• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kapasitas Tukar Kation

Kapasitas tukar kation menunjukkan kemampuan koloid tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation-kation. Biasanya dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gr tanah. Koloid tanah yang berbeda mempunyai kemampuan mempertukarkan kation-katioan dijerap yang berbeda pula. Jumlah kation yang dijerap sering tidak setara dengan jumlah kation yang ditukarkan (Tan, 1998).

Mudah tidaknya kation-kation dapat digantikan oleh ion H+ dari akar tergantung pada kejenuhan kation tersebut dikompleks jerapan. Bila kejenuhan tinggi maka akan mudahlah ia digantikan, sebaliknya bila kejenuhan sangat rendah ia akan sulit untuk digantikan (Buckman and Brady, 1982).

Kapasitas tukar kation sangat perlu untuk mengetahui kesuburan tanah maupun untuk genesis tanah. Kapasitas tukar kation berperan dalam penyediaan unsur hara. Tanah dengan kapasitas tukar kation tinggi mempunyai daya menyimpan hara yang tinggi. Walaupun demikian, pada tanah masam tanah tersebut mungkin banyak mengandung Al dapat dipertukarkan yang berbahaya bagi tanaman. Sedangkan untuk genesis, kapasitas tukar kation sebagai petunjuk untuk tingkat pelapukan tanah. Tanah muda umumnya mempunyai kapasitas tukar kation yang rendah sesuai dengan tekstur bahan induk. Kapasitas tukar kation mula-mula akan meningkat dengan meningkatnya pelapukan tetapi akan menjadi rendah pada tanah dengan tingkat pelapukan lanjut (Hardjowigeno, 2003).

Ada dua cara yang banyak dipakai untuk menentukan kapasitas tukar kation yaitu : (a) penjenuhan dengan Amonium pada pH 7 (NH4Oac, pH 7), (b) metode

penjumlahan kation di mana semua kation yang dapat dipertukarkan yaitu kation basa + kation asam dijumlahkan. Kapasitas tukar kation tergantung pH, terjadi karena meningkatnya ionisasi ion H+ dari gugus-gugus OH fungsional bahan organik dan gugus-gugus OH dari patahan mineral liat atau hidroksida Fe dan Al, akibat naiknya pH tanah (Hardjowigeno, 2003).

Suatu tanah dengan kapasitas tukar kation yang tinggi memerlukan pemupukan kation tertentu dalam jumlah banyak agar dapat tersedia bagi tanaman. Bila diberikan dalam jumlah sedikit maka ia kurang tersedia bagi tanaman karena lebih banyak terjerap. Sebaliknya pada tanah-tanah yang ber-KTK rendah pemupukan kation tertentu tidak boleh banyak karena mudah tercuci bila diberikan dalam jumlah berlebihan (tidak efisien) (Hakim, dkk, 1986).

Reaksi Tanah

Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman tanah dan alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Suatu tanah disebut masam bila pH-nya < 7, netral bila = 7, dan basa bila pH > 7. Bila konsentrasi ion H bertambah maka pH turun, dan sebaliknya bila konsentrasi ion OH bertambah maka pH naik (Hakim, dkk, 1986).

Umumnya tanah-tanah lanjut dalam daerah iklim basah mempunyai pH tanah yang rendah. Makin lanjut umurnya makin asam tanahnya. Sebaliknya di daerah beriklim kering penguapan mengakibatkan tertimbunnya unsur-unsur basa di permukaan tanah karena besarnya evaporasi dibanding presipitasi, sehingga makin lanjut umur tanah makin tinggi pH-nya. Selain itu pertumbuhan tanaman

banyak dipengaruhi pH tanah. Hal ini berbeda bagi jenis-jenis tanah tertentu (Darmawijaya, 1990).

Pengaruh pH cukup besar terhadap ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Kondisi tanah terbaik (tidak mengandung bahan yang meracun) terjadi pada kondisi yang agak asam sampai netral (pH 5,0-7,5), akan tetapi perbedaan jenis tanaman maupun pola tanam menghendaki kondisi tertentu (Sutanto, 2005).

Pengukuran pH dapat memberi keterangan tentang hal-hal berikut : kebutuhan kapur, respon tanah terhadap pemupukan, proses kimia yang mungkin berlangsung dalam proses pembentukan tanah. Selain itu pH tanah menunjukkan mudah tidaknya unsur hara diserap oleh tanaman. Umumnya unsur hara mudah diserap oleh akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Pada tanah masam banyak ditemukan ion-ion Al, yang kecuali memfiksasi unsur P juga merupakan racun bagi tanaman. Di samping itu pada reaksi tanah yang masam, unsur-unsur mikro juga menjadi mudah larut, sehingga ditemukan unsur mikro yang terlalu banyak sehingga menjadi racun, seperti Fe, Mn, Zn, Cu, Co.

Tanah yang terlalu masam dapat dinaikkan pH-nya dengan menambahkan kapur ke dalam tanah, sedang tanah yang terlalu alkalis dapat diturunkan pH-nya dengan penambahan belerang. Adapun tujuan dari pengapuran (menaikkan pH) adalah agar unsur-unsur hara seperti P mudah diserap tanaman dan keracunan Al dapat dihindarkan. Selain itu juga dapat menambah unsur-unsur Ca dan Mg, serta memperbaiki kehidupan mikroorganisme.

Pada umumnya faktor hara mudah diserap oleh akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan faktor hara mudah larut di

dalam air. Pada tanah masam unsur hara P tidak dapat diserap tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al, sedang pada tanah alkalis juga tidak dapat diserap oleh tanaman karena difiksasi oleh Ca (Hardjowigeno, 2003).

Karbon-Organik

Komponen bahan organik yang penting adalah kadar C dan N. kandungan bahan organik ditentukan secara tidak langsung dengan mengalikan kadar C dengan suatu faktor, yang umumnya sebagai berikut :

Kandungan bahan organik = C x 1,724

Kandungan bahan organik pada masing-masing horison merupakan petunjuk besarnya akumulasi bahan organik dalam keadaan lingkungan yang berbeda. C/N rasio, petunjuk derajat dokomposisi bahan organik seperti : humus C/N =12-13, straw (bahan organik kasar) C/N = 40. C/N tidak digunakan sebagai kriteria dalam Taxonomy Tanah, karena tidak semua N dalam tanah berasal dari bahan organik, sehingga kadang-kadang nilai C/N tidak sejalan (Hardjowigeno, 2003).

Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5 %, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah :

- Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah. - Sumber unsur hara N, P, S, unsur hara mikro, dan lain-lain. - Menambah kemampuan tanah untuk menahan air.

- Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK menjadi tinggi).

Kandungan bahan organik tanah umumnya diukur berdasarkan kandungan C-organik. Kandungan karbon (C) bahan organik bervariasi antara 45 %- 60 % (rerata 50 %). Kandungan bahan organik dipengaruhi oleh aras akumulasi bahan asli dan aras dekomposisi dan humifikasi yang sangat tergantung kondisi lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbunan, praktek pertanian). Pengukuran kandungan bahan organik tanah dengan metode Walkley and Black (pembakaran basah) ditentukan berdasarkan kandungan C-organik (Sutanto, 2005).

Kejenuhan basa

Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah, di mana tanah-tanah dengan pH rendah umumnya mempunyai kejenuhan basa rendah, sedangkan tanah-tanah dengan pH yang tinggi mempunyai KB yang tinggi pula. Tanah-tanah dengan kejenuhan basa rendah, berarti kompleks jerapan lebih banyak diisi oleh kation-kation asam yaitu Al3+ dan H+. Apabila jumlah kation asam terlalu banyak, terutama Al3+ dapat merupakan racun bagi tanaman. Keadaan ini terdapat pada tanah-tanah masam (Hardjowigeno, 2003).

Kejenuhan basa menunjukkan tingkat pencucian. Kejenuhan basa sub-soil dari horison B di bagian atas horison C menunjukkan sejauh mana pencucian basa-basa dari tanah telah terjadi. Daerah dengan curah hujan tinggi, suhu tinggi dan landscape tua umumnya mempunyai KB (jumlah kation) < 35 % pada horison B. Di daerah humid temperate dan landform lebih muda di daerah tropika dan sub-tropika tanah mempunyai KB > 35 % (Hardjowigeno, 2003).

Nitrogen merupakan unsur utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar, tetapi kalau terlalu banyak dapat menghambat pembungaan pada tanaman. Ditinjau dari berbagai hara, nitrogen yang paling banyak mendapat perhatian. Hal ini disebabkan jumlah nitrogen yang terdapat di dalam tanah sangat sedikit sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen setiap musim cukup banyak. Di samping itu senyawa nitrogen anorganik sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase (Hakim, dkk, 1986).

Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk NH4+ dan NO3-. Di dalam tanah sebagian besar nitrogen berasal dari kehidupan organisme tanah. Di atmosfer kandungan nitrogen hampir 78% dari total udara, ini menjadi sumber utama bagi tanaman. Berdasarkan keberadaannya unsur nitrogen digolongkan menjadi N organik dan N anorganik. Tetapi untuk penilaian kesuburan tanah hanya terbatas pada bentuk NH4+, NO2-, dan NO3- yang jumlahnya berkisar 2-5 % dari total nitrogen di dalam tanah (Thomson and Frederick, 1975).

Jumlah nitrogen yang cukup diperlukan untuk pertumbuhan optimum, produksi dan kualitas buah. Tanaman yang kekurangan nitrogen dicirikan perubahan warna daun dari hijau menjadi kekuning-kuningan. Warna kuning ini dimulai dari ujung dan terus menjalar ke tulang dan daun tengah, kulit biji mengkerut dan berat biji rendah. Pada tanaman buah-buahan akan terlihat daun kuning mengkerut, tunas-tunas mati, buah berkurang dengan warna yang tidak normal (Hakim, dkk, 1999).

Untuk mengatasi gejala kekurangan hara nitrogen salah satu cara adalah dengan melakukan pemupukan yang mengandung Amonium. Keadaan ini

mungkin disebabkan oleh tersedianya bahan dasar sebagai sumber untuk proses nitrifikasi dan sebagai sumber energi dari bakteri nitrifikasi. Pemberian pupuk yang mengandung amonium adalah sangat menstimulir proses nitrifikasi. Karena untuk terjadinya nitrifikasi harus ada amonium (NH4+). Di samping itu sebagai sumber amonium ini dapat pula dari bahan organik tanah yang mengalami dekomposisi. Contoh pupuk yang mengandung amonium seperti Pupuk urea dan ZA (Hakim, dkk, 1999).

Kalium

Kalium dalam larutan tanah lebih mudah diserap oleh tanaman dan juga peka terhadap pencucian. Pada keadaan tertentu, misalnya pada pertanaman yang intensif atau pada tanah muda banyak mengandung mineral kalium. Dengan curah hujan yang tinggi kalium tidak dapat dipertukarkan tetapi dapat diserap oleh tanaman (Foth, 1998).

Gejala kekurangan kalium umumnya terlihat pada daun yang menguning, mulai dari ujung terus ke sisi daun sebelah bawah. Secara umum dapat dikatakan ciri utama kekurangan kalium adalah daun bawah chlorosis dengan adanya bintik-bintik. Bintik-bintik jaringan mati biasanya pada pucuk dan di antara urat-urat daun, lebih jelas pada pinggir daun sehingga tampak seperti terbakar (Hakim, dkk, 1986).

Penambahan pupuk kalium ke dalam tanah sangat membantu untuk

mengatasi gejala kekurangan unsur kalium. Pengaruh pemberian kapur ke dalam tanah dapat menyebabkan kalium tidak tersedia. Hal ini penting artinya dalam membatasi kehilangan kalium akibat pencucian. Untuk semua tanaman terdapat hubungan kalium yang tersedia dengan jumlah yang terangkut tanaman (Foth, 1998).

Fosfor

Unsur P dalam tanah berasal dari bahan organik (pupuk kandang, sisa-sisa tanaman), pupuk buatan, dan mineral-mineral tanah. Adapun jenis P dalam tanah adalah P-organik dan P-anorganik. Pupuk P dalam tanah berfungsi dan berperan dalam pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga buah dan biji, mempercepat pematangan, memperkuat batang, perkembangan akar, metabolisme karbohidrat, tahan terhadap penyakit, menyimpan dan memindahkan energi. Jumlah P dalam tanah sangat sedikit, sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak dapat diambil oleh tanaman (Hardjowigeno, 2003).

Syarat Tumbuh Tanaman Duku

Duku adalah tanaman yang berasal dari daerah barat Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand. Tanaman ini dikenal pula dengan nama langsat, langsep, kokosan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman duku adalah sebagai berikut :

Iklim

Angin tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan tanaman duku, tetapi tidak dapat tumbuh optimal di daerah yang kecepatan anginnya tinggi. Tanaman duku umumnya dapat tumbuh di daerah yang curah hujannya tinggi dan merata sepanjang tahun. Tanaman duku tumbuh optimal di daerah dengan iklim basah sampai agak basah yang bercurah hujan antara 1500-2500 mm/tahun. Tanaman duku tumbuh optimal pada intensitas cahaya matahari tinggi dan tumbuh subur jika terletak di suatu daerah dengan suhu rata-rata 19 0C. Kelembaban udara yang tinggi juga dapat mempercepat pertumbuhan tanaman duku, sebaliknya jika kelembaban udara rendah dapat menghambat pertumbuhan tanaman duku (Iptek_net, 2003).

Tanaman duku dapat tumbuh dan berbuah baik pada tempat yang terlindung. Oleh karena itu tanaman ini biasa ditanam di pekarangan atau tegalan, bersama dengan tanaman tahunan lainnya seperti durian, jengkol atau petai. Pohon duku dan sebangsanya meghendaki daerah lembab tetapi ia tidak tahan dengan air yang berlebihan (Iptek_net, 2005).

Media Tanam

Tanaman duku dapat tumbuh baik sekali pada tanah yang banyak mengandung bahan organik, subur dan mempunyai aerase tanah yang baik. Sebaliknya pada tanah yang agak sarang/ tanah yang banyak mengandung pasir, tanaman duku tidak akan berproduksi dengan baik apabila tidak disertai dengan pengairan yang cukup. Derajat kemasaman tanah (pH) yang baik adalah 6-7 meskipun ia relatif lebih toleran terhadap keadaan tanah masam. Di daerah yang agak basah, duku akan tumbuh dan berproduksi baik asalkan keadaan air tanahnya <150 m di bawah permukaan tanah. Tetapi ia tidak menghendaki air tanah yang menggenang karena dapat menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman duku lebih menyukai tempat yang agak lereng karena ia tidak dapat tumbuh optimal pada kondisi air yang tergenang (Iptek_net, 2003).

Duku dapat tumbuh dan berbuah baik pada tipe tanah latosol, podsolik kuning, dan aluvial dengan pH 6-7. Duku toleran terhadap kadar garam tinggi, asalkan tanahnya mengandung banyak bahan organik. Tanaman ini juga toleran terhadap tanah masam atau lahan bergambut serta terhadap iklim kering, asalkan kadar air tanahnya kurang 150 cm dari permukaan tanah (Iptek_net, 2005).

Ketinggian Tempat

Duku dapat tumbuh dan berbuah baik di dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl. Selain itu pohon-pohon jenis duku juga banyak ditanam di tempat yang tingginya <650 m dpl.

Untuk lebih jelasnya Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor (2003), menetapkan suatu kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman duku (Lansium domesticum Corr.) sebagaimana pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman duku (Lansium domesticum Corr.)

Karakteristik Lahan Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N Temperatur Temperatur rerata (0 C) 25-28 28-32 22-25 32-35 20-22 >35 <20 Ketersediaan air

Curah hujan (mm/tahun) 2000-3000 1750-2000 3000-3500

1250-1750 3000-4000

< 1250 >4000 Drainase Baik, sedang Agak

terhambat Terhambat, agak cepat Sangat terhambat, cepat Media perakaran Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) sedang, agak halus, halus <15 >100 - 15-35 75-100 Agak kasar 35-55 50-75 Kasar >55 <50 Retensi Hara KTK liat ( cmol(+)/kg ) Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) >16 >35 5,0-6,0 >1,2 <16 20-35 4,5-5,0 6,0-7,5 0,8-1,2 <20 <4,5 >7,5 <0,8 Toxisitas Salinitas (dS/m) <4 4-6 6-8 >8 Sodisitas Alkalinitas/ESP (%) <15 15-20 20-25 >25 Bahaya erosi Lereng (%) Bahaya erosi <8 Sangat rendah 8-16 Rendah-sedang 16-30 berat >30 Sangat berat Bahaya banjir Genangan F0 F1 F2 >F2 Penyiapan lahan Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) <5 <5 5-15 5-15 15-40 15-25 >40 >25

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Desa Rumah Pilpil Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, berjarak sekitar 50 Km dari kota Medan. Daerah ini berada pada ketinggian 500-1000 meter dari permukaan laut (Lampiran 12), dengan luas wilayah sekitar 310 Ha.

Desa Rumah Pilpil merupakan lokasi penelitian yang mudah dijangkau karena berada pada lokasi yang strategis di mana di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pancur batu, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Barus Jahe, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sibiru-biru, sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kutalimbaru (Lampiran 11). Hal tersebut menyebabkan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dalam hal perhubungan dan transportasi.

Fisiografi

Adapun fisiografi wilayahnya dominan berbukit dengan bentuk lereng yang kompleks. Dalam arti relief makro landai hingga berbukit sedangkan relief mikro berbukit.

Iklim

Iklim merupakan faktor penting yang mempengaruhi tanah maupun tanaman. Faktor iklim yang paling penting adalah curah hujan dan temperatur yang keduanya saling mempengaruhi. Lokasi penelitian ini termasuk daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi setiap tahunnya. Curah hujan rata-rata per tahun

pada Desa Rumah Pilpil Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang sebesar 105,5 mm/tahun. Sedangkan temperatur rata-rata sebesar 20,51 0C.

Geologi dan Hidrologi

Satuan peta lahan dan tanah (SPT) Desa Rumah Pilpil dominan terdiri atas Dystrandepts dan cukup mengandung Hydrandepts (dapat dilihat pada lampiran Peta Satuan Lahan dan Tanah). Tanah lokasi penelitian termasuk tanah Inseptisol dan memiliki bahan induk Andesit yang subur karena mengandung mika dan kaya kalium sebagai unsur makro.

Vegetasi dan Tata Guna Lahan

Pola penggunaan lahan di Desa Rumah Pilpil secara garis besar sudah terpengaruhi oleh campur tangan manusia. Secara umum penggunaan lahannya dipakai dalam bentuk kebun campuran. Selain itu terdapat juga penggunaan lahan untuk perkebunan, persawahan, serta perkampungan. Vegetasi terdiri dari sebagian besar tanaman buah dan sayuran seperti jeruk manis, pisang, kelapa, semak-semak, dan lain-lain. Status kepemilikan tanah ada yang merupakan tanah negara, hak guna usaha dan hak milik.

Dokumen terkait