IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2. Sifat Fisis Bambu
4.2.1. Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat didalam bambu yang dinyatakan dalam persen berat kering tanurnya. Bambu memiliki kadar air yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh umur, musim pada waktu penebangan dan jenis bambu itu sendiri (Kumar et al. 1994). Kandungan air dalam bambu dipengaruhi oleh isi sel parenkim dalam bambu dimana pada waktu musim hujan kadar air bambu akan lebih tinggi dibandingkan pada waktu musim kemarau.
Besarnya nilai kadar air tiga jenis bambu selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan nilai rata-rata kadar air dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai Rata-rata Kadar Air Pada Tiga Jenis Bambu Menurut Posisi Pada Buluh Bambu dan Perlakuan Pengujian
No Jenis Bambu
Kadar Air (%)
Pangkal Tengah
Rata-rata Ruas Buku Ruas Buku
1 Andong 27,41 28,22 26,15 26,52 27,07 2 Betung 26,87 29,65 24,41 30,05 27,74 3 Tali 25,53 26,68 23,89 25,79 25,47
Rata-rata 26,60 28,18 24,81 27,45 26,76
Berdasarkan pada Tabel 2 nilai rata-rata kadar air bambu secara keseluruhan adalah sebesar 26,76% dengan nilai kadar air paling tinggi adalah jenis bambu betung bagian tengah dengan perlakuan buku yaitu sebesar 30,05% dan kadar air paling rendah adalah jenis bambu tali bagian tengah dengan perlakuan ruas sebesar 23,89%.
Nilai kadar air yang diperoleh pada pengujian ini cukup tinggi (dalam keadaan basah), hal ini disebabkan pengaruh musim pada waktu pengambilan bambu yaitu dilakukan pada musim hujan, sehingga kadar air pada bambu akan lebih besar dibandingkan dengan pengambilan bambu pada musim kemarau. Selain itu pengujian kadar air bambu dilakukan dengan menggunakan bambu segar atau langsung diambil dari rumpunnya, sehingga untuk menurunkan kadar
air bambu diperlukan upaya pengeringan lebih lanjut baik pengeringan alami menggunakan sinar matahari maupun pengeringan dengan menggunakan oven. Nilai kadar air yang diperoleh pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuriyatin (2000). Hal ini diduga disebabkan oleh pengaruh perbedaan struktur anatomi dan komposisi kimia antar jenis yang mempengaruhi besarnya volume udara dalam batang bambu (Sattar 1993). Selain itu tempat tumbuh dan umur bambu yang berbeda mempengaruhi nilai kadar air bambu. Perbedaan nilai kadar air bambu hasil penelitian dengan Nuriyatin (2000) disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Perbedaan Nilai Rata-rata Kadar Air Pada Tiga Jenis Bambu
Jenis Bambu
Rata-rata Kadar Air (%)
Hasil Penelitian (2008) Nuriyatin (2000)
Andong 27,07 13,40
Betung 27,74 12,68
Tali 25,47 13,07
Untuk mengetahui pengaruh jenis bambu (faktor A), posisi pada buluh (faktor B) dan perlakuan pengujian (faktor C) maka dilakukan analisis sidik ragam. Karena data kadar air dinyatakan dalam bentuk persen, maka agar data menyebar secara normal maka dalam pengolahan statistik data tersebut ditransformasikan kedalam bentuk arc sin √ %. Hasil analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar air menurut jenis bambu (faktor A), posisi pada buluh (faktor B), perlakuan pengujian (faktor C) dan interaksinya (A*B, A*C, B*C, dan A*B*C) tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuriyatin (2000) dimana kadar air pada ketiga jenis bambu tersebut tidak ada perbedaan yang cukup signifikan.
Tabel 4 Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Air Pada Tiga Jenis Bambu Menurut Posisi Pada Buluh Bambu dan Perlakuan Pengujian
Sumber
Keragaman DB JK KT F hit P F tabel
0.05 0.01 A 2 51,98 25,99 2,00tn 0,15 3,183 5,057 B 1 41,47 41,47 3,18tn 0,08 4,034 7,171 C 1 39,26 39,26 3,02 tn 0,09 4,034 7,171 A*B 2 8,09 4,04 0,31 tn 0,73 3,183 5,057 A*C 2 64,73 32,36 2,49 tn 0,09 3,183 5,057 B*C 1 0,02 0,02 0,00 tn 0,97 4,034 7,171 A*B*C 2 25,42 12,71 0,98 tn 0,38 3,183 5,057 Error 48 625,03 13,02 Total 59 856,01
Keterangan: sn = Sangat Nyata n = Nyata tn= Tidak Nyata
Nilai kadar air dapat menentukan nilai kekuatan suatu bahan. Dimana semakin tinggi nilai kadar air maka kekuatan suatu bahan akan menurun. Hal ini dapat dilihat pada hubungan antara kadar air terhadap kekuatan mekanis suatu bahan dan hasilnya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Hubungan Antara Kekuatan Mekanis Terhadap Kadar Air
Sifat Mekanis (kg/cm2)
KA (%)
Basah Kering udara (12%)
Modulus of Elasticity (MOE)
(Jutaan) 2,36 G 2,80 G
Modulus of Rupture (MOR) 17.600 G1.25 25.700 G1.25 Tekan sejajar serat 6.730 G 12.200 G
G = Spesific gravity (Wood Handbook 1974)
Pada Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa nilai kekuatan suatu bahan akan meningkat dari kondisi kadar air basah ke kondisi kadar air kering udara.
Perbedaan nilai kadar air terhadap kekuatan bambu pada kondisi basah (penelitian) dengan kadar air kering udara dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Perbedaan Nilai Kekuatan Bambu pada Beberapa Kondisi Kadar Air
Sifat Mekanis (kg/cm2)
KA (%)
Penelitian (Basah) Kering udara
27% 12%
Modulus of Elasticity (MOE) 205.306 243.583 Modulus of Rupture (MOR) 825 1.205
Tekan sejajar serat 361 654
Pada Tabel 6 terlihat bahwa kekuatan bambu akan meningkat dari kondisi basah ke kondisi kering udara, sehingga untuk penggunaan dilapangan diperlukan pengeringan terlebih dahulu.
4.2.2. Kerapatan Bambu
Umumnya sifat mekanis bambu sangat erat hubungannya dengan berat jenis dan kerapatan. Kerapatan merupakan perbandingan besarnya berat kering udara terhadap volume kering udara. Kerapatan berhubungan langsung dengan porositas yaitu proporsi volume rongga sel. Nilai kerapatan bambu akan bertambah dengan bertambah usianya dan akan mencapai nilai maksimum apabila telah tua. Nilai kerapatan bambu tergantung pada struktur anatomisnya seperti distribusi dan kuantitas serat di sekitar bundel vaskuler. Kerapatan bambu meningkat dari dalam keluar buluh (Sekhar dan Bhartari 1960, Sharma dan Mehra 1970). Kerapatan bambu juga meningkat dari pangkal ke bagian ujung bambu. Kerapatan maksimum diperoleh ketika bambu berumur sekitar tiga tahun (Liese 1986, Sattar et al. 1990, Kabir et al. 1993, Espiloy 1994).
Nilai pengujian kerapatan tiga jenis bambu selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan nilai rata-rata kerapatan dari tiga jenis bambu yang diuji dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Nilai Rata-rata Kerapatan Pada Tiga Jenis Bambu Menurut Posisi Pada Buluh Bambu dan Perlakuan Pengujian
Jenis Bambu
Kerapatan (g/cm³)
Pangkal Tengah
Rata-rata Ruas Buku Ruas Buku
Andong 0,72 0,73 0,75 0,80 0,75 Betung 0,79 0,85 0,88 0,93 0,86
Tali 0,63 0,71 0,73 0,77 0,71
Rata-rata 0,71 0,76 0,79 0,83 0,77
Berdasarkan Tabel 7 nilai kerapatan bambu secara keseluruhan adalah sebesar 0,77 g/cm3 dengan nilai kerapatan paling tinggi adalah jenis bambu betung bagian tengah dengan perlakuan buku yaitu sebesar 0,93 kg/cm3 dan nilai kerapatan paling rendah adalah jenis bambu tali bagian pangkal dengan perlakuan ruas sebesar 0,63 kg/cm3.
Untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis bambu dan posisi pada buluh dan perlakuan pengujian terhadap nilai kerapatan dilakukan analisis ragam yang disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil Analisis Sidik Ragam Kerapatan Pada Tiga Jenis Bambu Menurut Posisi Pada Buluh Bambu dan Perlakuan Pengujian
Sumber Keragaman DB JK KT F hit P F tabel 0.05 0.01 A 2 0,25 0,12 102,23sn 0,00 3,183 5,057 B 1 0,07 0,07 59,92 sn 0,00 4,034 7,171 C 1 0,03 0,03 28,17 sn 0,00 4,034 7,171 A*B 2 0,00 0,00 1,13tn 0,33 3,183 5,057 A*C 2 0,00 0,00 0,70 tn 0,50 3,183 5,057 B*C 1 0,00 0,00 0,20 tn 0,66 4,034 7,171 A*B*C 2 0,00 0,00 1,15 tn 0,32 3,183 5,057 Error 48 0,06 0,00 Total 59 0.42
Hasil analisis ragam pada Tabel 8 menunjukkan bahwa pada jenis bambu (faktor A), posisi pada buluh (faktor B) dan perlakuan pengujian (faktor C) berpengaruh sangat nyata terhadap kerapatan bambu sedangkan interaksi antara ketiga faktor (A*B, A*C, B*C dan A*B*C) tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rata-rata kerapatan bambu.
Untuk mengetahui perbedaan kerapatan bambu pada ketiga jenis bambu menurut posisi pada buluh bambu dan perlakuan pengujian dilakukan uji rata-rata Duncan dan hasilnya disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Uji Beda Rata-rata Duncan Perbedaan Tiga Jenis Bambu Terhadap Kerapatan Bambu Menurut Posisi Pada Buluh Bambu dan Perlakuan Pengujian
Jenis Bambu Rata-rata N
Andong 0,75b 20
Betung 0,86a 20
Tali 0,71c 20
Total 60
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
Hasil uji beda rata-rata Duncan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai kerapatan bambu pada ketiga jenis bambu tesebut berbeda nyata dengan nilai rata-rata paling tinggi adalah bambu betung 0,86 g/cm3 dan rata-rata terendah adalah bambu tali 0,71 g/cm3. Kerapatan bambu betung lebih tinggi dibandingkan bambu lainnya diduga karena serat-serat pada bambu betung lebih banyak dan kompak dibandingkan jenis bambu tali dan bambu andong. Selain itu nilai kerapatan pada bambu menurut Lestari (2004) dipengaruhi oleh panjang serabut dan tebal dinding serabut semakin besar panjang serabut dan tebal dinding maka nilai kerapatan semakin tinggi.
Gambar 6. Nilai Rata-rata Kerapatan Bambu Menurut Jenis Bambu
Posisi pada buluh bambu dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian pangkal dan bagian tengah. Berdasarkan hasil uji rata-rata Duncan diperoleh bahwa bagian tengah bambu memiliki kerapatan lebih tinggi dibandingkan bagian pangkal bambu. Besarnya nilai kerapatan berdasarkan posisi pada buluh pada bambu disajikan pada Gambar 7
Gambar 7. Nilai Rata-rata Kerapatan Bambu Menurut Posisi pada Buluh
Besarnya nilai kerapatan bambu pada bagian pangkal adalah sebesar 0,74 g/cm3 dan bagian tengah sebesar 0,81 g/cm3. Nilai kerapatan pada setiap bagian
0,75 0,86 0,71 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00
Andong Betung Tali
Ke ra p atan (g/cm ³) Jenis Bambu 0,74 0,81 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 Pangkal Tengah Ke ra p atan (g/cm ³) Posisi Pada Buluh
berbeda diduga disebabkan oleh ikatan vaskular yang tersusun dari bagian bawah kebagian atas akan semakin meningkat, sehingga persentase serabut akan bertambah besar pula kebagian atas. Hal ini menyebabkan volume total zat dinding sel akan meningkat dari bawah keatas. Selain itu juga dipengaruhi oleh kandungan silika yang cenderung meningkat dari permukaan bawah bambu sampai permukaan atas bambu (Epsiloy 1987). Nilai kerapatan berdasarkan perlakuan disajikan pada Gambar 8.
Nilai kerapatan paling tinggi berdasarkan perlakuan pengujian bambu yaitu pada bambu bagian buku yaitu sebesar 0,80 g/cm3 sedangakan kerapatan paling rendah pada bambu dengan perlakuan ruas yaitu sebesar 0,75 g/cm3. Nilai kerapatan pada bagian buku lebih besar dibandingkan bagian ruasnya, hal ini diduga disebabkan pada bagian buku jumlah serabut-serabut yang mengisi buku bambu lebih banyak dibandingkan dengan ruas bambu. Sulthoni (1989) menyatakan bahwa serabut bambu dicirikan oleh sel sklerenkim yang berdinding tebal, panjang dan mati. Jika serabut berdinding tebal dan berongga kecil maka berat jenis atau kerapatan akan tinggi.
Gambar 8. Nilai Rata-rata Kerapatan Bambu Menurut Perlakuan Pengujian Nilai kerapatan yang didapatkan dari penelitian kali ini sangat tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuriyatin (2000). Hal ini diduga oleh perbedaan tempat tumbuh dan umur bambu, sehingga mempengaruhi
0,80 0,75 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 Buku Ruas Ker apatan (g /c m ³) Perlakuan Pengujian
nilai kerapatan pada bambu. Perbedaan nilai kerapatan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Perbedaan Nilai Rata-rata Kerapatan Pada Tiga Jenis Bambu
Jenis Bambu Rata-rata Kerapatan (g/cm³) Penelitian (2008) Nuriyatin (2000) Andong 0,75 0,29 Betung 0,86 0,61 Tali 0,71 0,43