• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Sifat Mekanis

4.2.1 Kuat Tekan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka nilai kuat tekan dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.14 yang mengacu pada standart pengujian ASTM C 773. Salah satu contoh perhitungan untuk menentukan nilai kuat tekan adalah sebagai berikut:

Sampel uji Al/SiCp 80 : 20 %wt dengan suhu sintering 450 oC.

Dik: P1 = 11,67 kgf/cm2 A1 = 143,108 cm2 A2 = 1,81 cm2 Dit: P2…?

Maka

P1 A1 = P2 A2

12,5 kg cm⁄ 2 143,108 cm2 = P2 . 1,81 cm2

P2 = 11,67 kgf cm⁄ 2 143,108 cm2 1,81 cm2 P2 = 912,50 kgf cm⁄ 2

Karena;

1 kgf/cm2 = 0,1 MPa 1 MPa = 10 kgf/cm2 Maka;

P2 = 91,25 MPa

Dari hasil perhitungan, maka dapat dibuat tabel pengukuran nilai kuat tekan sebagai berikut:

Tabel 4.9 Pengukuran kuat tekan pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Diameter Luas Beban Maksimum Kuat Tekan (oC) (cm) (cm2) (kgf/cm2) (MPa)

450 1.53 1.83 11.67 91.25

500 1.53 1.84 13.33 103.84

550 1.53 1.83 18.33 143.40

600 1.53 1.83 19.67 153.83

Tabel 4.10 Pengukuran kuat tekan pada komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Suhu Diameter Luas Beban Maksimum Kuat Tekan

Dari table 4.9 dan 4.10, maka dapat dibuat grafik hubungan antara nilai kuat tekan terhadap perubahan suhu sintering seperti gambar berikut:

Gambar 4.14 Grafik hubungan antara kuat tekan dengan perubahan suhu sintering pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp dan 70 : 30 %wt Al/SiCp

Dari gambar 4.14 diatas dapat dilihat bahwa nilai kuat tekan meningkat dengan kenaikan suhu sintering. Dari data yang diperoleh (Tabel 4.9 dan 4.10), nilai kuat tekan suhu sintering 600 oC untuk komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp adalah 153,83 MPa sedangkan untuk komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp adalah 135,58 MPa. Peningkatan nilai kuat tekan juga dipengaruhi oleh nilai densitas dari sampel uji karena apabila

60

nilai densitas sampel uji semakin tinggi maka nilai kuat tekan dari sampel juga meningkat.

Perbedaan nilai kuat tekan untuk masing-masing komposisi disebabkan oleh faktor penguat partikel SiCp, secara umum partikel SiC memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan matrik logam Al, seperti: kekerasan, ketahanan erosi, modulus elastisitas, dan lain-lain, disamping itu partikel penguat keramik SiC juga memiliki kekurangan yaitu dalam hal sifat yang getas. Dengan demikian, penambahan komposisi partikel SiC dalam proses pembuatan komposit matrik logam aluminium, dapat menurunkan nilai kuat tekan dari material komposit tersebut, akan tetapi dengan penambahan komposisi partikel SiC dapat meningkatkan sifat mekanik seperti:

kekerasan dan ketahanan gesek, serta sifat termal material komposit matrik logam.

Oleh karena itu, pada saat proses pabrikasi perlu diperhatikan penambahan komposisi SiCp yang tepat sehingga sifat-sifat fisis dan mekanis sampel seperti yang diharapkan (direncanakan).

4.2.2 Kekerasan (Vickers Hardness)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka nilai kekerasan dari sampel uji dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.13 yang mengacu pada standart pengujian ASTM E 18-02. Salah satu contoh perhitungan untuk menentukan nilai kekerasan sampel uji sebagai berikut:

Sampel uji Al/SiCp 80 : 20 %wt dengan suhu sintering 450 oC Dik: d1 = 139,68 µm

d2 = 137,00 µm drata-rata = 138,84 µm

= 0,138 mm

Dit: VHN (Vickers Hardness Number)?

VHN = 1,854 . P

d2 dengan P = 1 kgf VHN = 1,854 . P

(0,138 mm)2

VHN = 99,44 kgf mm⁄ 2 = 994,4 MPa

Dari hasil perhitungan, maka dapat dibuat tabel pengujian kekerasan sebagai berikut:

Tabel 4.11 Pengujian kekerasan (Hardness Test) pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu d1 d2 drata-rata drata-rata d2 HV VHN

Tabel 4.12 Pengujian kekerasan (Hardness Test) pada komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp

Suhu d1 d2 drata-rata drata-rata d2 HV VHN

Dari tabel 4.11 dan 4.12 diatas, maka dapat dibuat gambar grafik hubungan antara perubahan nilai kekerasan terhadap perubahan suhu sintering seperti gambar berikut:

Gambar 4. 15 Grafik hubungan antara kekerasan terhadap perubahan suhu sintering pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp dan70 : 30 %wt Al/SiCp

60,0

Hasil pengukuran kekerasan (vickers hardness) yang dilakukan dengan menggunakan Vickers Microhardness Tester ditunjukkan pada gambar 4.15.

Pembebanan yang diberikan pada saat dilakukan pengukuran adalah 1 kgf dan dengan arah pembebanan uniaksial, jejak identor yang dihasilkan dapat terlihat dengan jelas dan baik. Nilai kekerasan untuk kedua komposisi sampel cenderung naik dengan kenaikan suhu sintering, hal ini memiliki korelasi terhadap densitas dan porositas sampel, dimana dengan kenaikan nilai densitas maka nilai porositas akan menurun dan dengan demikian nilai kekerasan juga akan semakin meningkat.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai kekerasan sampel dengan komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp, nilai kekerasan yang tertinggi untuk komposisi 80 : 20 %wt adalah 1860,50 MPa, sedangkan untuk komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp adalah 1879.67 MPa. Dari tabel 4.9 dan 4.10 diperoleh nilai kekerasan untuk variasi komposisi memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Selain perubahan suhu sintering, densitas, dan porositas, nilai kekerasan juga dipengaruhi oleh komposisi partikel penguat SiC. Dilihat dari tabel tersebut bahwa nilai kekerasan untuk 70 : 30 %wt Al/SiCp lebih tinggi dibandingkan dengan komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp. Perbedaan nilai kekerasan yang diperoleh memiliki persamaan hasil dengan penelitian yang telah dilakukan oleh C.Y Lin (1998), dalam penelitian tersebut, dengan penambahan komposisi partikel penguat SiC, maka nilai kekerasan yang dihasilkan akan semakin meningkat.

4.2.3 Ketahanan Erosi (Wear Resistance)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka nilai ketahanan erosi (wear resistance) dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.14 yang mengacu pada standart pengujian ASTM G 99 – 95a. Salah satu contoh perhitungan untuk menentukan nilai ketahanan erosi adalah sebagai berikut:

Sampel uji Al/SiCp 80 : 20 %wt dengan suhu sintering 450 oC.

Wear Rate = ∆W

S [mg cm⁄ −1] Wear Rate = ∆W

S

Dimana ΔW = Perubahan massa sampel sebelum dan sesudah pengujian (mg).

S = Total jarak sliding (cm).

Maka:

ΔW = 5,714 – 5,708 = 0,006 gr = 6 mg S = 1 mm = 0,1 cm

Wear Rate = 6

0,1 = 60,00 mg. cm−1 = 6,00 kg. m−1

Dari hasil perhitungan, maka dapat dibuat tabel pengukuran nilai ketahanan erosi (wear resistance) sebagai berikut:

Tabel 4.13 Pengujian ketahanan erosi (Wear Resistance) pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Diameter Tinggi mawal makhir Δm Jarak

Sliding Wear Rate (0C) (mm) (mm) (g) (g) (mg) (cm) (kg.m-1)

450 8 10 5.714 5.708 6.0 0.100 6.00

500 8 10 5.720 5.714 5.8 0.098 5.91

550 8 10 5.768 5.762 5.4 0.092 5.86

600 8 10 5.780 5.775 4.9 0.090 5.44

Tabel 4.14 Pengujian ketahanan erosi (Wear Resistance) pada komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp

Suhu Diameter Tinggi mawal makhir Δm Jarak

Sliding Wear Rate (0C) (mm) (mm) (g) (g) (mg) (cm) (kg.m-1)

450 8 10 6.022 6.018 4.0 0.092 4.34

500 8 10 6.094 6.090 3.9 0.091 4.28

550 8 10 6.130 6.126 3.4 0.087 3.90

600 8 10 6.222 6.219 3.0 0.085 3.52

Dari tabel 4.13 dan 4.14, maka dapat dibuat grafik hubungan antara perubahan nilai ketahanan erosi (wear rate) terhadap perubahan suhu sintering seperti gambar berikut:

Gambar 4.16 Grafik hubungan antara ketahanan erosi (wear resistance) terhadap perubahan suhu sintering pada komposisi

80 : 20 %wt Al/SiCp dan 70 : 30 %wt Al/SiCp

Dari gambar 4.16, menunjukkan bahwa nilai ketahanan erosi untuk kedua komposi sampel menurun terhadap kenaikan suhu sintering (apabila nilai wear rate kecil, maka ketahanan erosi akan menjadi lebih baik), dalam proses sintering, semua mekanisme yang terjadi pada proses sintering (seperti: proses difusi, liquid bridge, pertumbuhan butir, dan lain-lain) dapat mempengaruhi terhadap nilai ketahanan erosi dari sampel karena sampel setelah disintering akan mengalami peningkatan densitas dan penurunan nilai porositas. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan kekerasan di atas, bahwa proses sintering juga dapat meningkatkan kekerasan dari sampel, dan secara umum, apabila nilai kekerasan sampel tinggi maka ketahanan terhadap erosi akan semakin baik (nilai ketahanan erosi semakin kecil), hasil penelitain sama dengan penelitian yang dilakukan oleh C.Y Lin (1998) dan W. M.

Khairaldien (2008).

Perbedaan nilai ketahanan erosi pada masing-masing sampel uji sangat dipengaruhi oleh komposisi penguat SiCp. Dalam penelitian ini, nilai ketahanan erosi yang paling baik adalah pada komposisi 70 : 30 %wt Al/SiCp yaitu 3,52 kg.m-1, sedangkan untuk komposisi 80 : 20 %wt Al/SiCp adalah 5,44 kg.m-1. Menurut Al-Haidary (2007), dalam proses pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan SiCp sebagai penguat, maka sifat mekanik komposit matrik logam seperti ketahanan erosi dan kekerasan akan meningkat, hal ini disebabkan karena sifat

30

mekanis dan fisis dari partikel penguat SiC (seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.5) itu sendiri.

Dalam penelitian ini, dengan penambahan komposisi penguat SiCp, maka ketahanan erosi dari sampel akan lebih baik (nilai wear rate semakin kecil), hal ini dapat dilihat dari grafik hubungan antara pengaruh suhu sintering terhadap wear rate untuk masing-masing komposisi partikel penguat SiC terhadap komposisi matrik Al (gambar 4.16).

4.3 Analisa Mikrostruktur

4.3.1 SEM (Scanning Electron Microscope)

Gambar 4.17 SEM Micrograph 80 : 20 %wt Al/SiCp

Gambar 4.18 SEM Micrograph 70 : 30 %wt Al/SiCp

Dari gambar 4.17, menunjukkan hasil pengamatan X1000 dan X1500 perbesaran SEM micrograph pada komposit matrik logam dengan komposisi 20%wt

dan pada gambar 4.18 menunjukkan hasil pengamatan X1000 dan X3500 perbesaran pada komposisi 30%wt.

Dalam proses pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan metalurgi serbuk, sangat diharapkan partikel penguat SiC terdistribusi secara merata pada matrik Al dan tidak terjadi penggumpalan (aglomerisasi), karena apabila hal ini terjadi maka dapat mengurangi sifat mekanis dan sifat fisis dari komposit matrik logam tersebut. Disamping itu, proses pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan metode metalurgi serbuk umumnya melakukan proses rekayasa pelapisan partikel penguat SiC dengan menggunakan ion metal Al(NO3)3. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kebasahan antara partikel penguat dengan matrik yang rendah. Pada proses pelapisan partikel penguat SiC, diharapkan seluruh permukaan partikel SiC terlapisi secara sempurna dalam skala orde mikron. Apabila proses pelapisan partikel penguat SiC tidak sempurna dapat mempengaruhi ikatan antar muka (Interlocking) partikel penguat SiC dengan matrik Al. Hal ini juga menyebabkan komposit menjadi getas dan mudah mengalami korosi karena lebih reaktif dengan air.

Jadi, dalam proses pembuatan komposit matrik logam dengan menggunakan metode metalurgi serbuk, diharapkan semua partikel penguat SiC terdistribusi secara merata dengan matrik Al dan proses pelapisan pertikel pengaut SiC juga terjadi secara sempurna untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan yang diinginkan.

Dari hasil pengamatan SEM (gambar 4.18 dan 4.19) untuk masing-masing komposisi menunjukkan bahwa partikel penguat SiC terdistribusi secara merata dengan matrik Al dan proses pelapisan partikel penguat dengan ion metal Al(NO3)3

juga terlapisi dengan baik.

4.4 Analisa Struktur Kristal

4.4.1 XRD (X- Ray Diffraction)

Pengujian analisa XRD bertujuan untuk mengamati unsur-unsur (fase-fase) yang terbentuk pada sampel uji setelah proses sintering dalam pembuatan komposit matrik logam. Hasil pengjian XRD ditunjukkan pada gambar 4.19.

Gambar 4.19 X-Ray Difraktogram komposit matrik logam 70: 30 %wt Al/SiCp

Dari gambar 4.19 diatas, posisi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 merupakan posisi dimana fase-fase dominan yang muncul dalam proses fabrikasi Al/SiCp pasca sintering dengan komposisi 70 : 30 %wt. Berdasarkan perhitungan maka tiap – tiap fase pada sudut 2Ө atau sumbu – x, antara lain: posisi no 1 yaitu 34,1890, no 2 yaitu 35,3750, no 3 yaitu 38,2100, no 4 yaitu 44,6950, no 5 yaitu 59,6750, no 6 yaitu 64,9400, no 7 yaitu 71,4200, dan no 8 yaitu 77,9000.

Setelah memperoleh atau mendapatkan nilai 2Ө dari fase –fase dominan yang muncul, maka langkah selanjutnya adalah mencari nilai d atau panjang kisi kristal

SiO2

5 Al4C3

6

Al2O3

7 Al

8

SiC 1

SiC 2

Al 3

Al 4

yaitu jarak antar atom penyususun suatu fase (senyawa), dengan menggunakan hukum Bragg:

nλ=2d sinӨ

atau dapat juga menggunakan daftar tabel hanawalt. Setelah dilakukan perhitungan atau pencarian pada daftar tabel, maka nilai – nilai d dari masing-masing fase, antara lain: posisi no 1 yaitu 2,6233 Ǻ, no 2 yaitu 2,5370 Ǻ, no 3 yaitu 2,3555 Ǻ, no 4 yaitu 2,0277 Ǻ, no 5 yaitu 1,5493 Ǻ, no 6 yaitu 1,4360 Ǻ, no 7 yaitu 1,3208 Ǻ, dan no 8 yaitu 1,2263 Ǻ.

Berdasarkan nilai – nilai d tersebut, maka fase-fase (senyawa) dominan yang muncul maka dapat diketahui, antara lain: posisi no 1 yaitu SiC, no 2 yaitu SiC, no 3 yaitu Al, no 4 yaitu Al, no 5 yaitu SiO2, no 6 yaitu Al4C3, no 7 yaitu Al2O3, dan no 8 yaitu Al.

BAB V

Dokumen terkait