit 9 2.2.2Faktor-Faktor yang mempengaruhi kerusakan Minyak Kelapa
Sawit 12
2.3. Sifat Fisiko Kimia Minyak Kelapa Sawit 15
2.4. Perebusan (Sterilisasi) 16
2.5.5 Pencatatan Ketel Rebusan Secara Berkala 30
BAB 3. METODE PERCOBAAN
3.1. Alat 32
3.2. Bahan 32
viii
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 34
4.1.1 Pengolahan data 34
4.2. Pembahasan 35
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran 37
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul
Halaman
2.2 Komposisi Minyak Kelapa Sawit 15
2.3 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit dan
Minyak Inti 17
4.1 Hasil analisa kehilangan minyak yang terikut dalam air
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses produksi di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimulai dengan mengolah
bahan baku sampai menjadi produk, yang bahan bakunya adalan Tandan Buah
Segar (TBS) kelapa sawit. Pengolahan (TBS) kelapa sawit di pabrik bertujuan
untuk memperoleh minyak kelapa sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut
cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan
TBS atau brondolan dari tempat pengangkutan hasil sampai dihasilkan minyak
sawit dan hasil-hasil samping lainnya seperti inti sawit (kernel).
Tandan buah Segar (TBS) mengandung sejumlah zat yang harus
dimusnahkan terlebih dahulu untuk mencapai pengolahan yang efisien. Suasan
lembab dengan suhu yang tinggi dalam perbusan akan mengaktifkan enzim-enzim
lipase dan lipoksidase yang terdapat dalam buah sehingga hidrolisis minyak
menjadi asam lemak bebas dan proses oksidasi minyak dapat dihentikan. Oleh
karena itu tandan yang dipanen harus dapat direbus atau distrilisasi secepatnya.
Setiap PKS tentunya menginginkan hasil minyak dengan kualitas yang
baik,tingkat keasaman yang rendah, dan minyak yang mudah dipucatkan
(bleaching). Proses perebusan yang dilakukan dengan tekanan uap 2,8 kg/cm2dan
minyak dan inti yang memuaskan. Selain itu, pada proses perebusan juga perlu
dilakukan pengurasan udara agar udara bisa keluar. Dan sistem perebusan yang
terbaik digunakan adalah pola perebusan dengan sistem tiga puncak (triple peak).
Perebusan dilakukan dengan mengalirkan steam dengan tekanan yang
berbeda-beda yang sesuai dengan sistem tiga puncak yang digunakan, dimana semakin
tinggi tekanan,maka akan semakin banyak uap panas (steam) yang digunakan.
Perebusan yang terlalu lama juga akan menyebabkan kehilangan minyak yang
cukup tinggi.
Dari proses perebusan kelapa sawit akan diperoleh air kondensat yang
masih mengandung minyak pada stasiun perebusan. Untuk stasiun perebusan
batas normanya 0,50%. Karena angka pengutipan pengoptimalan pada pabrik
pengolahan kelapa sawit merupakan efisiensi kepemilikan pabrik. Oleh karena itu,
setiap buangan air kondensat atau sisa buangan lainnya dari proses pengolahan
harus dianalisa dengan teliti. Berdasarkan hal diatas, maka penulis tertarik untuk
menyusun hasil besarnya : PENGARUH TEKANAN DAN WAKTU
PEREBUSAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR
KONDENSAT DI STASIUN PEREBUSAN DENGAN MENGGUNAKAN
SISTEM TIGA PUNCAK (TRIPLE PEAK) DI PTPN IV PABATU-TEBING
TINGGI.
1.2 Permasalahan
Apakah kadar minyak yang hilang dalam perebusan di stasiun perebusan tidak
1.3 Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah tersebut adalah Bagaimana Pengaruh Tekanan
dan Waktu Perebusan Terhadap Angka Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat
di Stasiun Perebusan.
1.4 Tujuan
Untuk mengetahui besarnya angka kehilangan minyak pada tekanan dan waktu perebusan yang berbeda dengan menggunakan sistem 3 puncak (triple peak).
1.5 Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeais Guinensis Jacq) berasal dari Nigeria,Afrika Barat. Meskipun demikian,ada yang menyatakan bahwa kelapa
sawit berasal dari Amerika selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan
spesies kelapa sawit dihutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada
kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur diluar daerah seperti Malaysia,
Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Tanaman kelapa sawit ini dimasukkan
pertama kali dari Afrika sebagai sentra plasma nuftah pada tahun 1848. Ketika itu
ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritus dan Amsterdam
dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan
dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. (Yan Fauzi, 2008).
Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang
dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping
ialah bungkil inti kelapa sawit( palm kernel meal atau pellet).
Di Indonesia pabrik yang menghasilkan minyak inti kelapa sawit dan
bungkil inti kelapa sawit adalah pabrik Ekstraksi Minyak Kelapa Sawit di
Belawan-Deli. Minyak inti kelapa sawit tersebut hampir seluruhnya diekspor.
Pada tahun 1973 jumlah minyak kelapa sawit yang diekspor adalah 8.009.188 kg
6.200,068 kg dengan nilai US $ 540.005,05. Pada tahun 1974 bungkil inti kelapa
sawit yang diekspor adalah 17.657.583 kg dengan nilai ekspor US $ 1.115.884,64.
Dengan adanya peningkatan nilai ekspor maka diperlukan standard an
pengawasan mutu bungkil inti kelapa sawit untuk memberikan jaminan mutu pada
konsumen. (S. Ketaren,1986).
2.1.1 . Varietas Kelapa Sawit
Secara botani, buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri
dari pericarp yang terbungkus oleh exocarp (atau kulit), mesocarp (yang secara salah kaprah biasanya disebut pericarp, dan endocarp (cangkang) yang membungkus 1-4 inti/kernel (umumnya hanya satu). Inti memiliki testa (kulit),
endosperm yang padat, dan sebuah embrio. Salah satu sifat ekonomis yang
penting dari kelapa sawit yaitu ketebalan cangkang.Sifat ini diidentifikasikan oleh
Beirnaert dan Venderweyen pada tahun 1941 sebagai sifat yang dikendalikan oleh
gen tunggal. Adapun tipe kelapa sawit berdasarkan penampangan irisan buah
ataupun ketebalan cangkang dan daging buah, yaitu:
1. Pisifera
Tanaman pisifera mempunyai alela homosigot resesif (sh-sh-) sehingga tidak
membentuk cangkang. Umumnya, tanaman pisifera gagal membentuk buah
sehingga umumnya tidak ditanam secara komersil di perkebunan. Walaupun
demikian, beberapa jenis pisifera tetap fertile dan mampu berkembang biak.
Menurut hasil penelitian, pisifera yang steril dapat juga menghasilkan buah
normal jika infloresennya secara teratur disemprot dengan auksin setelah terjadi
2. Dura
Tanaman tipe dura (tebal cangkang 2-8 mm) mempunyai alela homosigot
dominan (sh+sh+) yang menghasilkan cangkang tebal. Hibrida dari dura x pisifera
yaitu tanaman tenera. Daging buah relative tipis, yaitu 35-50% terhadap buah.
Daging biji (kernel) besar dan memiliki kandungan minyak yang rendah.
Sedangkan dalam persilangan, dapat dipakai sebagai pohon induk betina.
3. Tenera
Tanaman tipe tenera yang mempunyai alela heterosigot dominan (sh+sh-).
Tenera mempunyai cangkang yang tipis (0,5-4mm) dan dikelilingi oleh
cincin-cincin serat pada mesocarp nya. Varietas tenera lebih disukai untuk penanaman
komersial karena kandungan minyak nya didalam mesocarp nya lebih tinggi
daripada dura. Selain itu, dikenal juga istilah macrocarya, yaitu varietas dura yang
mempunyai cangkang (6-8 mm). Terminologi macrocarya akhir-akhir ini sudah
tidak dipakai lagi karena tidak merupakan sifat genetik signifikan.
Berdasarkan tipe buah yang abnormal, dikenal juga jenis kelapa sawit
poissoni dan diwakkawakka yang mempunyai dua lapisan daging buah yang
menyelimuti buah utama. .Lapisan daging buah ini merupakan perkembangan dari
androecium bunga betina dan didalamnya kadang-kadang dijumpai struktur yang
sifatnya mirip dengan cangkang dan kernel.
Pembagian tipe buah berdasarkan warna kulit buah dapat dikelompokkan
1. Nigrescens
Buah nigrescens berwarna ungu sampai hitan pada waktu muda dan berubah
menjadi jingga kehitam-hitaman pada waktu matang. Tipe buah nigrescens
hamper dominan ditemukan pada varietas tenera yang ditanam secara komersil di
Indonesia.
2. Virescens
Pada waktu muda, buah virescens berwarna hijau dan ketika matang warnanya
berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijau-hijauan.
3. Albescens
Pada waktu muda, buah albescens berwarna keputih-putihan sedangkan
setelah matang berwarna kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna
kehitam-hitaman.
Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setlah berumur sekitar 24-30
bulan setelah ditanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut Tandan Buah
Segar (TBS) atau fresh fruit bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit
meningkat mulai umur 3-14 tahun dan akan menurun setelah umur 15-25 tahun.
Setiap pohon sawit dapat menghasilkan 10-15 TBS pertahun dengan berat 3-40 kg
pertandan. Tergantung dari umur tanaman. Dalam satu tandan terdapat
2.2 Minyak Kelapa Sawit
Seperti jenis minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C,
H dan O. minyak sawit inti terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan
perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak
jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam stearat.
Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam
oleat (39%) dan asam linoleat (11%). Komposisi tersebut ternyata agak berbeda
jika dibandingkan dengan minyak inti sawit dan minyak kelapa. Secara lebih
terinci, komposisi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang terdapat
dalam ketiga jenis minyak nabati tersebut.
Minyak sawit yang digunakan sebagai bahan produk pangan biasanya
dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi,
rafinasi, dan hidrogenasi. Dewasa ini, produksi CPO Indonesia sebagian besar di
fraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi
itulah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak goring domestic
sebagai pelengkap minyak goring dari minyak sawit. Sebagai bahan pangan,
minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan minyak
goreng yang lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui memiliki fungsi
sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. keunggulan lainnya
antara lain adalah karena kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah
sehingga minyak goring yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor
(heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh karena itu, minyak
dengan minyak ini tidak cepat tengik. Untuk keperluan pangan, prospek minyak
sawit banyak ditentukan oleh situasi minyak kedelai.( Tim Penulis,1997)
TBS yang telah ditimbang beserta lorinya selanjutnya direbus didalam
sterilizer atau dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap
panas selama 1 jam atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya,
besarnya tekana uap yang digunakan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 1250C.
perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak sawit dan
pemucatan kernel. Sebaliknhya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek
menyebabkan semakin banyak buah yang rontok dari tandannya. Minyak sawit
memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat
mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Kebutuhan minyak
sawit yang digunakan sebagai bahan baku industry panagn dan non pangan
masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian,kesegaran,maupun
aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. (Fauzi Yan,2002).
2.2.1 Komposisi dan Sifat Minyak Kelapa Sawit
Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester
dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak dalam bentuk
umum tidak berbeda terigliserdanya, hanya berbeda dalam bentuk (wijud).Disebut
minyak jika bentuknya cair dan lemak jika bentuknya padatan.Trigliserida adalah
CH2–OH + R1–COOH CH2–COOR1
CH –OH + R2–COOH CH–COOR2 + 3H2O
CH2–OH + R3–COOH CH2–COOR3
Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air
Asam– asam lemak dapat berasal dari tipe yang sama maupun yang tidak
sama. Sifat trigliserida akan tergandung pada perbedaan asam –asam lemak yang
bergabung untuk membentuk trigliserida. Perbedaan asam – asam lemak ini
tergantung pada panjang rantai dan derajat kejenuhannya.
Asam lemak yang memiliki rantai pendek memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah dan lebih mudah larut dalam air. Sebaliknya, semakin panjang rantai asam – asam lemak, akan menyebabkan titik leleh yang lebih
tinggi. Titik leleh juga tergantung pada derajat ketidakjenuhan.Asam–asam yang
tidak jenuh memiliki titik leleh yang lebih rendah dibandingkan memiliki panjang
rantai serupa.
Dua jenis asam lemak yang paling dominan dan asam yaitu asam palmitat
C16 : 0 (jenuh) dan asam oleat C18 :1 (tidak jenuh). Umumnya, komposisi asam
lemak minyak sawit sebagai berikut.
C12:0 Larutan - 0,2% C18:2 Linoleat - 10,1%
C14:2 Myristat - 1,1% Lainnya - 0,9%
C16:0 Palmitat - 44,4%
C18:0 Stearat - 4,5%
Minyak tesebut jika dihidrolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai
panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi hidrolisis secara kimia sebagai berikut.
CH2–COOR1 + CH2–OH
CH–COOR2 + H2O CH–COOR2 + R1COOH
CH2–COOR3 + CH2–COOR3
Trigliserida Air Digliserida FFA
Gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana, tetapi
mrupakan gliserida campuran yaitu molekul gliserol berikatan dengan asam lemak
bebas.Asam lemak bebas yang terbentuk hanya terdapat dalam jumlah kecil dan
sebahagian besar tirikat dalam ester.Trigliserida dapat berbentuk cair jika
mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair
rendah. Secara ilmiah, asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1 –C8
berbentuk cair, sedangkan kika lebih dari C8akan berbentuk padat.
Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semi padat.Hal ini karena
minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom
karbon lebih dari C8.Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang
dikandung.Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang
2.2.2 Faktor–faktor yang mempengaruhi kerusakan Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit yang di simpan akan mengalami penurunan mutu jika
tidak ditangani tepat, terutama karena terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis.
a. Reaksi perubahan kualitas minyak
Kerusakan yang terjadi pada minyak dapat disebabkan olrh beberapa faktor,
aksi enzim, aksi mikroba, serta dan reaksi kimia.
1. Absorbsi bau dan kontaminasi
Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan yang
mengandung minyak (lemak) yaitu usaha mencegah pencemaran bau dan
kontaminasi dari alat penampung. Hal ini karena minyak (lemak) dapat
mngabsorpsi zat menguap atau bereaksi dengan bahan lain. Adanya absorpsi dan
kontaminasi dari wadah ini akan menyebabkan perubahan pada minyak, dimana
akan menghasilkan bau tengik sehingga menurunkan kualitas minyak.
Proses absorbsidan kontaminasi dari tempat menyimpanan dapat dihindari
dengan pemakaian bahan yang sesuai. Untuk penampungan dan penyimpanan
minyak kelapa sawit, bisa dipakai bahan dari stainless steel atau mild steel yang dilapisi dengan cat epoxy.Bahan yang berasal dari seng tidak di anjurkan untuk tempat penyimpanan minyak sawit.
2. Aksi enzim
tidak aktif. Sementara, jika organisme telah mati maka koordinasi antarasel akan
rusak sehingga enzim akan bekerja dan merusak minyak. Indikasi dari aktivitas
enzim dapat diketahui dengan mengukur kenaikan bilangan asam.
Adanya aktivitas enzim akan menghidrolisis minyak sehingga asam lemak
bebas dan gliserol. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menghasilkan
bau tengik dan rasa tidak enak. Asam lemak bebas juga dapat menyebabkan waran
gelap dan proes pengkaratan logam. Untuk mengurangi aktivitas enzim ini, bisa
diusahakan dengan prnyimpanan minyak pada kondisi panas, minimal 50oC
3. Aksi mikroba
Kerusakan minyak oleh mikroba (jamur, ragi, dan bakteri) biasanya terjadi
jika jika masih terdapat dalam jaringan.Namun, minyak yang telah dimurnikan
pun masih mengandung mikroba yang berjumlah maksismum 10 organisme setiap
gramnya.Dalam hal ini, minyak dapat dikatakan steril. Kerusakan yang dapat
ditimbulkan oleh mikroba antara lain produksi asam lemak bebas,bau sabun, bau
tengik, dan perubahan warna minyak.
4. Reaksi kimia
Kerusakan minyak kelapa sawit terutama disebabkan karena faktor absorpsi
dan kontaminasi, sedangkan aksi enzim dan aksi mikroba selama ini kurang
diperhatikan dan dapat diabaikan.Hal ini disebabkan karena faktor penyebab
tersebut pengaruhnya memamng kecil terhadap produk minyak kelapa sawit.
dan besar pengaruhnya yaitu kerusakan karena aksi kimia, yaitu hidrolisis,
oksidasi, polimerisasi, dan lain–lain.
Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan
gliserol. Hal ini akan merusak minyak dengan timbulnya bau tengik. Untuk
mencegah terjadinya hidrolisis, kandungaan air dalam minyak harus diushakan
smiminimal mungkin.
Reaksi oksidasi minyak kelapa sawit akan mengasilkan senyawa aldehidadan
keton. Adanya senyawa ini tidak disukai karena menyebabkan ketengikan, pengaruh lain akibat oksidasi yaitu perubahan warna karena kerusakn pigmen
warna, penurunan kendungan vitamin, dan keracunan. Salah satu cara yang biasa
dilakukan untuk menghambat reaksi oksidasi yaitu dengan pemanasan (50–55oC)
yang mematikan aktivits mikroorganisme.
Reaksi polimerisasi merupakan penggabungan satu molekul lain sehingga
membentuk molekul lain yang lebih besar dengan berat molekul yang lebih besar.
Polimerisasi pada minyak merupakan kelanjutan dari reaksi oksidasi dan
pemanasan.Polimer yang terbentuk mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari
trigliserida. Jika disimpanan dalam temperatur kamar, polimer akan membentuk
Kristal – kristal halus yang sukar larut dalam minyak. Jika polimerisasi berlanjut
Tabel 2.2 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Subtansi Kandungan
Asam Lemak Bebas (FFA) 3–5 %
Gums (phospholipid dan phosphotida) 300 ppm
Kotoran 0,01 %
Cangkang Trace
Kadar air 0,15 %
Trece metal 0,50 %
Produk–produk oksidasi Trace
Total karotenoid 500–1.000 mg/ke
2.3 Sifat Fisiko Kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor,
kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih (boiling point),titik perlunakan,
slipping point, shot melting point;bobot jenis, indeks bias, titik keruhan (turbidity poin),titik asap, titik nyala dan titik api.
Beberapa sifat fisiko-kimia darikelapa sawit nilainya dapat dilihat pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Nilai Sifat Fisiko - Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti
Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit
Bobot jenis pada suhu kamar
0.900 0,900–0,913
Indeks bias D 40oC 1,4565–1,4585 1,495–1,415
Bilangan Iod 48–56 14–20
Bilangan penyabunan 196–205 244–254
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah
WarnaOrange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam –asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sadangkan
bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaanbetaionone.
Titik cair minyak kelapa sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena
minyak kelapa sawitmengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai
titik cair yang berbeda-beda.(Ketaren,2008)
2.4 Perebusan (Sterilisasi)
Lori-lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan cara
ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga
memasuki sterilizer. Sterilizer yang banyak digunakan pada umumnya yaitu
bejana tekan horizontal yang bisa menampung 10 lori per unit (25-27 ton TBS).
dalam proses perebusan, TBS dipanaskan dengan uap pada temperature sekitar
1350 C dan tekanan 2,0-2,8 kg/cm2 selama 80-90 menit. Proses perebusan
dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasil yang
optimal.
Dalam pengalaman, diketahui bahwa untuk merebus dengan tekanan uap 3
bar (3,06 kg/cm2) selama 25 menit akan memberikan hasil yang sama seperti
merebus dengan tekanan uap 1,5 bar selama 55 menit. Dari pengalaman ini, bisa
dilihat bahwa semakin tinggi tekanan perebusan maka akan semakin cepat pula
minyak dan inti sawit. Pada minyak sawit juga harus diperhatikan tongkat
pemucatannya. Oleh karenan itu, inti sawit yang diperoleh harus berwarna putih.
Perebusan yang dilakukan dengan tekanan uap 2,8 kg/cm2 dan waktu
antara 80-90 menit merupakan yang paling optimal karena menghasilkan minyak
dan inti sawit yang memuaskan. Selain itu, pada proses perebusan juga perlu
dilakukan pengurasan udara agar udara bisa keluar dan digantikan oleh uap air
sebagai media perebusan. Pengurasan udara dilakukan pada saat awal proses
perebusan, dimana uap dimasukkan melalui kran pemasukan (inlet valve),
sedangkan kran pengeluaran dibiarkan terbuka. Pengurasan lainnya dilakukan
pada saat tekanan mencapai puncak pertama pada tekanan 2,3 bar dan pada
puncak kedua dengan tekanan sekitar 2,5 bar. Setelah pengurasan pada puncak
kedua selesai,uap dimasukkan hingga mencapai tekanan sekitar 2,8 bar dan
dipertahankan terus selama beberapa lama sesuai kebutuhan.
Tata cara yang harus dilakukan untuk memperoleh perebusan normal
sebagai berikut:
1. 13 menit pemasukan uap pertama dari 0-23 kg/cm2, termasuk menguras
udara 2 menit
2. 2 menit pembuangan uap pertama sampai tekanan menjadi 0.
3. 12 menit pemasukan uap kedua kali sampai tekanan 2,5 kg/cm2.
4. 2 menit pembuangan uap kedua kali sampai tekanan menjadi 0.
5. 13 menit pemasukan uap ketiga kali sampai tekanan 2,8 kg/cm2.
6. 43 menit tekanan uap ditahan pada 2,8 kg/cm2.
2.4.1 Tujuan Perebusan
Setiap PKS tentunya menginginkan hasil minyak dengan kualitas yang
baik, tingkat keasaman yang rendah, dan minyak yang mudah di pucatkan
(bleaching). Proses perebusan sangat menetukan kualitas hasil pengolahan pabrik
kelapa sawit. (Iyung Pahan,2007)
Tujuan dari perebusan yaitu sebagai berikut:
a. Menghentikan proses peningkatan Asam Lemak Bebas (ALB) karena
pemanasan saat perebusan dapat mematikan aktivitas anzym – enzyme yang
dapat menigkatkan kadar ALB. Menurut penelitian, enzim sudah tidak
beraktivitas pada temperature 50oC.
b. Memudahkan brondolan terlepas dari tandan pada waktu peroses penebahan.
c. Mengurangi kadar air brondolan, memudahkan proses pada digerster/kempa dan proses pengutipan minyak di sitasiun klarifikasi adanya perubahan
komposisi kimiamesocorp(daging buah)
d. Mencegah timbulnya biji berekor di Digesteryang dapat meningkatkan losis minyak
e. Mengurangi kadar air pada biji sehingga memudahkan inti lekang dari
cangkang serta minigkatkan efisiensi pada saat proses pemecahan biji di
creackeratauripple mill.
a) Tekanan Uap dan Lama Perbusan
Tekanan uap dan lama perebusan sangat menentukan hasil perebusan dan
efisiensi pabrik. Tekanan uap dan lama perebusan berbanding terbalik. Semakin
makan semakin pendek waktu perbusan.Perebusan menggunakan steam
bertekanan 2,8 s/d 3,0 kg/cm2dan temperatur 135 s/d 140oC serta siklus merebus
90 s/d 100 menit.
Untuk menjaga tekanan uap tetap tinggi (> 2,8 kg/cm2), maka diperlukan
koordinasi antara operator rebusan, operator boiler dan operator kamar mesin. Terutaman terhadap operator rebusan, bila tekanan uap turun, maka secepatnya
harus segera menginformasikan ke operator boileruntuk dicari penyebab dan solisinya. Sebenarnya sebelum sampai di rebusan, operator kamar mesin sudah
harus tahu terlebih dahulu bila tekanan uap turun dan harus menginformasikan
kepada operator boiler. Tanpa kerjasama yang baik antar operator tersebut diatas, maka mustahil tekanan uap dapat dipertahankan pada 2,8–3,0 kg.cm2.
Selain tekanan uap, lama perebusan buah sangat tergantung pada faktor
kematangan buah dan kondisi buah (segar/restan/buah kecil/buah besar). Waktu
rebus yang optimal pada umumnya ditentukan oleh lamanya menahansteam pada puncak – III (holding time). Terhadap buah segar dengan klon dan kriteria
kematangan yang berlaku saat pada tekanan uap 2,8 – 3,0 kg/cm2, holding time
dilakuan selama 45 – 55 menit. Lamanya holding timeyang paling tepat disetiap kebun harus disesuaikan dengan indikator kandungan minyak dalam air kondensat
(≤ 0,50%) terhadap contoh dan kattekopen(≤ 0,50%).
Kandungan minyak dalam air kondensat berasal dari minyak yang meleleh
disebabkan brondolan terluka/memar karena terbanting dan perebusan yang
terlalu lama (normal 0,50% terhadao contoh)
Kandungan minyak dalam tandan kosong karena waktu perebusan yang terlalu
lama (norma 0,39% terhadap TBS)
Brondolan tidak lepas dalam tandan kosong akibat perbusan yang terlalu
singkat atau temeratur yang rendah atau air kondensat tidak terbuang habis
(norma 0,16% terhadap TBS)
Tekanan uap yang rendah (< 2,8 kg/cm2) dan waktu rebus yang tidak cukup akan
mengakibatkan :
Buah kurang masak, sebahagian brondolan tidak lepas dari tanda
(katteopen/unstriped bunch) yang mengakibatkan losis dalam tandan kosong bertambah.
Pelumatan dalamDigestertidak sempurna, sebahagian daging tidak lepas biji sehingga mengakibatkan proses pengempaan tidak sempurna dan kerugian
minyak pada ampas dan biji bertambah,
Ampas (fibre) basah mengkibatkan pemakain bahan bakar lebih boros peroses pembakaran di ketel uap (Boiler).
Sebaliknya bila perebusan dilakukan terlalu lama maka buah menjadi terlalu
masak sehingga kantong minyak di mesocorp dengan sendirinya terlepas ke air kondensat losis minyak dalam air rebusan (kondenst) dan janjangan kosong
b) Temperatur, Pembuangan Udara dan Air Kondensat
Temperatur di dalam rebusan sangat dipengaruhi oleh tekanan uap, udara dan
air kondensat. Semakin rendah tekanan dan semakin banyak udara/air kondensat
di dalam rebusan, maka semakin rendah temperature yang dicapai.
Keterangan :
Udara
Udara merupakan penghantar panas yang rendah dan bila terjebak dalam
suatu ruang kosong dalam ketel rebusan, maka udar bisa menjadi isolator panas.
Bila udara dalam ketel rebusan tidak dikeluarin secara sempurna akan terjadi
pencampuran udara dan uap (tirbulensi) yang mengakibatkan temperatur turun dan pemindahan panas dari uap ke dalam buah tidak sempurna (proses perebusan
tidak sempurna). Akibatnya adalah banyak brondolan masih terikut tandan kosong
(brondolan tidak mudah lepas pada saat dibanting di Thresher).
Cara mengeluarkan udara pada saat merebus adalah sebagai berikut :
Udara yang ada di dalam ruang kosong ketel rebusan.
Udara ini berpengaruh terhadap penurunan temperatur karana
telah Nampak keluar dari silencer menunjukkan bahwa seluruh udara di dalam ketel rebusan telah terdorong keluar olehsteam.
- Udara yang ada di antara brondolan dalam tandan
Udara ini dapat mengisolasi steam dan panas masuk ke bagian dalam tandan sehingga brondolan bagian dalam tidak masak dan sulit terlepas.
Pembuangan udara ini terjadi pada perebusan puncak-I dan ke-II dengan cara
melakukan kejutan (pembuangan steam) secepat mingkin. Kejutan atau pembuangansteam yang dianggap baik dari 2,0–20,5 cm2/kg ke 0 cm2/kg adalah 2 menit. Pembuangan steam yang lebih lama dari 2 menit berarti kurang memberikan kejutan dan udar di antara brondolan dalam belum keluar.
Diharapkan dengan adanya puncak-I dan ke-II, udara didalam tandan sudah tidak
ada dan proses perebusan yang sebenarnya pada puncak –III, dapat dilakukan
dengan sempurna karena steam/panas dapat menembus ke bagian dalam dari
tandan.
Pada pipa inletsteam di bagian atas dalam ketel rebusan dipasng plat pembagi
steam (steam distributor plate) agar steam yang masuk kedalam ketel rebusan cepat merata keseluruh ruang ketel rebusan.
Pembuangan udara bersamaan dengan pembuangan steam dapat dilakukan
yang berada di bagian bawah terdorong keluar terlebih dahulu, baru kemudian
dipercepat penurunan tekanannya dengan pembuangan steam. Dengan demikian
diharapkan udara benar–benar bersih dan penurunan tekanan dapat dengan cepat
(2menit).
Air Kondensat
Air kondensat berasal dari penguapan tandan buah yang direbus dan hasil
proses kondensasi steam di dalam ketel rebusan. Disamping tekanan, air kondensat dan udara di dalam ketel rebusan mengakibatkan temperatur
perebusan menjadi turun. Temperatur noramal di dalam ketel rebusan yang
bertekanan 2,8–3,0 kg/cm2adalah 130–135oC.
Buah yang terendam air kondensat, dipastikan tidak masak. Kalupun buah
tidak terendam, tetapi air kondensat masih ada yang tertinggal dalam rebusan
dapat menyebabkan perebusan kurang masak karena temperatur tidak tercapai.
Pembuangan air kondensat dilakukan 6x yaitu pada saat pembuangan steam
puncak I, II, II, dan 3x pada saatholding time.Diharapkan dengan banyaknya frequensi pembuangan tersebut maka air kondensat sudah habis pada saat
akhir perebusan. Sebagai indikator air kondensat telah habis dalam ketel
rebusan adalah pada saat pintu rebusan dibuka tidak ada lagi air kondensat
yang keluar.
Bila proses pembuangan kondesat sudah dilakukan seperti tersebut diatas dan
air kondensat ternyata masih tersisa, maka perlu dilihat insatalasi yang
stainer serta ketinggian pipa pembuangan air kondensat dibandingkan
blowdown silencer.
2.4.2 Mesin Dan Peralatan
1. Rebusan
2. PLC (Programable Logic Control)
3. Presure and Temperatur Recorder
4. Silencer
5. Alat Ukur
a. Rebusan
Bejana uap berbentuk slinder yang berfungsi sebagai tempat perebusan TBS
dengan memasukkan uap kedalm bejan tersebut pada tekanan, temperatur dan
waktu tertentu.
b. PLC (Programable Logic Control)
Suatu alat yang digunakan mengatur sistim penekanan secara otomatir melalui
variable waktu dan tekanan.
c. Presure and Temperatur Recorder
Suatu alat yang berfungsi merekam tekanan, temperatur dan waktu dalam
d. Silencer
Suatu alat yang berbentuk silinder tegak yang berfungsi untuk meredam
tekanan uap buang dan air kondensat dari proses perebusan
e. Alat Ukur
Monometer adalah alat ukur yang berfungsi untuk mengukur tekanan uap dalam ketel rebusan. Thermometer adalah alat ukur yang berfungsi untuk
mengukur temperature uap dalam ketel rebusan.
2.5 Prosedur Pengoperasian 2.5.1 Sebelum mulai
a) Periksa semua paking pintu rebusan apakah ada kerusakan dan pastikan bahwa
wearing plate & rail track dalam keadaan bersih.
b) Periksa mekanisme sistem keamanan pintu rebusan dan pastikan bahwa alat
tersebut berfungsi dengan baik.
c) Periksa alat pengukur tekanan (manometer) dilengkapi dengan syphon dan pengukuran temperatur (thermometer), pastikan bahwa alat ini tidak rusak. d) Bersihkan daerah sekitar rebusan dan parit dibawah jembatan penopang rel di
depan rebusan dari brondolan/sampah yang tercecer.
e) Periksa plat saringan kondensat (strainner) dan bersihkan bila tersumbat brondolan atau sampah.
g) Pastikan kertas grafik dan pena grafik sudah terpasang sebelum proses
perebusan
h) Jumlah rebusan yang dioperasikan sangat menentukan dalam kesempurnaan
proses perebusan. Pada pabrik berkapasitas olah 30 ton TBS/jam, akan lebih
efesien dan sempurna bila dioperasikan 2 unit ketel rebusan kapasitas 10 lori
dan siklus merebus maksimum 100 menit. Hal ini didasarkan atas
pertimbangan :
Pemanfaatan steam yang lebih hemat dibandingkan dengan pengoperasian 3 ketel rebusan, sekaligus menghemat bahan bakar cangkang
Perawatan rebusan dapat dilakukan lebih maksimal karena selama pabrik
beroperasi, terhadap rebusan yang tidak dioperasikan, masih dapat dilakukan
perawatan
Buah yang sudah direbus, tidak terlalau lama menunggu dituang ke Auto Feeder karena kapasits 2 rebusan @ 10 lori dengan isian rata – rata 2,5 ton dan siklus merebus 100 menit adalah 30 ton TBS/jam (seimbang dengan
kapasitas instalasi berikutnya)
Perhitungan jumlah rebusan yang dioperasikan adalah sebagai berikut :
Rata–rata isian lori : 2.500 kg
Siklus merebus : 100 menit
Jumlah lori dalam satu Rebusan : 10 buah
Kapasitas olah : 30 ton TBS/jam
Kapasitas olah dengan mengoperasikan 2 rebusan : 2 x 10 lori x 2.5 ton/lori x
2.5.2 Mulai
Posisi/kondisi rebusan sebelum pengoperasian perebusan adalah sebagai
berikut :
a) Tekanan rebusan dalam keadaan nol.
b) Posisi kran pemasukan uap ( steam inlet ) dalam keadaan tertutup, kran pengeluaran uap (blow up), kran kondensat, dank ran control tekanan uap di samping pintu rebusan dalam keadaan terbuka.
c) Perebusan :
Perebusan pertama yang dilakukan adalah terhadap restan buah dari
pengolahan hari sebelumnya yang sudah berada di dalam rebusan. Restan buah
yang ada di dalam ketel rebusan terdiri terdiri dari buah yang sudah masak dan ½
masak. Terhadap buah yang masak dilakukan pemanasan sampai tekanan 2
kg/cm2 dan steam langsung dibuang. Sedangkan terhadap buah ½ masak dilakukan perebusan lanjutan hari sebelumnya sampai selesai. Bila TBS restan
sudah selesai dipanaskan/dimasak maka baru dilakukan perebusan buah segar.
Masukkn lori TBS segar ke dalam rebusan bersamaan dengan penarikan yang
sudah masak (khusus untuk rebusan 2 pintu)
Lori TBS berada di dalam rebusan, tutup pintu rebusan dan kunci dengan kuat.
Tutup kran control tekanan uap, tutup kran pembuangan steam(blow up) dan buka kran kondensat.
Buka perlahan – lahan kran pemasukan uap. Setelah 2 menit, tutup kran
2.5.3 Waktu/lama perebusan
Yang dimaksud dengan waktu/lama prebusan adalah waktu yang
diperlukan untuk proses merebus mulai dari memesukkan uap pada puncak satu
s/d mengeuarkan uap (blow - OFF) pada puncak tiga. Waktu/lama perebusan
berbeda dengan siklus merebus.
Siklus merebus adalah waktu perebusan ditambah dengan waktu/lamanya
membuka /menutup pintu rbusan dan mengeluarkan/mamasukkan lori ke dalam
rebusan.
Waktu yang diperlukan untuk satu siklus perebusan adalah 90 – 100 menit dan
dibagi dalam tiga puncak yaitu :
a) Puncak satu (15 menit)
Kran pemasukan uap (steam inlet) dibuka13 menit untuk mencapai tekanan 2,3 kg/cm2termasuk pembuangn udara dalam ketel rebusan selama 2 menit.
Kemudian kran steam intel ditutup. Kran pembuangan kondensat dibuka telebih dahulu dan 1 menit kemudian kran steam outler (blow up) dibuka dengan cepat untuk menurunkan tekanan menjadi 0 kg/cm2.
Kran kondensat dank ran steam outlet(blow up) ditutup kembali, kemudian kransteam inletdibuka untuk puncak kedua.
b) Puncak kedua (63 menit)
Kran Steam inletdibuka penuh untuk mencapai tekanan 3.0 kg/cm2 selam 14 menit.
- Selamaholding timedilakukan pembuangan kondensat dengan cara membuka kran kondensat sebanyak 3 x sehingga tekanan menurun sampai 2,7 kg/cm2
dan kran kondensat ditutup kembali.
- Selesai tekanan dalam rebusan turu hingga 0 kg/cm2 dan air kondensat
terkukus habis, kran kontrol steam outlet (blow up) sehingga tekanan turun menjadi 0 kg/cm2. Waktu yang diperlukan untuk penurunanSteam±4 menit. - Setelah tekanan dalam rebusan turun hingga 0 kg/cm2 dan air kondensat
terkuras habis, kran kontrol steam di samping pintu rebussan dibuka untuk memastikan tekanan dalam rebusan benar–benar sudah 0 kg/cm2.
Bila tekanan sudah benar– benar 0 kg/cm2, maka pintu rebusan dapat dibuka
dan dengan bantuan capstand,lori – lori dikeluarkan untuk diproses lebih lanjut. Waktu yang dipergunakan untuk membuka pintu, mengeluarkan lori dan menutup
pintu rebusan adalah 5 menit.
d) Selama melakukan perebusan, dipersiapkan lori yang telah diisi TBS di
bleakang rebusan, sehingga begitu perebusan selesai dan lori ditarik keluar,
maka lori yang telah terisi dapat langsung dimasukkan (digandeng) de dalam
rebusan.
2.5.4 Penghentian
a) Lanjutan proses perebusan sampai tingkat kematangan tang diinginkan (matan
b) Pastikan bahwa unit rebusan yang berisi buah restan harus diblow – down
sesuai prosedur normal dan pintu–pintu harus tertutup sampai pengoperasian
selanjutnya. Dilarang meninggalkan rebusan dalam kondisi masih bertekanan.
c) Sebelum petugas meniggalkan stasiun ini, pastikan bahwa keadaan sekeliling
sudah dalam keadaan bersih dan siap dijalankan kembali.
d) Rebusan harus dicuci bersih minimal 1 x seminggu (khusus untuk stainer
dilakukan pembersihan setiap hari secar bergantian)
2.5.5 Pencatatan Ketel rebusan Secara Berkala
Ketel rebusan harus dilakukan pemeriksaan berkala (periode inspeksi) 1x
dalam 4 tahun oleh Depnaker (IPNKK) berdasarkan peraturan uap tahun 1930
pasal 40 ayat 3.
Sample dan Analisa
Yang perlu untuk dimonitor :
a) Kadar minyak dalam air kondensat.
b) Petugas laboratorium mengambil contoh air kondensat setiap 2 jam, dimulai
satu jam setelah pabrik beroperasi serta diambil dari masing–masing rebusan
disilencer.
c) Contoh air kondensat diambil sebanyak 200 ml dengan menggunakan botol
yang bersih untuk setiap rebusan.
d) Setiap contoh dianalisa kadar minyak dan dilaporkan segera kepada asisten
e) Pada akhir shift, contoh dikumpulkan menjadi satu contoh untuk setiap rebusan. Kemudian dianalisa di laboratorium dan hasilnya dipergunakan untuk
evaluasi dan ditindak lanjuti.
Kandungan minyak dalam air kondensat yang lebih tinggi dari norma (> 0,5%
tehadap contoh) kemungkinan disebabkan karena buah restan dicampur buah
BAB 3
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
1. Neraca Analitik 4 Desimal Sortarius
2. Oven Fisher Scientific
3. Labu Ekstraksi Eyla
4. Sokletasi
5. Kondensor Eyla
6. Timbel
7. Tabung Reaksi Pyrex
8. Hot Plate
9. Cawan pedtrish
10. Termometer
3.2 Bahan
1. Air kondensat
3.3 Prosedur Percobaan
1. Di ambil air kondensat dari stasiun perebusan secukupnya.
2. Di timbang air kondensat sesuai dengan berat sampel yang telah
ditentukan.
3. Dimasukkan kedalam tabung reaksi.
4. Dirotarievaporator tabung reaksi yang berisi air kondensat tersebut selama
2 6 menit.
5. Di masukkan kedalam oven dan dikeringkan selama 3 jam pada suhu 1300
C, lalu didinginkan.
6. Di keluarkan air kondensat tersebut dari oven dan didinginkan selama 15
menit kemudian air kondensat dimasukkan kedalam timbel dan ditutup
dengan kapas.
7. Kemudian ditimbang kembali untuk menetukan kadar airnya,
8. Ditimbang labu alas kosong dan dimasukkan pelarut N-heksan
secukupnya.
9. Sampel yang telah dimasukkan kedalam timbel dan ditutup dengan kapas
dimasukkan kedalam alat soklet.
10. Air pendingin dari pet dialirkan kedalam kondensor soklet.
11. Diekstraksi selama selama 5 jam sampai warna berubah dari warna kuning
menjadi jernih.
12. Di dinginkan labu yang berisi minyak tersebut selama 30 menit.
13. Di timbang untuk mengetahui kadar minyaknya.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Data dan hasil perhitungan kadar Kehilangan Minyak pada air kondensat
di stasiun perebusan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil analisa kehilangan minyak yang terikut dalam air kondensat pada PKS–Pabatu Tebing Tinggi.
No P
Persentase minyak yang terikut dalam air kondensat (lossis) dapat dihitung
Berat cawan kosong + contoh = 104,3839 g
Berat cawan kosong = 81,0463 g
Berat contoh = 23,3376 g
Berat minyak dalam air setelah diekstraksi adalah sebagai berikut:
Berat labu + contoh = 109,0155 g
Berat labu kosong = 108,8988 g
Berat minyak = 0,1167 g
Maka persentase minyak yang terikut dalam air kondensat yaitu:
% minyak = ( )
( ) x 100 %
= ,
, x 100 %
= 0,50%
4.2 Pembahasan
Dari data hasil analisa diatas terlihat bahwa semakin tinggi tekanan
perebusan, maka kadar minyak yang terikut dalam air kondensat semakin tinggi.
Hal ini disebabkan karena uap panas pada tekanan perebusan tidak seluruhnya
terbuang dan masih tertinggal didalam perebusanndan akan terbuang pada saat
pembuangan selanjutnya. Tekanan yang tinggi dengan sendirinya memberikan
temperature yang tinggi. Dan semakin tinggi tekanan yang digunakan, maka
Kehilangan minyak yang paling rendah adalah kondisi tekanan 2,72
kg/cm2 dan waktu 70 menit. Angka tersebut sudah mencapai hasil yang optimal.
Namun, pada tekanan 2,74 kg/cm2dan waktu 90 menit minyak yang terikut dalam
air kondesat sebesar 0,51%. Sehingga akan mengganggu proses
selanjutnya,dimana semakin tinggi tekanan maka semakin tinggi pula angka
kehilangan minyak yang terikut pada air kondensat.
Dengan kondisi tekanan 2,8 kg/cm2 diharapakan kadar minyak dalam air
kondensat dapat ditekan sekecil mungkin agar kehilangan minyak pada air
kondensat tidak melebihi batas normal yang telah ditentukan. Kadar minyak yang
diperoleh PKS Pabatu yaitu sebesar 0,39% - 0,51% dan angka tersebut telah
mencapai batas normal yang telah ditetapkan oleh pabrik yaitu batas normal angka
kehilangan minyak pada air kondensat sebesar 0,50%. Dan pada kondisi tersebut,
perebusan telah ,mencapai hasil optimum dan semppurna yaitu brondolan sudah
dapat lepas dari tandannya. Hal ini dapat dilihat didalam proses yang selanjutnya,
dimana buah akan mudah terpipil dan pengenmpaan pada screww press sempurna.
Sehingga kehilangan minyak pada stasiun semkin kecil. Selain itu dapat mudah
dipucatkan dan menghasilkan minyak yang kandungan Asam Lemak Bebas
rendah sehinggan dapat meningkatkan pengoptimalam terhadap rendemen
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
2.6 Kesimpulan
Jumlah kadar minyak yang terdapat pada air kondensat ( rebusan ) pada waktu
dan tekanan yang berbeda untuk perebusan sistem 3 puncak (triple peak) yang
dianlisa yaitu sebesar 0,50%.
2.7 Saran
Sebaiknya pada saat perebusan selalu dilakukan pengawasan pada puncak agar
angka kehilangan minyak yang terdapat pada pabrik tidak melebihi batas norma
DAFTAR PUSTAKA
Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta : Penebar swadaya.
Tim Penulis, PS. 1997. Kelapa Sawit : Usaha Budi Daya dan Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Cetakan Pertama. Jakarta : Penebar Swadaya.
Standar Prosedur Operasi (SPO), 2010. PT. Perekebunan Nusantara IV (PERSERO). Medan–Sumatera Utara–Indonesia.