• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Kritikal pada Produk Kerosine

Dalam dokumen Buku Minyak Bumi Dan Produk Migas (Halaman 26-33)

BAB III : PRODUK HASIL MINYAK

3.2 Spesifikasi Produk Bahan Bakar

3.3.3 Sifat Kritikal pada Produk Kerosine

Kerosine adalah fraksi minyak yang lebih berat dari motor gasoline dan lebih ringan dari fraksi solar, mempunyai trayek didih antara 150 – 300 ºC.

Dalam pemakaiannya sebagai bahan bakar rumah tangga atau minyak lampu, sifat-sifat yang harus dipenuhi antara lain :

a. Sifat Umum :

Sifat umum bahan bakar kerosine sangat erat hubungannya dengan pemuatan, kontaminasi, material balance, dan transaksi jual beli.

Sifat umum kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan dalam pengujian : - Specific Gravity 60/60 ºC, ASTM D 1298

- Density at 15 ºC, ASTM D 1298 b. Sifat Pembakaran :

Pada pembakaran dengan sumbu, kerosine harus memberi api yang baik dan tidak memberi asap, yang sebetulnya hasil pembakaran yang tidak sempurna dan terdiri dari butir-butir arang yang halus. Jadi kerosine tidak boleh mengandung bahan yang sulit terbakar sempurna. Sifat mutu pembakaran Kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian :

- Smoke Point, ASTM D 1322 - Char Value, IP-10

c. Sifat Penguapan :

Daya menguap termasuk sifat penting dalam penggunaan kerosine, kerosine harus cukup mudah menguap sehingga mudah dinyalakan di waktu dingin. Kerosine harus stabil dan tidak mudah rengkah dalam penguapan sehingga tidak menimbulkan endapan yang menyebabkan kebuntuan. Sifat penguapan dari kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian :

- Distilasi, ASTM D 86 - Flash Point, IP-170 d. Sifat Pengkaratan :

Kerosine sebagai bahan bakar tidak boleh bersifat korosif. Unsur-unsur dalam kerosine sebagai penyebab terjadinya karat antara lain senyawa sulfur, dapat berupa hirogen sulfida, merkaptan, dan tiofena. Terdapatnya persenyawaan sulfur dalam

kerosine, disamping bersifat korosif juga menyebabkan menurunnya nilai panas pembakaran (nilai kalori).

Sifat pengkaratan kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian: - Sulfur Content, ASTM D 1266

- Copper Strip Corrosion, ASTM D 130 e. Sifat Kebersihan

Sifat kebersihan kerosine berhubungan dengan ada atau tidaknya kotoran dalam kerosine, sebab kotoran ini akan berpengaruh terhadap pembakaran. Kerosine sebagai bahan bakar diharapkan tidak mengeluarkan banyak asap, tidak membahayakan atau mengakibatkan pencemaran.

Sifat kebersihan kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian : - Sulfur Content, ASTM D 1266

f. Sifat Keselamatan :

Sifat keselamatan kerosine meliputi keselamatan di dalam pengangkutan, penyimpanan, dan penggunaan. Kerosine harus memiliki salah satu sifat keselamatan, yaitu bahwa kerosine tidak terbakar akibat terjadi loncatan api. Bila kerosine terlalu mudah menguap, akan menaikkan tekanan sehingga menyebabkan terjadinya ledakan. Di samping itu, kemudahan menguap akan menurunkan titik nyala.

Sifat keselamatan kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian: - Flash Point Abel, IP-170

3.3.4 Parameter dan interpretasi analisis Kerosine 1. Density, ASTM D 1298/ IP-160

a. Pengertian :

- Density adalah perbandingan dari berat persatuan volume suatu bahan pada suhu tertentu, contohnya kg/m3 pada suhu 15/4 C.

- Specific Gravity adalah perbandingan berat contoh minyak dengan berat air pada volume yang sama dan pada kondisi suhu tertentu, misalnya pada 60 F. Specific gravity tidak mempunyai satuan.

b. Garis besar metode :

- Sebuah hidrometer yang sesuai dicelupkan kedalam sampel minyak dalam silinder.

- Kemudian baca skala pada hidrometer dan ukur suhu minyak dengan termometer. Catat sebagai observed.

- Selanjutnya density/specific gravity dapat dikoreksi pada suhu standar dengan tabel (ASTM D1250)

c. Tujuan pemeriksaan Density :

Untuk mencari hubungan berat-volume, yang berguna untuk penentuan nilai transaksi/harga.

d. Interpretasi hasil pengujian :

 Bila diperoleh hasil uji lebih besar dari spesifikasinya, kerosine tersebut : - Terkontaminasi oleh fraksi yang lebih berat, misalnya solar.

- Mengandung senyawa naften dan aromat tinggi, sehingga pada pembakaran menyebabkan timbulnya asap yang berlebih.

2. Bila hasil pengujian lebih rendah dari spesifikasinya, kerosine tersebut : - Terkontaminasi oleh produk yang lebih ringan, misalnya bensin.

- Mengandung senyawa parafin dan iso parafin tinggi, berarti kerosine tersebut mudah menguap sehingga dapat mengakibatkan terjadinya ledakan.

2. Flash Point, IP-170 / ASTM D 56, D 3828 a. Pengertian :

Titik nyala adalah suhu terendah dimana bahan bakar apabila dipanaskan telah memberikan campuran uapnya yang cukup perbandingan dengan udara, sehingga akan menyala sekejap bila diberi api kecil.

b. Garis besar metode :

- Sample dalam jumlah tertentu dipanaskan perlahan-lahan dalam mangkok tertutup pada alat.

- Secara periodik buka jendela mangkok dan diberi api kecil - Catat suhu dimana terjadi nyala sekejap pada uap minyak. c. Kegunaan :

- Untuk mengetahui kecenderungan bahan bakar mudah menguap dan kemudahan terbakar

- merupakan indikasi adanya kontaminasi

- merupakan sifat penting untuk keselamatan pada saat penyimpanan dan penanganan bahan bakar (storage & handling).

d. Interpretasi hasil pengujian :

Pada spesifikasi kerosine, titik nyala Abel minimum 38 °C. Bila pada hasil pengujian diperoleh nilai lebih kecil, menunjukkan bahwa kerosine terkontaminasi oleh fraksi yang lebih ringan sehingga mempunyai nilai flash point yang rendah.

3. Smoke Point, ASTM D 1322 / IP-57 a. Pengertian :

Smoke point adalah tinggi nyala api maksimum dari bahan bakar tanpa menimbulkan asap pada kondisi tertentu.

b. Garis besar metode :

- Sejumlah sample dinyalakan dalam sistem lampu khusus (smoke point). - Kemudian tinggi nyala api maksimum dapat diukur pada skala (mm). c. Kegunaan :

- Sebagai gambaran banyaknya aromat yang terkandung dalam minyak - Memberikan indikasi kecenderungan membentuk asap sewaktu dibakar. d. Interpretasi hasil pengujian :

Pada spesifikasi Kerosine, nilai titik asap adalah minimum 15 mm. Bila titik asap di bawah nilai minimum, ini berarti bahan bakar kerosine tersebut mengeluarkan banyak asap akibat hasil pembakarannya, yang menunjukkan bahwa nilai kalori bahan bakar ini rendah, dan juga cenderung mengakibatkan terjadinya pencemaran.

4. Distilasi, ASTM D 86 / IP-12 a. Pengertian :

- Titik didih awal (Initial Boiling Point, IBP), adalah suhu uap minyak dimana terjadinya tetesan pertama hasil penyulingan

- Titik di dih akhir (End Point, Final Boiling Point, FBP) adalah suhu tertinggi uap minyak pada proses penyulingan.

b. Garis besar metode :

- Sejumlah contoh dididihkan dalam labu dan disuling pada kondisi operasional tertentu

- Pengamatan yang sistematis dilakukan terhadap pembacaan suhu dan volume kondensat hasil penyulingan, mulai dari IBP, 5 %, 10 % dan seterusnya volume kondensat tertampung sampai End point.

c. Kegunaan :

- Sifat distilasi menunjukkan sifat penguapan secara keseluruhan

- Sifat distilasi dapat menunjukkan bagaimana kira-kira komposisi bahan bakar

d. Interpretasi hasil pengujian :

Pada spesifikasi kerosine, distilasi recovered pada 200 °C minimum 18 % vol. Bila hasil pengujian di bawah nilai minimum, ini berarti kerosine mengandung fraksi yang lebih berat.

Sedangkan spesifikasi End point adalah maksimum 310 °C. Bila hasil pengujian di atas nilai maksimumnya, ini berarti banyak mengandung fraksi yang lebih berat, akibatnya dalam pembakaran timbul asap yang lebih tebal.

5. Copper Strip Corrosion, ASTM D 130 a. Tujuan Analisis :

Untuk menentukan tingkat korosivitas mogas pada lempeng bilah tembaga yang dibandingkan dengan warna standar.

b. Ringkasan Metode :

Bilah tembaga yang telah digosok dimasukkan dalam tabung test yang berisi contoh, kemudian dipanaskan pada suhu 50 °C selama 3 jam. Setelah pemanasan selesai, lempeng tembaga tersebut dicuci dengan iso oktan dan di bandingkan dengan Copper strip corrosion standard.

Pada spesifikasi, uji korosi bilah tembaga 3 jam pada 50 0C adalah maksimum ASTM No.1, bila lebih tinggi, maka kemungkinan kerosine bersifat korosif.

6. Kandungan Sulfur, ASTM D 1266 a. Tujuan Analisis :

Untuk menetapkan jumlah kandungan sulfur dalam minyak dengan metode nyala lampu dan ditetapkan secara volumetri.

Contoh dibakar dalam suatu sistem tertutup dengan menggunakan lampu yang sesuai dan didorong dengan udara. Oksida sulfur yang terbentuk diserap oleh H2O2 membentuk H2SO4, kemudian asam sulfat yang terbentuk dititrasi dengan larutan standard NaOH dengan indicator methyl purple.

Pada spesifikasi kerosine, nilai kandungan sulfur maksimum 0.20 % wt. Bila dari hasil pengujian diperoleh kandungan sulfur lebih besar dari spesifikasi, akan menyebabkan pencemaran udara, menaikkan sifat korosifitas pada gas hasil pembakaran dan penurunan nilai kalor bahan bakar.

7. Char Value, IP-10 a. Tujuan Analisis :

Untuk menetapkan jumlah carbon sisa pembakaran yang terjadi dalam kerosine dengan menggunakan lampu khusus dan ditetapkan secara gravimetri.

b. Ringkasan Metode :

Sejumlah contoh didalam lampu khusus. Lampu dihidupkan selama 24 jam. Carbon sisa pembakaran pada sumbu diambil dan ditimbang.

Pada spesifikasi kerosine nilai jelaga (Char value) maksimum adalah 40 mg/Kg. Bila hasil dari pengujian diperoleh lebih besar dari spec, menunjukkan bahwa bahan bakar kerosine terkontaminasi oleh fraksi yang lebih berat, dan mungkin juga disebabkan oleh lamanya penyimpanan.

Untuk pengujian mutu lainnya seperti warna dan bau yang tercakup dalam parameter analisis, memberikan gambaran identitas pada suatu produk.

3.4 PREMIUM

Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat adalah bensin Premium dengan angka Oktan 88. Untuk melindungi konsumen agar bensin yang dipakai sesuai dengan kebutuhan mesin, maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan No.74 K/72/DDJM/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang spesifikasi dari bahan bakar jenis Bensin Premium Tanpa Timbal yang biasa disebut bensin Premium saja.

Dalam dokumen Buku Minyak Bumi Dan Produk Migas (Halaman 26-33)

Dokumen terkait