• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit - Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan terhadap Kehilangan Minyak (Losses) pada Air Kondensat di Stasiun Sterilizer dengan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak) di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV (Persero) Pulu Raja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit - Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan terhadap Kehilangan Minyak (Losses) pada Air Kondensat di Stasiun Sterilizer dengan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak) di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV (Persero) Pulu Raja"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Tanaman kelapa sawit diklasifikaskan sebagai berikut:

Divisi : Embryophyta Siphonagama

Kelas : Angiospermae

Ordo : Monocotyledonae

Famili : Arecaceae

Subfamili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : 1. E. guineensis Jacq.

2. E. oleifera (H.B.K) Cortes

(2)

Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada dataran rendah di daerah tropis yang beriklim basah, yaitu sepanjang garis khatulistiwa antara 23,5 oLintang Utara sampai 23,5 oLintang Selatan. Adapun persyaratan untuk tumbuh tanaman kelapa sawit sebagai berikut.

 Curah hujan 2.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun dengan periode

bulan kering (<100 mm/bulan) tidak lebih dari 3 bulan

 Temperatur siang hari rata-rata 29-33 oC dan malam hari 22-24 oC  Ketinggian tempat dari permukaan laut < 500 m.

 Matahari bersinar sepanjang tahun, minimal 5 jam perhari.

(Iyung Pahan, 2006)

2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir dan berkiprah di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik dan produk olahannya terutama minyak sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan yang handal. Perkebunannya dapat ditemukan antara lain di Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam.

Awal mulanya, di Indonesia kelapa sawit sekedar berperan sebagai tanaman hias langka di Kebun Raya Bogor dan sebagai tanaman penghias jalanan atau pekarangan. Itu terjadi mulai tahun 1848 hingga beberapa puluh tahun sesudahnya.

(3)

Bogor. Selanjutnya hasil anakannya dipindahkan ke Deli, Sumatera Utara. Di tempat ini, selama beberapa puluh tahun, kelapa sawit yang telah berkembangbiak hanya berperan sebagai tanaman hias di sepanjang jalan di Deli, sehingga potensi yang sesungguhnya belum kelihatan.

Mulai tahun1911, barulah kelapa sawit dibudidayakan secara komersial. Orang yang merintis usaha ini adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Ia mengusahakan perkebunan kelapa sawitnya di Sungai Liput (Aceh) dan di Pulu Radja (Asahan).

Rintisan Hallet ini kemudian diikuti oleh K. Schadt, seorang Jerman yang mengusahakan perkebunannya di daerah Tanah Itan Ulu di Deli. Kelapa sawit Deli ini ternyata lebih produktif serta komposisi buahnya juga lebih baik dibandingkan dengan kelapa sawit dari Pantai Barat Afrika. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit mulai dibudidayakan di Indonesia.

2.1.2. Varietas Kelapa Sawit

Ada empat varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buahnya yaitu antara lain:

1. Dura

(4)

2. Psifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Psifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini. Oleh sebab itu, dalam persilangan Psifera dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Psifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Tenera.

3. Tenera

Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yitu Dura dan Psifera. Varietas inilah yang banyak ditanam diperkebunan – perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm. dan terdapat lingkaran serabut disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil.

4. Macro carya

Buah dari varietas Macro carya memiliki tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.

(5)

antara 16 – 18%. Jenis kelapa sawit yang usahakan tentu saja yang mengandung rendemenn minyak tinggi sebab minyak sawit merupakan hasil olahan yang utama. Sehingga tidak mengherankan jika lebih banyak perkebunanyang menanam kelapa sawit dari varietas Tenera (Tim Penulis, 1997).

2.1.3 Mutu Tandan Buah Segar

Tandan buah segar yang diterima di pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku, yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi minyak dan inti sawit. Sebelum buah diolah perlu dilakukan sortasi dan penimbangan di loading ramp.

2.1.3.1 Sortasi Panen

(6)

Tabel 2.1. Spesifikasi fraksi TBS

Fraksi Istilah Kriteria

00 Mentah sekali Brondolan 0

0 Mentah Brondolan 1-12,5% buah luar

1 Kurang matang Brondolan 12,5-25% buah luar 2 Matang I Brondolan 25-50% buah luar 3 Matang II Brondolan 50-75% buah luar 4 Lewat matang Brondolan 75-100% buah luar

Ranum Buah dalam ikut membrondol

(P. M. Naibaho, 1998)

2.1.3.2 Penimbunan TBS di Loading Ramp

Loading ramp berperan untuk memuat buah kedalam lori. Akan tetapi loading ramp digunakan sebagai wadah penimbunan sementara. Setiap pintu dapat menampung 8-15 ton tergantung pada muatan dari alat tersebut.

Penimbunan buah yang bermalam di loading ramp dapat menurunkan mutu minyak sawit, yang lebih cepat daripada penibunan di lapangan. Hal ini disebabkan derajat kelukaan buah yang tinggi akibat frekuensi benturan mekanis lebih banyak dialami setelah sampai di pabrik (P. M. Naibaho, 1998).

2.2. Minyak Kelapa Sawit

(7)

Berikut adalah sifat fisik dan sifat kimia dari minyak kelapa sawit.

Tabel 2.2. Komposisi penyusun minyak kelapa sawit

Substansi Kandungan

Asam Lemak Bebas (FFA) 3-5%

Ghums (phosphollipid dan phosphotida) 300 ppm

Kotoran 0,01% Cangkang Trace

Kadar Air 0,15%

Trace metal 0,50%

Produk-produk oksidasi Trace

Total karotenoid 500-1.000 mg/ke

(Iyung Pahan, 2006)

2.2.1 Sifat Fisik dan Kimia Minyak Kelapa Sawit

Seperti minyak-minyak kebanyakan, minyak kelapa sawit juga memiliki sifat fisik dan sifat kimia sebagai berikut.

2.2.1.1. Sifat Fisik Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisik dari minyak kelapa sawit yang perlu diperhatikan diantaranya adalah warna, bau dan flavor, titik didih, titik cair dan polymorphism, kelarutan, bobot jenis, indeks bias.

a. Warna

(8)

Karotenoid larut dalam minyak dan bersifat tidak stabil pada suhu tinggi. Jika minyak kelapa sawit dialiri uap panas, maka warna kuning hilang.

b. Bau dan flavor

Bau dan flavor pada minyak kalapa sawit terdapat secara alami dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sebagi hasil penguraian pada kerusakan minyak. Bau yang khas dari minyak kelapa sawit disebabkan karena adanya β-ionon.

c. Kelarutan

Kelarutan dari minyak digunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi dari bahan yang diduga mengandung minyak. Minyak kelapa sawit tidak larut dalam air, tetapi larut sempurna dalam pelarut halogen dan sedikit larut dalam alkohol. Semakin panjang rantai asam-sam lemak yang dikandung oleh minyak maka kelarutannya semakin kecil.

d. Titik cair

Titik cair minyak kelapa sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair

(9)

Tabel 2.3. Sifaf fisik minyak kelapa sawit Sifat Fisik Minyak Sawit Titik didih 38 oC

Titik cair 39-41 oC Bobot jenis saat suhu kamar 0,900

Indeks bias D 40 oC 1,4565 – 1,4585 Titik lebur 27 – 43 oC Densitas relative 0,90 – 0,95

(S. Risza, 1994)

2.2.1.2 Sifat Kimia Minyak Kelapa Sawit

Beberapa proses kimia yang terjadi pada minyak sangat berpengaruh terhadap kadar suatu bilangan yang terkandung dalamnya. Misalnya proses penyabunan yang banyak digunakan dalam industri, besar bilangan penyabunan minyak sangat berpengaruh terhadap banyaknya basa yang digunakan untuk menyabunkan sejumlah minyak, atau bilangan asam yang dapat diguanakan untuk menghitung jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Kadar-kadar bilangan lain yang juaga perlu diketahui tersedia dalam table 2.4.

Tabel 2.4. Sifat kimia kelapa sawit

Sifat kimia Kadar

Bilangan penyabunan 196 – 205

Bilangan Iod 46 – 52

(10)

Bilangan Polenske 9,7 – 10,7 Bilangan Krichner 0,8 – 1,2

Bilangan Bartya 33 (S. Ketaren 1986)

2.2.2 Kandungan Nutrisi Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan berkah dari alam (natural gift) karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan baik bagi kesehatan manusia, seperti nilai kalori, vitamin, daya cerna dan rendahnya kadar kolestrolnya.

a. Kandungan kalori dan kolestrol

Minyak kelapa sawit memiliki nilai kalori sebesar 9 kkal/g, dimana nilai kalori untuk protein dan karbohidrat masing-masing 4 kkal/g. Minyak kelapa sawit juga kaya akan vitamin A, dimana kandungan β-karoten mencapai 1.000 mg/kg. Kandungan alami provitamin A pada minyak kelapa sawit cukup tinggi, yaitu sekitar 900 IU/g.

b. Daya cerna (Digestibility) dan kandungan kolestrol

Minyak kelapa sawit mempunyai daya cerna yang tinggi serta mengandung kadar kolestrol yang rendah yaitu sekitar 3mg/kg.

c. Kandungan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh

(11)

Minyak kelapa sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda-beda. Panjang rantai adalah antara 14-20 atom karbon. Dengan demikian sifat minyak sawit ditentukan oleh perbandingan dan komposisi trigliserida tersebut.

Table 2.5. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit

Asam lemak Jumlah atom C

Jumlah asam lemak jenuh 47,0

Oleat 18 1 14 42,7 (38-52)

Linoleat 18 2 5 10,3 (5-11)

Jumlah asam lemak tak jenuh 53,0

(Soepadiyo M, 2003)

2.2.3. Mutu Minyak Kelapa Sawit

Mutu minyak yang dihasilkan dari pabrik dapat dipengaruhi oleh kualiatas panen, pengangkutan, proses pengolahan dan penimbunan atau penyimpanan. Faktor-faktor tersebut akan dibahas pada setiap parameter mutu yang dipersyaratkan dalam perdagangan.

(12)

Tabel 2.6. Parameter Mutu Produk Minyak Sawit

Parameter Standart (%)

ALB Golden CPO

Kadar kotoran 0,02% maks

DOBI 2,5 min

Bilangan Iodin 51 min Bilangan peroksida, mek/kg 5,0 maks Bilangan anisidine, mek/kg 5,0 maks Fe (Besi), ppm 5,0 maks Cu (Tembaga), ppm 0,3 maks Titik Cair 39 – 41 oC

B-carotene 500 ppm

(PTPN.IV, 2010)

2.2.3.1. Asam Lemak Bebas

(13)

2.2.3.2. Kadar Air

Zat yang mudah menguap pada temperatur diatas 100 oC adalah air. Tingginya kandungan air di dalam CPO akan mengakibatkan hidrolisis trigliserida secara autokatalis, yang meningkatkan kadar ALB. Air merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba yang dapat mempercepat terjadinya oksidasi.

2.2.3.3. Kadar Kotoran

Kotoran dalam minyak sawit adalah kotoran yang tidak larut dalam n-Heksan dan Petroleum eter. Kotoran ini dapat menyebabkan proses hidrolisis di dalam minyak karena mengandung besi (Fe) dan tembaga (Cu) yang merupakan pro-oksidan. Penyebabnya adalah TBS kotor dan juga selama proses di pabrik. Kadar air dan kadar kotoran dapat dikontrol pada CST (Continuos Settling Tank)dengan menjaga ketebalan lapisan minyak 50 cm.

2.2.3.4. DOBI (Deteriorationof Bleachability Index) atau Indeks Daya Pemucat

(14)

2.2.3.5. Bilangan Iodin

Bilangan Iodin adalah bilangan yang menyatakan kandungan asam lemak tidak jenuh yang dinyatakan dalam milligram iodium yang diserap per gram minyak. Asam lemak tidak jenuh adalah lemak yang rendah kadar kolestrolnya. Tinggi rendahnya kadar iodin dalam minyak sawit tidak dipengaruhi oleh proses pengolahan, tetapi dipengaruhi oleh klon bahan tanaman yang dibudidayakan. Semakin tinggi bilangan iodium berarti semakin banyak kandungan asam lemak tidak jenuh dan semakin baik kualitas CPO.

2.2.3.6. Bilangan Peroksida, mek/kg

Peroksida adalah hasil oksidasi pertama yang non-transisten dan terbentuk karena bertambahnya radikal aktif molekul oksigen pada gugus metilen aktif pada rantai asam lemak yang terdapat dalam minyak.

2.2.3.7. Bilangan Anisidin, mek/kg

Bilangan Anisidine adalah bilangan yang merupakan angka petunjuk jumlah abstad yang teroksidasi menjadi gugusan aldehid dan keton yang dinyatakan dengan milliliter equivalen oksigen yang terikat pada setiap kg minyak.

(15)

Titik cair merupakan salah satu besaran fisik dimana pada temperaturtersebut terjadi perubahan fase padat ke cair (mulai mencair).

2.2.3.9. Kadar Fe dan Cu

Kandungan logan Fe dan Cu yang terdapat dalam minyak sawit dapat terjadi akibat adanya kontaminasi baik di pabrik atau selama transportasi produk CPO. Kontaminasi terjadi di pabrik dan transportasi akibat kontak langsung antara minyak dengan logam yang mengandung Fe ataupun Cu.

2.2.3.10. β-karoten

β-karoetn memberi warna merah-kuning alami dalam CPO mengandung

pro-vitamin A dan merupakan anti oksidan alami yang efektif. β-karoten terdegradasi oleh panas yang berlebihan dan oksidasi dengan udara (PTPN. IV, 2010).

2.3. Proses Pengolahan Tandan Buah Segar di Stasiun Perebusan

Perebusan merupakan awal proses pengolahan buah yang hasilnya sangat menentukan terhadap keberhasilan proses pengutipan atau kehilangan (losses) minyak ataupun inti pada proses selanjutnya. Proses perebusan yang sempurna akan memaksimalkan efektivitas pengutipan minyak, sedangkan perebusan yang kurang sempurna akan meyebabkan peningkatan losses. Oleh karena itu proses perebusan yang sempurna mutlak harus diakukan sehingga capaian rendemen dapat meningkat dan losses dapat ditekan.

(16)

dengan tekanan uap 2,8 – 3 kg/cm2. Lori adalah tempat buah direbus, yang dapat menampung buah 2,5 – 3,5 bahkan 5,0 ton TBS. Lori-lori yang telah berisi TBS dikirm ke stasiun rebusan dengan cara ditarik dengan menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer. Lori tempat buah dibuat berlubang dengan diameter 0,5 inch, yang berfungsi untuk mempertinggi penetrasi uap pada buah dan penentesan air kondensat yang terdapat diantara buah. Dalam prosesperebusan TBS dipanaskan dengan uap pada temperature sekitar 135oC selama 80 – 90 menit. Sterilizer harus dilengkapi dengan katup pengaman untuk menjaga tekanan di dalam sterilizer agar tidak melebihi tekanan kerja maksimum yang diperkenankan (Darnoko D, 2003).

2.3.1. Tujuan Perebusan

Setiap PKS tentunya menginginkan hasil minyak dengan kualitaas yang baik, tingkat keasaman yang rendah, dan minyak yang mudah dipucatkan (bleaching). Proses perebusan sangat menentukan kualitas haasil pengolahan hasil pabrik kelapa sawit. Tujuan dari proses perebusan tandan buah segar yaitu untuk menghentikan pembentukan asam lemak bebas (ALB), memudahkan pemipilan, penyempurnaan dalam pengolahan selanjutnya, serta peneyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit.

1. Menghentikan pembentukkan asam lemak bebas (ALB)

(17)

dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus dilakukan dengan temperatur yang lebih tinggi.

2. Memudahklan pemipilan.

Untuk melepaskan brondolan (spiklets fruit) dari tandan secara manual, sebenarnya cukup dengan merebus dalam air mendidih. Namun, cara ini tidak memadai. Oleh karenanya, diperlukan uap jenuh bertekanan agar diperoleh temperatur yang semestinya di bagian dalam tandan buah.

3. Penyempurnaan dalam pengolahan

Selama proses perebusan , kadar air dalam buah akan berkurang karena proses penguapan. Dengan berkurangnya air, susunan daging buah (pericarp) berubah. Perubahan tersebut memberikan efek positif, yaitu mempermudah pengambilan minyak selama proses pengempaan dan mempermudah pemisahan minyak dari zat nonlemak (Non Oil Solid). Pada saat yang sama, sel-sel minyak akan pecah dan berada dalam keadaan bebas pada saat pengeluaran uap perebusan (puncak ketiga). Dalam hal ini, senyawa protein merupakan cairan emulsi yang berbeda sehingga lapisan minyak lebih mudah dipisahkan saat proses pemurnian. Secara keseluruhan, akibat penguapan sebagian air dari daging buah, kemungkinan kehilangan minyak dalam serabut maupun dalam lumpur buangan pada proses pemurnian dapat ditekan.

4. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit

(18)

akan berkurang sehingga daya lekat inti terhadap cangkangnya menjadi berkurang (Iyung Pahan, 2006).

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perebusan

Faktor-faktor yang mempengaruhi prosess perebusan adalah tekanan uap, temperatur dan lama perebusan serta pembuangan udara dan air kondensat.

a. Tekanan uap dan waktu perebusan

Tekanan uap dan lama perebusan sangat menentukan hasil perebusan dan efesiensi pabrik. Tekanan uap dan lama perebusan berbanding terbalik. Semakin kecil tekanan uap semakin lama perebusan. Sebaliknya, semakin tinggi tekanan uap maka semakin pendek waktu perebusan. Perebusan menggunakan steam bertekanan 2,8 – 3,0 kg/cm2 dan temperatur 130 – 140oC serta siklus merebus selama 90 – 100 menit.

Tekanan uap yang rendah (<2,8 kg/cm2

) dan waktu rebus yang tidak cukup akan mengakibatkan:

- Buah kurang masak, sebagian brondolan tidak lepas dari tandan yang mengakibatkan losses dalam tandan kosong bertambah.

- Pelumatan dalam Digester tidak sempurna, sebagian daging buah tidak lepas dari biji sehingga mengakibatkan proses pengempaan tidak sempurna dan kerugian minyak pada ampas dan biji bertambah.

(19)

Sebaliknya bila perebusan dilakukan terlalu lama maka buah menjadi terlalu masak sehingga kantong minyak di mesocarp dengan sendirinya terlepas ke air kondensat, losses minyak dalam air kondensat (rebusan) dan janjangan kosong menjadi naik dan merusak mutu minyak.

b. Temperatur , pembuangan udara dan air kondensat

Temperatur di dalam rebusan sangat dipengaruhi oleh tekanan uap, udara dan air kondensat. Semakin rendah tekanan dan semakin banyak udara atau air kondensat di dalam rebusan, maka semakin rendah temperatur yang dicapai.

Udara merupakan penghantar panas yang rendah dan bila terjebak dalam suatu ruangan kosong dalam ketel rebusan, maka udara bisa menjadi isolator panas. Bila udara dalam ketel rebusan tidak dikeluarkan secara sempurna akan terjadi pencampuran udara dan uap yang mengakibatkan temperatur turun dan pemindahan panas dari uap ke buah tidak sempurna. Akibatnya adalah masih banyak brondolan masih terikut tandan kosong.

Air kondensat

- Air kondensat berasal dari penguapan tandan buah yang direbus dan hasil kondensasi steam di dalam ketel rebusan. Disamping tekanan, air kondensat di dalam ketel rebusan mengakibatkan temperatur perebusan menjadi turun. Temperatur normal di dalam ketel rebusan dengan tekanan uap 2,8 – 3,0 kg/cm2 adalah 130 – 140oC

(20)

- Pembuangan air kondensat dilakukan enam kali yaitu pada saat pembuangan steam puncak I, II, dan III dan tiga kali pada saat holding time. Diharapkan dengan banyaknya frekuensi pembuangan tersebut maka air kondensat sudah habis pada saat akhir perebusan. Sebagai indikator air kondensat telah habis dalam ketel rebusan adalah pada saat pintu rebusan dibuka tidak ada lagi air kondensat yang keluar (A.H. Hassan, 1999).

2.3.3. Tahapan dalam Proses Perebusan

Siklus merebus adalah waktu perebusan ditambah dengan waktu atau lamanya membuka atau menutup pintu rebusan dan mengeluarkan atau memasukkan lori ke dalam rebusan. Siklus dalam proses perebusan tiga puncak dalam sterilizer adalah sebagai berikut.

1. Deaerasi : 2,5 menit

2. Pemasukan uap dan pembuangan puncak I,II & III : 20 menit 3. Masa penahanan tekanan 2,8 – 3,0 kg/cm2

: 45 menit

4. Pembuangan uap akhir : 7,5 menit 5. Mengeluarkan dan memasukkan lori : 15 menit

Panjang siklus : 90 menit

2.3.3.1 Deaerasi

(21)

udara. Karena udara lebih berat, maka udara akan turun kebawah dan dibuang melalui deaeration valve. Deaerasi akan berlangsung pada saat pembuangan air kondensat selama sistem perebusan berlangsung.

2.3.3.2 Pembuangan air kondensat dan pembuangan uap bekas

Frekuensi pembuangan air kondensat dan pembuangan uap bekas selama proses perebusan tergantung pada siklus rebusan. Puncak pertama dicapai dengan membuka pipa uap (umumnya dicapai tekanan uap 1,5 kg/cm2

) kemudian pipa uap masuk ditutup dan pipa kondensat, exhause pipe dibuka dengan tiba-tiba sehingga tekanan turun sampai 0,5 kg/cm2

kemudian pipa kondensat ditutup. Puncak kedua dicapai, kemudaian pipa uap masuk dibuka, kemudian ditutup kembali dan pipa kondensat dan exhause pipe dibuka hingga tekanan 1 kg/cm2 

 

2.3.3.3 Pemasakan Buah

Setelah melalui satu puncak atau dua puncak awal maka pemasakan dapat dilanjutkan dengan membuka pipa uap masuk dan pipa kondensat untuk membunag air kondensat. Masa pemasakan atau sebagai masa penahanan dihitung setelah mencapai puncak tertinggi hingga pembuangan uap terakhir.

2.3.3.4 Pembuangan Uap Akhir

(22)

2.3.3.5. Pengeluaran Lori dari Rebusan

Buah yang telah masak dikeluarkan dari dalam Sterilizer dengan membuka pintu rebusan secara perlahan-lahan untuk mengurangi kerusakan “Packing Doo” lori kemudian ditarik dengan tali bersamaan dengan pemasukkan buah yang akan direbus (E. Gunawan, 2004).

2.3.4. Waktu Perebusan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak)

Waktu atau lama perebusan adalah waktu yang dipergunakan untuk proses merebus mulai dari memasukkan uap pada puncak satu sampai dengan mengeluarkan uap (Blow-OFF) pada puncak tiga. Waktu atau lama perebusan berbeda dengan siklus perebusan.

Waktu yang dipergunakan untuk satu siklus perebusan adalah 90 - 100 menit dan dibagi dalam tiga puncak yaitu:

a. Puncak satu (15 menit)

- Kran pemasukan uap (steam inlet) dibuka 13 menit untuk mencapaui tekanan 2,3 kg/cm2

termasuk pembuangan udara dalam ketel rebusan selam 2 menit

- Kemudian kran steam inlet ditutup. Kran pembuangan kondensat dibuka terlebih dahulu dan satu menit kemudian kran steam outlet (blow up) dibuka dengan cepat untuk menurunkan tekanan men jadi 0 kg/cm2

.

(23)

b. Puncak Kedua (14 menit)

- Operasionalnya sama dengan puncak satu, tetapi tanpa pembuangan udara dan tekanan yang dicapai pada puncak kedua adalah 2,5 kg/cm2

. Waktu yang diperlukan untuk menaikan steam lebih kurang 12 menit dan untuk pembuangan steam 2 menit

- Kran kondensat dan kran steam outlet (blow up) ditutup kembali, kemudian kran steam inlet dibuka untuk puncak ketiga.

c. Puncak ketiga (63 menit)

- Kran steam inlet dibuka penuh untuk mencapai takanan 3,0 kg/cm2

selama 14 menit.

- Puncak ketiga ditahan (holding time) selama 45 menit

- Selama holding time dilakukan pembuangan kondensat dengan cara membuka kran kondensat sebanyak tiga kali sehingga tekanan menurun sampai 2,7 kg/cm2 dan kran kondensat ditutup kembali.

- Selesai holding time, pembukaan kran dilakukan secara berurut mulai dari kran pembuangan kondensat, kemudian kran steam outlet (blow up) sehingga tekanan turun menjadi 0 kg/cm2

. Waktu yang diperlukan untuk penurunan steam lebih kurang 4 menit.

- Setelah tekanan dalam rebusan turun hingga 0 kg/cm2

dan air kondensat terkuras habis, kran kontrol disamping pintu rebusan dibuka untuk memastikan tekanan dalam rebusan benar-benar sudah 0 kg/cm2

.

Bila tekanan sudah benar-benar 0 kg/cm2

(24)

yang dipergunakan untuk membuka pintu, mengeluarkan lori dan menutup pintu rebusan adalah 15 menit.

Gambar

Tabel 2.1. Spesifikasi fraksi TBS
Tabel 2.4. Sifat kimia kelapa sawit

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisa yang diperoleh dalam percobaan yang dilakukan dilaboratorium PKS Pabatu-Tebing Tinggi pada angka kehilangan minyak di stasiun perebusan apakah

8 tahun 1995 tentang Peraturan Pasar Modal yang menyatakan bahwa perusahaan yang telah telah terdaftar dalam pasar modal wajib menyampaikan laporan keuangan yang

Tujuan audit secara umum atas laporan keuangan oleh auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan hasil

PENGARUH WAKTU PEREBUSAN KELAPA SAWIT TERHADAP KEHILANGAN MINYAK (LOSSES) PADA AIR KONDENSAT PUNCAK KETIGA (HOLDING TIME) DI PT.. HARKAT

PENGARUH WAKTU PEREBUSAN KELAPA SAWIT TERHADAP KEHILANGAN MINYAK (LOSSES) PADA AIR KONDENSAT PUNCAK KETIGA (HOLDING TIME) DI PT.. HARKAT

Pemisahan yang dilakukan terdiri atas : pemisahan buah dari TBK dengan penebahan, pemisahan minyak dari daging buah dengan peremasan, pemisahan minyak dari daging buah

Kelapa Sawit : Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analis Usaha dan Pemasaran.. Jakarta:

Universitas Sumatera Utara..