• Tidak ada hasil yang ditemukan

*Susilawati1, Ar is Doyan2, Edy Kur niawan3

1Program Studi Magister Pendidikan IPA Program Pasca Sarjana 2Universitas Mataram

3SMAN 1 Kediri Lombok Barat

*email : susilawatihambali@yahoo.co.id, arisdoyan@yahoo.co.id, edy_q@ovi.com Abstr ak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis polimer komposit serat sabut kelapa menggunakan matrik perekat PVAc. Sifat fisis yang diteliti adalah sifat akustik komposit berupa koefisien serapan bunyi dan sifat mekanik komposit diantaranya kuat tarik dan kuat lentur komposit pada berbagai perbandingan komposisi matrik perekat PVAc terhadap serat sabut kelapa (SSK) yaitu 70:30, 60:40, dan 50:50 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposit serat sabut kelapa dengan matrik perekat PVAc memenuhi persyaratan untuk peredam suara sesuai ISO 11654, yaitu dengan α di atas 0,15, hasil terbaik diberikan oleh sampel dengan perbandingan matrik perekat PVAc dan SSK masing-masing pada 70:30 (ketebalan 2,00 cm) serta 50:50 (ketebalan 1,26 cm) dengan nilai berkisar dari 0,33-0,41 pada frekuensi rendah. Bertambahnya keteba lan sampel komposit mempengaruhi besar koefisien serapan bunyi pada frekuensi rendah. Pengukuran sifat mekanik komposit untuk kuat tarik mengacu pada ASTM (American society for Testing Materials), berdasarkan hasil penelitian kekuatan tarik rata -rata tertinggi komposit sebesar 20,00 kgf/cm2 untuk variasi sampel 70:30 serta perpanjangan tertinggi komposit sebesar 24,16 % kemudian menurun dengan bertambahnya filler serat sabut kelapa. Pengamatan hasil patahan yang terjadi pada komposit memberikan patahan dengan karakteristik berserabut (fibrous) dan gelap (dull), menunjukkan sifat komposit yang kuat dan ulet. Pengukuran kuat lentur untuk melihat Modulus of Rupture (MOR) dan modulus of elasticity (MOE). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa Modulus of Rupture dan modulus of elasticity komposit bertambah besar seiring dengan bertambahnya matrik perekat PVAc, jika ditinjau berdasarkan kekuatan kayu menurut SNI- 033527-1994 berdasarkan besar MOR dan MOE komposit serat sabut kelapa dengan matrik perekat PVAc tergolong ke dalam kayu kelas V. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa variasi komposisi komposit dengan perbandingan 70% matrik perekat PVAc dan 30% filler serat sabut kelapa memberikan sifat mekanik yang lebih baik dan koefisien serapan bunyi yang cukup tinggi dapat digunakan sebagai panel akustik atau peredam suara pada frekuensi rendah.

Kata kunci: komposit, serat sabut kelapa, PVAc, koefisien serapan bunyi, kuat tarik, dan kuat lentur. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi yang begitu pesat khususnya dibidang informasi dan komunikasi telah mampu memenuhi kebutuhan manusia terhadap peralatan yang dibutuhkan. Seiring dengan penggunaan peralatan tersebut permasalahan lingkungan yaitu kebisingan mulai muncul. Tingkat kebisingan pada suatu alat atau gedung khususnya pada ruangan dapat dikurangi dengan memasang peredam suara (material penyerap kebisingan). Tetapi material penyerap kebisingan (panel akustik) yang tersedia dipasaran saat ini kebanyakan masih relatif mahal dan kurang ramah lingkungan (Himawanto, 2007). Disamping itu peredam suara juga dibutuhkan untuk menciptakan bangunan atau gedung dengan karakteristik akustik tertentu sehingga tercipta kenyamanan bagi penggunanya (Khuriati dan Eko, 2006).

Penyerap atau peredam bunyi (sering disebut sebagai papan akustik) adalah bahan khusus dibuat untuk fungsi menyerap bunyi pada frekuensi tertentu. Pada umumnya karakter fisik bahan akan menentukan kegunaannya. Pemakaian bahan penyerap harus didasari pemahaman akan fungsi akustik ruang: (1) merubah gelombang bunyi menjadi kalor, ditunjukan dengan adanya pori-pori, (2) merubah gelombang bunyi menjadi mekanis (resonansi), ditunjukkan dengan bahan yang lembek dan mudah bergetar (Satwiko, 2005).

Jenis bahan peredam suara yang sudah ada yaitu bahan panel, resonator dan berpori (Lee dan Changwhan, 2003). Dari ketiga jenis bahan tersebut, bahan berporilah yang sering digunakan. Khususnya untuk mengurangi kebisingan pada ruang-ruang yang sempit seperti perumahan dan perkantoran. Hal ini karena bahan berpori relatif lebih murah dan ringan dibanding jenis peredam lain (Lee dan Changwhan, 2003). Material yang telah lama digunakan pada peredam suara jenis ini adalah glasswool dan rockwool. Namun karena harganya relatif mahal, berbagai bahan penganti material tersebut mulai dibuat. Diantaranya adalah berbagai macam gabus maupun bahan berkomposisi serat.

Penelitian pembuatan panel akustik yang berbahan dari serat alam telah dilakukan seperti oleh Koizumi dan Tsujiuchi (2002) yang menggunakan serat bambu sebagai bahan peredam suara, didapatkan bahwa sifat akustik (sifat redaman bunyi) yang diberikan sama dengan sifat yang dimiliki oleh glasswool. Hal yang sama juga telah dilakukan oleh Yang dan Dae (2004) pembuatan komposit memanfaatkan serat jerami sebagai filler pada limbah ban bekas untuk panel dinding bangunan didapatkan bahwa sifat mekanik (fleksibilitas) yang lebih baik dari panel kayu yang ada dan sifat akustik (sifat redaman bunyi) yang cukup baik.

Berdasarkan penelitian yang telah ada dengan melihat potensi alam yang kurang dimanfaatkan secara optimal seperti sabut kelapa, maka perlu dilakukan kajian lebih jauh mengenai pemanfaatan serat sabut kelapa sebagai bahan panel akustik disamping sebagai solusi dari permasalahan limbah sabut kelapa. Indonesia merupakan penghasil kelapa (kopra) terbesar ketiga di dunia, dengan total produksi mencapai 14 milyar butir pertahun. Komponen utama buah kelapa berupa sabut kelapa (35%) belum dimanfaatkan optimal dan kurang mempunyai nilai ekonomi. Beberapa penelitian telah dilakukan diantaranya sebagai bahan baku pembuatan panel bangunan ramah lingkungan (Fajriyanto dan Feris, 2008). Serat sabut kelapa dikatakan memiliki kadar lignin yang cukup sedikit sekitar 25,49 % (Sunariyo, 2008), kadar lignin yang sedikit akan menentukan sifat komposit menjadi lebih baik. Hal ini memungkinkan membuat komposit serat sabut kelapa dengan polimer termoplastik.

Komposit merupakan perpaduan dari dua material atau lebih yang memiliki fasa yang berbeda menjadi suatu material baru yang memiliki properties lebih baik dari keduanya. Komposit dibentuk dari dua atau lebih material yang berbeda menjadi satu material, untuk meningkatkan sifat mekanik dari setiap material yang dimilikinya. Atas dasar ini memungkinkan untuk meninjau kualitas suatu polimer komposit dari serat serabut kelapa yang memiliki warna dasar sama dengan warna kayu sehingga nilai estetikanya tetap ada dan memiliki sifat ulet yang baik dari beberapa serat alam lainnya dengan matrik perekat polimer termoplastik (thermoplastic) Polivinil Asetat (PVAc) yang dapat dimanfaatkan sebagai panel akustik atau peredam suara.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sifat fisis komposit dari serat sabut kelapa dengan matrik perekat polivinil asetat.

Polimer komposit merupakan pencampuran dua atau lebih makro konstituen yang berbeda dalam bentuk, dalam penelitian ini komposit dibuat dari serat sabut kelapa dengan matrik perekat polivinil asetat. Sifat redaman bunyi merupakan kemampuan suatu bahan untuk meredam bunyi yang datang dihitung dalam persen atau pecahan bernilai 0 < α < 1. Sifat mekanik merupakan karakteristik yang dimiliki benda seperti kuat tarik, kuat patah/modulus of ruptur (MOR) dan kuat lentur/modulus of elastisity (MOE) dari spesimen tersebut.

METODE PENELITIAN

Rancangan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Fajrianto dan Feris (2008) dan Sunariyo (2008) yang dimodifikasi oleh peneliti.

Kegiatan awal yang dilakukan yaitu melakukan pemisahan serat sabut kelapa dari batok kelapa dengan menggunakan sisir dari kawat besi-baja, selanjutnya serabut yang telah dibersihkan dipotong- potong untuk mendapatkan serat yang pendek. Selanjutnya dilakukan pembuatan polimer komposit dengan komposisi sebagai berikut:

Tabel. I Persentase bahan komposit

No. PVAc (%) SSK (%)

1 50 50

2 60 40

3 70 30

PVAc sesuai dengan perbandingan tersebut dicampur pada baskom dan air 200 mL. Sampel diblender agar campuran PVAc dan serat sabut kelapa menjadi rata. Sampel dicetak dengan cetakan yang telah ada. Sampel dikeringkan pada suhu 30oC 35oC.

Pengumpulan data mengenai karakteristik/kualitas sampel polimer komposit dilakukan dengan uji akustik (redaman bunyi) dan uji mekanik. Pengukuran daya serap/absorpsi bunyi dari papan serabut kelapa perlu dilakukan agar dapat diketahui sejauh mana pemakaian dari material tersebut dapat diterapkan tentunya. Dengan mengetahui besanya intensitas bunyi yang diserap (Ia) dan intensitas sumber bunyi yang datang (Ii), maka koefisien absorpsi/serapan dapat dihitung dengan persamaan

Uji tarik pada specimen dilakukan dengan menggunakan materials testing machine pengukuran dilakukana berdasarkan ASTM (American Society for Testing materials). Dari pengukuran uji tarik didapatkan nilai beban maksimal agar specimen putus, regangan dan tegangan serta modulus elastisitas dari suatu bahan.

Pengukuran kuat lentur dari specimen menggunakan alat unconfined compression machine. Dari uji kuat lentur didapatkan kuat patah dan elastisitas dari spesimen dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

MOR : modulus of rupture/kuat patah (kg/cm2) MOE : modulus of elasticity/elastisitas (kg/cm2) P : beban patah (kgf)

P’ : beban pada yield/beban lentur (kgf) L : jarak sanggah (cm)

h : tebal specimen (cm) l : lebar specimen (cm)

y : jarak defleksi/kelengkungan pada batas proporsional (cm)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran serapan bunyi komposit serabut kelapa dilakukan dengan menggunakan signal generator dan sound level meter, pengukuran dilakukan mengacu pada metode tabung impedansi melalui

pendekatan box acoustic. Hal ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik komposit serabut kelapa yang dibuat, apakah bisa bekerja sebagai papan akustik seperti gambar 1 berikut ini.

Gambar.1 Komposit serat sabut kelapa untuk pengukuran koefisien serapan bunyi

Pada penelitian ini pengukuran koefisien serapan bunyi dilakuakan pada frekuensi rendah, menengah, dan tinggi (100-7000 Hz). Pengukuran serapan komposit dilakukan pada beberapa variasi yaitu:

Tabel. II variasi sampel dengan tebal rata-rata

Variasi Sampel Sampel Tebal (cm)

70:30 A1 1,26 A2 2,00 60:40 B1 1,26 B2 2,00 50:50 C1 1,26 C2 2,00

Perbandingan nilai koefisen serapan dari sampel yang ada ditunjukkan pada gambar 2 dan 3 berikut

Gambar. 2 Hubungan koefisien serapan bunyi terhadap frekuensi untuk sampel A1

Gambar. 3 Hubungan koefisien serapan bunyi terhadap frekuensi untuk sampel A2

Dari gambar 2 dan 3 tersebut terlihat bahwa komposit yang dibuat bekerja secara optimal sebagai panel akustik pada frekuensi rendah. Nilai koefisien serapan

bunyi tertinggi diberikan oleh sampel A2 dengan ketebalan 2 cm sebesar 0,33-0,41 artinya secara umum sampel A2 tersebut telah memenuhi standar ISO 11654 karena nilai serapan yang dimiliki lebih dari 0,15 (Khuriati dan Eko, 2006). Sehingga sampel A1 dan A2 bekerja secara maksimal sebagai peredam suara pada frekeunsi rendah, tetapi jika melihat nilai koefisien serapan sampel A1 dapat digunakan pada frekuensi tinggi ( 3000-4500HZ).

Koefisien serapan bunyi yang diberikan sampel B1 tidak jauh berbeda dengan sampel A1 seperti ditunjukkan pada gambar 4 dengan nilai koefisien serapan terbaiknya adalah 0,26 pada frekuensi rendah (125Hz)

Gambar. 4 Hubungan koefisien serapan bunyi terhadap frekuensi untuk sampel B1

Secara umum dari gambar 4 tersebut terlihat jelas bahwa sampel B1 tersebut dapat berfungsi sebagai peredam suara pada frekuensi rendah saja. Sedangkan pada frekuensi tinggi dari rentang 2500-5500 Hz nilai koefisien serapan yang diberikan berada di bawah standar yang ditetapkan ISO 11654 sebesar 0,15. Artinya perubahan ketebalan dari sampel mempengaruhi besar penyerapannya, Hal ini sesuai dengan pernyataan Khuriati dan Eko (2006) yang mengatakan bahwa efisiensi akustik bahan peredam berpori membaik pada jangkauan frekuensi rendah dengan bertambahnya ketebalan.

Gambar. 5 Hubungan koefisien serapan bunyi terhadap frekuensi untuk sampel B2

Dari gambar 5 tersebut terlihat bahwa koefisien serapan bunyi yang diberikan oleh sampel B2 berada pada nilai terbaiknya 0,32 pada frekuensi rendah (630Hz) artinya sampel B2 baik digunakan sebagai panel akustik untuk frekuensi rendah. Tetapi dapat juga digunakan pada frekuensi tinggi (3150Hz) yaitu sebesar 0,16-0,20 jika dibandingkan dengan standar ISO 11654 tentang nilai

koefisien serapan akustik sebesar 0,15 sehingga digolongkan kedalam bahan peredam suara.

Koefisien serapan terbaik pada frekuensi rendah juga dimiliki oleh sampel C1 dengan nilai 0,33- 0,41 yang merupakan nilai terbesar dari keseluruhan sampel yang ada disamping sampel A1. Nilai koefisien lainnya ditunjukkkan pada gambar 6, terlihat secara keseluruhan pada sampel C1 bekerja secara maksimal sebagai peredam bunyi pada frekuensi rendah.

Gambar. 6 Hubungan koefisien serapan bunyi terhadap frekuensi untuk sampel C1

Adanya penambahan komposisi filler serat sabut kelapa mempengaruhi koefisien serapan bunyi dari komposit yang ada. Hal ini diperlihatkan pada sampel dengan variasi 50% matrik perekat PVAc dan 50% serat sabut kelapa, dimana nilai koefisien terbaiknya diberikan pada frekuensi tinggi seperti ditunjukkan pada gambar 7.

Gambar. 7 Hubungan koefisien serapan bunyi terhadap frekuensi untuk sampel C2

Pada sampel C1 dan C2 dengan komposisi yang sama yaitu 50% matrik perekat PVAc dan 50 % serat sabut kelapa, memberikan karakteristik yang cukup berbeda terhadap koefisien serapan bunyi. Dimana sampel C1 (tebal 1,26 cm) memberikan nilai terbaik pada frekuensi rendah yaitu sebesar 0,41 sedangkan sampel C2 (tebal 2 cm, kerapatan 0,4 g/cm3) bekerja secara maksimal sebagai peredam bunyi pada frekuensi tinggi 3150Hz sebesar 0,31. Hal ini sejalan dengan nilai dari pengurangan kebisingan (Noise reduction : NR) dari sampel, dimana sampel C1 dan C2 secara keseluruhan memberikan nilai NR lebih tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya seperti ditunjukkan pada gambar 8. Hal ini dimungkinkan karena perbandingan serat sabut kelapa dengan matrik perekat yang berimbang sehingga prasyarat panel akustik yang berpori dapat mungkin terjadi lebih baik dari sampel lainnya karena memiliki

perbandingan matrik perekat yang lebih besar dari serat sabut kelapa sebagai filler.

Gambar. 8 Hubungan perbandingan komposit dengan nilai Noise reduction

Pengukuran kuat tarik sampel mengacu pada ASTM (American Society for Testing aterials) menggunakan alat uji tarik materials testing machine dari Hung TA Instrument.Co.ltd. Pengukuran kuat tarik komposit dilakukan dengan tiga kali pengulangan, sampel untuk uji tarik dibentuk seperti gambar 9 berikut.

Gambar. 9 Sampel komposit untuk uji tarik Berdasarkan hasil uji tarik untuk beban maksimum yang menyebabkan benda patah saat tertarik cukup bervariasi dimana nilai tertinggi ada pada sampel 70%

matrik perekat PVAc 30% serat sabut kelapa dengan rata-rata beban maksimum 31,7 kgf seperti terlihat pada

gambar 10.

Gambar. 10 Beban maksimum rata-rata dari variasi sampel komposit

Dari grafik 10 terlihat bahwa beban maksimum yang dapat diberikan pada komposit SSK+PVAc meningkat dengan bertambahnya variasi matrik perekat. Hal ini juga terlihat tidak jauh berbeda terhadap kekuatan tarik komposit seperti ditunjukkan pada gambar 11.

Gambar. 11 Kekuatan tarik rata-rata dari variasi sampel komposit

Dari gambar 11 terlihat bahwa kekuatan tarik yang diberikan oleh sampel dengan perbandingan 70% matrik perekat PVAc dan 30% serat sabut kelapa (SSK) memberikan nilai terbaik dari pada variasi sampel 60% PVAc : 40% SSK, hal ini berebda dengan variasi komposi matrik perekat PVAc dengan SSK yang berimbang (50:50) yang kekuatan tariknya sama dengan variasi 70:30. Hal ini dimungkinkan karena komposisi yang seimbang antara matrik perekat PVAc terhadap SSK sehingga adanya ikatan silang lebih baik bila dibandingkan dengan variasi komposisi komposit 60% PVAc dengan 40% SSK. Sedangkan untuk perpanjangan specimen (elongasi) sebanding dengan variasi matrik perekat yang diberikan seperti ditunjukkan pada gambar 12.

Gambar. 12 perpanjangan rata-rata dari variasi sampel komposit

Dari gambar 12 terlihat komposit yang terdiri dari 70% matrik perekat PVAc memberikan perpanjangan 24,16% kemudian menurun seiring dengan bertambahnya filler serat sabut kelapa. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa komposit dari seerat sabut kelapa dengan matrik perekat PVAc bersifat cukup dan ulet seiring dengan bertambahnya variasi komposisi matrik perekat, hal ini ditunjukkan juga dengan model patahan yang terjadi setelah pengujian tarik seperti pada gambar 13 terlihat memberikan patahan dengan karakteristik berserabut (fibrous) dan gelap (dull).

Gambar. 13 Patahan yang terjadi pada masing-masing variasi sampel komposit

Sifat ulet yang diberikan oleh komposit serat sabut kelapa dengan matrik perkat PVAc ini ditunjukkan juga pada grafik hubungan antara tegangan dan regangan yang diberikan oleh sampel seprti ditunjukkan pada gambar 14 dan 15 berikut ini:

Gambar. 14 Hubungan tegangan dan regangan specimen pada variasi 70:30

Gambar. 15 Hubungan tegangan dan regangan specimen pada variasi 50:50

Dari grafik 14 dan 15 tersebut terlihat bahwa gambar yang diberikan menunjukkan sifat komposit yang keras dan ulet.

Pengukuran kuat lentur sampel menggunakan unconfined compression machine. Sampel ditempatkan

pada dua titik dari masing-masing kedua bagian ujung sampel sebagai penyanggah pada alat uji kemudian

diberikan tekanan tepat di tengah-tengah sampel. Sampel yang digunakan (gambar 16) pada kuat uji lentur untuk masing-masing variasi sampel dilakukan 3

kali pengukuran.

Gambar.16 sampel untuk uji lentur komposit Dari pengukuran kuat lentur komposit didapatkan nilai kuat patah (modulus of Ruptur) dan modulus elastis (modulus of Elasticity). Kuat patah dari

komposit serat sabut kelapa dengan matrik perekat PVAc diberikan pada gambar 17.

Gambar. 17 Modulus of Rupture/kuat patah rata-rata dari variasi komposit.

Dari gambar 17 tersebut terlihat bahwa kuat patah dari komposit serat sabut kelapa dengan matrik perekat PVAc bertambah besar dengan bertambahnya komposisi matrik perekat dan berkurang dengan bertambahnya komposisi filler serat sabut kelapa. Hal yang sama juga ditunjukkan pada modulus elastisitas/modulus off elasticity (grafik 18) nilai terbaik diberikan pada variasi sampel 70% matrik perekat PVAc dengan 30% filler serat sabut kelapa sebesar 106,41 kgf/cm2 dan berkurang dengan bertambahnya komposisi filler serat sabut kelapa.

Gambar. 18 Modulus of Elasticity/modulus elastisitas rata-rata dari variasi komposit

Berdasarkan gambar 17 dan 18 terlihat bahwa besar Modulus of Rupture (MOR) dan Modulus of Elasticity (MOE) komposit serat sabut kelapa dengan matrik perekat PVAc tergolong ke dalam kelas kayu berdasarkan kekuatan kayu menurut SNI 033527-1994 masih berada pada kelas V. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan pengembangan kembali terhadap komposit serat sabut kelapa.

KESIMPULAN

1. Sampel komposit serat sabut kelapa dengan matrik perekat sabut kelapa dapat digunkan sebagai peredam suara berdasarkan standar ISO 11654 dengan koefisien serapan yang lebih dari 0,15 diberikan oleh sampel A2 dan C1 masing-masing sebesar 0,33-0,41 pada frekeunsi rendah.

2. Bertambahnya ketebalan sampel mempengaruhi besar koefisien serapan bunyi pada frekensi rendah.

3. Kekuatan tarik dan kuat lentur terbaik pada komposit serat sabut kelapa dengan matrik perekat PVAc pada variasi sampel 70:30

4. Berdasarkan kekuatan kayu menurut SNI 033527- 1994 komposit serat sabut kelapa dengan matrik perekat PVAc masih berada pada kelas V

DAFTAR PUSTAKA

Fajriyanto dan Feris Firdaus. 2008. Panel Dinding Bangunan Ramah Lingkungan dari Komposit Limbah Pabrik Kertas (Sludge), Sabut Kelapa dan Sampah Plastik: Pengaruh Komposisi Bahan dan Beban Pengempaan Terhadap Kuat Lentur (Bending). Prosiding Seminar Nasional Teknoin 2008 Bidang Teknik Mesin

Firdaus, Feris dan Fajriyanto. 2006. Karakteristik Mekanik Produk Fiberboard dari Komposit Sampah Plastik (Thermoplastic)-Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks). TEKNOIN, Vol. 11, No.3, 184-197

Himawanto,Dwi Aries. 2007. Karakteristik Panel Akustik Sampah Kota pada Frekuensi Rendah dan Frekuensi Tinggi akibat Variasi Kadar Bahan Anorganik. JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, 19 - 24 Khuriati, Ainie. Eko Komaruddin,dan Muhammad Nur.

2006. Disain Peredam Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran Koefisien Penyerapan Bunyinya. Berkala Fisika, Vol.9, No.1, Januari, hal 15-25

Koizumi,T. N. Tsujiuchi, A. Adachi. 2002. using Natural Bamboo Fibers the development of Sound Absorbing Materials. Paper from: High Performance Structures and Composites , CA Brebbia and WP de Wilde (Editors). ISBN 1-85312-904-6

Lee,Youneung dan Changwhan Joo. Sound Absorption Properties of Recycled Polyester Fibrous Assembly Absorbers. AUTEX Research Journal, Vol. 3, No2, 78-84.

Satwiko, Prasasto. 2005. Fisika Bangunan 1. Yogyakarta: Andi

Sunariyo. 2008. Tesis: Karakteristik Komposit Termoplastik Polipropilena dengan Serat Sabut Kelapa sebagai pengganti Palet Kayu. Sumatera Utara: USU digital library

Yang, Han-Seung, Dae-Jun Kim, Young-Kyu Lee, Hyun-Joong Kim, Jin-Yong Jeon, dan Chun- Won Kang. 2004. Possibility of using Waste Tire Composites Reinforced with Rice Straw as Construction Materials. Bioresource Technology 95, 61–65

KARAKTERISTIK PAPAN KOMPOSIT ECENG GONDOK DENGAN MATRIK POLY VINYL

Garis besar

Dokumen terkait