• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5. Sifat Kimia Tanah

5.5.1. Tingkat Kemasaman (pH)

Kemasaman tanah (pH) pada berbagai vegetasi lahan dan kedalaman tertentu menunjukkan perbedaan. Lahan akasia, lahan jati, dan lahan rumput menunjukkan kriteria agak masam (5,6-5,9). Berbeda dengan lahan bera yang menunjukkan kriteria masam (5,2-5,4). Nilai pH tanah di berbagai vegetasi lahan dan kedalaman tertentu disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai pH pada berbagai vegetasi lahan dan kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm

Lahan Kedalaman (cm) pH Kriteria*

Akasia 0-10 5.9 Agak Masam

Akasia 10-20 5.6 Agak Masam

Jati 0-10 5.7 Agak Masam

Jati 10-20 5.7 Agak Masam

Rumput 0-10 5.6 Agak Masam

Rumput 10-20 5.6 Agak Masam

Bera 0-10 5.4 Masam

Bera 10-20 5.2 Masam

Ket: * = Kriteria Penilaian Analisis Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983) Lahan akasia menunjukkan nilai pH yang paling besar yaitu sebesar 5,9 pada kedalaman 0-30 cm. Hal ini disebabkan oleh adanya serasah dan rumput. Serasah dapat menyumbangkan asam-asam organik yang dapat memperbaiki sifat kimia tanah termasuk pH tanah. Asam-asam organik hasil dekomposisi serasah akan mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al tidak terhidrolisis kembali. Penambahan bahan organik pada tanah masam, antara lain

Inseptisol, Ultisol dan Andisol mampu meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan Al tertukar tanah (Suntoro, 2001).

Lahan jati memiliki serasah dan mulsa yang berfungsi sebagai bahan organik. Pada proses hancuran iklim yang tinggi terdapat pencucian kation-kation yang tinggi pada tanah gundul mengakibatkan kejenuhan basanya sangat rendah dan kemasaman yang tinggi. Nilai pH lahan bera lebih rendah dibandingkan dengan lahan yang lain. Hal ini disebabkan tingkat pengolahan yang intensif dilakukan sebelumnya.

Menurut Scott (2009), tanah yang digunakan dalam cekungan sistem bioretensi memiliki pH berkisar antara 5,5-6,5. Kisaran pH tersebut sudah cocok untuk tanaman akasia dan rumput. Bagi tanaman jati, kisaran pH tersebut belum optimal karena tanaman jati akan menghasilkan pertumbuhan optimalnya dengan pH sekitar 6. Namun pada kasus tertentu, dijumpai pertanaman jati yang tumbuh baik pada pH rendah sekitar 4-5. Dibandingkan dengan nilai pH tanah bera yang tergolong masam yaitu sebesar 5,2 dan 5,4, nilai pH tanah di arboretum cenderung lebih tinggi yaitu sebesar 5,6-5,9. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan pH tanah arboretum dipengaruhi oleh serasah. Serasah dapat menyumbangkan asam- asam organik yang dapat memperbaiki sifat kimia tanah termasuk pH tanah.

5.5.2. N-total

Kandungan N-total pada setiap lahan menunjukkan perbedaan. Kadar N- total pada tanah dengan penutup tanah lebih tinggi dibandingkan dengan tanah tanpa penutup tanah. Lahan akasia kedalaman 0-10 cm memiliki kandungan N- total sedang sebesar 0,297%, sedangkan pada kedalaman 10-20 cm memiliki kandungan yang rendah sebesar 0.167%. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan pada vegetasi lahan yang lain seperti jati kedalaman 0-10 cm (0,183%), jati kedalaman 10-20 cm (0,176%), rumput kedalaman 0-10 cm (0,156%), rumput kedalaman 10-20 cm (0,105%), bera kedalaman 0-10 cm (0,152%) dan bera kedalaman 10-20 cm (0,154%). Kandungan N-total tanah di berbagai vegetasi lahan dengan kedalaman tertentu disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Kandungan N-total pada berbagai vegetasi lahan dan kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm

Lahan Kedalaman (cm) N-Total (%) Kriteria*

Akasia 0-10 0.297 Sedang Akasia 10-20 0.167 Rendah Jati 0-10 0.183 Rendah Jati 10-20 0.176 Rendah Rumput 0-10 0.156 Rendah Rumput 10-20 0.105 Rendah Bera 0-10 0.152 Rendah Bera 10-20 0.154 Rendah

Ket: * = Kriteria Penilaian Analisis Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983) Lahan bera memiliki kandungan N-total lebih rendah dibandingkan dengan vegetasi lahan yang lain. Hal ini terjadi karena pada tanah bera yang terbuka menyebabkan aliran permukaan dapat mencuci nitrogen tanah pada saat hujan. Tanaman penutup tanah merupakan pelindung dari aliran permukaan dan penyumbang N-total tanah.

Pohon akasia termasuk famili Leguminosae yang dapat merangsang mikroorganisme untuk memfiksasi nitrogen bebas di udara. Nitrogen bebas di udara yang difiksasi oleh bakteri Rhizobium pada bintil akar tanaman inang, diubah menjadi bentuk kompleks seperti NH4+ dan NO3-. Nitrogen yang ditambat

tersebut dapat diserap oleh tanaman dan mikroorganisme, dan dapat terikat oleh koloid tanah.

Dibandingkan dengan kandungan N-total lahan bera yaitu sebesar 0,15 mg/kg (sedang), kadar N-total pada lahan akasia dan lahan jati cenderung lebih tinggi. Lahan rumput memiliki kadar N-total cenderung sama dengan lahan bera. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan N-total tanah di arboretum dipengaruhi serasah yang dapat memperbaiki sifat kimia tanah.

5.5.3. P-total

Kandungan P-total pada tanah di arboretum tergolong sangat rendah menurut kriteria PPT (1983). Tabel 14 menunjukkan bahwa kandungan P-total tertinggi pada kedalaman 0-30 cm yaitu pada lahan akasia sebesar 0,540 mg/kg. Dibandingkan dengan kadar P-total pada lahan bera, kadar P-total pada lahan

akasia cenderung lebih tinggi yaitu sebesar 0,54 mg/kg (0-10 cm) dan 0,12 mg/kg (10-20 cm). Hal ini diduga serasah dapat meningkatkan P pada tanah.

Tabel 14. Kandungan P-total pada berbagai vegetasi lahan dan kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm

Lahan Kedalaman (cm) P-total (mg/kg) Kriteria*

Akasia 0-10 0.540 Sangat rendah

Akasia 10-20 0.122 Sangat rendah

Jati 0-10 0.155 Sangat rendah

Jati 10-20 0.104 Sangat rendah

Rumput 0-10 0.157 Sangat rendah

Rumput 10-20 0.144 Sangat rendah

Bera 0-10 0.205 Sangat rendah

Bera 10-20 0.155 Sangat rendah

Ket: * = Kriteria Penilaian Analisis Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983) Kadar P-total lahan jati dan lahan rumput cenderung lebih rendah dibandingkan lahan bera. Hal ini diduga karena sebelumnya lahan bera merupakan lahan yang dikelola untuk pertanian, sehingga terdapat residu P yang berasal dari penggunaan pupuk.

5.5.4. Logam Berat Pb

Logam berat Pb dalam tanah di semua vegetasi lahan masih dibawah batas ambang maksimum yang ditetapkan, batas maksimum Pb yaitu 100 mg/kg (Anonim, 1992). Tabel 15 menunjukkan bahwa lahan bera memiliki kandungan Pb tinggi yaitu sebesar 0,75 mg/kg di kedalaman 0-10 cm dan 0,80 mg/kg di kedalaman 10-20 cm. Hal ini dimungkinkan banyak sumbangan emisi Pb di udara dan mengendap di dalam tanah ditambah dengan kurangnya vegetasi yang mampu menahan udara pembawa emisi. Lahan akasia memiliki kandungan Pb yang tinggi dibandingkan dengan lahan jati dan rumput.

Apabila dibandingkan dengan kadar Pb pada lahan bera, kadar Pb pada lahan akasia cenderung lebih rendah yaitu sebesar 0,73 mg/kg (0-10 cm) dan 0,56 mg/kg (10-20 cm). Sedimen yang terbawa oleh aliran permukaan merupakan agen utama pembawa atau penyebar bahan-bahan pencemar di daerah aliran permukaan (Mulyadi, 2008). Tabel 15 menunjukkan bahwa kandungan Pb pada air hujan dan air permukaan lebih rendah dibandingkan Pb dalam tanah. Hal ini diduga Pb

dalam tanah merupakan hasil akumulasi dari masukan air hujan dan air permukaan dalam jangka waktu yang lama.

Tabel 15. Kandungan Pb pada berbagai vegetasi lahan dan kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm Lahan Kedalaman (cm) Pb (mg/kg) Akasia 0-10 0.73 Akasia 10-20 0.56 Jati 0-10 0.45 Jati 10-20 0.46 Rumput 0-10 0.56 Rumput 10-20 0.36 Bera 0-10 0.75 Bera 10-20 0.80 Batas Maksimum 100*

Keterangan: *Ministry of State of Population and Environment of Indonesia and Dalhousie University Canada, 1992

Aliran permukaan jalan raya membawa sedimen dan bahan pencemar udara yang berasal dari asap kendaraan. Penyebaran bahan pencemar udara dari sumber pencemar ke lingkungan sekitarnya dapat melalui proses difusi, proses konveksi, atau kombinasi kedua proses tersebut. Proses difusi merupakan hasil perkalian koefisien difusi dan gradien konsentrasi per gradien jarak, sehingga penyebaran pencemar udara hanya tergantung dari koefisien difusi, gradien konsentrasi, dan jarak antar lokasi. Proses penyebaran zat pencemar secara konveksi ditentukan oleh arah dan kecepatan angin.

Aliran permukaan yang membawa Pb akan masuk dan meresap ke dalam cekungan tanah di lokasi penelitian. Cekungan tersebut diharapkan dapat menginfiltrasikan air dan mengalami permurnian oleh tanah. Tanah dimanfaatkan sebagai penyaring polutan dan terjadi proses mikrobiologi oleh material organik, sehingga pada saat mengalir ke badan air, air ini layak untuk digunakan oleh masyarakat. Kandungan Pb pada air hujan dan air permukaan lebih rendah dibandingkan Pb dalam tanah. Hal ini diduga Pb pada tanah merupakan hasil akumulasi dari masukan air hujan dan air permukaan dalam jangka waktu yang lama.

Dokumen terkait