• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Sifat Mekanis Bambu Lapis dari Anyaman Bambu Tali

Keteguhan patah atau Modulus of rupture merupakan suatu besaran yang menyatakan nilai ketahanan suatu bahan atau material sampai patah bila dikenai beban dari luar, atau dengan kata lain, nilai yang menunjukkan beban maksimum yang dapat ditahan oleh suatu persatuan luas sampai bahan tersebut patah (Haygreen dan Bowyer 1993).

Nilai keteguhan patah bambu lapis dalam penelitian ini berkisar antara 178,098 kg/cm² sampai dengan 753,204 kg/cm² seperti yang terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Histogram hubungan antara keteguhan patah dengan model letak sambungan.

Nilai keteguhan patah terendah terdapat pada Model Letak Sambungan A, dimana pada model ini sambungan disusun berurutan pada seluruh lapisan vinir dengan pendugaan bahwa komposisi ini paling lemah sifat mekanisnya. Hasil pengujian keteguhan patah membuktikan bahwa pendugaan tersebut adalah benar. Nilai keteguhan patah tertinggi terdapat pada Model Letak Sambungan B dimana pada model ini sambungan disusun secara berurutan pada dua lapisan teratas dengan asumsi bahwa bekerja gaya tekan pada 2 lapisan teratas dan gaya tarik pada 3 lapisan terbawah, yang, dengan komposisi tersebut diharapkan bambu lapis dapat mencapai kekuatan optimum. Hasil pengujian keteguhan patah menunjukkan bahwa komposisi ini adalah komposisi yang terbaik dipandang dari sifat mekanis keteguhan patahnya. Mekipun demikian, nilai MOR pada Model B masih tertinggal jauh bila dibandingkan dengan nilai MOR bambu lapis kontrol yang sebesar 1475,506 kg/cm2.

Keteguhan patah minimum menurut standar SNI sebesar 140 kg/cm2. Nilai tersebut merupakan syarat untuk plywood struktural dengan ketebalan 5,0 mm. Dengan demikian, seluruh model lapisan pada penelitian ini telah melampaui standard minimum MOR yang ditetapkan dalam SNI.

Untuk mengetahui pengaruh model letak sambungan terhadap keteguhan patah bambu lapis, dilakukan analisis sidik ragam dan hasilnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Analisis sidik ragam keteguhan patah bambu lapis Sumber DB JK KT F hit. Pr > F F tabel keragaman 0,05 0,01 Model letak 5 3297007.52 659401.50 47.43 0.0001** 3.106 5.064 sambungan Keterangan :

DB : Derajat Bebas JK : Jumlah Kuadarat KT : Kuadrat Tengah * : nyata ** : sangat nyata tn : tidak nyata

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa model letak sambungan berpengaruh sangat nyata terhadap keteguhan patah bambu lapis. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa keteguhan patah bambu lapis pada model B berbeda nyata dengan bambu lapis kontrol dimana bambu lapis kontrol adalah yang terbaik; tidak berbeda nyata dengan model D dan E dimana meski tidak berbeda nyata namun nilai keteguhan patah model B adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan model D dan E; dan berbeda nyata dengan model C dan A yang nilai keteguhan patahnya menempati urutan dua terbawah. Sehingga untuk mendapatkan bambu lapis dengan nilai keteguhan patah paling mendekati keteguhan patah bambu lapis kontrol, maka disarankan penggunaan model letak sambungan B.

4.2.2 Keteguhan Lentur (Modulus of Elasticity/MOE)

Keteguhan lentur atau Modulus of Elasticity merupakan suatu besaran yang menunjukkan sifat elastisitas suatu bahan atau material. Nilai keteguhan lentur pada penelitian bambu lapis ini berkisar antara 4.670 kg/cm² sampai dengan 29.911 kg/cm2 seperti yang dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Histogram hubungan antara keteguhan lentur dengan model letak sambungan.

Nilai keteguhan lentur terendah terdapat pada Model Letak Sambungan C, dimana peletakan sambungan disusun secara berurutan pada tiga lapisan teratas. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bekerjanya gaya tarik pada tiga lapisan teratas dan gaya tekan pada dua lapisan terbawah merupakan komposisi letak sambungan yang paling lemah nilai keteguhn lenturnya. Sementara itu, nilai keteguhan lentur tertinggi terdapat pada Model Letak Sambungan D, dimana peletakan sambungan disusun secara berselang-seling pada lapisan 1, 3, dan 5 yang merupakan adaptasi dari teknik peletakan batu-bata untuk konstruksi bangunan. Hasil pengujian sifat keteguhan lentur ini menunjukkan bahwa komposisi Model D adalah yang terbaik. Meski demikian, nilai MOE pada Model D ini masih tertinggal jauh bila dibandingkan dengan nilai MOE bambu lapis kontrol yang besarnya 68.329 kg/cm².

Untuk mengetahui pengaruh model letak sambungan terhadap keteguhan lentur bambu lapis, dilakukan analisis sidik ragam dan hasilnya disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Analisis sidik ragam keteguhan lentur bambu lapis Sumber DB JK KT F hit. Pr > F F tabel keragaman 0,05 0,01 Model letak 5 6711415488 1342283098 8.42 0.0013** 3.106 5.064 sambungan Keterangan :

DB : Derajat Bebas JK : Jumlah Kuadarat KT : Kuadrat Tengah * : nyata ** : sangat nyata tn : tidak nyata

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa model letak sambungan berpengaruh sangat nyata terhadap keteguhan lentur bambu lapis. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa keteguhan lentur yang dihasilkan model D tidak berbeda nyata dengan model B, namun berbeda nyata dengan nilai keteguhan patah bambu lapis kontrol.

Menurut standard SNI, nilai minimum MOE untuk ketebalan bahan kurang dari 6,0 mm adalah 85.000 kg/cm2. Dengan demikian, seluruh nilai MOE pada hasil penelitian ini tidak memenuhi standar yang ada.

4.2.3 Keteguhan Geser Tarik

Keteguhan geser tarik menggambarkan kekuatan daya rekat perekat terhadap bahan yang direkatnya. Rata-rata keteguhan geser tarik bambu lapis pada penelitian ini adalah 11,875 kg/cm2, masih lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Nugraha (2006) yang sebesar 14,800 kg/cm2. Berdasarkan hasil pengujian, nilai keteguhan tarik berkisar antara 0,868 kg/cm² sampai dengan 23,275 kg/cm² seperti dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Histogram hubungan antara keteguhan geser tarik dengan model letak sambungan.

Nilai keteguhan geser tarik terendah terdapat pada Model Letak Sambungan A, dimana peletakan sambungan disusun secara berurutan pada

seluruh lapisan dan telah diduga bahwa komposisi inilah yang kekuatan sifat mekanisnya paling lemah. Keteguhan geser tarik tertinggi terdapat pada Model Letak Sambungan B, dimana peletakan sambungan disusun secara berurutan pada 2 lapisan teratas yang dengan komposisi ini diharapkan bambu lapis dapat mencapai kekuatan optimum. Hasil pengujian keteguhan geser tarik menunjukkan bahwa bekerjanya gaya tarik pada dua lapisan teratas dan gaya tekan pada tiga lapisan terbawah pada Model B merupakan model yang terbaik dipandang dari sifat mekanis keteguhan geser tariknya. Meski demikian, nilai tertinggi yang diperoleh pada Model B masih tertinggal dari nilai keteguhan geser tarik bambu lapis kontrol yang besarnya 34,839 kg/cm2.

Selain dipengaruhi oleh model letak sambungan, nilai keteguhan geser tarik dipengaruhi oleh suhu dan tekanan kempa. Menurut Shields (1970) dalam Nugraha (2006), suhu yang tinggi dapat menggosongkan perekat, hal ini dapat menghilangkan keteguhan rekatnya dan suhu yang rendah merapuhkan perekat sehingga keteguhan rekatnya menurun. Tekanan kempa yang terlalu tinggi akan menghasilkan keteguhan rekat kurang baik karena banyak perekat yang keluar dari garis rekat sehingga jumlah perekat pada garis rekat terlalu sedikit. Tekanan yang terlalu rendah kurang baik karena penembusan perekat kurang dalam, kontak antar permukaan yang direkat kurang rapat.

Nilai minimum keteguhan geser tarik kayu lapis struktural yang disyaratkan SNI adalah 7 kg/cm2. Model B, D, dan E telah melampaui nilai minimum yang disyaratkan, sedangkan Model A dan C tidak memenuhi nilai minimum standar tersebut.

Untuk mengetahui pengaruh model letak sambungan terhadap keteguhan lentur bambu lapis, dilakukan analisis sidik ragam dan hasilnya disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Analisis sidik ragam keteguhan geser tarik bambu lapis Sumber DB JK KT F hit. Pr > F F tabel Keragaman 0,05 0,01 Model letak 5 2708.865 541.773 11.31 0.0003** 3.106 5.064 Sambungan Keterangan :

DB : Derajat Bebas JK : Jumlah Kuadarat KT : Kuadrat Tengah * : nyata ** : sangat nyata tn : tidak nyata

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa model letak sambungan berpengaruh sangat nyata terhadap keteguhan geser tarik bambu lapis. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5) menunjukkan bahwa nilai keteguhan geser tarik model B tidak berbeda nyata dengan keteguhan geser tarik bambu lapis kontrol. Sehingga disarankan menggunakan model letak sambungan B untuk mendapatkan nilai keteguhan geser tarik yang paling baik yaitu yang paling mendekati keteguhan geser tarik bambu lapis kontrol.

Dokumen terkait